DOSEN PENBIMBING
OLEH :
Sulfikar
Samsul mardi
A.arini
Adeliani
Marhana
TAHUN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan bahwa alam semesta
berjalan dengan "kesadaran" (consciousness) tertentu. Lantas, apa sumber
kesadaran ini? Tentu saja bukan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya. Tidak
ada satu pun yang menjaga keserasian tatanan ini. Keberadaan dan keagungan Allah
mengungkap sendiri melalui bukti-bukti yang tak terhitung di alam semesta.
Sebenarnya, tidak ada satu orang pun di bumi ini yang tidak akan menerima
kenyataan bukti ini dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian, mereka masih
mengingkarinya "secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari mereka
meyakininya" sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. (Surat an-Naml, 14)
2. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Mungkin terlintas dalam benak kita, apakah masih perlu berbicara tentang
Allah? Bukankah kita sudah sering mendengar dan menyebut asma-Nya. Bukankah
kita sudah tahu bahwa Allah adalah Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup?
Ketahuilah, perasaan merasa cukup inilah yang menghalangi kita untuk menambah
dan memperkaya wawasan kita tentang pemahaman dan pengenalan terhadap pencipta
kita, Allah SWT.
Sesungguhnya semakin dalam dan sering kita memahami untuk mengenal Allah
maka kita akan semakin merasa dekat dengan-Nya. Semakin dekat perasaan kita
kepada Allah, semakin tenang jiwa kita. Sebagaimana yang termaktub dalam Al
Qur’anul Karim dalam Surat Ar Ra’du (13) : 38.
Ketika kita berbicara tentang Allah, kita tidak hanya membahas Allah sebagai
Rabb (Pencipta) namun kita juga membahas bahwa Allah sebagai Malik dan Ilah.
Secara definitif dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Malik memiliki makna pemilik,
pemelihara dan penguasa. Ilah memiliki makna sebagai Yang paling dicintai, Yang
paling ditakuti dan Yang menjadi sumber pengharapan.
Kalau kita tidak kenal Allah SWT, maka segala persembahan itu tidak akan sampai
kepada-Nya. Ini berarti, sia-sialah segala amalan yang kita perbuat.
Bila seseorang itu sudah kenal Allah, barulah apabila dia berpuasa, puasanya sampai
kepada Allah. Apabila dia sholat, sholatnya sampai kepada Allah. Apabila dia
berzakat, zakatnya sampai kepada Allah. Apabila dia menunaikan haji, hajinya sampai
kepada Allah SWT. Apabila dia berjuang, berjihad, bersedekah dan berkorban, serta
membuat segala amal bakti, semuanya akan sampai kepada Allah SWT.Karena
itulah,makrifatullah (Mengenal Allah) ini amat penting bagi kita. Jika kita tidak kenal
Allah, kita bimbang segala amal ibadah kita tidak akan sampai kepada-Nya, ia
menjadi sia-sia belaka. Boleh jadi kita malah hanya akan tertipu oleh syaitan saja. Kita
mengira amalan yang kita perbuat sudah kita persembahkan pada Allah, padahal itu
adalah jebakan syaitan. Ini karena kita tidak mengenal Allah, sehingga kita tidak
mampu membedakan ilah(tuhan) yang kita ikuti, apakah itu Allah, atau syaitan yang
menipu daya. Sebab itulah mengenal Allah itu hukumnya fardhu 'ain bagi tiap-tiap
mukmin.
Mengenal Allah dapat kita lakukan dengan cara memahami sifat-sifat-Nya. Kita tidak
dapat mengenal Allah melalui zat-Nya, karena membayangkan zat AllaH itu adalah
suatu perkara yang sudah di luar batas kesanggupan akal kita sebagai makhluk Allah.
Kita hanya dapat mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya.
Untuk memahami sifat-sifat Allah itu, kita memerlukan dalil aqli dandalil naqli.
Dalil aqli adalah dalil yang bersumber dari akal (aqli dalam bahasa Arab = akal).
Dalil naqli adalah dalil yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Melalui dalil aqli dan dalil naqli ini sajalah kita dapat mengenal Allah. Tanpa dalil-
dalil itu, kita tidak dapat mengetahui sifat-sifat Allah, dan kalau kita tidak mengetahui
sifat-sifat Allah, berarti kita pun tidak mengenal Allah.
Ma’rifatullah adalah bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu Ma’rifah
dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah yang diajarkan
kepada manusia adalah mengenal melalui hasil penciptaannya bukan melalui zat
Allah. Karena akal kita memiliki keterbatasan untuk memahami seluruh ilmu yang ada
di dunia ini, apalagi zat Allah.
a. Ma’rifatullah merupakan ilmu tertinggi yang harus dipahami manusia. Hakikat ilmu
adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah
ilmu tertinggi sebab jika dipahami memberikan keyakinan yang dalam. Memahami
Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada
cahaya yang terang yaitu keimanan. (QS. Luqman (31) : 18).
b. Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya.(QS. Adz Dzariyat
(51)
Bagaimana kita membuktikan bahwa allah itu ada yaitu berdasarkan Dalil
Naqlinya yang terdapat dalam Al-qur’an ada 2 metode:
1. Metode iqtirof
2. Metode Inayah
Dengan berdasarkan dalil aglinya yang didapat dari pemikiran manusia mengenai hal-
hal mengetahui bahwa Allah itu Ada.
1. Kita bisa melihat dengan adanya wahyu Allah dalam Al_Qur’an surat Al-
iklas(bahwa Allah itu satu)
2. Bahwa Allah itu mengutus para nabi dan rasul kedunia untuk menyampaikan
kepada umat manusia agar mengerjakan perintah Allah
3. Bahwa Allah menurunkan mukzizat kepada Nabi sebagai bukti kenabiannya.
4. Khauf (rasa takut) Perasaan takut juga bisa membuktikan bahwa Allah itu Benar-
benar ada.
Rasa takut adalah kondisi jiwa yang tersiksa karena disebabkan takut kepada
Allah. Contoh: bila kita dalam suatu penerbangan pesawat,seorang pramugari
mengumumkan bahwa akan mengalami cuaca buruk,maka semua penumpang tentulah
ketakutan dan akan menyebut nama nama Allah serta meminta pertolongan.hal itu
membuktikan dengan adanya Allah. jika anda melakukan ibadah harus didasari rasa
takut kepada Allah bukan kepada atasan atau bos di kantor dimana ibadah dilakukan
karena bos di kantor rajin shalat jadi shalatnya supaya dilihat oleh bos bukan karena
takut kepada Allah, Allah berfirman,“Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS.Ali Imron: 17 5)
“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku”
(QS.Al-Maidah: 44)
“Hanya kepada-Ku lah kamu harus takut (tunduk)”. (QS. Al-Baqarah: 40)
Rasa takut bisa timbul jika anda mengetahui betapa kerasnya hukuman Allah kepada
orang-orang yang bermaksiat.
Rasa takut bisa timbul dengan mengingat masa lalu dimana, saat waktu-waktu anda
yang berharga anda gunakan untuk bermaksiat dan membandingkannya dengan masa
saat anda dekat kepada-Nya.
Menumbuhkan ketakutan dengan kondisi taubatnya apakah diterima atau tidak? dan
takut kalau-kalau akan diakhirkan dengan kondisi su’ul khatimah.
Bagaimana ciri-ciri orang yang mengenal Allah? Kalau orang yang mengenal
Allah setiap dia mengalami suatu masalah pasti masalah itu akan dikembalikan kepada
Allah, berdoa dan mengadu kepada Allah karena hanya kepada Allahlah kita akan
kembali.Anda dapat mengenal Allah melalui Al-Qur’an, bahkan ada satu surat dimana
Allah menjelaskan siapa diri-Nya, coba anda lihat Al-Qur’an surat Maryam – 65 yang
berbunyi :
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi, dan apa-apa yang ada diantara keduanya,
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah
kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah?)”
Betapa indah dan tegasnya ayat tersebut, bahkan selain menjelaskan tentang siapa
Allah ayat tersebut juga menjelaskan apa kewajiban kita sebagai seorang hamba
kepada Sang Pencipta yaitu beribadah kepada-Nya, dan sampai kapan kita harus terus
beribadah? sampai kita MATI.
Ibadah memiliki syarat agar ibadah itu di kategorikan sebagai ibadah yang benar yaitu
:
Ada beberapa cara kita mengenal Allah dan meyakini bahwa Allah Lah yang Maha
Esa Hanya Allah Lah Yang Kita Sembah tiada Yang Lain.maka hal-hal yang perlu
kita ketahui yaitu:
1. Kita diberi Akal dan Fitrah Oleh Allah serta penglihatan dan penglihataan
bahwa Hanya Allah Lah yang bisa memberikan itu.
2. Meyakini bahwa seluruh Zagat raya beserta alam semesta beserta isinya
hanya Allah Yang menciptakan.
3. Meyakini dan mempercayai Nabi dan rasul adalah utusan Allah yang diberi
mu’jizat oleh Allah untuk menunjukkan kenabian.
4. Meyakini dan mengenal Nama-nama ALLAH Melalui Asmaul Husna (QS. Al
Mu’minun (40) : 62, QS. Al Baqarah (2) : 284)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa Sesungguhnya semakin dalam dan sering kita memahami untuk mengenal
Allah maka kita akan semakin merasa dekat dengan-Nya. Semakin dekat perasaan kita
kepada Allah, semakin tenang jiwa kita. Sebagaimana yang termaktub dalam Al
Qur’anul Karim dalam Surat Ar Ra’du (13) : 38.
Ketika kita berbicara tentang Allah, kita tidak hanya membahas Allah sebagai
Rabb (Pencipta) namun kita juga membahas bahwa Allah sebagai Malik dan Ilah.
Secara definitif dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Malik memiliki makna pemilik,
pemelihara dan penguasa. Ilah memiliki makna sebagai Yang paling dicintai, Yang
paling ditakuti dan Yang menjadi sumber pengharapan.
Ciri-ciri orang yang mengenal Allah? Kalau orang yang mengenal Allah setiap
dia mengalami suatu masalah pasti masalah itu akan dikembalikan kepada Allah,
berdoa dan mengadu kepada Allah karena hanya kepada Allahlah kita akan kembali.
Anda dapat mengenal Allah melalui Al-Qur’an, bahkan ada satu surat dimana Allah
menjelaskan siapa diri-Nya, coba anda lihat Al-Qur’an surat Maryam 65.
B. Saran
Maka dari itu janganlah sekali-kali kamu tidak mengenal Allah,kerena apabila
engkau tidak menegenal Allah maka hidup mu akan sengsara baik didunia mau pun
diakhirat Kelak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan
berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir
semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli
telah mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini
belum ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini
terbukti dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia
berakal), homo economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical
Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya.
Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan
manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu
mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang
diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan
benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor
binatang. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.
B.Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka
diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas MPK agama Islam
dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis
dan pembaca tentang manusia dalam pandangan islam dan untuk membuat kita lebih
memahami islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hakikat
B. Pengertian Manusia
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah
swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan
tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa
manusia berasal dari tanah. Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu
pengetahuan sangat bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis
yang mendasari.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang
bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut
teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata
karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan,
menyatakan, memahami, dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda dengan
makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata basyar, insan
dan al-nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-kahfi : innama
anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu).
Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis, seperti asalnya dari tanah
liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ; al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-
mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-alaq : 5),
yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual
manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar :
72). Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah
kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27 walakad dlarabna
linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya telah kami buatkan bagi
manusia dalam al-quran ini setiap macam perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk
pada semua manusia sebagai makhluk social atau secara kolektif.
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani.
Jasmani manusia bersifat materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah.
Sedangkan roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat
immateri itu ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya rasa
(kalbu). Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang selalu berkembang dengan pengaruh
lingkungan sekitarnya karena makhluk utuh ini memiliki potensi pokok yang terdiri
atas jasmani, akal, dan rohani. Hal lain yang menjadi hakikat manusia adalah mereka
berkecenderungan beragam. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi
pokok paling banyak, manusia menjadi menarik untuk diteliti. Manusia yang sebagai
subjek kajian mengkaji manusia sebagai objek kajiannya dalam hal karya, dampak
karya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Namun, sampai
sekarang manusia terutama ilmuwan belum mencapai kata sepakat tentang manusia.
Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti pemikiran,
nafsu, kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang membedakan
manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah nafsu dan
akal/pemikiran. Manusia memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang hanya memiliki
nafsu. Manusia yang cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak mempergunakan
akal dan berbagai potensi pemberian Allah lainnya secara baik dan benar, maka
manusia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi binatang, walaupun Al-Quran
tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang seperti yang dinyatakan
Allah dalam Al-Quran (Q.S. Al A’raf : 179) :
Mereka (jin dan manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(ayat ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda tanda
keksuasaan Allah), punya telinga tetap tidak mendengar (ayat ayat Allah). Mereka
(manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan, bahkan lebih rendah
(lagi) dari binatang.
Saat Allah Swt. merencanakan penciptaan manusia, ketika Allah mulai membuat
“cerita” tentang asal-usul manusia, Malaikat Jibril seolah khawatir karena takut
manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi. Di dalam Al-Quran, kejadian itu
diabadikan. "...Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
'Sesungguhnya, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. Al Hijr: 28-29).
Firman inilah yang membuat malaikat bersujud kepada manusia, sementara iblis
tetap dalam kesombongannya dengan tidak melaksanakan firman Allah. Inilah dosa
yang pertama kali dilakukan oleh makhluk Allah yaitu kesombongan. Karena
kesombongan tersebut Iblis menjadi makhluk paling celaka dan sudah dipastikan
masuk neraka. Kemudian Allah menciptakan Hawa sebagi teman hidup Adam. Allah
berpesan pada Adam dan Hawa untuk tidak mendekati salah satu buah di surga,
namun Iblis menggoda mereka sehingga terjebaklah Adam dan Hawa dalam kondisi
yang menakutkan. Allah menghukum Adam dan Hawa sehingga diturunkan kebumi
dan pada akhirnya Adam dan Hawa bertaubat. Taubat mereka diterima oleh Allah,
namun Adam dan Hawa menetap dibumi. Baca Surat Al-Baqarah Ayat 33-39.
Adam adalah ciptaan Allah yang memiliki akal sehingga memiliki kecerdasan,
bisa menerima ilmu pengetahuan dan bisa mengatur kehidupan sendiri. Inilah
keunikan manusia yang Allah ciptakan untuk menjadi penguasa didunia, untuk
menghuni dan memelihara bumi yang Allah ciptakan. Dari Adam inilah cikal bakal
manusia diseluruh permukaan bumi. Melalui pernikahannya dengan Hawa, Adam
melahirkan keturunan yang menyebar ke berbagai benua diseluruh penjuru bumi;
menempati lembah, gunung, gurun pasir dan wilayah lainnya diseluruh penjuru bumi.
Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
Makna yang esensial dari kata abd’ (hamba) adalah ketaatan, ketundukan,
dan kepatuhan manusia hanya layak diberikan kepada Allah SWT yang
dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan, Oleh karena itu, dalam al-quran dinyatakan dengan “quu anfusakun
waahlikun naran” (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman dari api neraka).
KESIMPULAN
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi
nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling
sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib
bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.
Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah Swt terhadap
hamba-hamba-Nya, bahwa dialah yang mencipytakan, menghidupkan dan menjaga
kehidupan manusia. Dengan demikian, tujuan diciptakan manusia dalam konteks
hubungan manusia dengan Allah Swt adalah dengan mengimami Allah Swt dan
memikirkan ciptaan-Nya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah
Swt. Sedangkan dalam konteks hubungan manusia dengan manusia, serta manusia
dengan alam adalah untuk berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan
kejahatan terhadap sesama manusia, serta tidak merusak alam.
Sebagai wakil Allah di bumi ini,manusia salah satu tugas manusia adalah untuk
mennjaga keseimbangan kehidupan di bumi ini.Serta menjalin hubungan dengan
Allah,dengan sesama manusia,dan dengan lingkungan kehidupannya.
Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu ketika
nanti harus kita pertanggungjawabkan.