Anda di halaman 1dari 10

SAMPUL

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, Januari 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3

BAB 1 ........................................................................................................................................ 4

1.1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 5

A. Latar Belakang ................................................................................................. 6

BAB 2 ........................................................................................................................................ 7

1.2 PEMBAHASAN
A. Pengertian ......................................................................................................... 8
B. Peyebab Bangsa Tanpa visi Ekologi ....................................................................... 9
C. Dampak Bangsa Tanpa Visi Ekologi ..................................................................... 10
BAB 3 ...................................................................................................................................... 11
1.3 PENUTUP ................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian
Secara harfiah, ekologi berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari
2 kata, yaitu Oikos yang berarti rumah atau tempat hidup, dan Logos yang berarti ilmu,
dengan demikian Ekologi berarti ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk
hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ekologi merupakan
cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan
lain, seperti : kimia, fisika, geologi dan klimatologi untuk pembahasannya. Ekologi
berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya,
pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
hubungan timbal balik tersebut. Adapun ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat
populasi, komunitas, dan ekosistem. yang kalau dalam bahasa sederhananya adalah yang
berhubungan alam dan lingkungan, sedangkan bahasa trendy-nya adalah Go Green.

B. Peyebab Bangsa Tanpa visi Ekologi

Krisis ekologi, seperti yang kini terjadi di Indonesia, disebut Diamond sebagai salah satu
persoalan yang mendasari keruntuhan peradaban pada masa lalu. Ia mencontohkan kepunahan
bangsa Viking Norse di Skandinavia gara-gara tak sengaja menyebabkan erosi dan penggundulan
hutan sehingga menghancurkan sumber daya mereka.

Diamond juga mengangkat sejarah Ankor Wat, peradaban bangsa Maya, Kepulauan Easter, bangsa
Zimbabwe, dan lembah Sungai Indus sebagai pelajaran penting bagaimana seharusnya kita
memperlakukan alam.

Krisis Ekologi

Kekhawatiran Diamond bahwa Indonesia akan mengalami tekanan lingkungan paling buruk sudah
terbukti. Sepekan terakhir, bencana banjir menenggelamkan puluhan kabupaten dan kota.

Bencana ekologi, seperti banjir, sebenarnya bukan yang pertama. Sepanjang tahun, bencana serupa
rutin menerjang pelosok negeri seolah tak mungkin berkesudahan. Pada musim kemarau, bencana
kekeringan sering kali melanda; penduduk kesulitan air bersih dan petani tak bisa lagi mengairi lahan
pertanian.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, dalam dua tahun terakhir
(2010-2011) terjadi 3.830 bencana alam yang melanda Indonesia dengan jumlah korban meninggal
2.973 orang dan 112.664 rumah rusak. Banjir, banjir bandang, kekeringan, dan tanah longsor
disebutkan BNPB sebagai bencana yang paling dominan melanda Indonesia.

Fenomena alam, seperti cuaca buruk tingginya intensitas curah hujan, sering kali menjadi kambing
hitam atas sumber dari segala sumber malapetaka ini. Padahal, bangsa yang tak pernah punya visi
ekologi merupakan pangkal sebab menurunnya daya dukung lingkungan dan hadirnya bencana
ekologi di sekitar kita.

Kawasan hutan yang terus beralih fungsi menjadi permukiman, industri, lahan pertanian, dan
perkebunan; pembalakan liar yang marak; gaya hidup hedonis yang tak ramah lingkungan juga
pangkal sebab ketidakseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Di lain pihak, dana-dana
rehabilitasi hutan dan penanggulangan bencana justru bergulir tidak tepat sasaran, dikorupsi mafia-
mafia anggaran.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mencatat, hingga 2011, 42,96 juta hektar—setara 21 persen
dari total luas daratan Indonesia—telah diizinkan negara untuk kegiatan eksplorasi pertambangan.
Untuk kelapa sawit, dari rencana 26.710.800 ha telah terealisasi 9.091.277 ha. Sementara alih fungsi
ekosistem rawa gambut mencapai 3.145.182 ha.

Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (2009), dalam kurun waktu 60 tahun terakhir, tutupan
hutan di Indonesia berkurang dari 162 juta ha menjadi hanya 88,17 juta ha pada 2009 atau setara
dengan sekitar 46,3 persen dari luas total daratan Indonesia.

Bersamaan musnahnya puluhan juta hektar tutupan hutan itu, punah pula jutaan keanekaragaman
hayati di dalamnya. Padahal, keanekaragaman hayati berfungsi sebagai penyedia sumber air dan
kebutuhan nyata jutaan penduduk, penyedia tanaman obat, sumber stok genetik, regulasi iklim,
pencegah bencana alam, serta penjaga keseimbangan ekosistem.

Keputusan Penting

Sepanjang sejarah Indonesia, bangsa ini sering kali mengambil keputusan keliru terkait masalah
ekologi. Sebutlah obral izin pengusahaan hutan, maraknya kebijakan alih fungsi hutan lindung,
pemberian keistimewaan bagi konglomerat kehutanan melalui penghapusan utang.

Belum lagi terbitnya PP No 22/2008 yang dinilai kontroversial karena memberi keistimewaan bagi
petambang untuk menambang di hutan lindung, pasifnya penegakan hukum lingkungan, hingga
masyarakat yang menganggap orangutan sebagai hama sawit sehingga layak dibantai seperti baru-
baru ini terjadi di Kalimantan Tengah.
Diamond telah meninggalkan warisan berharga sebagai bahan pelajaran bagi bangsa Indonesia
untuk mengambil sebuah keputusan penting terkait masa depannya. Seperti dikatakan Diamond,
kekeliruan membuat keputusan akan menyebabkan bangsa ini mempercepat kepunahan sendiri.

C.Dampak Bangsa Tanpa Visi Ekologi


Ada yang mengatakan krisis ekologi adalah krisis multi-dimensi. Krisis yang
dikatakan sebagai suatu ungkapan klise hingga hampir kehilangan makna.

Tantangan ekologi semakin besar. Dunia mengeluh di tengah ledakan populasi penduduk
yang menanjak tajam, bumi ini mendadak demam dalam sekejap. Orang-orang mulai dilanda
gelisah, jika saja bumi ini akan hancur lebih cepat dari maktubnya.

Krisis ‘98 mungkin menyisakan luka, tapi bukan hanya pada ketatanegaraan, ekologis juga --
bahkan lebih parah. Keuangan Negara mungkin masih bisa kembali stabil, tapi bagaimana
nasib hutan, udara, sumber air atau bahkan masyarakat kita yang menyandarkan diri pada
sumber daya itu.

ARAH PEMBANGUNAN SECARA SIGNIFIKAN MENINGKAT dalam dua dekade


terakhir. Lahan-lahan hijau tergerus habis, disulap menjadi aspal dan beton. Lalu inti alam
dikeluarkan dari mulut-mulutnya. Tanah Papua, Sumatera dan Kalimantan menjadi panorama
menyedihkan. Akibatnya, banjir dan kekeringan sudah menjadi hal yang lumrah.

Eksploitasi alam yang berlebihan menumpulkan sifat alamiahnya sebagai penyeimbang.


Sumberdaya alam kian habis dipetik manisnya, namun lupa jika ada manis tentu ada
sebaliknya, pahit.

Kerusakan ekosistem adalah kabar yang sangat buruk bagi semua mahluk hidup. Mereka
seperti mata rantai yang saling membutuhkan satu dengan lainnya. Misalnya saja
berkurangnya pohon akan membuat sejumlah hewan kehilangan rumahnya, dan perlahan
punah. Selain itu, terpicunya bencana alam juga merupakan efek kausalitas dari kerusakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai