LAPORAN PRAKTIKUM
b. Compact HE
Pada alat penukar kalor jenis ini didesain secara spesifik agar
surface area per unit volume-nya besar. HE jenis ini mampu menerima
perpindahan kalor dari suatu fluida dalam jumlah kecil yang biasanya
digunakan pada situasi di mana berat dan volume HE dibatasi. Area
permukaan pada compact HE yang luas disebabkan dipasangnya plat
tipis seperti sirip pada dinding yang memisahkan dua fluida.
Compact HE biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas-to-
liquid HE. Fluida-fluida dalam HE ini umumnya bergerak saling tegak
lurus sehingga dinamakan aliran menyilang. Aliran menyilang
diklasifikasikan menjadi:
1) unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui
ruang tertentu dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang
2) mixed, jika fluida bebas bergerak sambil menukar kalor.
Gambar 1.3. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua fluida
tidak bercampur,
(kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)
3) Cross flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak
lurus dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang
melibatkan dua fasa. Sebagai contoh yaitu pada sistem kondensor
uap (tube and shell heat exchanger), di mana uap memasuki shell,
air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari
uap sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika
kita membandingkan laju perpindahan kalor per unit area. Dengan
beda temperatur fluida yang paling maksimal di antara kedua tipe
heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log
mean temperature difference) akan maksimal.
1
U=
1
+
r t ln
( )
r0
rp
+
r f ln
( )
rp
rt
r
+ t + Rf
h1 K insulator K pipe r o ho
(1.4)
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin
tidak begitu penting karena hanya menghasilkan resistan yang kecil.
Namun, pada water heat exchanger di mana nilai U terletak sekitar
2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada finned tube heat
exchanger di mana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang
dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan
fouling factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit
pada permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa
yang tidak diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus
berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi
deposit pada alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop
dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Keterlibatan beberapa
faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor, jenis material yang
dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju alir
massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida
diberikan dalam Tabel 1.2.
Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa
dimana:
f. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka
perpindahan kalor yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan.
Ada permukaan yang lebih banyak aliran konveksinya apabila
distribusi suhu di tempat tersebut cukup besar, begitu pula sebaliknya.
5. Perpindahan Kalor HE
Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat
dihitung dengan LMTD metode NTU efektivitas.
a. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir dalam
aliran sejajar maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk kedua kasus
ini telah ditunjukkan sebelumnya pada gambar 1 yang (a) dan juga (b).
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa
ganda ini dengan
Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-
rata log (LMTD = log mean temperature difference), yaitu :
Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau
NTU (Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran
alat penukar kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc,
sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat
beberapa manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam
penyelesaian soal untuk menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar.
Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang
terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature
Difference (LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD
harus dikoreksi dengan faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18
s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunakan parameter R dan
S.
Nilai LMTD dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Bila konstan pada aliran searah atau aliran berlawanan arah
atau
Laju
Berat
Skala Volume T1 T2 t1 t2
Kondensat
(ml/s) Pendingin (oC) (oC) o
( C) o
( C)
(Kg)
(ml/s)
200 3,38 50 94 49,5 33,5 90,25
300 3,22 80 93 39 33,5 67,25
400 2,94 110 93 34,5 34,5 60
500 3,26 139 92 33,5 35,5 54
600 3,4 160 92,5 33,5 36 51,75
T=100OC
Massa baskom kosong = 0,58 kg
Waktu = 10 Menit
Laju
Berat
Skala Volume T1 T2 t1 t2
Kondensat
(ml/s) Pendingin (oC) (oC) (oC) (oC)
(Kg)
(ml/s)
200 4,36 50 105 99 43 104
300 6,02 80 102 99 39 101
400 7,62 110 99,5 99 42,25 99
500 8,28 139 98,5 98,5 41,25 98
600 8,86 160 99,5 98 43,25 99
VI. Perhitungan
A. Menentukan Laju massa pendingin dan Laju massa steam
Laju massa pendingin=skala
ml
s ( )
× Densitas
g
( )
ml
( Berat kondensat + ember )−Ember Kosong
Laju massa steam=
Waktu (s )
ml g
Laju massa pendingin=200 ×0,9947
s ml
g
Laju massa pendingin=198 , 94
s
3380 g−580 g
Laju massa steam=
600 s
g
Laju massa steam=4 ,66
s
- T=90 oC
Laju
Berat Densitas Laju laju
Skala mass
Kondensa T1 T2 t1 t2 air massa volume
(ml/s a
t + Ember (oC) (oC) o
( C) o
( C) pendingi pendingi pendingi
) steam
(kg) n (g/ml) n (g/s) n (ml/s)
(g/s)
49, 33, 90,2
200 3,38 94 0,9947 198,94 4,66 50
5 5 5
33, 67,2
300 3,22 93 39 0,9947 298,41 4,4 80
5 5
34, 34,
400 2,94 93 60 0,9944 397,76 3,93 110
5 5
33, 33,
500 3,26 92 54 0,9947 497,35 4,46 139
5 5
92, 33, 33, 51,7
600 3,4 0,9947 596,82 4,7 160
5 5 5 5
-T=100oC
Berat Densitas Laju Laju laju
Skala Kondensat T1 T2 t1 t2 air massa massa volume
(ml/s) + Ember (oC) (oC) (oC) (oC) pendingin pendingin steam pendingin
(kg) (g/ml) (g/s) (g/s) (ml/s)
200 4,36 105 99 43 104 0,9915 198,3 6,43 50
300 6,02 102 99 39 101 0,9926 297,78 9,03 80
400 7,62 99,5 99 42,25 99 0.9918 396,72 11,9 110
500 8,28 98,5 98 41,25 98 0.9920 496 12,8 139
600 8,86 99,5 98 43,25 99 0,9917 595,02 14,7 160
B. Menentukan suhu rata-rata fluida panas dan fluida dingin
T 1+T 2
Suhu rata−rata fluida panas=
2
t 1+t 2
Suhu rata−rata fluida dingin=
2
94+ 49.5 o
Suhu rata−rata fluida panas= =71.75 C
2
33.5+90.25 o
Suhu rata−rata fluida dingin= =61.87 C
2
- T= 90 oC
Laju Laju laju
T1 T2 t1 t2 massa massa volume T t
(oC) (oC) (oC) (oC) pendingin steam pendingi (oC) (oC)
(g/s) (g/s) n (ml/s)
94 49.5 33.5 90.25 198.94 4.66 50 71.75 61.87
93 39 33.5 67.25 298.41 4.4 80 66 50.37
93 34.5 34.5 60 397.76 3.93 110 63.75 47.25
92 33.5 33.5 54 497.35 4.46 139 62.75 43.75
92.5 33.5 33.5 54.75 596.82 4.7 160 63 44.12
- T=100oC
Laju Laju laju
T1 T2 t1 t2 massa massa volume T t
(oC) (oC) (oC) (oC) pendingin steam pendingi (oC) (oC)
(g/s) (g/s) n (ml/s)
105 99 43 104 198.3 6.43 50 102 73.5
102 99 39 101 297.78 9.03 80 100.5 70
99.5 99 42.25 99 396.72 11.9 110 99.25 70.62
98.5 98 41.25 98 496 12.8 139 98.25 69.62
99.5 98 43.25 99 595.02 14.7 160 98.75 71.12
C. Menentukan nilai kapasitas panas (Cp) dan panas laten ( λ )
Nilai Cp diperoleh dari melihat tabel kapasitas panas pada suhu rata-rata
sedangkan nilai panas laten pada suhu T1
- T=90 oC
Cp Cp Panas
T t
Pendingin Steam Laten
(oC) (oC)
(J/(kg.K) (J/kg.K) (kJ/kg)
- T=100oC
Cp Cp Panas
T t
Pendingin Steam Laten
(oC) (oC)
(J/(kg.K) (J/kg.K) (kJ/kg)
- T=100oC
Laju Laju Cp Cp
T1 T2 massa massa Pendingi Steam Qc
t1 (K) t2 (K) Qh (J/s)
(K) (K) pendingi steam n (J/kg.K (J/s)
n (kg/s) (kg/s) (J/(kg.K) )
367.1 322.6 306.6 0.006 47.2524 1.20823
363.4 0.1983 4.1989 4.2424
5 5 5 4 3 6
366.1 312.1 306.6 0.009 42.1346 2.06073
340.4 0.2977 4.1936 4.2402
5 5 5 0 7 7
366.1 307.6 307.6 333.1 0.011 42.4319 2.95049
0.3967 4.1946 4.2383
5 5 5 5 9 4 3
365.1 306.6 306.6 327.1 0.012 42.2916 3.17251
0.492 4.1931 4.2368
5 5 5 5 8 1 6
365.6 306.6 306.6 0.014 53.0443 3.66902
327.9 0.5950 4.1953 4.2304
5 5 5 7 2 6
t1 t2
( T 2−t1 ) −( T 1−t2 )
∆ T LMTD=
T2 ( T 2−t1 )
ln
( T 1−t2 )
- T=90oC
T1 T2 t1 t2
LMTD
(oC) (oC) (oC) (oC)
94 49.5 33.5 33.5 15.6393
93 39 33.5 33.5 4.9134
93 34.5 34.5 34.5 0
92 33.5 33.5 33.5 0
92.5 33.5 33.5 33.5 0
- T=100oC
T1 T2 t1 t2
LMTD
(oC) (oC) (oC) (oC)
105 99 43 104 55.7515
102 99 39 101 59.7557
99.5 99 42.25 99 56.5023
98.5 98 41.25 98 56.5023
99.5 98 43.25 99 54.5001
- T=90 oC
U
(W/m2 oc)
21.31768
7.853358
0
0
0
- T= 100 oC
U
(W/m2 oc)
108.2104
197.8165
267.959
287.959
321.2246
VII. PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Geankoplis, Chistie J. 1997. “Transport Process, Momentum, Heat and
Mass”. Allyn and Bacon. Boston.
Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-
exchanger.html)
Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.
Anonim. Buku Panduan Praktikum Proses Operasi Teknik I. 1989. Teknik
Gas dan Petrokimia UI. (online : diakses tanggal 10 Desember 2017)
Kern,D.Q. 1981. Process Heat Transfer. New York: Mc-Graw Hill
International Company.