Anda di halaman 1dari 35

HEAT EXCHANGER 1

1. TUJUAN PERCOBAAN
Pada percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Memahami prinsip kerja dari alat penukar panas
2. Menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall (U)
3. Membandingkan massa fluida yang diperoleh secara praktek dan teoritis

2. ALAT DAN BAHAN


1. Alat yang digunakan
 Sepernagkat alat HE plate
 Boiler
 Cooler
 Thermocouple
 Timbangan
 Termometer
 Baskom
2. Bahan yang digunakan
 Air umpan boiler
 Air pendingin

3. DASAR TEORI
1. Definisi Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang digunakan untuk
menukarkan kalor dari suatu fluida ke fluida lain baik dari fasa cair ke cair maupun dari
fasa uap ke cair. Pengertian lainnya adalah suatu alat yang dapat menyerap ataupun
memberikan panas pada fluida yang mengalir. Mekanisme perpindahan kalor pada alat
penukar kalor yaitu secara konveksi pada kedua fluida yang mengalir dan secara konduksi
pada dinding pemisah kedua fluida.
2. Prinsip Kerja Heat Exchanger
Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua
fluida pada temperatur berbeda dimana transfer pnas dapat dilakukan secara langsung
ataupun tidak langsung.
a. Secara Kontak Langsung
Panas yang dipindahkan secara kntak lamgsung berarti pemindahan kalor terjadi
antara fluida bersuhu lebih tinggi dan bersuhu lebih rendah melalui kontak langsung
(tidak ada dinding pemisah antara kedua fluida). Transfer panas yang terjadi yaitu melalui
interfase/penghubung antara kedua fluida. Contoh aliran pada kontak langsung yaitu dua
zat cair yang immiscible, gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
b. Secara kontak tak langsung
Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti perpindahan kalor terjadi
antara fluida bersuhu lebih tinggi dan bersuhu lebih rendah melalui sebuah dinding
pemisah. Skema perpindahan kalor secara kontak tak langsung dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger

3. Jenis-jenis Alat Penukar Kalor


Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) sering dinamakan dengan lebih spesifik
sesuai dengan aplikasinya. Kondensor merupakan HE dimana fluida didinginkan dan
berkondensasi ketika mengalir melalui HE. Boiler merupakan HE dimana fluidanya
mengabsorbsi panas dan menguap. Sedangkan space radiator merupakan HE yang
menukar kalor dari fluida panas ke lingkungan melalui radiasi. Berikut ini adalah
jenis alat penukar kalor berdasarkan kompleksitas alat :
A. Double pie HE
Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan didalam sebuah pipa lainnya yang
berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang satu mengalir didalam pipa kecil
sedangkan fluida yang mengalir di bagian luarnya. Pada alat penukar kalor ini, salah satu
fluida mengalir melalui pipa kecil sedangkan yang satu lagi melalui annulus.
Pada pipa bagian kecil biasanya dipasang fin atau sirip memanjang, hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan panas yang lebih luas. Doulbe pipe ini dapat
digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida hasil proses yang membutuhkan
area perpindahan panas yang kecil (biasanya hanya mencapai 50 m2). Doule pipe ini
njuga dapat digunakan untuk mendidihkan atau mengkondensasikan fluida proses tapi
dalam jumlah yang sedikit.
Ada dua jenis arah aliran yang dapat mungkin terjadi, yaitu aliran paralel dan aliran
counter.

Gambar 1.2. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung (indirect
contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga kedua fluida
tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir
melalui pipa kecil, sedangkan berbeda dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa
yang lebih besar (pipa annulus).
Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun dalam
susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi,
sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida yang
bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah.
Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini adalah kesulitan untuk
memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit permukaan transfer. Tetapi, double pipe
ini juga memiliki keuntungan yaitu heat exchanger ini dapat dipasang dengan berbagai
macam fitting (ukuran). Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari double pipe a akan
dijabarkan

Kelebihan Kekurangan
Dapat diatur sedemikian rupa agar Mahal
diperoleh batas pressure drop dan LMTD
sesuai keperluan
Dapat digunakan untuk fluida Biasanya digunakan untuk sejumlah
bertekanan tinggi kecil fluida yang akan dipanaskan
atau dikondensasikan
Bisa dipasang secara seri atau paralel Terbatas untuk fluida yang
membutuhkan area perpindahan
kalor kecil (<50 m2)
Fleksibel dalam berbagai aplikasi dan
pengaturan pipa
Kalkulasi design mudah dibuat dan
akurat
Mudah dalam penambahan luas
permukaan
Bagian fitting mudah dibersihkan

b. Compact HE
Pada alat penukar kalor jenis ini di desain secara spesifik agar surface area
per unit volumenya besar. HE jenis ini mampu menerima perpindahan kalor dari
suatu fluida dalam jumlah kecil yang biasanya digunakan pada situasi dimana berat
dan volume HE dibatasi. Area permukaan pada Compact HE yang luas disebabkan
dipasangnya plat tipis seperti sirip pada dinding yang memisahkan dua fluida.
Compact HE biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas to-liquid HE. Fluida-fluida
dalam hal ini umumnya bergerak saling tegak lurus sehingga dinamakan aliran
menyilang. Aliran menyilang diklasifikasikan menjadi :
1) Unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui ruang tertentu
dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang
2) Mixed, jika fluida bebas bergerak sambil menukar kalor.

Gambar 1.3. konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua

fluid tidak tercampur, (kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak

(Sumber : Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

c. Shell and Tube HE


Alat penukar kalor jenis ini adalah alat penukar kalor yang umum digunakan
dalam industri. Secara sederhana, prinsip kerja HE adalah sebagai berikut. Terdapat
dua fluida yang berbeda temperatur; yang satu dialirkan dalam tube dan yang
lainnya dalam shell hingga bersentuhan secara tidak langsung. Panas dari fluida yang
temperaturnya lebih tinggi berpindah ke fluida yang temperaturnya lebih rendah.
Dengan demikian fluida panas yang masuk akan menjadi lebih dingin dan
fluida dingin yang masuk akan menjadi lebih panas. Untuk menjamin fluida di
sebelah shell mengalir melintasi tube (agar perpindahan kalor nya tinggi), maka
dalam shell dipasang sekat-sekat (baffles) seperti terlihat pada gambar 1.4.
Gambar 1.4. Skematik shell-and-tube heat transfer (one-shell-pass dan one-tube-pass

(Sumber : Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

d. Plate and Frame HE


Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari rangkaian plat dengan corrugated flat.
Pada konstruksi ini terjadi coil pipa bersirip plat untuk mengalirkan fluida yang
berlainan.

Gambar 1.5. Bentuk Fisik & Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat Exvhanger
(Sumber : Anonim. 2012. http://www,brighthubengineering.com)

Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur ideal nya, dibagi
menjadi :
1). Parallel flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah. Kedua fluida
memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur yang
besar akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x, jarak ada HE. Temperatur
keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas.
2). Counter flow
Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran fluida yang mengalir
dalam hal masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida dingin ini
suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu yang didapat
lebih efektif dari parallel flow. Mekanisme perpindahan kalor jenis ini hampir sama
dengan parallel flow, di mana aplikasi dari bentuk diferensial dari persamaan steady-
state :
dQ = U - t dL (1.1)
dQ = WCdT = wcdt (1.2)
1) Cros flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak lurus dengan
fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Sebagai
contoh yaitu pada sistem kondensor uap (tube and Shell heat exchanger), di mana uap
memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap
sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger di atas maka dapat disimpulkan
bahwa tipe counter flow yang paling efisien ketika kita membandingkan laju
perpindahan kalor per unit area. Dengan beda temperatur fluida yang paling maksimal
diantara kedua tipe heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log mean
temperature difference) akan maksimal.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja HE


Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari suatu
heat exchanger yaitu sebagai berikut :
a. Fouling factor
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor alat penukar kalor mungkin
dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat dalam sistem aliran, atau permukaan itu
mungkin mengalami korosi sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang
digunakan dalam konstruksi penukar kalor. Dalam kedua hal diatas lapisan itu memberi
tahanan tambahan terhadap aliran kalor dan hal itu menyebabkan menurunnya kemampuan
kinerja alat itu. Pengaruh menyeluruh dari pada hal tersebut di atas biasa dinyatakan dengan
faktor pengotoran (fouling factor), atau tahanan pengotoran, Rf, yang harus diperhitungkan
bersama tahanan termal lainnya, dalam menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh.
Faktor pengaturan harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan menentukan U (koefisien
perpindahan kalor keseluruhan/overall coefficient of heat transfer) untuk kondisi bersih (UC)
dan kondisi kotor (UD) pada penukar kalor itu. Oleh karena itu, faktor pengaturan
didefinisikan sebagai :
1 1
Rf = = (1.3)
U Kotor U Bersih
Dimana U IPA yang kotor tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
1
r0 rp
U= r 1 ln( ) r 1 ln( ) (1.4)
1 rp r1 r1
+ + + + Rf
h 1 K Insulator K pipe r 0h0
Sementara itu, untuk U<<10000 W/m².°C, fouling mungkin tidak begitu penting
karena hanya menghasilkan resistant yang kecil. Namun, pada water heat exchanger dimana
nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada finned tube heat
exchanger dimana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang dingin mengalir
melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan fouling factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada permukaan
perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak diinginkan. Pembentukan
lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor. Akumulasi deposit pada
alat penukar kalor menimbulkan kenaika pressure drop dan menurunkan efisiensi
perpindahan panas. Keterlibatan beberapa faktor diantaranya : jenis alat penukar kalor, jenis
material yang digunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju aliran massa,
jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida diberikan dalam tabel 1.2.

Tabel 1.2. Daftar Fouling Factor Normal


Jenis Fluida Fouling Factor
R.ft2.F/Btu M2.℃/W
Air laut, di bawah 125˚F 0,0005 0,00009
Air laut, dkatas 125˚F 0,001 0,002
Air umpan ketel yang diolah 0,001 0,0002
Minyak Bakar 0,005 0,0009
Minyak Celup 0,004 0,0007
Uap Alcohol 0,0005 0,00009
Uap, tidak mengandung minyak 0,0005 0,00009
Udara Industri 0,002 0,0004
Zat Cair Pendingin 0,001 0,0002
(Sumber : Heat Transfer. J.P. Holman)
Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang
terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat apabila
permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup kuat. Gradien
temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan
kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses pembentukan lapisan fouling
merupakan fenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik.
Selain itu, mekanisme pembentukan yang sangat beragam dan metode pendekatannya juga
berbeda beda.

Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa

b. Penurunan tekanan heat transfer


Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang terjadi akibat heat
transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini dikarenakan adanya perubahan suhu secara tiba-
tiba karena beban kecepatan dan faktor produksi dalam aliran kedua fluida. Pressure drop
dapat digunakan rumus sebagai berikut :
l pu av ²
Δp = . f (1.5)
D 2

Di mana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, p adalah massa jenis fluida, Uav
adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi. 1 penurunan tekanan pada sisi shell.
1). Penurunan tekanan pada sisi shell
Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada sisi shell alat penukar panas,
masalahnya proporsional dengan beberapa kali fluida itu menyeberangi pipa bundle diantara
sekat-sekat. Besarnya penurunan tekanan pada isotermal untuk fluida yang dipanaskan atau
didinginkan, serta kerugian saat masuk dan keluar, adalah :
2
fsr h s Ds( N +1)
Δps = (1.6)
5.22 x 10 0¹ ° as 2 DeSsᶲs
dimana :
fs = faktor friksi pada shell
rhs = laju alir massa di shell
N = jumlah baffle
Ds = diameter dalam shell
De = diameter ekivalen
as = luas laluan aliram di shell
Ss = spesific gravity
Φs = faktor koreksi viskositas pada shell

2). Penurunan tekanan pada sisi shell


Besarnya penurunan tekanan pada sisi pipa alat penukar panas telah diformulasikan,
persamaan terhadap faktor gesekan dari fluida yang dipanaskan atau yang didinginkan di
dalam pipa.
LNp r h t ²
ΔPt = 4ft (1.7)
Dt 2 ρ
dimana :
ft = faktor friksi pada tube
L = panjang tube
rht = laju alir massa di tube
Np = jumlah aliran tube
ρ = massa jenis fluida tube

Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat pass-nya, maka akan terdapat
kerugian tambahan penurunan tekanan :
4n v ²
ΔPr = (1.8)
st 2 g
dimana :
v = kecepatan fluida dalam tube
Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada tabung dan rangkuman
tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor). Pada tabung hubungan
antara faktor produksi dan penurunan tekanan dituliskan sebagai berikut :
ΔP
F= L V² (1.9)
p
D 2 gc
Perubahan faktor fiksi ini mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka
Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah. Dengan
berubahnya koefisien perpindahan kalor konveksi maka koefisien perpindahan kalor
menyeluruh pun ikut berubah. Pressure drop dapat menurunkan kinerja dari alat penukar
kalor dan membuat nilai U (koefisien heat transfer overall) menjadi berkurang, yang
akibatnya perpindahan kalor antara kedua fluida juga akan makin sedikit. Dengan demikian,
proses tidak akan berjalan secara efisien. Oleh karena itu, semakin besar nilai pressure drop,
semakin rendah kinerja alat penukar kalor.
c. Koefisien perpindahan panas
Pada aliran di mana satu fluida mengalir pada bagian dalam tabung yang lebih kecil di
mana fluida yang lain mengalir dalam ruang anular di antara dua tabung, maka perpindahan
kalor dapat dideskripsikan dengan :
TA−TB
q= 1 ln /r 0 1 (1.10)
+ +
h 1 A 2 πkL h 0 A 0

d. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan
perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan berpengaruh pada
luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui, apabila luas permukaan yang
terkena fluida panas makin banyak atau luas, maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat

e. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu, angka
Reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.

f. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka perpindahan kalor
yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Pada permukaan yang lebih banyak aliran
konveksi nya apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup besar. Begitu pula sebaliknya.

g. Luas Permukaan Perpindahan Panas


Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang dipindahkan. Luas
perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube dan ukuran tube yang digunakan suatu heat
exchanger.
h. Beda suhu rata-rata
Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat exchanger biasanya
selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan temperatur tersebut digunakan perbedaan
temperatur rata-rata atau Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD). LMTD
digunakan dalam perhitungan perhitungan heat exchanger yang menunjukkan panas yang
dipindahkan.
(T h2−Tc 2)−(T h 1−Tc1)
ΔTm = (1.11)
ln ¿ ¿ ¿

2. Perpindahan Kalor HE
Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat dihitung dengan
LMTD metode NTU efektivitas.
a. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LTMD)
Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir dalam aliran sejajar
maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk kedua kasus ini telah ditunjukkan sebelumnya
pada gambar 1 yang (a) dan juga (b).
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa ganda ini dengan
q = UA. ΔTm (1.12)
dimana :
U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh
A = luas permukaan perpindahan-kalor yang sesuai dengan definisi U
ΔTm = beda suhu rata-rata yang tepat untuk digunakan dlam penukar kalor
Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-rata log
(LMTD) = (Log Mean Temperature Difference),yaitu :
( T h 2−Tc 2 )−(T h 1−Tc 1)
ΔTm = ( T h2−Tc 2 ) (1.13)
ln ⁡[ ]
( T h1−Tc1 )

Subskrib 1 dan 2 menunjukkan masuk dan keluar, subskrib h dan c menunjukkan


panas dan dingin. Penurunan lmtd diatas berkenaan dengan dua asumsi :
1. Kalor spesifik fluida tidak berubah menurut suhu
2. Koefisien perpindahan kalor konveksi tetap, untuk seluruh penukar kalor.
Asumsi kedua biasanya sangat penting karena pengaruh pintu masuk, viskositas
fluida, perubahan konduktivitas termal, dan sebagainya. Biasanya untuk memberikan koreksi
atas pengaruh pengaruh tersebut perlu digunakan metode numerik.
Jika suatu penukar kalor yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung
dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD untuk susunan pipa ganda aliran lawan
arah dengan suhu fluida panas dan suhu fluida dingin yang sama.
Bentuk persamaan menjadi :
q = UAF. ΔTm (1.14)
Nilai faktor koreksi F digambarkan dalam gambar di lampiran untuk berbagai jenis penukar
kalor. Bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau penguapan, fluida biasanya
berada pada suhu yang sebenarnya tetap, Dan persamaan-persamaan itu menjadi lebih
sederhana. Untuk kondisi ini P atau R menjadi nol, dan kita dapatkan untuk pendidikan atau
kondensasi. 0.1F.
b. Metode NTU-Efektivitas
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk dan suhu keluar
diketahui atau dapat ditentukan denga mudah, sehingga LMTD dapat dengan mudah
dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien perpindahan kalor yang menyeluruh
dapat ditentukan. Bila kita harus menentukan suhu masuk atau suhu keluar, analisis kita akan
melibatkan prosedur iterasi karena LMTD itu suatu fungsi algoritma. Dalam hal demikian,
analisis akan lebih mudah dilaksanakan dengan menggunakan metode yang berdasarkan atas
efektivitas penukar-kalor dalam memindahkan sejumlah kalor tertentu. Metode efektivitas ini
juga mempunyai beberapa keuntugan untuk menganalisis soal-soal dimana kita harus
membandingkan berbagai jenis kalor penukar kalor guna memilih jenis yang terbaik untuk
melaksanakan sesuatu tugas pemindahan kalor tertentu.
Efektivitas penukar-penukar (heat exchanger effectiveness) didefinisikan sebagai berikut :
Dengan C = m c, dinamakan laju kapasitas. Subskrib min dan max menunjukkan aliran yang
mempunyai C = m c minimum dan mc maksimum. Kelompok suku UA/Cmin disebut jumlah
satuan perpindahan (number od transfer = NTU) karena memberi petunjuk tentang ukuran
penukar-kalor. Meskipun bagan-bagan efektivitas NTU sangat bermanfaat dalam soal
merancang alat penukar kalor, ada pula penerapan lain yang memerlukan ketelitian yang
lebih tinggi dari yang bisa didapatkan dari grafik. Selain itu, prosedur merancang mungkin
banyak menggunakan komputer, yang memerlukan adanya persamaan analitis untuk kurva-
kurva itu. Persamaanpersamaan efektivitas dirangkum dalam daftar di lampiran.dalam
banyak hal, tujuan analisis ialah untuk menentukan NTU dan untuk itu dapat dibuat suatu
persamaan eksplisit untuk NTU dengan menggunakan efektivitas dan perbandingan
kapastias.

3. Efisiensi Alat Penukar Kalor


Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk dan suhu keluar
diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD dapat dengan mudah
dihitung, dan aliran kalor luas permukaan, dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat
ditentukan. Namun, pada kondisi dimana hanya suhu masuk atau suhu keluar yang diketahui,
maka dapat digunakan metode lain yakni metode NTU yang merupakan salah satu metode
analisis pada alat penukar kalor berdasarkan pada efektivitas jumlah kalor yang dapat
dipindahkan antar fluida. Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :

Perpindahan kalor yang sebenarnya dan dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida
panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh fluida dingin (subscript c). untuk penukar
kalor aliran sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan dengan :
q = mhch (Th1 - Th2) = mccc (Tc2 - Tc1) (1.19)
dan penukar kalor aliran lawan arah :
q = mhch (Th1 - Th2) = mccc (Tc1 - Tc2) (1.19)
Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami perubahan suhu
yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar fluida yaitu tepat saat kedua fluida
masuk ke dalam alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan terjadi apabila fluida
mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis minimum. Kalor maksimum dapat
dinyatakan dengan :
qmaks = mcmin (Thmasuk - Tcmasuk) (1.21)
Dengan definisi tersebut, maka besar efektivitas dapat dinyatakan dengan :

Secara umum efektivitas dapat dinyatakan sebagai :

Setelah beberapa penurunan, amka didapat persamaan efisiensi :

Adapun untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya :

Suku UA/Cmin yang dikenal juga dengan jumlah satuan perpindahan atau NTU
(Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran alat penukar kalor.
Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan nilai yang
terbesar. Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa manfaat.
Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal untuk menentukan suhu
masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang terbaik dalam
melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.

4. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan


Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U) terdiri dari dua macam yaitu :
a. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor
masih baru
b. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor
sudah kotor.
Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai :
5. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar kalor
Q = UD.A.Δtm = Uc.A,(LMTD) (1.26)
Dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference (LMTD).
Untuk shell and tube heat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan faktor yang dicari
dari grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunkan
parameter R dan S.

Nilai LMTD dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :


a. Bila konstan pada aliran searah atau aliran berlawanan arah
Aliran Searah (cocurrent)

Fluida panas Fluida dingin Beda


Th Suhu tinggi th Th - th = dth
Tc Suhu rendah tc Tc - tc = dtc
Th - Tc Beda th - tc dth - dtc
atau
Fluida panas Fluida dingin Beda
T1 Suhu tinggi t2 T1 - t2 = dt2
T2 Suhu rendah t1 T2 - t1 = dt1
T1 - T2 Beda t2 - t1 dt2 - dt1

Aliran Searah (cocurrent)

Fluida panas Fluida dingin Beda


Th Suhu tinggi th Th - th = dth
Tc Suhu rendah tc Tc - tc = dtc
Th - Tc Beda th - tc dth - dtc
atau
Fluida panas Fluida dingin Beda
T1 Suhu tinggi t2 T1 - t2 = dt2
T2 Suhu rendah t1 T2 - t1 = dt1
T1 - T2 Beda t2 - t1 dt2 - dt1

dan harga Δtm = FT.LMTD

b. Bila dinyatakan dalam UD maka persamaan LMTD berupa persamaan implisit :

dengan U1 = U pada T1 ; U2 = U pada T2 (1.30)


Persamaan perpindahan kalor
Fluida panas : T1, T2 , r, m, dP, Rd, W,C
Fluida dingin : t1, t2, r, m, dP, Rd, w, c
Q = W.C.(T1-T2) = w.c.(t2-t1)
Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor FT yang dicari dari grafik
yang sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S.

Kelebihan dan Kekurangan dari Plate Heat Exchanger


1. Keuntungan dari Plate Heat Exchanger
a. Koefisien perpindahan panas tinggi. Penukar panas pelat memiliki jalur aliran kecil,
pelat adalah bentuk kerut, dan perubahan bagian rumit, sehingga arah aliran fluida dan
kecepatan berubah secara konstan, gangguan fluida meningkat, dan turbulensi dapat
dicapai pada laju alir kecil, yang memiliki koefisien perpindahan panas yang
tinggi. Ini sangat cocok untuk pertukaran panas cair-cair dan pertukaran panas cairan
dengan viskositas yang besar.
b. Kemampuan beradaptasi yang baik. Daerah transfer panas yang dibutuhkan dapat
dicapai dengan meningkatkan atau menurunkan pelat penukar panas. Penukar panas
dapat dibagi menjadi beberapa unit untuk mengakomodasi pemanasan simultan atau
pendinginan beberapa cairan.
c. Struktur kompak, ukuran kecil dan bahan habis pakai rendah. Daerah perpindahan
panas per meter kubik volume bisa mencapai 250 m 2, dan hanya sekitar 15 kg logam
per meter persegi permukaan perpindahan panas.
d. Koefisien perpindahan panas tinggi dan konsumsi logam rendah, membuat transfer
panas efektif (85% menjadi lebih dari 90%.).
e. Mudah untuk menghapus, mencuci dan memperbaiki.
f. Faktor fouling kecil. Karena gangguan aliran besar, kotoran tidak mudah
disimpan; plat yang digunakan baik dalam material dan jarang berkarat, yang
membuat nilai koefisien fouling kecil.
g. Pelat penukar panas terbuat dari lembaran logam, sehingga harga bahan baku lebih
rendah dari jenis pipa yang sama
2. Kelemahan dari Plate Heat Exchanger
a. Penyegelan yang buruk dan mudah bocor. Lebih merepotkan untuk mengganti paking
sering.
b. Tekanan penggunaan terbatas, umumnya tidak lebih dari 1,5 MPa.
c. Suhu operasi dibatasi oleh ketahanan suhu bahan paking.
d. Jalur aliran kecil, tidak cocok untuk pertukaran panas gas atau gas atau uap
kondensasi.
e. Mudah diblokir, tidak cocok untuk cairan yang mengandung padatan tersuspensi.
f. Ketahanan aliran lebih besar dari shell and tube

4. PROSEDUR KERJA
1) Menyiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan selama percobaan
berlangsung.
2) Menimbang wadah kosong dari fluida yang akan dihasilkan.
3) Menyuplai steam dari boiler ke Heat Exchanger Plate bersamaan dengan menyuplai
fluida dingin ke alat.
4) Mengatur suhu steam yang ingin digunakan yaitu 120oC dengan mengatur katup
manual pada pipa masukan steam.
5) Mengatur skala laju alir fluida dingin yang ingin digunakan yaitu 400. Proses
dimulai bersamaan dengan menyalakan stopwatch.
6) Pada saat proses berjalan, diamati niali suhu fluida dingin keluar dan suhu fluida
dingin masuk dan keluar serta suhu steam dan kondensat.
7) Hal yang sama dilakukan dengan skala laju alir yang berbeda (500, 400, 300, 200, dan
100).
8) Setelah dilakukan percobaan dengan 5 titik skala laju alir, proses dihentikan bersamaan
dengan pemberhentian stopwatch.
9) Pada saat mengistirahatkan alat, skal laju alir diatur full agar proses pendinginan
berjalan lebih cepat.
10) Melakukan tahap yang sama dengan mengubah suhu steam yang akan masuk yaitu
130oC.

5. DATA PENGAMATAN
Fluida Panas dengan laju alir konstan pada 300 l/hr
Suhu awal 60C

Laju Alir Waktu Fluida Panas Fluida dingin


Dingin (Menit) Temperatur Temperatur Temperatur Temperatur
(L/Jam) Masuk Keluar Masuk Keluar
100 3 33 32 30 38
6 42 33 39 40
200 9 44 35 33 41
12 44 36 34 42
300 15 43 36 34 40
18 43 36 35 40
400 21 43 35 36 39
24 43 35 37 39
500 27 42 35 37 39
30 42 36 37 39

6. DATA PERHITUNGAN
Diketahui :
 Tinggi Plat HE : 51 cm x 12,6
 Jumlah Plat HE : 25 Buah
 Harga Konduktivitas Thermal Plate (k) : 16,3 w/mC
 Tebal Plat HE (x) : 0,3 = 0,003 m
 Material Fluida yang digunakan : Air

1. Menghitung Luas Permukaan Plat (A)


Luas 1 Plat = 51 cm x 12,6 cm
= 0,51 m x 0,126 m
= 0,0642 m2
Luas Permukaan = Jumlah Plat x Luas 1 Plat
= 25 x 0,0642 m2
= 1,605 m2
2. Menghitung LMTD (Log Mean Temperatur Different)
Diketahui :
T1 = Temperatur Panas Masuk
T2 = Temperatur Panas Keluar
t1 = Temperatur Dingin Masuk
t2 = Temperatur Dingin Keluar
Maka,
a. Pada Laju Alir Fluida 100 L/Jam
 Pada Waktu 3 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 33−30 ) −(32−38)
= (33−30)
ln
(32−38)
= 12,9842
 Pada Waktu 6 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 42−39 )−(33−40)
= ( 42−39)
ln
(33−40)
= 11, 80221
b. Pada Laju Alir Fluida 200 L/Jam
 Pada Waktu 9 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 44−33 ) −(35−41)
= (44−33)
ln
(35−41)
= 28,1309
 Pada Waktu 12 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 44−34 )−(36−42)
= (44−34)
ln
(36−42)
= 34,0422
c. Pada Laju Alir Fluida 300 L/Jam
 Pada Waktu 15 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 43−34 ) −(36−40)
= ( 44−34)
ln
(36−40)
= 16,0309
 Pada Waktu 18 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 45−35 )−(36−40)
= (45−35)
ln
(36−40)
= 17,3123
d. Pada Laju Alir Fluida 400 L/Jam
 Pada Waktu 21 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 43−36 )−(35−39)
= (43−36)
ln
(35−39)
= 19,657
 Pada Waktu 24 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 43−37 )−(35−39)
= (43−37)
ln
(35−39)
= 24,661
e. Pada Laju Alir Fluida 500 L/Jam
 Pada Waktu 27 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 42−37 )−(35−39)
= (42−37)
ln
(35−39)
= 15,662
 Pada Waktu 30 Menit
( T 1−t 1 ) −(T 2−t 2)
LMTD = (T 1−t 1)
ln
(T 2−t 2)
( 42−37 )−(36−39)
= ( 42−37)
ln
(36−39)
= 15,662

3. Menghitung T (C)
a. Pada Laju Alir Fluida 100 L/Jam
 Pada Waktu 3 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 33C - 32C = 1C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 38C - 30C = 8C
 Pada Waktu 6 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 42C - 33C = 9C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 40C - 39C = 1C
b. Pada Laju Alir Fluida 200 L/Jam
 Pada Waktu 9 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 44C - 35C = 9C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 41C - 33C = 8C
 Pada Waktu 12 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 44C - 36C = 8C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 42C - 34C = 8C
c. Pada Laju Alir Fluida 300 L/Jam
 Pada Waktu 15 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 43C - 36C = 7C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 40C - 34C = 6C
 Pada Waktu 18 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 43C - 36C = 7C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 40C - 35C = 5C
d. Pada Laju Alir Fluida 400 L/Jam
 Pada Waktu 21 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 43C - 35C = 8C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 39C - 36C = 3C
 Pada Waktu 24 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 43C - 35C = 8C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 39C - 37C = 2C
e. Pada Laju Alir Fluida 500 L/Jam
 Pada Waktu 27 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 42C - 35C = 7C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 39C - 37C = 2C
 Pada Waktu 30 Menit
Fluida Panas
T = T1 – T2 = 42C - 36C = 6C
Fluida Dingin
T = t1 – t2 = 39C – 37C = 2C

4. Menghitung Kalor Fluida Panas


Diketahui :
 Berdasarkan Grafik Proses Heat Transfer
Cp Rata – Rata
 Berdasarkan Grafik dan Tabel
 rata – rata 60C = 983,13 kg/m3
 Laju Alir Fluida =
300 l/hr (Konstan)
0,3 m3/hr (Konstan)
m = Laju Alir x  rata – rata
= 0,3 m3/jam x 983,13 kg/m3
= 294,939 kg/jam
Maka,
 Pada Waktu 3 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 1C
= 1233,7298 kj/h
= 0,3427 kw
 Pada Waktu 6 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 9C
= 11103,5685 kj/h
= 3,0843 kw
 Pada Waktu 9 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 9C
= 11103,5685 kj/h
= 3,0843 kw
 Pada Waktu 12 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 9869,8386 kj/h
= 2,7416 kw
 Pada Waktu 15 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 7C
= 8636,1088 kj/h
= 2,3989 kw
 Pada Waktu 18 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 7C
= 8636,1088 kj/h
= 2,3989 kw
 Pada Waktu 21 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 9869,8386 kj/h
= 2,7416 kw
 Pada Waktu 24 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 9869,8386 kj/h
= 2,7416 kw
 Pada Waktu 27 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 9869,8386 kj/h
= 2,7416 kw
 Pada Waktu 30 Menit
Q = m. cp. t
= 294,939 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 6C
= 7402,3790 kj/h
= 2,0562 kw

5. Menghitung Kalor Fluida Dingin


Diketahui :
 Berdasarkan Grafik Proses Heat Transfer
Cp rata – rata = 4,183 kj/kgC
 Berdasarkan Grafik dan Tabel
 rata – rata = 100 kg/cm3
Maka,

a. Pada Laju Alir Fluida 100 l/hr = 0,1 m3/jam


m = Laju Alir x  rata – rata
= 0,1 m3/jam x 1000 kg/m3
= 100 kg/jam
 Pada Waktu 3 Menit
Q = m. cp. t
= 100 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 3. 346,4 kj/h
= 0,9296 kw
 Pada Waktu 6 Menit
Q = m. cp. t
= 100 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 1C
= 418,3 kj/h
= 0,1162 kw
b. Pada Laju Alir Fluida 200 l/hr = 0,2 m3/jam
m = Laju Alir x  rata – rata
= 0,2 m3/jam x 1000 kg/m3
= 200 kg/jam
 Pada Waktu 9 Menit
Q = m. cp. t
= 200 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 6.692,8 kj/h
= 1,8591 kw
 Pada Waktu 12 Menit
Q = m. cp. t
= 200 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 8C
= 6.692,8 kj/h
= 1,8591 kw
c. Pada Laju Alir Fluida 300 l/hr = 0,3 m3/jam
m = Laju Alir x  rata – rata
= 0,3 m3/jam x 1000 kg/m3
= 300 kg/jam
 Pada Waktu 15 Menit
Q = m. cp. t
= 300 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 6C
= 7.529,4 kj/h
= 2,0915 kw
 Pada Waktu 18 Menit
Q = m. cp. t
= 300 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 5C
= 6.274,5 kj/h
= 1,7429 kw
d. Pada Laju Alir Fluida 400 l/hr = 0,4 m3/jam
m = Laju Alir x  rata – rata
= 0,4 m3/jam x 1000 kg/m3
= 400 kg/jam
 Pada Waktu 21 Menit
Q = m. cp. t
= 400 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 3C
= 5.019,6 kj/h
= 0,9296 kw
 Pada Waktu 24 Menit
Q = m. cp. t
= 400 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 2C
= 3.346,4 kj/h
= 0,9296 kw
e. Pada Laju Alir 500 l/hr = 0,5 m3/jam
m = Laju Alir x  rata – rata
= 0,5 m3/jam x 1000 kg/m3
= 500 kg/jam
 Pada Waktu 27 Menit
Q = m. cp. t
= 500 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 2C
= 4.183 kj/h
= 1,1619 kw
 Pada Waktu 30 Menit
Q = m. cp. t
= 500 kg/jam x 4,183 kj/kgC x 2C
= 4.183 kj/h
= 1,1619 kw

6. Menghitung Hara Koefisien Fluida Panas


a. Pada Laju Alir Fluida 100 l/hr
 Pada Waktu 3 Menit
Q 0,3427 (1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 1 C
 Pada Waktu 6 Menit
Q 3,0843 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605m 2 x 9 C
b. Pada Laju Alir Fluida 200 l/hr
 Pada Waktu 9 Menit
Q 3,0843 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605m 2 x 9 C
 Pada Waktu 12 Menit
Q 2,7416 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 8 C
c. Pada Laju Alir Fluida 300 l/hr
 Pada Waktu 15 Menit
Q 2,3989 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 7 C
 Pada Waktu 18 Menit
Q 2,3989 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 7 C
d. Pada Laju Alir Fluida 400 l/hr
 Pada Waktu 21 Menit
Q 2,7416 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 7 C
 Pada Waktu 24 Menit
Q 2,7416 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 8 C
e. Pada Laju Alir Fluida 500 l/hr
 Pada Waktu 27 Menit
Q 2,7416 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m2 x 8 C
 Pada Waktu 30 Menit
Q 2,0562 ( 1000 ) w
h hot = = = 213,5202 w/m2C
A .T 1,605 m 2 x 6 C

7. Menghitung Harga Koefisien Fluida Dingin

a. Pada alir fluida 100 l/hr

 Pada waktu 3 menit


ΔQ 0,9296 (1000 ) ω
h cold= = =72,3988 w/m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605m ×8 C
2 0

 Pada waktu 6 menit


ΔQ 0,1162 ( 1000 ) ω
h cold = = =72,3988 w /m 2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605m ×1 C
2 0

b. Pada alir fluida 200 l/hr

 Pada waktu 9 menit


ΔQ 1,8591 ( 1000 ) ω 2
h cold = = =144,7877 w /m ℃
A ⋅ ΔT 1,605 m2 × 80 C
 Pada waktu 12 menit
ΔQ 1,8591 ( 1000 ) ω
h cold = = =144,7877 w /m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605 m2 × 10 C

c. Pada alir fluida 300 l/hr

 Pada waktu 15 menit


ΔQ 2,0915 ( 1000 ) ω
h cold = = =217,1859 w /m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605 m × 6 C
2 0

 Pada waktu 18 menit


ΔQ 1,7429 ( 1000 ) ω
h cold = = =217,1859 w /m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605 m × 5 C
2 0

d. Pada alir fluida 400 l/hr

 Pada waktu 21 menit


ΔQ 1,3943 ( 1000 ) ω
h cold = = =289,5747 w/m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605 m × 3 C
2 0

 Pada waktu 24 menit


ΔQ 0,9296 (1000 ) ω
h cold = = =289,5747 w/m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605 m ×2 C
2 0

e. Pada alir fluida 500 l/hr

 Pada waktu 27 menit


ΔQ 1,1619 ( 1000 ) ω
h cold = = =361,9626 w/m2 ℃
A ⋅ ΔT 1,605m2 ×20 C
 Pada waktu 30 menit
ΔQ 1,1619 ( 1000 ) ω 2
h cold = = =361,9626 w/m ℃
A ⋅ ΔT 1,605m2 ×20 C

8. Menghitung Harga Koefisien Perpindahan Panas Secara Keseluruhan


a. Pada alir fluida 100 l/hr
 Pada waktu 3 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m ℃ 16,3 w /m℃ 72,3988 w/ m2 ℃
2

1
=0,01868 w /m2 ℃
U
2
U =53,5332 w /m ℃
 Pada waktu 6 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m ℃ 16,3 w /m℃ 72,3988 w/ m2 ℃
2

1 2
=0,01868 w /m ℃
U
2
U =53,5332 w /m ℃
b. Pada alir fluida 200 l/hr
 Pada waktu 9 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m ℃ 16,3 w /m℃ 144,7897 w/m 2 ℃
2

1
=0,01358 w /m2 ℃
U
U =73,6377 w/m 2 ℃
 Pada waktu 12 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m2 ℃ 16,3 w /m℃ 144,7897 w/m 2 ℃
1
=0,01358 w /m2 ℃
U
U =73,6377 w/m 2 ℃
c. Pada alir fluida 300 l/hr
 Pada waktu 15 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m2 ℃ 16,3 w /m℃ 217,1859 w/m 2 ℃
1 2
=0,00947 w /m ℃
U
2
U =105,5967 w/m ℃
 Pada waktu 18 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m ℃ 16,3 w /m℃ 217,1859 w/m 2 ℃
2

1 2
=0,00947 w /m ℃
U
U =105,5967 w/m 2 ℃
d. Pada alir fluida 400 l/hr
 Pada waktu 21 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m ℃ 16,3 w /m℃ 289,5742 w/m 2 ℃
2

1 2
=0,00832 w/m ℃
U
2
U =120,1923 w/m ℃
 Pada waktu 24 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m2 ℃ 16,3 w /m℃ 289,5742 w/m 2 ℃
1 2
=0,00832 w/m ℃
U
2
U =120,1923 w/m ℃
e. Pada alir fluida 500 l/hr
 Pada waktu 27 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m2 ℃ 16,3 w /m℃ 361,9626 w/m2 ℃
1
=0,00763 w /m2 ℃
U
U =131,0616 w/m 2 ℃
 Pada waktu 30 menit
1 1 Δx 1
= + +
U hhot k hcold
1 1 0,003 m 1
= + +
U 213,5202 w /m ℃ 16,3 w /m℃ 361,9626 w/m2 ℃
2

1 2
=0,00763 w /m ℃
U
2
U =131,0616 w/m ℃

8. ANALISA PERCOBAAN
Praktikum kali ini yaitu heat exchanger yang bertujuan untuk memahami prinsip kerja
dari alat penukar panas, menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall (U) dan
membandingkan massa fluida yang diperoleh secara praktis dan teoritis. Heat exchanger
sendiri merupakan suatu equipment yang berfungsi untuk menukar panas antara fluida dingin
dan fluida panas dengan konsep perpindahan panas atau heat transfer. Pada dasarnya
mekanisme perpindahan panas ini ada tiga yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada heat
exchanger ini alat yang digunakan adalah plate heat exchanger, di mana perpindahan panas
terjadi secara konduksi antar plate. Karena ada pertemuan antara fluida panas dan fluida
dingin maka terjadilah perpindahan panas secara konveksi. Selain itu perpindahan panasecara
radiasi terjadi saat dinding plate memindahkan panasnya ke udara sekitar.
Pada praktikum heat exchanger kali ini, fluida dingin digunakan sebagai variabel dan
fluida panas konstan. Hal pertama yang dilakukan yaitu mengisi masing-masing tangki fluida
panas dan dingin. Pada fluida panas, air dipanaskan menggunakan batangan heater sehingga
lebih kurang 60°C. Pada saat memasukkan batangan heater, pastikan hanya batangan yang
terendam air. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi konsleting. Selanjutnya fluida dingin
sebagai variabel dengan laju alir 100, 200, 300, 400, dan 500 kg/jam. Sedangkan fluida panas
konstan yaitu 300 kg/jam. Sehingga didapat temperatur fluida panas dan fluida dingin yang
masuk dan juga keluar.
Berdasarkan data pengamatan, dapat dilihat bahwa pada fluida akan mengalami suhu
setelah melewati plat HE. Atau dengan kata lain, temperatur masuk lebih besar daripada
temperatur keluar. Sedangkan pada fluida dingin, temperatur akan mengalami peningkatan
(naik) setelah melewati plat HE. Atau dengan kata lain, temperatur masuk lebih kecil
daripada temperatur keluar. Hal ini terjadi karena didalam fluida panas dan fluida dingin akan
bertemu sehingga terjadi perpindahan panas secara konveksi. Berdasarkan tujuan dari
praktikum ini yaitu menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall (U). Koefisien
perpindahan panas overall (U) berbanding lurus dengan laju alir dimana semakin tinggi laju
alir maka semakin tinggi nilai U yang didapat dan begitu pula sebaliknya.
9. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
 Heat exchanger adalah suatu equitment yang berfungsi untuk menukar panas antara fluida
dingin dan fluida panas dengan konsep perpindahan panas atau heat transfer
 Pada fluida panas temperatur masuk lebih besar dari pada temperatur keluar (suhu
menurun), sedangkan pada fluida dingin temperatur masuk lebih kecil dari pada
temperatur keluar (suhu naik)
 Nilai koefisien perpindahan panas overall (U) berbanding lurus dengan laju alir.
Laju alir 100 kg/jam = 53,5332 w/m°C
Laju alir 200 kg/jam = 73,6377 w/m°C
Laju alir 300 kg/ jam = 105,5967 w/m°C
Laju alir 400 kg/jam = 120,1923 w/m°C
Laju alir 500 kg/jam = 131,0616 w/m°C

Anda mungkin juga menyukai