Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Percobaan double pipe heat exchanger ini bertujuan untuk mengetahui
unjuk kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (double pipe HE) dengan
menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efektivitas dan
perbandingan untuk aliran searah (co-current) dan berlawanan arah (counter
current).
1.2. Teori Dasar
Heat Exchanger atau alat penukar kalor merupakan suatu alat yang
memiliki fungsi sebagai unit atau alat yang digunakan untuk suatu fluida
bertukar kalor degan fluida lain. Alat penukar kalor memiliki banyak macam,
umumnya adalah kondesor dan reboiler. Pada alat penukar kalor, jika digunakan
sebagai pemanas atau reboiler, fluida yang bertindak sebagai pemanas adalah
uap air (steam) dengan temperatur yang lebih tinggi dibanding dengan fluida
yang akan dipanaskan. Sedangkan jika digunakan sebagai pendingin, fluida
yang digunakan adalah air pendingin (cooling water). Alat ini dirancang agar
perpindahan kalor antar fluida dapat berlangsung secara efisien.

Gambar 1. Ilustrasi Laju Perpindahan Kalor pada Heat Exchanger

Klasifikasi Heat Exchanger


a. Berdasarkan Banyaknya Aliran

Single Pass: Pada susunan seperti ini, fluida hanya melewati sistem
satu kali. Pada HE single pass, aliran fluida dapat berupa aliran searah
atau berlawan arah.

Multiple Pass: Pada susunan seperti ini, fluida melewati sistem lebih
dari satu kali yang dapat mengalir secara bolak-balik ataupun zig-zag.
Pada heat exchanger jenis ini, alirannya merupakan aliran kombinasi
antara paralel dan berlawanan.

Gambar 2. Ilustrasi Perbedaan Single Pass dan Multiple Pass

b. Berdasarkan Arah Aliran


Parallel Flow/Co-Current Flow: Kedua fluida ,mengalir dalam heat
exchanger dengan aliran yang searah. Kedua fluida memasuki HE
dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur yang besar
akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x, jarak pada HE.
Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi
temperatur fluida panas.
Counter Flow: Kedua aliran fluida yang mengalir dalam HE masuk
dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida dingin ini
suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil
suhu yang didapat lebih efektif dari paralel flow.
Cross-Flow: Dimana satu fluida mengalir tegak lurus dengan fluida
yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa.
Misalnya sistem kondensor uap (shell and tube heat exchanger), di
mana uap memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan
menyerap panas dari uap sehingga uap menjadi cair.

Gambar 3. Ilustrasi Aliran Searah dan Aliran Berlawanan

c. Berdasarkan Konstruksinya
Tubular Exchanger. Alat penukar kalor jenis ini dapat dibagi menjadi:
i. Double-pipe Heat Exchanger

Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan di dalam sebuah


pipa lainnya yang berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida
yang satu mengalir di dalam pipa kecil sedangkan fluida yang lain
mengalir di bagian luarnya. Pada bagian luar pipa kecil biasanya
dipasang fin atau sirip memanjang, hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan permukaan perpindahan panas yang lebih luas.
Double pipe ini dapat digunakan untuk memanaskan atau
mendinginkan fluida hasil proses yang membutuhkan area
perpindahan panas yang kecil (biasanya hanya mencapai 50 m2).
Untuk kapasitas yang lebih besar, lebih cocok digunakan alat
penukar panas jenis selongsong dan buluh (shell and tube heat
exchanger).

Gambar 4. Ilustrasi Penampang Melintang Double Pipe Heat Exchanger

Pada double pipe heat exchanger, mekanisme perpindahan


kalor terjadi secara tidak langsung (indirect contact type). Hal
tersebut karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida
sehingga kedua fluida tidak dapat bercampur. Fluida yang
memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui
pipa besar yang berada diluar atau yang dikenal sebagai annulus
atau shell, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi
mengalir pada pipa yang lebih kecil yang terletak di bagian dalam
pipa besar atau yang disebut sebagai tube. Umumnya, fluida yang
lebih korosif akan dialirkan melalui pipa kecil (inner tube) yang
dapat dilengkapi dengan scraping blade untuk mempermudah
pembersihan.
Kelebihan Double pipe HE:
Dapat digunakan untuk fluida yang bertekanan tinggi
Mudah dibersihkan pada bagian fitting
Fleksibel dalam berbagai aplikasi dan setting pipa
Dapat dipasang secara seri maupun paralel
Dapat diatur sehingga dapat menentukan pressure drop dan
LMTD sesuai keinginan
Mudah jika ingin menambah luas permukaan
Perhitungan desain dapat dibuat dengan mudah dan akurat.

Kekurangan Double pipe HE:

Harga relatif mahal


Terbatas untuk fluida yang membutuhkan area perpindahan
kalor kecil (<50 m2)
Volume fluida yang digunakan tidak besar

Gambar 5. Ilsutrasi Aliran Searah dan Aliran Berlawanan Arah Pada Double Pipe Heat
Exchanger

ii. Shell and Tube Heat Exchanger


Jenis ini terdiri dari shell yang di dalamnya terdapat rangkaian
pipa kecil yang disebut tube bundle (pipa dalam jumlah banyak).
Perpindahan panas terjadi antara fluida yang mengalir di dalam
tube dan fluida yang mengalir di luar tube (pada shell side). Shell
and tube ini merupakan Heat exchanger yang paling banyak
digunakan dalam proses-proses industri.
Keuntungan shell and tube heat exchanger yaitu memberikan
ratio area perpindahan panas dengan volume dan massa fluida
yang cukup kecil. Selain itu juga dapat mengakomodasi ekspansi
termal, mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga
membutuhkan biaya yang murah. Untuk meningkatkan efesiensi
perpindahan kalor di dalam alat penukar kalor ini maka
dipasangkan baffle agar luas kontak antara fluida semakin besar
sehingga jumlah kalor yang berpindah juga akan semakin besar.

Gambar 6. Ilustrasi Shell and Tube Heat Exchanger

Spiral Exchanger
i. Plate Heat Exchanger
Kedua aliran masuk dari sudut dan melewati bagian atas dan
bawah plat-plat paralel dengan fluida panas melewati jalan-jalan
(ruang antar plat) genap dan fluida dingin melewati jalan-jalan
ganjil. Plat-plat dapat dipasang secara melingkar agar dapat
5

memberikan perpindahan panas yang besar dan mencegah


terjadinya fouling (deposit yang tidak diinginkan). Plate Heat
exchanger juga mudah untuk dilepas dan dipasang kemabli
sehingga mudah untuk dibersihkan.

Gambar 7. Ilustrasi Plate Heat Exchanger

Parameter Kinerja Heat Exchanger


a) Koefisien perpindahan kalor keseluruhan U (overall coefficient of heat
transfer)
Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U), terdiri dari dua macam yaitu:
UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor masih baru
UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor sudah kotor.
Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:

b) Logaritmic Mean Tempearture Difference (LMTD)


Log mean temperature difference (juga dikenal dengan LMTD)
digunakan untuk menentukan kekuatan pendorong suhu untuk perpindahan
panas dalam sistem aliran, terutama dalam penukar panas (heat exchanger).
LMTD adalah rata-rata logaritmik dari perbedaan suhu antara aliran panas
dan dingin di setiap akhir exchanger. Semakin besar LMTD, semakin
banyak panas yang ditransfer.
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa ganda
ini dengan:
q U . A.Tm
dimana:
U
= koefisien perpindahan kalor menyeluruh
A
= luas permukaan perpindahan kalor yang sesuai dengan
definisi U
Tm = beda suhu rata-rata yang tepat digunakan dalam penukar
kalor

Profil suhu untuk penukar kalor pipa ganda dimana fluidanya dapat
mengalir dalam aliran sejajar maupun aliran lawan arah yang ditunjukkan
pada gambar 5. Pada profil suhu tersebut terlihat bahwa beda suhu antara
fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan keluar tidaklah sama,
dan perlu ditentukan nilai rata-rata untuk digunakan dalam persamaan di
atas. Untuk penukar kalor aliran sejajar, kalor yang dipindahkan melalui
unsur luas dA dapat dituliskan sebagai:
dq mh c h dTh mc c c dTc U (Th Tc )dA
dimana subskrip h dan c masing-masing menandai fluida panas dan
fluida dingin, m menunjukkan laju aliran massa dan c adalah kalor spesifik
fluida.
Setelah itu, menyamakan persamaan antara persamaan untuk counter
flow dan persamaan untuk pararel flow dan didapat :
Ta Tb

Q UA
ln( Ta / Tb )
dimana Ta adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu
fluida pendingin awal dan Tb adalah selisih antara suhu keluaran shell
dengan suhu fluida pendingin akhir.
Tmean yang dimaksud dalam persamaan diatasdalah LMTD, yaitu :
Ta Tb

Tmean LMTD
ln( Ta / Tb
Tm

Th 2 Tc 2 Th1 Tc1
T Tc 2

ln h 2
Th1 Tc1

Namun demikian penggunaan LMTD juga cukup terbatas. Jika suatu


penukar kalor yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor
dihitung dengan menerapkan faktor koreksi F. Sehingga rumusnya
menjadi :
Q UAF (Tm )
Bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih
(penguapan), fluida biasanya berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap,
dan persamaan-persamaan itu menjadi lebih sederhana. Oleh karena itu
dapat dinyatakan F= 1,0 untuk pendidihan atau kondensasi.
c) Faktor Pengotor (Fouling Factor)
Fouling factor adalah akumulasi dari beragam faktor yang
mengakibatkan penurunan tingkat perpindahan kalor efektif yang terjadi di
dalam heat exchanger. Faktor-faktor itu antara lain, terbentuknya deposit
kotoran ataupun zat terlarut yang berasal dari aliran fluida dan terjadinya
korosi korosi pada media aliran fluida.
Fouling factor memberikan tahanan tambahan pada aliran kalor,
misalnya deposit pada pipa yang akan memberikan tambahan tahanan
termal dan proses korosi menyebabkan dinding alat penukar kalor tidak
dapat menghantarkan panas dengan optimal sehingga menurunkan
7

performa alat penukar kalor secara keseluruhan. Efek keseluruhan ini


disebut dengan fouling factor, atau fouling resistance (Rf) yang harus
diperhitungkan bersama dengan tahanan termal untuk mengkoreksi
koefisien perpindahan kalor.
Oleh karena adanya hambatan tambahan akibat timbulnya lapisan
kerak ini, maka persamaan koefisien perpindahan kalor menyeluruhnya
menjadi :
Ui

Uo
dimana,

Rfo
Rfi

1
Ai
r
1 Ai ln( r0 ri )

R fi i R fo
hi
2kL
h0 A0
r0

1
Ao Ao ln( r0 r1 ) 1
r

R fo 0 R fi
hi Ai
2kL
h0
r1
: fouling factor pada diameter luar tabung kecil
: fouling factor pada diameter dalam tabung

kecil
Dari kedua persamaan di atas terlihat apabila nilai fouling resistance
(Rf) besar maka koefisien perpindahan kalor menyeluruhnya (U) menjadi
lebih kecil, sehingga besarnya kalor yang ditransferkan semakin kecil

q U A Tm . Dengan berkurangnya kalor


sesuai dengan persamaan:
yang ditransferkan maka akan menurunkan kinerja dari alat penukar kalor
itu sendiri.
Untuk U<<10000 W/m2 C fouling mungkin tidak begitu penting,
karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun pada water to
water heat exchanger dimana nilai U disekitar 2000 maka fouling factor
akan menjadi penting.
Faktor pengotoran atau fouling factor adalah besaran matematis
untuk menunjukkan adanya deposit atau pengotor pada penukar kalor.
Secara matematis, faktor pengotoran dituliskan:
1
1
Rf =

U dirty U clean
dengan Udirty dan Uclean adalah koefisien perpindahan kalor menyeluruh dari
alat penukar kalor saat sudah dan belum dikotori deposit.
d) Penurunan Tekanan pada Heat Exchanger (Pressure Drop)
Penurunan tekanan pada alat penukar kalor khususnya pada
tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor). Pada
tabung, hubungan antara faktor friksi dan penurunan tekanan dituliskan
sebagai berikut

Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka


Reynold dan angka Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor
konveksinya berubah dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh pun
akan ikut berubah. Penurunan tekanan disebabkan oleh adanya gaya gesek
antara fluida yang mengalir dengan dinding tabung/pipa. Penurunan
tekanan yang paling signifikan terjadi pada inlet nozzle dan outlet nozzle.
Penurunan tekanan ini mempengaruhi kecepatan aliran, profil aliran dan
juga berkaitan dengan friction loss.
e) Kecepatan Aliran
Kecepatan tinggi pada shell and tube HE dapat menyebabkan
tingginya pressure drop, selain itu juga mengakibatkan erosi, memerlukan
energi pemompaan yang besar, namun meminimalkan pembentukan
fouling. Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya.
Sementara itu, angka reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan
matematis. Apabila fluida yang mengalir begitu cepat maka akan
mengurangi jumlah kalor yang berpindah karena waktu yang dibutuhkan
kalor untuk berpindah dari fluida ke fluida semakin cepat.
f) Luas Permukaan Perpindahan Panas
Apabila luas permukaan perpindahan panas semakin besar, maka
panas yang dipindahkan juga akan semakin besar. Hal ini bergantung
pada jenis dan ukuran tube serta baffle, selain itu variasi fin pada tabung
dan plat (ukuran, jumlah, bentuk) pada tipe Plate Heat Exchanger.
Semakin tinggi luas permukaan panas, maka semakin besar panas
yang dipindahkan. Luas permukaan perpindahan kalor dapat dipengaruhi
oleh ukuran tabung yang digunakan, bentuk tabung, jumlah tabung,
variasi fin pada tabung, baffle yang digunakan (bentuk, jumlah, ukuran),
dan plat (ukuran, jumlah, bentuk) pada tipe plate HE.
g) Jenis dan Bahan Heat Exchanger
Pemilihan HE pada aplikasi tertentu akan mempengaruhi
kinerjanya. Sebagai contoh, HE cocok untuk mendinginkan cairan oleh
gas jira sisi luasan permukaan untuk gas jauh lebih besar dibanding pada
cairan. Contoh lainnya, shell-and-tube HE cocok untuk mendinginkan
cairan oleh cairan.
Hal yang perlu diperhatikan pada pemilihan bahan ini adalah
reaktifitas dengan fluida, suhu, dan tekanan kerja. Pemilihan material tube
9

sangat penting, beberapa tipe biofouling dapat terhambat pembentukannya


dengan menggunakan cooper-bearing alloy, permukaan bahan atau
materi tube yang halus dapat mengurangi laju pembentukan fouling.
h) Efektivitas Heat Exchanger
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk
dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga
LMTD dapat dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan,
dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat ditentukan. Namun,
pada kondisi dimana hanya suhu masuk atau suhu keluar yang diketahui,
maka dapat digunakan metode lain yakni metode NTU yang merupakan
salah satu metode analisis pada alat penukar kalor berdasarkan pada
efektivitas jumlah kalor yang dapat dipindahkan antar fluida. Efektivitas
penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :
perpindaha n kalor nyata

perpindaha n kalor maksimum yang mungkin


Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang
dilepaskan oleh fluida panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh
fluida dingin. Untuk penukar kalor aliran sejajar, kalor tersebut dapat
dinyatakan dengan:
q mh c h Th1 Th 2 mc cc Tc 2 Tc1
dan untuk penukar kalor aliran lawan arah:
q mh c h Th1 Th 2 mc cc Tc1 Tc 2
Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami
perubahan suhu yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar
fluida yaitu tepat saat kedua fluida masuk ke dalam alat penukar panas.
Perpindahan kalor maksimum akan terjadi apabila fluida mempunyai nilai
massa dikali dengan kalor jenis yang minimum. Kalor maksimum dapat
dinyatakan dengan:
q maks mc min Th masuk Tc masuk

Dengan definisi tersebut, maka besar efektivitas dapat dinyatakan dengan:


Untuk penukar kalor aliran sejajar:
m c T T T T
h h h h1 h 2 h1 h 2
m h c h Th1 Tc1 Th1 Tc1

mc cc Tc1 Tc 2 Tc 2 Tc1

mc cc Th1 Tc1 Th1 Tc1

Untuk penukar kalor aliran lawan arah:


m c T T T T
h h h h1 h 2 h1 h 2
mh c h Th1 Tc 2 Th1 Tc 2

mc cc Tc1 Tc 2 Tc1 Tc 2

mc c c Th1 Tc 2 Th1 Tc 2

10

Secara umum efektivitas dapat dinyatakan sebagai:


T (fluida minimum)
=
beda suhu maksimum di dalam penukar kalor
Setelah beberapa penurunan, maka didapat persamaan efisiensi:
1 exp UA / C min (1 C min / C max )

1 C min / C max
Sedangkan untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya:
1 exp UA / C min (1 C min / C max )

1 (C min / C max ) exp UA / C min (1 C min / C max )


di mana, C = mc, yaitu laju kapasitas dan UA/Cmin disebut sebagai jumlah
satuan perpindahan (number of transfer unit = NTU) karena memberi
petunjuk tentang ukuran penukar kalor.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat
beberapa manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam
penyelesaian soal untuk menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar.
Metode ini juga mempermudah dalam menganalisa soal yang
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk memilih yang
terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
BAB II
PENGOLAHAN DATA
Data fisik alat heat exchanger yang digunakan berupa
Jari-jari pipa
dalam (ri)

0.007

Jari-jari pipa
luar (ro)

0.0125

Diameter pipa
dalam (Di)

0.014

Diameter pipa
luar (Do)

0.025

Luas
penampang
pipa dalam
(Ai)
Luas
penampang
pipa luar (Ao)
Konduktivitas
termal (k) Cu
murni
Waktu
pengukuran
volume
keluaran (t )

0.0356

0.0636
386
15

2.1. Aliran searah


2.1.1. Data percobaan
Bukaan
Valve
1/5

Air
T in (
)
34

T out (
)
50

Steam
T in (
)
94

T out (
)
58

Volume
(mL/15s)

Volume
(mL/15s)

Air

Steam

1710

65

11

2/5
3/5
4/5
5/5

32
32
30
30

42
38
36
36

94
94
94
94

48
44
38
38

2650
3300
3700
4220

70
70
72
68

Dari data diatas, dihitung suhu rata-rata dan LMTD


LMTD=

( Tsout Tw out )(Ts Tw )

( TsTs Tw
Tw )

ln

out

Buk
aan
Valv
e
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

out

Laju Alir Volume


(m3/s)
Air

Steam

0.0001
140
0.0001
767
0.0002
200
0.0002
467
0.0002
813

0.00000
433
0.00000
467
0.00000
467
0.00000
480
0.00000
453

LM
TD

Suhu RataRata ( )
Air

Steam

42

76

37

71

35

69

33

66

33

66

25.8
08
23.9
79
23.9
79
17.8
89
17.8
89

2.1.2. Menghitung hi fluida steam (pipa dalam)


Perhitungan hi dapat dibedakan berdasarkan jenis aliran fluida yang terjadi di dalam
pipa dalam (tube)
Nu d k
De
Nu Aliran laminar, Re < 2300
1 /3
0.14
Pr De

Nu=1.86

L
w
hi=

] [ ]

Nu Aliran turbulenRe > 4000


Nu=0.023 0.8 Pr 0.3

12

Data properties fluida (uap air) didapatkan dari Appendix Tabel A-9, Buku
Heat Transfer, Holman

dengan melakukan interpolasi maka didapatkan properties fluida pada suhu sesuai
data percobaan:
k
Cp
Bukaa

Fluid
T(
Q
(kJ/kg
n
Pr
(kg/m (kg/m. (W/m.
3
a
(m
/s)

3
Valve

)
s)

1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Stea
m
Stea
m
Stea
m
Stea
m
Stea
m

76

4.191

71

4.187

69

4.185

66

4.183

66

4.183

973.9
69
976.9
98
978.2
10
980.0
27
980.0
27

3.780

0.668

4.029

0.664

4.128

0.662

4.278

0.659

4.278

0.659

2.37268
1464
2.54364
7271
2.61203
3593
2.71461
3077
2.71461
3077

0.0000
0433
0.0000
0467
0.0000
0467
0.0000
0480
0.0000
0453

Bilangan Reynold (Re) dapat dihitung dengan


4. .Q
=
. Dh.
Dimana DH adalah diameter hidraulik yang dapat dihitung dengan

4 ( )(D 2OD2I )
4A
4
DH =
=
=Di
P
. DO
Re
0.102
0.103
0.101
0.100
0.095

Jenis
aliran
Laminar
Laminar
Laminar
Laminar
Laminar

Nu

hi

0.299
0.308
0.308
0.311
0.306

14.276
14.584
14.564
14.669
14.392

2.1.3. Menghitung ho fluida air (pipa luar)

13

Perhitungan ho dapat dibedakan berdasarkan jenis aliran fluida yang terjadi di dalam
pipa luar (shell)
Nu d k
De
Nu Aliran laminar, Re < 2300
1 /3
0.14
Pr De

Nu=1.86

L
w
ho =

] [ ]

Nu Aliran turbulenRe > 4000


0.8
0.3
Nu=0.023 Pr
data properties fluida (uap air) didapatkan dari Appendix Tabel A-9, Buku
Heat Transfer, Holman

dengan melakukan interpolasi maka didapatkan properties fluida pada suhu sesuai
data percobaan:
Cp
(kJ/kg

Bukaa
n
Valve

Fluid
a

T(

1/5

Air

42

4.174

2/5

Air

37

4.174

3/5

Air

35

4.174

4/5

Air

33

4.174

5/5

Air

33

4.174

(kg/m3
)
991.1
15
993.0
50
993.8
24
994.5
98
994.5
98

(kg/m.
s)

k
(W/m.

6.338

0.635

7.009

0.629

7.277

0.627

7.545

0.624

7.545

0.624

Pr

Q
(m3/s)

4.1
69
4.6
55
4.8
50
5.0
44
5.0
44

0.0001
140
0.0001
767
0.0002
200
0.0002
467
0.0002
813

Bilangan Reynold (Re) dapat dihitung dengan


4. .Q
=
. Dh.
Dimana DH adalah diameter hidraulik yang dapat dihitung dengan

14

D
( O+ Di)=DoDi

4 ( )(D 2OD2I )
4A
4
DH =
=

P
pada percobaan ini DH dianggap sama dengan diameter pipa luar
Re

Jenis
aliran

Nu

2.064
2.899
3.479
3.765
4.295

Laminar
Laminar
Laminar
Laminar
Laminar

0.986
1.145
1.233
1.283
1.341

ho
(W/m2.0
C)
20.434
23.503
25.219
26.128
27.299

2.1.4. Menghitung Uc (koefisien perpindahan menyeluruh bersih) dan Ud


(koef. perpindahan menyeluruh kotor)
Koefisien perpindahan menyeluruh bersih Uc
U c=

1
ro
A 1 ln ( )
A 1
1
ri
+
+ 1
hi
2 KL
A0 ho
Bukaan
Valve

hi

1/5

14.276

2/5

14.584

3/5

14.564

4/5

14.669

5/5

14.392

ho
20.43
4
23.50
3
25.21
9
26.12
8
27.29
9

Uc
10.260
10.822
11.004
11.159
11.110

Koefisien perpindahan menyeluruh kotor Ud


q
Ud=
A . LMTD
Laju kalor (q) dapat dihitung dengan

q=m Cp(Tw
out Tw )
dimana laju alir massa yaitu:
m=

Q
15

Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

LMTD

m air

Ud

25.808
23.979
23.979
17.889
17.889

0.113
0.175
0.219
0.245
0.280

7.546
7.323
5.476
6.144
7.008

8.211
8.576
6.413
9.645
11.001

2.1.5. Menghitung Rd (fouling factor)


faktor pengotor dapat timbul akbit penggunaan alat dalam jangka waktu yang
panjang, faktor pengotor (Rd) dapat dihitung dengan
1
1
Rd =
U d Uc
Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

2.1.6. Menentukan

Rd
1.250
1.262
1.716
1.157
1.010

(efektivitas) dan NTU

Menentukan fluida minimum dan fluida maksimum


C=m
Cp=( Q ) Cp
C
Air

Steam

Fluida
minimum

0.472
0.732
0.913
1.024
1.168

0.018
0.019
0.019
0.020
0.019

Steam
Steam
Steam
Steam
Steam

Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Fluida
maksimu
m
Air
Air
Air
Air
Air

Menghitung efektivitas
T fluida min
=
T fluida maks
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Air
T in
34
32
32
31
30

T out
52
40
38
36
36

Steam
T in
T out
94
65
94
46
94
41
94
38
94
38

Efektivi
tas
0.483
0.774
0.855
0.889
0.875

16

Mencari NTU
C
ln[1 (1+C ) e ]
C = min NTU =
Cmaks
1+(1+ C )
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

C
Air
0.472
0.732
0.913
1.024
1.168

Steam
0.018
0.019
0.019
0.020
0.019

C*

NTU

0.038
0.026
0.021
0.019
0.016

0.342
0.781
1.020
1.171
1.090

2.1.7. Kesimpulan Hasil Perhitungan


Bukaan
Valve

Fluida
Uap

(m /s)

(W/m2.0
C)

0.000004
33

14.276

Uc

Ud

Rd

(W/m2.0
C)

(W/m2.0
C)

(m2.0C/
W)

8.211

NTU

1.250

0.48
3

0.34
2

8.576

1.262

0.77
4

0.78
1

11.004

6.413

1.716

0.85
5

1.02
0

11.159

9.645

1.157

0.88
9

1.17
1

11.110

11.001

1.010

0.87
5

1.09
0

10.260

1/5
Air

0.000114
0

20.434

Uap

0.000004
67

14.584

Air

0.000176
7

23.503

Uap

0.000004
67

14.564

Air

0.000220
0

25.219

Uap

0.000004
80

14.669

10.822

2/5

3/5

4/5
Air

0.000246
7

26.128

Uap

0.000004
53

14.392

Air

0.000281
3

5/5

27.299

2.2 Aliran Berlawanan


2.2.1. Data percobaan
17

Air

Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Steam

Volume
(mL/15s)

Volume
(mL/15s)

T in (
)

T out (
)

T in (
)

T out (
)

Air

Steam

28
26
26
26
26

58
48
44
42
39

91
102
104
104
104

44
32
32
32
30

1555
2465
3100
3290
4380

60
62
60
70
52

Dari data diatas, dihitung suhu rata-rata dan LMTD


LMTD=

( Tsout T w out )(Ts Tw )

ln
Bukaa
n
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Tsout Tw out
Ts Tw

Laju Alir Volume


(m3/s)
Air
Steam
0.00010
37
0.00016
43
0.00020
67
0.00021
93
0.00029
20

0.000004
00
0.000004
13
0.000004
00
0.000004
67
0.000003
47

LMT
D
23.48
3
21.84
6
23.45
2
23.97
9
21.87
9

Suhu Rata-Rata (
)
Air
Steam
43

67.5

37

67

35

68

34

68

32.5

67

2.2.2. Menghitung hi fluida steam (pipa dalam)


Perhitungan hi dapat dibedakan berdasarkan jenis aliran fluida yang terjadi di dalam
pipa dalam (tube)
Nu d k
De
Nu Aliran laminar, Re < 2300
1 /3
0.14
Pr De

Nu=1.86

L
w
hi=

] [ ]

Nu Aliran turbulenRe > 4000


0.8
0.3
Nu=0.023 Pr

18

Data properties fluida (uap air) didapatkan dari Appendix Tabel A-9, Buku
Heat Transfer, Holman

dengan melakukan interpolasi maka didapatkan properties fluida pada suhu sesuai
data percobaan:
k
Cp
Bukaa

Fluid
T(
Q
(kJ/kg
n
Pr
(kg/m (kg/m. (W/m.
3
a
(m
/s)

3
Valve

)
s)

1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Stea
m
Stea
m
Stea
m
Stea
m
Stea
m

67.5

4.184

67

4.184

68

4.185

68

4.185

67

4.184

979.2
48
979.5
18
978.9
76
978.9
76
979.5
16

4.198

0.661

2.660

4.224

0.661

2.678

4.119

0.661

2.606

4.119

0.661

2.606

4.193

0.660

2.657

0.0000
0400
0.0000
0413
0.0000
0400
0.0000
0467
0.0000
0347

Bilangan Reynold (Re) dapat dihitung dengan


4. .Q
=
. Dh.
Dimana DH adalah diameter hidraulik yang dapat dihitung dengan

4 ( )(D 2OD2I )
4A
4
DH =
=
=Di
P
. DO
Re
0.085
0.087
0.087
0.101
0.074

Jenis
aliran
Laminar
Laminar
Laminar
Laminar
Laminar

Nu

hi

0.293
0.296
0.293
0.308
0.279

13.829
13.973
13.824
14.553
13.171

2.2.3. Menghitung ho fluida air (pipa luar)

19

Perhitungan ho dapat dibedakan berdasarkan jenis aliran fluida yang terjadi di dalam
pipa luar (shell)
Nu d k
De
Nu Aliran laminar, Re < 2300
1 /3
0.14
Pr De

Nu=1.86

L
w
ho =

] [ ]

Nu Aliran turbulenRe > 4000


0.8
0.3
Nu=0.023 Pr
data properties fluida (uap air) didapatkan dari Appendix Tabel A-9, Buku
Heat Transfer, Holman

dengan melakukan interpolasi maka didapatkan properties fluida pada suhu sesuai
data percobaan:
Bukaa
n
Valve

Fluid
a

T(

Cp
(kJ/kg

1/5

Air

43

4.174

2/5

Air

37

4.174

3/5

Air

35

4.174

4/5

Air

4.174

5/5

Air

34
32.
5

4.174

(kg/m
)
990.9
55
993.1
51
993.8
83
994.2
49
994.7
98

(kg/m.
s)

k
(W/m.

6.337

0.637

7.068

0.629

7.311

0.627

7.433

0.625

7.616

0.623

Pr

Q
(m3/s)

4.1
63
4.6
96
4.8
73
4.9
62
5.0
95

0.0001
037
0.0001
643
0.0002
067
0.0002
193
0.0002
920

Bilangan Reynold (Re) dapat dihitung dengan


4. .Q
=
. Dh.
Dimana DH adalah diameter hidraulik yang dapat dihitung dengan
D
( O+ Di)=DoDi

4 ( )(D 2OD2I )
4A
4
DH =
=

P
pada percobaan ini DH dianggap sama dengan diameter pipa luar
Re

Jenis
aliran

Nu

ho
(W/m2.0

20

Laminar
Laminar
Laminar
Laminar
Laminar

1.877
2.674
3.253
3.397
4.417

C)
19.826
22.945
24.700
25.160
27.620

0.954
1.118
1.208
1.233
1.358

2.2.4. Menghitung Uc (koefisien perpindahan menyeluruh bersih) dan Ud


(koef. perpindahan menyeluruh kotor)
Koefisien perpindahan menyeluruh bersih Uc
U c=

1
ro
A 1 ln ( )
A 1
1
ri
+
+ 1
hi
2 KL
A0 ho
Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

hi
13.829
13.973
13.824
14.553
13.171

ho

Uc

19.82
6
22.94
5
24.70
0
25.16
0
27.62
0

9.943
10.419
10.524
10.991
10.394

Koefisien perpindahan menyeluruh kotor Ud


q
Ud=
A . LMTD
Laju kalor (q) dapat dihitung dengan

q=m Cp(Tw
out Tw )
dimana laju alir massa yaitu:
m=

Q
Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

LMTD

m air

Ud

23.483
21.846
23.452
23.979
21.879

0.103
0.163
0.205
0.218
0.290

12.864
14.987
15.432
14.564
15.762

15.384
19.267
18.480
17.057
20.232

21

2.2.5. Menghitung Rd (fouling factor)


faktor pengotor dapat timbul akbit penggunaan alat dalam jangka waktu yang
panjang, faktor pengotor (Rd) dapat dihitung dengan
1
1
Rd =
U d Uc
Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

2.2.6. Menentukan

Rd
0.646
0.541
0.569
0.644
0.514

(efektivitas) dan NTU

Menentukan fluida minimum dan fluida maksimum


C=m
Cp=( Q ) Cp
C
Air

Steam

Fluida
minimum

0.429
0.681
0.857
0.910
1.212

0.016
0.017
0.016
0.019
0.014

Steam
Steam
Steam
Steam
Steam

Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Fluida
maksimu
m
Air
Air
Air
Air
Air

Menghitung efektivitas
T fluida min
=
T fluida maks
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

Air
T in
28
27
26
26
26

T out
60
48
43
41
39

Steam
T in
T out
96
46
99
34
103
32
103
32
103
31

Efektivi
tas
0.735
0.903
0.922
0.922
0.935

Mencari NTU

C min
ln [1 (1+C ) e ]

C=
NTU =

Cmaks
1+(1+ C )
Valve
1/5

C
Air
0.429

Steam
0.016

C*
0.038

NTU
0.707

22

2/5
3/5
4/5
5/5

0.681
0.857
0.910
1.212

0.017
0.016
0.019
0.014

0.025
0.019
0.021
0.012

1.281
1.391
1.404
1.451

2.2.7. Kesimpulan Hasil Perhitungan


Bukaan
Valve

Fluida
Uap

1/5

Q
3

(m /s)

0.000004
00

h
(W/m2.0
C)

0.000103
7

19.826

Uap

0.000004
13

13.973

Air

0.000164
3

22.945

Uap

0.000004
00

13.824

Air

0.000206
7

24.700

Uap

0.000004
67

14.553

Air

0.000219
3

25.160

Uap

0.000003
47

13.171

3/5

4/5

5/5
Air

0.000292
0

Ud

(W/m2.0
C)

Rd

NTU

0.646
0.541

0.73
5
0.90
3

0.70
7
1.28
1

0.569
0.644

0.92
2
0.92
2

1.39
1
1.40
4

0.514
0.646

0.93
5
0.73
5

1.45
1
0.70
7

0.541
0.569

0.90
3
0.92
2

1.28
1
1.39
1

0.644

0.92
2

1.40
4

(m2.0C/
W)

13.829

Air

2/5

Uc

(W/m2.0
C)

9.943
10.419

10.524
10.991

10.394
9.943

10.419
10.524

15.384
19.267

18.480
17.057

20.232
15.384

19.267
18.480

27.620
10.991

17.057

23

24

BAB III
ANALISIS
3.1.

Analisis Percobaan
Praktikum Double Pipe Heat Exchanger bertujuan untuk megetahui dan
memahami bagaimana unjuk kerja alat penukar kalor. Unjuk kerja pada HE model ini
ditinjau dari nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh (U), fouling factor (Rf),
dan efisiensi alat HE (e). Untuk memahami pengaruh akibat arah aliran, maka data
praktikum diambil berdasarkan dua jenis aliran yaitu searah arah dan berlawanan
arah.

Gambar. Sistem Double Pipe Heat Exchanger

Langkah pertama yaitu mengalirkan fluida yang ingin dipanaskan atau dalam
praktikum ini yaitu air. Jika merujuk pada gambar di atas, air tersebut mengalir
melalui pipa water line lalu menuju pipa ganda dan akan keluar pada bagian
keluaran air dingin. Langkah kedua yaitu mengalirkan steam yang terdapat di dalam
tangki yang menampung uap panas (steam), dimana uap panas ini dialirkan menuju
pipa ganda, yang diatur menggunakan katup (valve). Pada praktikum ini data data
yang diambil berupa temperatur air dingin yang masuk HE (Tcin), air dingin yang
keluar HE (Tcout), steam yang masuk HE (Thin), steam yang keluar HE (Thout) dimana
sudah menjadi kondensat, serta volume air pada kedua keluaran yaitu air dingin dan
air kondensat.
Percobaan pertama yaitu mengamati dan mencatat data temperatur serta
volume air yang keluar dimana katup-katup diatur agar uap panas yang masuk HE
memiliki arah aliran yang searah dengan air dingin yang masuk, sehingga percobaan
pertama dapat dikatakan sebagai percobaan aliran searah. Katup-katup yang diatur
dalam keadaan terbuka berdasarkan gambar yaitu katup nomor 2 dan nomor 4
sedangkan katup nomor 1 dan 3 dalam keadaan tertutup. Data temperatur air dingin
masuk didapat dari indikator T3 dan air dingin keluar dari indikator T5 sedangkan
temperatur uap panas masuk dari indikator T4 dan uap panas keluar atau air kondensat
yang keluar dari indikator T6. Untuk mengamati jumlah volume air yang keluar, katup
keluaran air dingin diatur dengan ukuran 1/5, 2/5, 3/5, 4/5, dan 5/5. Perubahan
ukuran katup keluaran air dingin ini akan menyebabkan perubahan volume air yang
25

keluar karena semakin besar ukuran maka volume air yang keluar semakin besar, serta
temperatur kedua fluida yang mengalir, sehingga dalam percobaan ini data temperatur
yang dicatat diambil pada setiap pergantian ukuran pada katup keluaran air dingin.
Pada percobaan kedua, data yang diambil sama seperti pada percobaan
pertama. Yang membedakan dengan percobaan pertama, yaitu katup yang dibuka pada
pipa yang akan dilalui uap panas yaitu katup nomor 1 dan 3 sebaliknya yang ditutup
adalah katup nomor 2 dan 4 sehingga aliran uap panas akan mengalir melalui pipa
dimana aliran akan berlawanan arah dengan aliran air dingin atau yang bisa disebut
dengan counter flow. Dan perbedaan lain adalah indikator uap panas masuk yaitu T6
sedangkan uap panas keluar atau air kondensat yaitu indikator T4. Untuk mengukur
volume fluida yang kelaur sama seperti percobaan pertama. Banyaknya variasi yang
digunakan dalam praktikum ini agar data yang diambil akan memiliki hasil yang
semakin akurat.
3.2

Analisis Data
Data yang diambil pada praktikum ini adalah suhu air masuk, suhu uap panas
masuk, suhu air keluar, suhu uap panas keluar, volume kedua fluida yang keluar
selama 15 detik, dan volume kondensat yang keluar selama 15 detik. Semua variabel
tersebut diambil dalam dua keadaan arah aliran yaitu arah aliran searah dan
berlawanan arah. Data yang didapatkan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel
3.1 dan tabel 3.2.
Tabel 3.1 Data Aliran Searah
Air
Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

T in (
)

T out (
)

34
32
32
30
30

50
42
38
36
36

Steam
T (

)
16
10
6
6
6

T in (

)
94
94
94
94
94

T out (
)
58
48
44
38
38

T (

)
36
46
50
52
52

Volume
(mL/15s
)

Volume
(mL/15s)

Air

Steam

1710
2650
3300
3700
4220

65
70
70
72
68

Volume
(mL/15s
)

Volume
(mL/15s)

Air

Steam

1555
2465
3100
3290
4380

60
62
60
70
52

Tabel 3.2 Data Aliran Berlawanan


Air
Bukaan
Valve
1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

T in (
)

T out (
)

28
26
26
26
26

58
48
44
42
39

Steam
T (

)
30
22
18
16
13

T in (

)
91
102
104
104
104

T out (
)
44
32
32
32
30

T (

)
47
70
72
72
74

26

Dari kedua tabel diatas dapat dilihat selisih temperatur air dingin dan uap
panas. Pada aliran berlawanan, selisih temperatur lebih besar daripada aliran searah.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kalor yang berpindah pada proses perpindahan
panas lebih banyak pada saat aliran berlawanan arah. Pada kedua aliran, perbedaan
temperatur masuk air dingin dengan temperatur masuk uap panas memiliki gap atau
jarak yang cukup besar, hal ini dikarenakan air dingin yang masuk berasal dari air
kran, sedangkan uap panas berasal dari tangki yang menampung uap panas. Pada
kedua aliran, jika dilihat dari perubahan bukaan valve selisih temperatur air dingin
akan menurun karena perpindahan panas yang terjadi akan berkurang seiring
bertambahnya bukaan valve. Sebaliknya dengan selisih temperatur uap panas, akan
meningkat seiring bertambahnya bukaan valve, hal ini dikarenakan temperatur uap
panas yang keluar sebagai kondensat menjadi lebih dingin mendekati temperatur air
dingin yang masuk.
Pada data kedua tabel di atas dapat terlihat niali volume kondensat yang
didapat dari bukaan valve. Kondensat yang dihasilkan merupakan jumlah banyaknya
uap panas yang terkondensasi. Seharusnya volume kondensat yang dihasilkan pada
aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan aliran searah. Hal ini terjadi
karena pada aliran berlawanan arah, terdapat perbedaan temperatur yang lebih besar
di sepanjang aliran heat exchanger. Semakin besar perbedaan suhu antara fluida maka
perpindahan kalor yang terjadi antar kedua fluida akan semakin besar pula. Inilah
yang menyebabkan banyaknya steam yang terkondensasi menjadi air dan
menyebabkan laju alir kondensat menjadi besar. Namun pada data yang didapatkan,
nilai kondensat pada berlawanan arah tidak memiliki volume yang lebih besar
dibandingkan dengan aliran searah. Seharusnya volume kondensat akan semakin
bertambah banyak seiring dengan semakin dekatnya temperatur keluaran kondensat
dengan temperatur masuk air dingin, hal itu yang menyebabkan banyaknya uap panas
yang terkondensasi.
Tabel 3.4 Data Perhitungan
Bukaan
Valve

Fluida
Uap

(m /s)

(W/m2.0
C)

0.000004
33

14.276

Uc

Ud

Rd

(W/m2.0
C)

(W/m2.0
C)

(m2.0C
/W)

NTU

8.211

1.250

0.483

0.342

8.576

1.262

0.774

0.781

6.413

1.716

0.855

1.020

10.260

1/5
Air

0.000114
0

20.434

Uap

0.000004
67

14.584

Air

0.000176
7

10.822

2/5

3/5

Uap

0.000004
67

23.503
14.564

11.004

27

Air

0.000220
0

25.219

Uap

0.000004
80

14.669

Air

0.000246
7

26.128

Uap

0.000004
53

14.392

Air

0.000281
3

4/5

5/5

Bukaan
Valve

Fluida

Q
3

(m /s)

h
(W/m2.0
C)

0.000004
00

Air

0.000103
7

19.826

Uap

0.000004
13

13.973

2/5

0.000164
3

22.945

Uap

0.000004
00

13.824

Air

0.000206
7

24.700

Uap

0.000004
67

14.553

Air

0.000219
3

25.160

Uap

0.000003
47

13.171

4/5

5/5
Air

0.000292
0

1.157

0.889

1.171

11.110

11.001

1.010

0.875

1.090

Uc

(W/m2.0
C)

Ud

(W/m2.0
C)

Rd

(m2.0C/
W)

13.829

Air

3/5

9.645

27.299

Uap
1/5

11.159

NTU
0.70
7
1.28
1

9.943
10.419

15.384
19.267

0.646
0.541

0.73
5
0.90
3

10.524
10.991

18.480
17.057

0.569
0.644

0.92
2
0.92
2

1.39
1
1.40
4

10.394
9.943

20.232
15.384

0.514
0.646

0.93
5
0.73
5

1.45
1
0.70
7
1.28
1
1.39
1

1.40
4

10.419
10.524

19.267
18.480

0.541
0.569

0.90
3
0.92
2

10.991

17.057

0.644

0.92
2

27.620

28

3.3 Analisis Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini :
1. Heat Exchanger
Pada percobaan ini digunakan alat penukar kalor jenis double pipe heat
exchanger/concentric tube heat exchanger (pipa ganda tubuler). Heat exchanger jenis
double pipe ini sering digunakan dalam skala kecil (laboratorium) karena alat ini
cocok dikondisikan dengan laju aliran yang kecil namun dengan perpindahan kalor
yang lebih efektif karena luas permukaan panas nya besar. Double pipe heat
exchanger ini juga dapat mengoperasikan pertukaran kalor aliran searah maupun
berlawanan arah untuk dibandingkan dalam laboratorium. Fitting dari alat ini cukup
mudah termasuk pemasangan sensor suhunya dan dalam hal pembersihan. Pada
pemakaian alat ini, akan lebih baik jika diberikan jaket atau pelindung isolator yang
berfungsi mencegah kalor dari sistem keluar ke lingkungan sehingga pembacaan suhu
pada termokopel dapat lebih akurat dan aman dalam pengoperasianya, misalnya
ketika disentuh oleh praktikan. Pada alat yang digunakan dalam percobaan ini, masih
memiliki isolator yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari panasnya permukaan
bagian luar pipa annulus yang menandakan bahwa ada kalor yang keluar dari sistem
menuju lingkungan. Pada alat ini, steam mengalir pada pipa bagian dalam dan air
akan mengalir pada pipa bagian luar (annulus).

Double Pipe Heat Exchanger Skala Laboratorium

29

2. Sensor Suhu
Pada percobaan ini dilakukan pencatatan terhadap suhu fluida yang masuk
serta suhu fluida yang keluar. Oleh karena itu, pada tiap bagian masukan dan keluaran
aliran fluida yang diukur dan dideteksi dipasanglah alat sensor suhu serta display-nya.
Pada bagian tengah heat exchanger juga dipasang sensor suhu baik untuk aliran steam
maupun air yang dapat digunakan sebagai kontrol sistem aliran keluaran ketika
percobaan aliran searah maupun untuk melihat besarnya perubahan panas yang tengah
terjadi pada kondisi intermediate sistem.

Sensor Suhu Beserta Displaynya pada Heat Exchanger


3. Stopwatch
Stopwatch pada percobaan ini digunakan untuk mengukur waktu laju alir dari
air keluaran dan kondensat. Rata-rata waktu yang digunakan untuk mengukur laju alir
dari air keluaran maupun kondensat berkisar antara 5 10 detik untuk kedua jenis
aliran.

30

Stopwatch

4. Gelas Ukur
Air keluaran serta kondensat yang akan diukur laju alirnya ditampung di
dalam gelas ukur dalam rentang waktu yang ditentukan yaitu 5 atau 10 detik. Setelah
itu dihitung berapa volume aliran fluida yang keluar dalam rentang waktu tertentu (5
atau 10 detik) yang nantinya akan dimasukkan dalam tabel pengamatan.

5. Tangki Air
Air yang akan dialirkan ke dalam heat exchanger dikeluarkan dari tangki air
melalui keran di dalam laboratorium. Tangki ini berfungsi sebagai media
penampungan air agar suplai air dan steam yang berasal dari air yang dipanaskan dan
disuplai ke dalam heat exchanger tidak terhenti sehingga proses pertukaran panas
akan berlangsung dengan baik.
6. Boiler
Boiler digunakan menguapkan air atau untuk mengubah fasa air menjadi
steam yang akan digunakan sebagai fluida panas.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini :


1. Fluida Dingin (Air)
Pada percobaan ini, fluida dingin yang digunakan adalah air. Air dipilih karena
memiliki sifat fisik yang telah diketahui (ada dalam literatur) dengan baik dan lebih
mudah untuk di-maintain dan dioperasikan pada heat exchanger. Penggunaan air
sebagai fluida dingin ini juga didasari oleh alasan ekonomis karena tidak
membutuhkan biaya yang besar karena akan terbuang dalam jumlah yang cukup
besar, tidak merusak alat secara ekstrim, serta mudah untuk mendapatkannya. Selain

31

itu, apabila air keluaran dibuang ke lingkungan tidak bersifat sebagai pencemar. Air
juga tidak memiliki resiko bahaya yang besar terhadap praktikan.
2. Fluida Panas (Steam)
Fluida panas yang digunakan pada percobaan ini adalah steam. Steam dipilih
dengan alasan yang hampir sama dengan pemilihan air sebaga fluida dingin dari segi
ekonomis dan lingkungan. Sifat fisik steam juga telah ada dan diketahui dengan baik
dalam literatur sehingga lebih mudah ketika dilakukan perhitungan dari data
percobaan yang didapatkan. Pembentukan steam dari air juga dinilai lebih cepat dan
lebih mudah jika dibandingkan dengan pembuatan fluida panas lain. Pada
pengoperasiannya, ada teknik yang harus dilakukan untuk menempatkan steam ini
yaitu menempatkannya di pipa bagian dalam (inner-pipe) dengan tujuan penghematan
steam karena volume
annulus lebih besar
dari inner-tube dan
pemanasan yang tetap
efektif
jika
steam
dialirkan dalam pipa
bagian dalam. Selain itu, dengan demikian diharapkan tidak terjadi heat loss yang
besar karena jika dialirkan pada outer-pipe maka terjadi perpindahan panas alami dari
steam ke lingkungan melalui dinding pipa karena suhu lingkungan yang cukup
berbeda jauh dengan suhu
steam. Alasan lain dari
segi keamanan adalah jika
steam
dialirkan
ke
bagian annulus pipa terluar
akan panas dan tekanan
yang tinggi dihasilkan dari steam sehingga jika tersentuh akan sangat berbahaya. Oleh
karenanya, lebih baik di tempatkan pada inner tube.

3.4 Analisis Hasil


Analisis Perhitungan h0 dan hi
Nilai h0 ( koefisien konveksi pipa bagian luar) air

Nilai hi (koefisien konveksi pipa bagian dalam) steam

32

Untuk itu, dibutuhkan data-data aliran air dan steam berupa laju alir (Q), laju
massa (W), viskositas (), Bilangan Prandtl (Pr) dan k untuk menghitung nilai Re,
digunakan persamaan:

Merujuk pada data yang telah diamati dan diolah, kita dapat melihat sebuah
kecenderungan bahwa bahwa semakin tinggi aliran air, suhu steam keluaran akan
semakin kecil hal ini disebabkan karena makin banyak kalor yang dibutuhkan untuk
memanaskan

air

dalam

pipa, yang berakibat pada

makin berkurangnya suhu

steam.

mempengaruhi nilai hi dan

h0. Nilai h1 dan h0 sangat

dipengaruhi

aliran (terlihat dari bilangan

oleh

jenis

Hal

ini

juga

Reynold) dan sifat-sifat thermal fluida tersebut, jadi perubahan aliran yang
mengakibatkan perubahan suhu akan mengakibatkan perubahan pada h1 dan h0. Jika
dilihat berdasarkan persamaan, bilangan Reynold sangat dipengaruhi oleh laju alir.
Semakin besar laju alirnya maka semakin besar nilai bilangan Reynoldnya. Begitu
juga yang terjadi dalam percobaan. Sehingga secara tidak langsung, nilai hi
dipengaruhi oleh laju alir fluida. Dimana hi dengan laju alir akan berbanding lurus.

Analisis
Dari

Perhitungan

Uc, Ud, dan Rd

nilai

tersebut,

praktikan

dapat

menghitung

nilai

koefisien

perpindahan

panas total (Uc), dimana

Nilai Uc berbanding lurus dengan hi dan ho. Dan berdasarkan data hasil
perhitungan, semakin tinggi nilai hi dan ho, maka nilai Uc juga akan semakin besar.
Dengan kata lain, percobaan dengan teori memiliki kesamaan. Nilai Uc tidak hanya

33

dipengaruhi oleh nilai hi dan ho, secara tidak langsung, nilai Uc juga dipengaruhi
faktor-faktor yang mempengaruhi hi dan ho, yaitu sifat termal fluida, dan jenis aliran.
Dari

perhitungan

tersebut,

terlihat

bahwa

steam mengalir dalam aliran

laminar, hal ini terlihat dari

nilai Re steam yang dibawah

2100,

sedangkan

air

mengalir pada aliran transisi (2100 < Re < 10000), dan turbulen (Re > 10000).
Semakin turbulen alirannya, maka perpindahan panasnya pun akan lebih baik, hal ini
ditunjukkan dari nilai koefisien perpindahan panas yang semakin besar. Nilai Uc
menunjukan koefisien perpindahan panas saat HE dalam kondisi bersih.

Faktor Pengotoran (Rd)


Salah satu faktor yang mempengaruhi unjuk kerja HE adalah faktor
pengotoran (Rd), karena seiring dengan berjalannya waktu, HE tidak lagi sebersih
seperti saat pertama digunakan akibat pengotor yang menempel pada HE, hal tersebut
tentunya akan mengurangi unjuk kerja HE, Faktor pengotoran yang seharusnya untuk
air adalah sebesar 0.0002, namun hasil yang didapat lebih besar dari itu, maka dapat
diketahui bahwa alat HE pada laboratorium keadaannya sudah tidak baik, karena
pengotornya sudah banyak, sehingga harus diperhitungkan dengan:

Dimana Ud adalah koefisien perpindahan panas saat HE kotor, yang dapat ditentukan
dengan persamaan:

A adalah luas bidang perpindahan panas, yakni luas pipa dalam (Ai). Sedangkan nilai
LMTD dapat dihitung dengan persamaan:

34

Dimana q adalah besar panas yang dapat dipindahkan oleh HE, nilainya dapat
ditentukan dengan melihat perubahan suhu cooling water, dengan persamaan:

Pada
LMTD

aliran

yang

berlawanan

dihasilkan

arah,

lebih besar, karena

kenaikan suhu air lebih signifikan pada aliran berlawanan, sehingga semakin banyak
panas yang berhasil ditransfer. Sehingga pada proses-proses di industri yang
melibatkan proses HE, lebih banyak menggunakan aliran berlawanan daripada searah.
Dari nilai tersebut,

dapat terlihat bahwa

nilai

berbanding terbalik

LMTD

dengan Ud.
Adanya faktor pengotoran ini menghambat jalannya perpindahan panas.
Faktor pengotoran (fouling factor) merupakan besaran yang menyatakan tingkat
pengotoran

suatu

Heat

Exchanger. Dengan kata

lain, faktor utama yang

mempengaruhi

kekotoran secara langsung

adalah

transfer panasnya, Uc dan

Ud. Secara teoritis, nilai

nilai

faktor
koefisien

Uc > Ud. Sehingga nilai dari Rd tidak bernilai negatif. Semakin besar nilai Ud, maka
nilai Rd-nya akan semakin kecil, dan sebaliknya untuk Uc.

Analisis Perhitungan e dan NTU


Efektifitas HE (e)
Efisiensi adalah suatu bilangan yang menunjukkan tingkat keefisienan dari suatu alat.
Semakin besar efisiensinya, maka alat tersebut semakin baik.

35

Nilai efektifitas Heat Exchanger:

Secara keseluruhan terlihat bahwa efektifitas aliran berlawanan arah lebih


besar dibandingkan dengan aliran searah. Hal ini dikarenakan kenaikan suhu air lebih
signifikan pada

aliran

sehingga

semakin

banyak

berhasil

ditransfer,

panas

yang

berlawanan,

sehingga efektifitas HE semakin besar.


Efisiensi berdasarkan Azas Black

Sedangkan untuk nilai efiseinsi yang ditinjau dari kalor, dengan menggunakan
asas black, akan didapatkan nilai yang beragam, tidak berhubungan dengan laju alir
keluaran air pendingin, namun, jika dilihat dari arah alirannya, maka terlihat bawha
efisiensi counterflow akan jauh lebih besar daripada parallel flow.

Number

of

Transfer

Unit

(NTU)
Nilai NTU juga menunjukkan jumlah kalor yang dipindahkan pada suatu HE,
nilai NTU dapat dinyatakan dengan;

dimana

36

Berdasarkan perumusan, maka nilai efisiensi akan berbanding lurus dengan


NTU. Dan hal ini sesuai dari hasil perhitungan yang ada. Nilai efisiensi ini tergantung
dari suhu masukan serta keluaran dari fluida dingin dan steam. Jika kalor yang
diterima oleh fluida dingin dengan kalor yang dilepaskan oleh steam sama atau
mendekati sama, berarti secara tidak langsung, efisiensi dari HE tersebut juga baik.

3.5 Analisis Kesalahan


1. Ada beberapa hal yang berpotensi menyebabkan terjadinya kesalahankesalahan pada saat praktikum, diantaranya adalah:
2. Pada saat pengambilan data laju alir air ataupun kondensat, waktu yang dicatat
seringkali mengandung banyak kesalahan paralaks praktikan.
3. Pada saat pengambilan data suhu, sistem belum benar-benar mencapai
kesetimbangan sehingga hasil pengukurannya belum merupakan hasil
sebenarnya.
4. Adanya kerusakan termocouple yang menyebabkan temperatur steam yang
tertera pada skala tidak sesuai dengan kondisi (mengeluarkan uap).
5. Pada saat pembacaan skala suhu dan volume untuk mengukur laju alir,
pembacaan manual menyebabkan kesalahan ketelitian rentan terjadi.
6. Bukaan valve yang bervariasi menyebabkan praktikan harus mengatur
sedemikian rupa sehingga bukaan valve yang satu dengan yang lain
menghasilkan data yang berbeda namun sesuai dan valid. Namun, dalam hal
ini faktor kesalahan manusia sangat rentan terjadi.
7. Terjadinya efisiensi yang lebih dari 100%, hal ini disebabkan karena
pengambilan data yang tidak akurat pada pembaca skala (termokopel). Hal ini
menyebabkan terjadinya kesalahan yang sangat tidak umum, yaitu persen
efisiensi mencapai nilai 100% lebih. Selain itu, terlihat bahwa air pen

37

Bab IV
KESIMPULAN
1. KesimpulanBerdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan:
2. Double Pipe Heat Exchanger adalah suatu alat penukar kalor yang efektif
dengan fluida panas mengalir di pipa bagian dalam dan fluida dingin mengalir
di bagian anulus.
3. Beberapa faktor yang menjadi parameter unjuk kerja dari alat Double Pipe
Heat Exchanger adalah faktor kekotoran (Rd), luas permukaan perpindahan
kalor, koefisien perpindahan kalor, beda temperatur rata-rata, jenis aliran
(bilangan reynold) dan arah aliran (co-current atau counter current).
4. Proses perpindahan panas yang terjadi pada HE adalah dengan proses
konveksi.
5. Perpindahan panas pada aliran berlawanan arah akan lebih efektif
dibandingkan dengan aliran searah karena fluida panas dan fluida dingin
saling bertukar panas pada titik-titik yang memiliki perbedaan suhu yang
besar. Akibatnya pertukaran kalor akan lebih menyeluruh serta suhu steam dan
air keluar tidak terpaut jauh.
6. Nilai efektivitas dan NTU akan lebih besar pada aliran counter current dan
juga akan lebih besar pada aliran yang laju alir volumenya besar. Secara
berurutan: Q naik sehingga ho dan hi naik kemudian LMTD ikut naik,
sehingga naik maka NTU naik.
7. Parameter faktor kekotoran pada alat sangat mempengaruhi unjuk kerja alat
tersebut. Hal ini terlihat dari koefisien perpindahan panas menyeluruh antara
alat saat bersih (UC) dan saat kotor (U D), hal ini akan berpengaruh pada
temperatur akhir yang diperoleh.

Saran
1. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan pembacaan
skala dengan alat digital dan menunggu sistem benar-benar stabil yang
ditunjukkan suhu konstan.
2. Untuk mendapatkan efektifitas maupun NTU yang besar dapat dilakukan
dengan perawatan alat supaya kekotoran menjadi kecil sehingga koefisien
perpindahan panas menjadi besar.
38

3. Jika diinginkan pemulihan panas yang besar, aliran berlawanan arah lebih baik
daripada aliran searah.
4. Pergantian termokopel, karena pembacaan suhu pada steam sudah tidak baik,
karena didapatkan nilai suhu yang tidak seharusnya. Terbaca sebesar 95
derajat celcius, tetapi wujud fluidanya adalah uap.
5. Melakukan waktu tunggu yang cukup sebelum melakukan perhitungan, waktu
tunggu yang cukup baik adalah dikisaran 5-10 menit. Mengingat alat yang
digunakan dari logam, dan logam menyimpan panas dari steam, sehingga
dibutuhkan waktu agar logam dapat didinginkan terlebih dahulu sebelum
mengambil data.
6. Melakukan pembersihan pipa, karena fouling factor yang didapat sudah terlalu
besar, sehingga ada kecenderungan data yang diambil mengalami deviasi
besar.

39

Daftar Pustaka
J.P., Holman., 1997. Perpindahan Kalor. 6th ed. Jakarta: Erlangga.

40

Anda mungkin juga menyukai