Anda di halaman 1dari 28

Lab.

Operasi Teknik Kimia II


Semester V 2023/2024

LAPORAN PRAKTIKUM

PLATE HEAT EXCHANGER

Pembimbing : Octovianus SR. Pasanda, S.T.,M.T.


Kelompok : II
Tanggal Praktikum : 15 November 2023

Nama : Miftha Ainun


Nim : 43221036
Kelas : 3B D-4 Teknologi Kimia Industri

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2023
I. Tujuan Percobaan
1. Dapat memahami prinsip kerja alat penukar panas lempeng (plate HE).
2. Untuk mengetahui karakteristik alat penukar panas dengan menghitung:
- LMTD pada aliran panas tetap dan dingin tetap.
- Koefisien perpindahan panas keseluruhan.

II. Alat dan Bahan


a. Alat
- Rangkaian peralatan plate Heat Exchanger
b. Bahan
- Steam
- Air bersih
- Uap dari steam

III. Dasar Teori


1. Definisi Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang
digunakan untuk menukarkan kalor dari suatu fluida ke fluida lain baik
dari fasa cair ke cair maupun dari fasa uap ke cair. Pengertian lainnya
adalah suatu alat yang dapat menyerap ataupun memberikan panas pada
fluida yang mengalir. Mekanisme perpindahan kalor pada alat penukar
kalor yaitu secara konveksi pada kedua fluida yang mengalir dan secara
konduksi pada dinding pemisah kedua fluida.

2. Prinsip Kerja Heat Exchanger


Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu
memindahkan panas dari dua fluida padatemperatur berbeda di mana
transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

a. Secara kontak langsung


Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti
perpindahan kalor terjadi antara fluida bersuhu lebih tinggi dan
bersuhu lebih rendah melalui kontak langsung (tidak ada dinding
pemisah antara kedua fluida).
Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase/penghubung
antara kedua fluida. Contoh aliran pada kontak langsung yaitu dua zat
cair yang immiscible, gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
b. Secara kontak tak langsung
Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti
perpindahan kalor terjadi antara fluida bersuhu lebih tinggi dan
bersuhu lebih rendah melalui sebuah dinding pemisah. Skema
perpindahan kalor seacar kontak tak langsung dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger
(Sumber: Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-
exchanger.html)

3. Jenis-jenis Alat Penukar Kalor


Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) sering dinamakan
dengan lebih spesifik sesuai dengan aplikasinya. Kondenser merupakan
HE di mana fluida didinginkan dan berkondensasi ketika mengalir melalui
HE. Boiler merupakan HE di mana fluidanya mengabsorbsi panas dan
menguap. Sedangkan space radiator merupakan HE yang menukar kalor
dari fluida panas ke lingkungan melalui radiasi. Berikut ini adalah jenis
alat penukar kalor berdasarkan kompleksitas alat:
a. Double pipe HE
Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan di dalam sebuah pipa
lainnya yang berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang
satu mengalir di dalam pipa kecil sedangkan fluida yang lain mengalir
di bagian luarnya. Pada alat penukar kalor ini, salah satu fluida
mengalir melalui pipa kecil sedangkan yang satu lagi melalui annulus.
Pada bagian pipa kecil biasanya dipasang fin atau sirip
memanjang, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan
panas yang lebih luas. Double pipe ini dapat digunakan untuk
memanaskan atau mendinginkan fluida hasil proses yang
membutuhkan area perpindahan panas yang kecil (biasanya hanya
mencapai 50 m2). Double pipe ini juga dapat digunakan untuk
mendidihkan atau mengkondensasikan fluida proses tapi dalam
jumlah yang sedikit.
Ada dua jenis arah aliran yang dapat mungkin terjadi, yaitu aliran
paralel dan aliran counter.
(a) (b)
Gambar 1.2. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak


langsung (indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara
kedua fluida sehingga kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki
suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui pipa kecil,
sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa yang
lebih besar (pipa annulus).
Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang
disusun dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida
adalah proses konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa.
Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang
bertemperatur rendah.
Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini adalah
kesulitan untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit
permukaan transfer. Tetapi, double pipe ini juga memiliki keuntungan
yaitu heat exchanger ini dapat dipasang dengan berbagai macam fitting
(ukuran). Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari double pipe HE akan
dijabarkan lebih lanjut pada Tabel 1.1
Tabel 1.1. Kelebihan dan Kekurangan Double Pipe HE
Kelebihan Kekurangan
Dapat diatur sedemikian rupa agar
diperoleh pressure drop dan LMTD Mahal
sesuai keperluan
Biasanya digunakan untuk sejumlah
Dapat digunakan untuk fluida
kecil fluida yang akan dipanaskan
bertekanan tinggi
atau dikondensasikan
Terbatas untuk fluida yang
Bisa dipasang secara seri atau
membutuhkan area perpindahan
parallel
panas kalor yang kecil (<50 m2)
Fleksibel dalam berbagai aplikasi
dan pengaturan pipa
Kalkulasi design mudah dibuat dan
akurat
Mudah dalam penambahan luas
permukaan
Bagian fitting mudah dibersihkan

b. Compact HE
Pada alat penukar kalor jenis ini didesain secara spesifik agar
surface area per unit volume-nya besar. HE jenis ini mampu menerima
perpindahan kalor dari suatu fluida dalam jumlah kecil yang biasanya
digunakan pada situasi di mana berat dan volume HE dibatasi. Area
permukaan pada compact HE yang luas disebabkan dipasangnya plat
tipis seperti sirip pada dinding yang memisahkan dua fluida.
Compact HE biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas-to-
liquid HE. Fluida-fluida dalam HE ini umumnya bergerak saling tegak
lurus sehingga dinamakan aliran menyilang. Aliran menyilang
diklasifikasikan menjadi:
1) unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui
ruang tertentu dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang
2) mixed, jika fluida bebas bergerak sambil menukar kalor.
Gambar 1.3. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua fluida
tidak bercampur,
(kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)

c. Shell and Tube HE


Alat penukar kalo jenis ini adalah alat penukar kalor yang umum
digunakan dalam industri. Secara sederhana, prinsip kerja HE adalah
sebagai berikut. Terdapat dua fluida yang berbeda temperatur; yang
satu dialirkan dalam tube dan yang lainnya dalam shell hingga
bersentuhan secara tidak langsung. Panas dari fluida yang
temperaturnya lebih tinggi berpindah ke fluida yang temperaturnya
lebih rendah.
Dengan demikian fluida panas yang masuk akan menjadi lebih
dingin dan fluida dingin yang masuk akan menjadi lebih panas. Untuk
menjamin fluida di sebelah shell mengalir melintasi tube (agar
perpindahan kalornya tinggi), maka dalam shell dipasang sekat-sekat
(baffles) seperti terlihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4. Skematik shell-and-tube heat exchanger (one-shell-pass dan


one-tube-pass)
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)
d. Plate and Frame HE
Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari rangkaian plat dengan
corrugated flat. terdiri dari rangkaian plat dengan corrugated flat.
Pada konstruksi ini terdapat coil pipa bersirip plat untuk mengalirkan
fluida yang berlainan.

Gambar 1.5. Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat Exchanger


(Sumber : http://www.brighthubengineering.com)

Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur


idealnya, dibagi menjadi:
1) Parallel flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran
yang searah. Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu
yang besar. Perbedaan temperatur yang besar akan berkurang
seiring dengan semakin besarnya x, jarak pada HE. Temperatur
keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida
panas.
2) Counter flow
Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran
fluida yang mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan.
Aliran keluaran yang fluida dingin ini suhunya mendekati suhu
dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu yang didapat lebih
efekrif dari parallel flow. Mekanisme perpindahan kalor jenis ini
hampir sama dengan parallel flow, di mana aplikasi dari bentuk
diferensial dari persamaan steady-state:
dQ=U ( T−t ) a ital dL} {¿ (1)
dQ=WCdT =wcdt (2)

3) Cross flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak
lurus dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang
melibatkan dua fasa. Sebagai contoh yaitu pada sistem kondensor
uap (tube and shell heat exchanger), di mana uap memasuki shell,
air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari
uap sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika
kita membandingkan laju perpindahan kalor per unit area. Dengan
beda temperatur fluida yang paling maksimal di antara kedua tipe
heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log
mean temperature difference) akan maksimal.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja HE


Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja dari suatu heat exchanger yaitu sebagai berikut:
a. Fouling factor
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor alat
penukar kalor mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa
terdapat dalam sistem aliran; atau permukaan itu mungkin mengalami
korosi sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang
digunakan dalam konstruksi penukar kalor. Dalam kedua hal di atas,
lapisan itu memberikan tahanan tambahan terhadap aliran kalor, dan
hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan kerja alat itu. Pengaruh
menyeluruh daripada hal tersebut di atas biasa dinyatakan dengan
faktor pengotoran (fouling factor), atau tahanan pengotoran, Rf, yang
harus diperhitungkan bersama tahanan termal lainnya, dalam
menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh.
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U (koefisien perpindahan kalor keseluruhan/ Overall
coefficient of heat transfer) untuk kondisi bersih (UC) dan kondisi
kotor (UD) pada penukar kalor itu. Oleh karena itu, faktor pengotoran
didefinisikan sebagai:
1 1
Rf = − (1.3)
U Kotor U Bersih
dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

1
U=

1
+
r t ln
( )
r0
rp
+
r f ln
( )
rp
rt
r
+ t + Rf
h1 K insulator K pipe r o ho
(1.4)
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin
tidak begitu penting karena hanya menghasilkan resistan yang kecil.
Namun, pada water heat exchanger di mana nilai U terletak sekitar
2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada finned tube heat
exchanger di mana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang
dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan
fouling factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit
pada permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa
yang tidak diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus
berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi
deposit pada alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop
dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Keterlibatan beberapa
faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor, jenis material yang
dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju alir
massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida
diberikan dalam Tabel 1.2.

Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa


lainnya yang terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan
tersebut dapat meningkat apabila permukaan deposit yang terbentuk
mempunyai sifat adhesif yang cukup kuat. Gradien temperatur yang
cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan
kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses pembentukan
lapisan fouling merupakan phenomena yang sangat kompleks
sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Selain itu, mekanisme
pembentukannya sangat beragam dan metode pendekatannya juga
berbeda-beda.

Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa

b. Penurunan tekanan heat exchanger


Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang
terjadi akibat heat transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini
dikarenakan adanya perubahan suhu secara tiba-tiba karena beban
kecepatan dan faktor friksi dalam aliran kedua fluida. Pressure drop
dapat digunakan rumus sebagai berikut :

dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, ρ adalah masa


jenis fluida, Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
1) Penurunan tekanan pada sisi shell
Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada sisi
shell alat alat penukar panas, masalahnya proporsional dengan
beberapa kali fluida itu menyebrangi pipa bundle diantara sekat-
sekat. Besarnya penurunan tekanan pada isothermal untuk fluida
yang dipanaskan atau didinginkan, serta kerugian saat masuk dan
keluar, adalah :

2) Penurunan tekanan pada sisi pipa


Besarnya penurunan tekanan pada sisi pipa alat penukar
panas telah diformulasikan, persamaan terhadap faktor gesekan
dari fluida yang dipanaskan atau yang didinginkan di dalam pipa.
Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat
pass-nya, maka akan terdapat kerugian tambahan penurunan
tekanan:

dimana:

Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada


tabung dan rangkunan tabung dapat menyebabkan perubahan
faktor gesek (friction factor). Pada tabung hubungan antara faktor
friksi dan penurunan tekanan dituliskan sebagai berikut :

Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka


Reynold dan angka Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan
kalor konveksinya berubah. Dengan berubahnya koefisien
perpindahan kalor konveksi maka kofisien perpindahan kalor
menyeluruhpun ikut berubah. Pressure drop dapat menurunkan
kinerja dari alat penukar kalor dan membuat nilai U (koefisien
heat transfer Overall) menjadi berkurang, yang akibatnya
perpindahan kalor antara kedua fluida juga akan makin sedikit.
Dengan demikian, proses tidak akan berjalan secara efisien. Oleh
karena itu, semakin besar nilai pressure drop, semakin rendah
kinerja alat penukar kalor.

c. Koefisien perpindahan panas


Pada aliran di mana satu fluida mengalir pada bagian dalam
tabung yang lebih kecil di mana fluida yang lain mengalir dalam
ruang anular diantara dua tabung, maka perpindahan kalor dapat
dideskripsikan dengan:
d. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan
kecepatan perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada
banyak, maka akan berpengaruh pada luas permukaan yang melepas
kalor. Seperti yang diketahui, apabila luas permukaan yang terkena
fluida panas semakin banyak atau luas, maka perpindahan kalor akan
terjadi lebih cepat.
e. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya.
Sementara itu, angka reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan
matematis.

f. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka
perpindahan kalor yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan.
Ada permukaan yang lebih banyak aliran konveksinya apabila
distribusi suhu di tempat tersebut cukup besar, begitu pula sebaliknya.

g. Luas permukaan perpindahan panas


Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang
dipindahkan. Luas perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube
dan ukuran tube yang digunakan suatu heat exchanger.

h. Beda suhu rata-rata


Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat
exchanger biasanya selalu berubah-ubah. Untuk menentukan
perbedaan temperatur tersebut digunakan perbedaan temperatur rata-
rata atau Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD). LMTD
digunakan dalam perhitungan-perhitungan heat exchanger yang
menunjukkan panas yang dipindahkan.

5. Perpindahan Kalor HE
Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat
dihitung dengan LMTD metode NTU efektivitas.
a. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir dalam
aliran sejajar maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk kedua kasus
ini telah ditunjukkan sebelumnya pada gambar 1 yang (a) dan juga (b).
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa
ganda ini dengan

Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-
rata log (LMTD = log mean temperature difference), yaitu :

Subskrib 1 dan 2 menunjukkan masuk dan keluar, subskrib h dan


c menunjukkan panas dan dingin. Penurunan LMTD di atas berkenaan
dengan dua asumsi:
1) kalor spesifik fluida tidak berubah menurut suhu.
2) koefisien perpindahan kalor konveksi tetap, untuk seluruh
penukar kalor.

Asumsi kedua biasanya sangat penting karena pengaruh pintu-


masuk, viskositas fluida, perubahan konduktivitas-termal, dan
sebagainya. Biasanya untuk memberikan koreksi atas pengaruh-
pengaruh tersebut perlu digunakan metode numerik.
Jika suatu penukar-kalor yang bukan jenis pipa-ganda digunakan,
perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi
terhadap LMTD untuk susunan pipa ganda aliran-lawan-arah dengan
suhu fluida panas dan suhu fluida dingin yang sama. Bentuk
persamaan menjadi:

Nilai faktor koreksi F digambarkan dalam gambar di lampiran


untuk berbagai jenis penukar-kalor. Bila terdapat perubahan fase,
seperti kondensasi atau penguapan, fluida biasanya berada pada suhu
yang sebenarnya tetap, dan persamaan-persamaan itu menjadi lebih
sederhana. Untuk kondisi ini P atau R menjadi nol, dan kita dapatkan
untuk pendidihan atau kondensasi. 0 .1F
b. Metode NTU-Efektivitas
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila
suhu masuk dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan
mudah, sehingga LMTD dapat dengan mudah dihitung, dan aliran
kalor, luas permukaan, dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh
dapat ditentukan. Bila kita harus menentukan suhu masuk atau suhu
keluar, analisis kita akan melibatkan prosedur iterasi karena LMTD itu
suatu fungsi logaritma. Dalam hal demikian, analisis akan lebih
mudah dilaksanakan dengan menggunakan metode yang berdasarkan
atas efektivitas penukar-kalor dalam memindahkan sejumlah kalor
tertentu. Metode efektivitas ini juga mempunyai beberapa keuntungan
untuk menganalisis soal-soal di mana kita harus membandingkan
berbagai jenis penukar kalor guna memilh jenis yang terbaik untuk
melaksanakan sesuatu tugas pemindahan kalor tertentu.
Efektivitas penukar-kalor (heat exchanger effectiveness)
didefinisikan sebagai berikut:

untuk penukar kalor aliran searah, persamaan ini dapat diturunkan


menjadi:

untuk penukar kalor aliran lawan arah:

Dengan C = m c, dinamakan laju kapasitas. Subskrib min dan max


menunjukkan aliran yang mempunyai C = m c minimum dan m c
maksimum. Kelompok suku UA/Cmin disebut jumlah satuan
perpindahan (number of transfer unit = NTU) karena memberi
petunjuk tentang ukuran penukar-kalor.
Meskipun bagan-bagan efektivitas NTU sangat bermanfaat dalam
soal merancang alat penukar kalor, ada pula penerapan lain yang
memerlukan ketelitian yang lebih tinggi dari yang biasa didapatkan
dari grafik. Selain itu, prosedur merancang mungkin banyak
menggunakan komputer, yang memerlukan adanya persamaan analitis
untuk kurva-kurva itu. Persamaan-persamaan efektivitas dirangkum
dalam daftar di lampiran. Dalam banyak hal, tujuan analisis ialah
untuk menentukan NTU dan untuk itu dapat dibuat suatu persamaan
eksplisit untuk NTU dengan menggunakan efektivitas dan
perbandingan kapasitas.

6. Efisiensi Alat Penukar Kalor


Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu
masuk dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah,
sehingga LMTD dapat dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas
permukaan, dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat ditentukan.
Namun, pada kondisi dimana hanya suhu masuk atau suhu keluar yang
diketahui, maka dapat digunakan metode lain yakni metode NTU yang
merupakan salah satu metode analisis pada alat penukar kalor berdasarkan
pada efektivitas jumlah kalor yang dapat dipindahkan antar fluida.
Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :

Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang


dilepaskan oleh fluida panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh
fluida dingin (subscript c). Untuk penukar kalor aliran sejajar, kalor
tersebut dapat dinyatakan dengan:

dan untuk penukar kalor aliran lawan arah:

Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami


perubahan suhu yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar
fluida yaitu tepat saat kedua fluida masuk ke dalam alat penukar panas.
Perpindahan kalor maksimum akan terjadi apabila fluida mempunyai nilai
massa dikali dengan kalor jenis yang minimum. Kalor maksimum dapat
dinyatakan dengan:

Dengan definisi tersebut, maka besar efektivitas dapat dinyatakan dengan:


 Untuk penukar kalor aliran sejajar:

 Untuk penukar kalor aliran lawan arah:

Secara umum efektivitas dapat dinyatakan sebagai:

Setelah beberapa penurunan, maka didapat persamaan efisiensi:


Adapun untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya:

Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau
NTU (Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran
alat penukar kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc,
sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat
beberapa manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam
penyelesaian soal untuk menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar.
Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang
terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.

7. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan


Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U) terdiri dari dua macam yaitu:
a. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor masih baru
b. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor sudah kotor.

Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:

8. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Kalor

dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature
Difference (LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD
harus dikoreksi dengan faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18
s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunakan parameter R dan
S.
Nilai LMTD dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Bila konstan pada aliran searah atau aliran berlawanan arah

Aliran Searah (cocurrent)

atau

Aliran Berlawanan Arah (countercurrent)


dan harga Δ tm =FT.LMTD

b. Bila dinyatakan dalam UD maka persamaan LMTD berupa persamaan


implisit:

Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor FT


yang dicari dari grafik yang sesuai. Caranya yaitu dengan
menggunakan parameter R dan S.

IV. Prosedur Kerja


1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menimbang wadah kosong sebagai tempat untuk menampung fluida
3. Menyuplai steam dari boiler ke heat exchanger plate bersamaan
dengan menyuplai fluida dingin ke alat.
4. Mengatur suhu steam yang ingin digunakan yaitu sekitar 90 oC dengan
mengatur katup manual pada pipa masukan steam.
5. Mengatur skala laju alir fluida dingin yang ingin digunakan yaitu 200.
Pada proses ini dimulai dengan dinyalakannya stopwatch secara
bersamaan
6. Pada saat proses berjalan, diamati nilai suhu fluida dingin keluar dan
masuk serta suhu fluida panas yang keluar.. Dicatat suhu yang tertera
pada thermometer.
7. Hal yang sama dilakukan dengan laju alir fluida dingin : (200, 300,
400, 500, 600)
8. Setelah dilakukan percobaan dengan 5 titik skala laju alir fluida
dingin, proses dihentikan bersamaan dengan pemberhentian
stopwatch.
9. Menimbang kondensat yang telah tertampung pada wadah
10. Pada saat mengistirahatkan alat, skala laju alir full agar proses
pendinginan berjalan lebih cepat.
11. Kemudian melakukan tahapan yang sama dengan mengubah suhu
steam yang masuk yaitu sekitar 100oC
V. Data Pengamatan
T=90 OC
Massa baskom kosong = 0,58 kg
Waktu = 10 Menit

Laju
Berat
Skala Volume T1 T2 t1 t2
Kondensat
(ml/s) Pendingin (oC) (oC) o
( C) o
( C)
(Kg)
(ml/s)
200 3,38 50 94 49,5 33,5 90,25
300 3,22 80 93 39 33,5 67,25
400 2,94 110 93 34,5 34,5 60
500 3,26 139 92 33,5 35,5 54
600 3,4 160 92,5 33,5 36 51,75

T=100OC
Massa baskom kosong = 0,58 kg
Waktu = 10 Menit

Laju
Berat
Skala Volume T1 T2 t1 t2
Kondensat
(ml/s) Pendingin (oC) (oC) (oC) (oC)
(Kg)
(ml/s)
200 4,36 50 105 99 43 104
300 6,02 80 102 99 39 101
400 7,62 110 99,5 99 42,25 99
500 8,28 139 98,5 98,5 41,25 98
600 8,86 160 99,5 98 43,25 99
VI. Perhitungan
A. Menentukan Laju massa pendingin dan Laju massa steam
Laju massa pendingin=skala
ml
s ( )
× Densitas
g
( )
ml
( Berat kondensat + ember )−Ember Kosong
Laju massa steam=
Waktu (s )

ml g
Laju massa pendingin=200 ×0,9947
s ml
g
Laju massa pendingin=198 , 94
s
3380 g−580 g
Laju massa steam=
600 s
g
Laju massa steam=4 ,66
s

- T=90 oC
Laju
Berat Densitas Laju laju
Skala mass
Kondensa T1 T2 t1 t2 air massa volume
(ml/s a
t + Ember (oC) (oC) o
( C) o
( C) pendingi pendingi pendingi
) steam
(kg) n (g/ml) n (g/s) n (ml/s)
(g/s)
49, 33, 90,2
200 3,38 94 0,9947 198,94 4,66 50
5 5 5
33, 67,2
300 3,22 93 39 0,9947 298,41 4,4 80
5 5
34, 34,
400 2,94 93 60 0,9944 397,76 3,93 110
5 5
33, 33,
500 3,26 92 54 0,9947 497,35 4,46 139
5 5
92, 33, 33, 51,7
600 3,4 0,9947 596,82 4,7 160
5 5 5 5

-T=100oC
Berat Densitas Laju Laju laju
Skala Kondensat T1 T2 t1 t2 air massa massa volume
(ml/s) + Ember (oC) (oC) (oC) (oC) pendingin pendingin steam pendingin
(kg) (g/ml) (g/s) (g/s) (ml/s)
200 4,36 105 99 43 104 0,9915 198,3 6,43 50
300 6,02 102 99 39 101 0,9926 297,78 9,03 80
400 7,62 99,5 99 42,25 99 0.9918 396,72 11,9 110
500 8,28 98,5 98 41,25 98 0.9920 496 12,8 139
600 8,86 99,5 98 43,25 99 0,9917 595,02 14,7 160
B. Menentukan suhu rata-rata fluida panas dan fluida dingin
T 1+T 2
Suhu rata−rata fluida panas=
2
t 1+t 2
Suhu rata−rata fluida dingin=
2
94+ 49.5 o
Suhu rata−rata fluida panas= =71.75 C
2
33.5+90.25 o
Suhu rata−rata fluida dingin= =61.87 C
2
- T= 90 oC
Laju Laju laju
T1 T2 t1 t2 massa massa volume T t
(oC) (oC) (oC) (oC) pendingin steam pendingi (oC) (oC)
(g/s) (g/s) n (ml/s)
94 49.5 33.5 90.25 198.94 4.66 50 71.75 61.87
93 39 33.5 67.25 298.41 4.4 80 66 50.37
93 34.5 34.5 60 397.76 3.93 110 63.75 47.25
92 33.5 33.5 54 497.35 4.46 139 62.75 43.75
92.5 33.5 33.5 54.75 596.82 4.7 160 63 44.12

- T=100oC
Laju Laju laju
T1 T2 t1 t2 massa massa volume T t
(oC) (oC) (oC) (oC) pendingin steam pendingi (oC) (oC)
(g/s) (g/s) n (ml/s)
105 99 43 104 198.3 6.43 50 102 73.5
102 99 39 101 297.78 9.03 80 100.5 70
99.5 99 42.25 99 396.72 11.9 110 99.25 70.62
98.5 98 41.25 98 496 12.8 139 98.25 69.62
99.5 98 43.25 99 595.02 14.7 160 98.75 71.12
C. Menentukan nilai kapasitas panas (Cp) dan panas laten ( λ )
Nilai Cp diperoleh dari melihat tabel kapasitas panas pada suhu rata-rata
sedangkan nilai panas laten pada suhu T1
- T=90 oC

Cp Cp Panas
T t
Pendingin Steam Laten
(oC) (oC)
(J/(kg.K) (J/kg.K) (kJ/kg)

71.75 61.87 4.1172 4.14519 2272.84


66 50.37 4.0597 4.18761 2275.42
63.75 47.25 4.0903 4.18673 2275.42
62.75 43.75 4.1246 4.18659 2278.08
63 44.12 4.12101 4.1141 2276.77

- T=100oC

Cp Cp Panas
T t
Pendingin Steam Laten
(oC) (oC)
(J/(kg.K) (J/kg.K) (kJ/kg)

102 73.5 4.1989 4.2424 2248.45


100.5 70 4.1936 4.2402 2251.66
99.25 70.6 4.1946 4.2383 2276.77
98.25 69.6 4.1931 4.2368 2262.32
98.75 71.1 4.1953 4.2304 2276.77

D. Menentukan nilai Qc (fluida dingin) dan Qh (Fluida panas)


Qc=Laju massa pendingin× Cp pendingin × ∆t
J
Qc=0.1988 kg × 4.1172 × ( 363.4−306.65 K )
kg K
Qc=46.44984 J
Qh=Laju massa steam ×Cp steam ×∆ T
J
Qh=0.0046 kg ×4.14519 × ( 367.15−3 22.65 K )
kg K
Qh=0.84852 J
- T= 90 oC
Laju Laju Cp Cp
T1 T2 massa massa Pendingi Steam Qc
t1 (K) t2 (K) Qh (J/s)
(K) (K) pendingi steam n (J/kg.K (J/s)
n (kg/s) (kg/s) (J/(kg.K) )
367.1 322.6 306.6 0.004 4.1451 46.4498
363.4 0,1988 4.1172 0.84852
5 5 5 6 9 4
366.1 312.1 306.6 0.004 4.1876 27.2385 0.99497
340.4 0,2984 4.0597
5 5 5 4 1 6 6
366.1 307.6 307.6 333.1 0.003 4.1867 20.7353 0.95520
0.3977 4.0903
5 5 5 5 9 3 7 2
365.1 306.6 306.6 327.1 0.004 4.1865 16.8093 1.07762
0.4973 4.1246
5 5 5 5 4 9 9 8
365.6 306.6 306.6 0.004 17.4092
327.9 0.5968 4.12101 4.1141 1.14084
5 5 5 7 1

- T=100oC
Laju Laju Cp Cp
T1 T2 massa massa Pendingi Steam Qc
t1 (K) t2 (K) Qh (J/s)
(K) (K) pendingi steam n (J/kg.K (J/s)
n (kg/s) (kg/s) (J/(kg.K) )
367.1 322.6 306.6 0.006 47.2524 1.20823
363.4 0.1983 4.1989 4.2424
5 5 5 4 3 6
366.1 312.1 306.6 0.009 42.1346 2.06073
340.4 0.2977 4.1936 4.2402
5 5 5 0 7 7
366.1 307.6 307.6 333.1 0.011 42.4319 2.95049
0.3967 4.1946 4.2383
5 5 5 5 9 4 3
365.1 306.6 306.6 327.1 0.012 42.2916 3.17251
0.492 4.1931 4.2368
5 5 5 5 8 1 6
365.6 306.6 306.6 0.014 53.0443 3.66902
327.9 0.5950 4.1953 4.2304
5 5 5 7 2 6

E. Menentukan luas permukaan perpindan panas (A)


A=n × P ×l
A=10× 49 , 8 cm ×12 ,5 cm
2
A=6225 c m
2
A=0,6225 m
F. Menentukan nilai LMTD T1

t1 t2

( T 2−t1 ) −( T 1−t2 )
∆ T LMTD=
T2 ( T 2−t1 )
ln
( T 1−t2 )
- T=90oC
T1 T2 t1 t2
LMTD
(oC) (oC) (oC) (oC)
94 49.5 33.5 33.5 15.6393
93 39 33.5 33.5 4.9134
93 34.5 34.5 34.5 0
92 33.5 33.5 33.5 0
92.5 33.5 33.5 33.5 0

- T=100oC
T1 T2 t1 t2
LMTD
(oC) (oC) (oC) (oC)
105 99 43 104 55.7515
102 99 39 101 59.7557
99.5 99 42.25 99 56.5023
98.5 98 41.25 98 56.5023
99.5 98 43.25 99 54.5001

G. Menentukan nilai koefisien perpindahan panas Overall (U)


Qh
U=
A × ∆ T LMTD
J
21.31768
s
U= 2 o
0,6225 m ×1 5.6393 C
W
U =21.31768 2
m C

- T=90 oC

U
(W/m2 oc)

21.31768
7.853358
0
0
0

- T= 100 oC

U
(W/m2 oc)

108.2104
197.8165
267.959
287.959
321.2246
VII. PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Geankoplis, Chistie J. 1997. “Transport Process, Momentum, Heat and
Mass”. Allyn and Bacon. Boston.
Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-
exchanger.html)
Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.
Anonim. Buku Panduan Praktikum Proses Operasi Teknik I. 1989. Teknik
Gas dan Petrokimia UI. (online : diakses tanggal 10 Desember 2017)
Kern,D.Q. 1981. Process Heat Transfer. New York: Mc-Graw Hill
International Company.

Anda mungkin juga menyukai