Anda di halaman 1dari 31

Laboratorium Separasi Termal dan Difusi

Semester V 2019/2020

LAPORAN PRAKTIKUM
HE PLATE

Pembimbing : Ir.Swastanti Brotowati, M.Si


Kelompok : II (Dua)
Tgl. Praktikum : 04 Desember 2019

Nama (NIM) : Ahmad Zulkifli (33117006)


Diah Athifah Mahdiyah (33117008)
Kelas : 3A/D3.Teknik Kimia

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2019
HEAT EXCHANGER PLATE

I. Tujuan Percobaan
Pada percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Memahami prinsip kerja dari alat penukar panas.
2. Menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall (U).
3. Membandingankan massa fluida yang diperoleh secara praktek dan
teoritis.

II. Alat dan Bahan


1. Alat
• Seperangkat alat HE Plate
• Boiler
• Cooler
• Baskom
• Termometer
• Timbangan
• Stopwatch
2. Bahan
• Air umpan boiler
• Air pendingin
• Steam

III. Teori Dasar


1. Definisi Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang
memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas
maupun pendingin. Mekanisme perpindahan kalor pada alat penukar kalor
yaitu secara konveksi pada kedua fluida yang mengalir dan secara konduksi
pada dinding pemisah kedua fluida.
2. Prinsip Kerja Heat Exchanger
Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu
memindahkan panas dari dua fluida padatemperatur berbeda di mana
transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. a.
Secara kontak langsung
Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti
perpindahan kalor terjadi antara fluida bersuhu lebih tinggi dan bersuhu
lebih rendah melalui kontak langsung (tidak ada dinding pemisah antara
kedua fluida).
Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase/penghubung
antara kedua fluida. Contoh aliran pada kontak langsung yaitu dua zat cair
yang immiscible, gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
b. Secara kontak tak langsung
Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti
perpindahan kalor terjadi antara fluida bersuhu lebih tinggi dan
bersuhu lebih rendah melalui sebuah dinding pemisah. Skema
perpindahan kalor seacar kontak tak langsung dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger
(Sumber: Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-
heatexchanger.html)
3. Jenis-jenis Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) sering dinamakan
dengan lebih spesifik sesuai dengan aplikasinya. Kondenser merupakan HE
di mana fluida didinginkan dan berkondensasi ketika mengalir melalui HE.
Boiler merupakan HE di mana fluidanya mengabsorbsi panas dan
menguap. Sedangkan space radiator merupakan HE yang menukar kalor
dari fluida panas ke lingkungan melalui radiasi. Berikut ini adalah jenis alat
penukar kalor berdasarkan kompleksitas alat: a. Double pipe HE
Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan di dalam sebuah pipa
lainnya yang berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang satu
mengalir di dalam pipa kecil sedangkan fluida yang lain mengalir di bagian
luarnya. Pada alat penukar kalor ini, salah satu fluida mengalir melalui pipa
kecil sedangkan yang satu lagi melalui annulus.
Pada bagian pipa kecil biasanya dipasang fin atau sirip memanjang,
hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan panas yang lebih luas.
Double pipe ini dapat digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan
fluida hasil proses yang membutuhkan area perpindahan panas yang kecil
(biasanya hanya mencapai 50 m2). Double pipe ini juga dapat digunakan
untuk mendidihkan atau mengkondensasikan fluida proses tapi dalam
jumlah yang sedikit.
Ada dua jenis arah aliran yang dapat mungkin terjadi, yaitu aliran
paralel dan aliran counter.
(a) (b)
Gambar 1.2. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak


langsung (indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah
antara kedua fluida sehingga kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang
memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui pipa
kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada
pipa yang lebih besar (pipa annulus).
Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan
yang disusun dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi
pada fluida adalah proses konveksi, sedang proses konduksi terjadi
pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi
ke fluida yang bertemperatur rendah.
Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini
adalah kesulitan untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per
unit permukaan transfer. Tetapi, double pipe ini juga memiliki
keuntungan yaitu heat exchanger ini dapat dipasang dengan berbagai
macam fitting (ukuran). Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari
double pipe HE akan dijabarkan lebih lanjut pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Kelebihan dan Kekurangan Double Pipe HE

b. Compact HE
Pada alat penukar kalor jenis ini didesain secara spesifik agar
surface area per unit volume-nya besar. HE jenis ini mampu menerima
perpindahan kalor dari suatu fluida dalam jumlah kecil yang biasanya
digunakan pada situasi di mana berat dan volume HE dibatasi. Area
permukaan pada compact HE yang luas disebabkan dipasangnya plat
tipis seperti sirip pada dinding yang memisahkan dua fluida.
Compact HE biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas-to-
liquid HE. Fluida-fluida dalam HE ini umumnya bergerak saling tegak
lurus sehingga dinamakan aliran menyilang. Aliran menyilang
diklasifikasikan menjadi:
1) unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui
ruang tertentu dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang

2) mixed, jika fluida bebas bergerak sambil menukar kalor.

Gambar 1.3. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE:


(kiri) kedua fluida tidak bercampur,
(kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

c. Shell and Tube HE


Alat penukar kalo jenis ini adalah alat penukar kalor yang umum
digunakan dalam industri. Secara sederhana, prinsip kerja HE adalah
sebagai berikut. Terdapat dua fluida yang berbeda temperatur; yang
satu dialirkan dalam tube dan yang lainnya dalam shell hingga
bersentuhan secara tidak langsung. Panas dari fluida yang
temperaturnya lebih tinggi berpindah ke fluida yang temperaturnya
lebih rendah.
Dengan demikian fluida panas yang masuk akan menjadi lebih
dingin dan fluida dingin yang masuk akan menjadi lebih panas. Untuk
menjamin fluida di sebelah shell mengalir melintasi tube (agar
perpindahan kalornya tinggi), maka dalam shell dipasang sekat-sekat
(baffles) seperti terlihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4. Skematik shell-and-tube heat exchanger (one-shell-


pass dan one-tube-pass) (Sumber: Holman,
J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

d. Plate and Frame HE


Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari rangkaian plat dengan
corrugated flat. terdiri dari rangkaian plat dengan corrugated flat. Pada
konstruksi ini terdapat coil pipa bersirip plat untuk mengalirkan fluida
yang berlainan.

Gambar 1.5. Bentuk Fisik & Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat
Exchanger
(Sumber : Anonim, 2012. http://www.brighthubengineering.com)
Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur
idealnya, dibagi menjadi:
1) Parallel flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran
yang searah. Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu
yang besar. Perbedaan temperatur yang besar akan berkurang seiring
dengan semakin besarnya x, jarak pada HE. Temperatur keluaran
dari fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas.
2) Counter flow
Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua
aliran fluida yang mengalir dalam HE masuk dari arah yang
berlawanan. Aliran keluaran yang fluida dingin ini suhunya
mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu yang
didapat lebih efekrif dari parallel flow. Mekanisme perpindahan
kalor jenis ini hampir sama dengan parallel flow, di mana aplikasi
dari bentuk diferensial dari persamaan steady-state:

3) Cross flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak
lurus dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang
melibatkan dua fasa. Sebagai contoh yaitu pada sistem kondensor
uap (tube and shell heat exchanger), di mana uap memasuki shell,
air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap
sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka
dapat disimpulkan bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika
kita membandingkan laju perpindahan kalor per unit area. Dengan
beda temperatur fluida yang paling maksimal di antara kedua tipe
heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log mean
temperature difference) akan maksimal.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja HE
Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja dari suatu heat exchanger yaitu sebagai berikut: a. Fouling factor
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor alat
penukar kalor mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat
dalam sistem aliran; atau permukaan itu mungkin mengalami korosi
sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam
konstruksi penukar kalor. Dalam kedua hal di atas, lapisan itu memberikan
tahanan tambahan terhadap aliran kalor, dan hal ini menyebabkan
menurunnya kemampuan kerja alat itu. Pengaruh menyeluruh daripada hal
tersebut di atas biasa dinyatakan dengan faktor pengotoran (fouling factor),
atau tahanan pengotoran, Rf, yang harus diperhitungkan bersama tahanan
termal lainnya, dalam menghitung koefisien perpindahan kalor
menyeluruh.
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U (koefisien perpindahan kalor keseluruhan/ overall
coefficient of heat transfer) untuk kondisi bersih (UC) dan kondisi kotor
(UD) pada penukar kalor itu. Oleh karena itu, faktor pengotoran
didefinisikan sebagai:

dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan


menggunakan rumus sebagai berikut :
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin
tidak begitu penting karena hanya menghasilkan resistan yang kecil.
Namun, pada water heat exchanger di mana nilai U terletak sekitar
2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada finned tube heat
exchanger di mana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang
dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan fouling
factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan
deposit pada permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau
senyawa yang tidak diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan
terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi
deposit pada alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop
dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Keterlibatan beberapa
faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor, jenis material yang
dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju alir
massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida
diberikan dalam Tabel 1.2.
Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau
senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran fluida.
Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat apabila
permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif
yang cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara
aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan
pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses pembentukan
lapisan fouling merupakan phenomena yang sangat kompleks
sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Selain itu,
mekanisme pembentukannya sangat beragam dan metode
pendekatannya juga berbeda-beda.

Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran


pada Pipa
b. Penurunan tekanan heat exchanger
Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang
terjadi akibat heat transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini
dikarenakan adanya perubahan suhu secara tiba-tiba karena beban
kecepatan dan faktor friksi dalam aliran kedua fluida. Pressure drop
dapat digunakan rumus sebagai berikut :

dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, ρ adalah masa


jenis fluida, Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
1) Penurunan tekanan pada sisi shell
Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada
sisi shell alat alat penukar panas, masalahnya proporsional
dengan beberapa kali fluida itu menyebrangi pipa bundle
diantara sekat-sekat. Besarnya penurunan tekanan pada
isothermal untuk fluida yang dipanaskan atau didinginkan,
serta kerugian saat masuk dan keluar, adalah :
2) Penurunan tekanan pada sisi pipa
Besarnya penurunan tekanan pada sisi pipa alat penukar
panas telah diformulasikan, persamaan terhadap faktor
gesekan dari fluida yang dipanaskan atau yang didinginkan di
dalam pipa.
Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat
passnya, maka akan terdapat kerugian tambahan penurunan tekanan:

dimana:

Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada


tabung dan rangkunan tabung dapat menyebabkan perubahan faktor
gesek (friction factor). Pada tabung hubungan antara faktor friksi dan
penurunan tekanan dituliskan sebagai berikut :

Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka


Reynold dan angka Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor
konveksinya berubah. Dengan berubahnya koefisien perpindahan kalor
konveksi maka kofisien perpindahan kalor menyeluruhpun ikut
berubah. Pressure drop dapat menurunkan kinerja dari alat penukar
kalor dan membuat nilai U (koefisien heat transfer overall) menjadi
berkurang, yang akibatnya perpindahan kalor antara kedua fluida juga
akan makin sedikit. Dengan demikian, proses tidak akan berjalan secara
efisien. Oleh karena itu, semakin besar nilai pressure drop, semakin
rendah kinerja alat penukar kalor.

c. Koefisien perpindahan panas


Pada aliran di mana satu fluida mengalir pada bagian dalam
tabung yang lebih kecil di mana fluida yang lain mengalir dalam
ruang anular diantara dua tabung, maka perpindahan kalor dapat
dideskripsikan dengan:

d. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat
menentukan kecepatan perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan
yang ada banyak, maka akan berpengaruh pada luas permukaan
yang melepas kalor. Seperti yang diketahui, apabila luas
permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak atau luas,
maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat.

e. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya.
Sementara itu, angka reynold sangat berpengaruh dalam
perhitungan matematis.

f. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata,
maka perpindahan kalor yang terjadi tidak merata di beberapa
permukaan. Ada permukaan yang lebih banyak aliran konveksinya
apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup besar, begitu pula
sebaliknya.
g. Luas permukaan perpindahan panas
Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas
yang dipindahkan. Luas perpindahan panas ini tergantung pada
jenis tube dan ukuran tube yang digunakan suatu heat exchanger.

h. Beda suhu rata-rata


Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk
heat exchanger biasanya selalu berubah-ubah. Untuk menentukan
perbedaan temperatur tersebut digunakan perbedaan temperatur
rata-rata atau Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD).
LMTD digunakan dalam perhitungan-perhitungan heat exchanger
yang menunjukkan panas yang dipindahkan.

5. Perpindahan Kalor HE
Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat
dihitung dengan LMTD metode NTU efektivitas.
a. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir
dalam aliran sejajar maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk
kedua kasus ini telah ditunjukkan sebelumnya pada gambar 1 yang
(a) dan juga (b).
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa
ganda ini dengan
Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu
rata-rata log (LMTD = log mean temperature difference), yaitu :

Subskrib 1 dan 2 menunjukkan masuk dan keluar, subskrib h


dan c menunjukkan panas dan dingin. Penurunan LMTD di atas
berkenaan dengan dua asumsi:
1) kalor spesifik fluida tidak berubah menurut suhu.
2) koefisien perpindahan kalor konveksi tetap, untuk seluruh
penukar kalor.

Asumsi kedua biasanya sangat penting karena pengaruh pintu-


masuk, viskositas fluida, perubahan konduktivitas-termal, dan
sebagainya. Biasanya untuk memberikan koreksi atas pengaruh-
pengaruh tersebut perlu digunakan metode numerik.
Jika suatu penukar-kalor yang bukan jenis pipa-ganda
digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor
koreksi terhadap LMTD untuk susunan pipa ganda aliran-lawan-
arah dengan suhu fluida panas dan suhu fluida dingin yang sama.
Bentuk persamaan menjadi:
Nilai faktor koreksi F digambarkan dalam gambar di lampiran
untuk berbagai jenis penukar-kalor. Bila terdapat perubahan fase,
seperti kondensasi atau penguapan, fluida biasanya berada pada
suhu yang sebenarnya tetap, dan persamaan-persamaan itu menjadi
lebih sederhana. Untuk kondisi ini P atau R menjadi nol, dan kita
dapatkan untuk pendidihan atau kondensasi. 0 .1F

b. Metode NTU-Efektivitas
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila
suhu masuk dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan
dengan mudah, sehingga LMTD dapat dengan mudah dihitung,
dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien perpindahan kalor
menyeluruh dapat ditentukan. Bila kita harus menentukan suhu
masuk atau suhu keluar, analisis kita akan melibatkan prosedur
iterasi karena LMTD itu suatu fungsi logaritma. Dalam hal
demikian, analisis akan lebih mudah dilaksanakan dengan
menggunakan metode yang berdasarkan atas efektivitas penukar-
kalor dalam memindahkan sejumlah kalor tertentu. Metode
efektivitas ini juga mempunyai beberapa keuntungan untuk
menganalisis soal-soal di mana kita harus membandingkan
berbagai jenis penukar kalor guna memilh jenis yang terbaik untuk
melaksanakan sesuatu tugas pemindahan kalor tertentu.
Efektivitas penukar-kalor (heat exchanger effectiveness)
didefinisikan sebagai berikut:
untuk penukar kalor aliran searah, persamaan ini dapat diturunkan
menjadi:

untuk penukar kalor aliran lawan arah:

Dengan C = m c, dinamakan laju kapasitas. Subskrib min dan max


menunjukkan aliran yang mempunyai C = m c minimum dan m c
maksimum. Kelompok suku UA/Cmin disebut jumlah satuan
perpindahan (number of transfer unit = NTU) karena memberi
petunjuk tentang ukuran penukar-kalor.
Meskipun bagan-bagan efektivitas NTU sangat bermanfaat
dalam soal merancang alat penukar kalor, ada pula penerapan lain
yang memerlukan ketelitian yang lebih tinggi dari yang biasa
didapatkan dari grafik. Selain itu, prosedur merancang mungkin
banyak menggunakan komputer, yang memerlukan adanya
persamaan analitis untuk kurva-kurva itu. Persamaanpersamaan
efektivitas dirangkum dalam daftar di lampiran. Dalam banyak hal,
tujuan analisis ialah untuk menentukan NTU dan untuk itu dapat
dibuat suatu persamaan eksplisit untuk NTU dengan menggunakan
efektivitas dan perbandingan kapasitas.

6. Efisiensi Alat Penukar Kalor


Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu
masuk dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah,
sehingga LMTD dapat dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas
permukaan, dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat
ditentukan. Namun, pada kondisi dimana hanya suhu masuk atau suhu
keluar yang diketahui, maka dapat digunakan metode lain yakni metode
NTU yang merupakan salah satu metode analisis pada alat penukar
kalor berdasarkan pada efektivitas jumlah kalor yang dapat
dipindahkan antar fluida.
Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :

Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi


yang dilepaskan oleh fluida panas (subscript h) atau energi yang
diterima oleh fluida dingin (subscript c). Untuk penukar kalor aliran
sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan dengan:

dan untuk penukar kalor aliran lawan arah:

Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida


mengalami perubahan suhu yang setara dengan perbedaan suhu
maksimum antar fluida yaitu tepat saat kedua fluida masuk ke dalam
alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan terjadi apabila
fluida mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis yang minimum.
Kalor maksimum dapat dinyatakan dengan:

Dengan definisi tersebut, maka besar efektivitas dapat dinyatakan


dengan:
• Untuk penukar kalor aliran sejajar:

• Untuk penukar kalor aliran lawan arah:

Secara umum efektivitas dapat dinyatakan sebagai:

Setelah beberapa penurunan, maka didapat persamaan efisiensi:

Adapun untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya:


Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan
atau NTU (Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk
tentang ukuran alat penukar kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil
antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat
beberapa manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam
penyelesaian soal untuk menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar.
Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang
terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.

7. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan


Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U) terdiri dari dua macam
yaitu:
a. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor masih baru
b. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor sudah kotor.

Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:


8. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Kalor

dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature
Difference (LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD
harus dikoreksi dengan faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig
18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunakan parameter
R dan S.

Nilai LMTD dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :


a. Bila konstan pada aliran searah atau aliran berlawanan arah

Aliran Searah (cocurrent)


atau

Aliran Berlawanan Arah (countercurrent)


dan harga Δ tm =FT.LMTD
b. Bila dinyatakan dalam UD maka persamaan LMTD berupa
persamaan implisit:

Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor FT yang
dicari dari grafik yang sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan
parameter R dan S.

IV. Prosedur Kerja


1. Menyiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan selama
percobaan berlangsung.
2. Menimbang wadah kosong dari fluida yang akan dihasilkan
3. Menyuplai steam dari boiler ke Heat Exchanger Plate bersamaan
dengan menyuplai fluida dingin ke alat.
4. Mengatur suhu steam yang ingin digunakan yaitu 110oC dengan
mengatur katup manual pada pipa masukan steam.
5. Mengatur skala laju alir fluida dingin yang ingin digunakan yaitu
500. Proses dimulai bersamaan dengan menyalakan stopwatch.
6. Pada saat proses berjalan, diamati nilai suhu fluida dingin keluar
dan suhu fluida dingin masuk hingga konstan. Jika telah konstan,
dicatat suhu fluida dingin masuk dan keluar serta suhu steam dan
kondensat.
7. Hal yang sama dilakukan dengan skala laju alir yang berbeda ( 400,
300, 200, dan 100 ).
8. Setelah dilakukan percobaan dengan 5 titik skala laju alir, proses
dihentikan bersamaan dengan pemberhentian stopwatch.
Kondensat yang telah ditampung lalu ditimbang bobotnya.
9. Pada saat mengistirahatkan alat, skala laju alir diatur full agar
proses pendinginan berjalan lebih cepat.

V. Data Pengamatan
1. Dalam satuan SI
Laju Berat
t1 t2 T1 T2 Waktu
Skala Alir o o Kondensat
( C) ( C) (oC) (oC) (detik)
(ml/s) (kg)

500 132 43 114 115 102


400 104 42 107 109 102
300 78.32 43 108 110 102 1,38 49,53
200 50.35 42 110 115 101
100 23.5 42 105 110 92

F. Perhitungan
( Terlampir )
G. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk memahami prinsip kerja dari alat
penukar panas, menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall, dan
membandingkan massa fluida (M) yang diperoleh secara praktek dan
teoritis. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah heat exchanger
plate (PHE). Di dalam unit PHE ini terjadi 3 konsep perpindahan panas
yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Pada Plate Heat Exchanger (PHE)
perpindahan panas secara konduksi terjadi pada pelat logam dimana
panasnya mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah. Sedangkan perpindahan panas secara konveksi
terjadi karena adanya gerakan atau aliran dari bagian panas ke bagian yang
dingin, konveksi terjadi pada fluida yang bergerak dalam Plate Heat
Exchanger (PHE) sehingga panas dalam fluida dapat berpindah dimana
fluida panas di alirkan( dikontakan ) dengan fluida dingin melewati plate
dan frame pada susunan peralatan PHE. Sementara sedangkan
perpindahan panas radiasi terjadi saat dinding plate men-transfer panas ke
udara.
HE Plate terdiri dari beberapa rangkaian alat seperti, thermometer,
valve, plate, pipe, isolator, dan steam trap. Kegunaan steam trap adalah
untuk menangkap dan menkondensasikan sisa uap yang tidak
terkondensasi setelah proses transfer panas. Steam trap ini diharapkan
dapat mengkondensasikan semua sisa uap sehingga keluaranya semua
dalam bentuk cair.
Di dalam perpindahan panas ada kalor (Q) atau energy panas yang
di serap dan di lepaskan oleh fluida, dalam hal ini fluida panas
memberikan kalor (Qpanas) dan fluida dingin menangkap energy atau
mengambil kalor fluida panas (Qdingin). Dalam proses perhitungan
diperlukan tambahan data seperti nilai λ dan Cp. Nilai λ didapatkan dari
tabel saturated steam dan nilai Cp didapatkan dari grafik Specific heat.
Dari perhitungan dapat diketahui bahwa, semakin besar laju alir pendingin
(md) maka semakin besar pula kecepatan perpindahan panasnya (Q
sensible) atau semakin besar bukaan valve akan menyebabkan laju alir
massa semakin besar sehingga akan semakin banyak kalor yang
berpindah, sehingga semakin besar pula laju massa fluida yang dihasilkan
(M). Selain itu, semakin besar laju alir pendingin maka semakin besar pula
nilai koefisien perpindahan panas overall (U) yang dihasilkan. Hal ini
dipengaruhi oleh nilai LMTD dan kecepatan perpindahan panas (Q
sensible) yang diperoleh. Selain itu, dengan memperbesar laju alir fluida
pendingin menyebabkan beda temperature aliran fluida panas yang masuk
dengan aliran fluida panas yang keluar semakin tinggi.
Berdasarkan data praktikum dilakukan perhitungan nilai massa
kondensat per satuan waktu (M) aktual maupun teoritis kemudian kedua
nilai tersebut dibandingkan. Berdasarkan data hasil perhitungan diperoleh
nilai M actual sebesar 221,1678 lb/hr sedangkan nilai M teoritis sebesar
422,4648 lb/hr . Dari perhitungan tersebut diketahuai bahwa nilai M
teoritis lebih besar dibandingkan nilai M aktual, hal ini terjadi karena pada
saat praktikum, kondensat yang keluar berada dalam fasa cair jenuh
dimana saat masih berada dalam pipa setelah melalui steam trap,
kondensat berada pada kondisi bertekanan tinggi dan saat keluar dari pipa,
kondensat berpindah ke kondisi tekanan rendah (tekanan standar)
sehingga ada beberapa kondensat yang berubah fasa kembali menjadi uap.
Uap yang berasal dari kondensat ini disebut flash steam. Berdasarkan hal
tersebut, kondensat yang ditampung dan ditimbang bukanlah massa
kondensat keseluruhan, melainkan hanya massa kondensat yang tidak
menjadi flash steam. Kondensat yang menjadi flash steam tidak terhitung
karena telah terakumulasi dengan udara bebas. itulah mengapa pada saat
praktikum berlangsung banyak uap (flash steam) yang keluar dari
kondensat yang ditampung. Hal ini menyebabkan jumlah kondensat aktual
jauh lebih kecil dibandingkan nilai kondensat teoritis yang diperoleh dari
perhitungan sehingga diperoleh nilai persentase error 47,64823 %.
Pada praktikum ini juga dilakukan perhitungan nilai koefisien
perpindahan panas overall (U). Adapun nilai koefisien perpindahan panas
yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan skala berturut- turut dari
100, 200, 300, 400, dan 500 adalah 53,61014 Btu/hr ft2 F; 169,74328
Btu/hr ft2 F; 327,87394 Btu/hr ft2 F; 434,25480 Btu/hr ft2 F; dan
728,84199 Btu/hr ft2 F.
Berdasarkan data diatas, dapat diamati bahwa nilai U terus meningkat
pada tiap percobaan. Hal ini terjadi dikarenakan nilai koefisien
perpindahan panas overall (U) berbanding lurus dengan nilai panas yang
diberikan (Q). Dimana semakin tinggi laju alirnya, semakin besar
koefisien perpindahan panas keseluruhannya.

H. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat kami
simpulkan bahwa :
1. Prinsip kerja HE Plate adalah melakukan transfer panas antar fluida
melalui plate yang terdapat dalam alat HE Plate. selain itu transfer
panas juga terjadi antara plate dan plate ke udara.
2. Nilai koefisien perpindahan panas overall (U) yang diperoleh
semakin besar dengan meningkatnya laju alir (berbanding lurus)
3. Perbandingan antara massa fluida secara teoritis dan secara actual
(praktek) yaitu nilai M teoritis sebesar 422,4648 lb/hr sedangkan
nilai M actual sebesar 221,1678 lb/hr.
Daftar Pustaka

Anonim. Buku Panduan Praktikum Proses Operasi Teknik I. 1989. Teknik Gas
dan Petrokimia UI.

Anda mungkin juga menyukai