Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Tujuan Percobaan
1.1.1. Untuk mengetahui cara kerja PCT-42 pH control
1.1.2. Mengetahui pengendalian dengan metode direct action dan reverse
action
1.2.Dasar Teori
1.2.1. Defenisi
Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani
konversi material dan/atau energy sehingga material dan/atau energy
itu berada dalam keadaan yang di inginkan. Keadaan itu dapat
berupa besaran fisika atau kimia, seperti : suhu, tekanan, laju alir,
level dan sebagainya. Pada penjelasan ini, pengertian sistem proses
sudah mencakup bahan dan alur proses serta peralatannya.
Pengendalian proses adalah usaha untuk mencapai tujuan
proses agar berjalan sesuai dengan apa yang di inginkan. Namun,
apakah pengendalian proses itu diperlukan? jawabannya bias ya
atau tidak. Proses tidak perlu dikendalikan jika memang tujuan
proses tercapai tanpa unsur pengendalian. Contoh sederhana adalah
mempertahankan suhu air pada 100 oC. Tanpa dikendalikan pun, air
yang mendidih suhunya tetap 100oC pada tekanan 1 atm.
Sebaliknya, proses perlu dikendalikan jika untuk mencapai tujuan,
perlu pengawasan terus-menerus. Contohnya yaitu mempertahankan
suhu air pada suhu 40 oC dalam udara bersuhu kamar dan tekanan
normal.
Tiga hal yang menjadi alasan penting mengapa proses perlu
dikendalikan yaitu :
Keamanan Operasi

Beberapa sistem proses di pabrik memiliki kondisi operasi yang


berbahaya.Untuk

mencegah

kecelakaan

karena

kondisi

maksimum terlampaui di perlukan pengendalian terhadap

variabel yang menjadi potensi bahaya.


Kondisi Operasi
Pada operasi atau reaksi tertentu di perlukan kondisi tertentu
pula. Pengendalian di perlukan agar proses beroperasi secara

optimal.
Faktor Ekonomi
Pabrik didirikan untuk menghasilkan uang. Sehingga produk
akhir harus sesuai dengan permintaan pasar. Prinsipnya, bukan
kualitas produk terbaik yang diharapkan, tetapi kualitas yang
dapat diterima pasar dengan biaya operasional rendah sehingga
menghasilkan untung yang sebesar-besarnya. Kualitas sangat
bagus tetapi memerlukan biaya operasional yang tinggi, sehingga
harga jual menjadi mahal dan tidak laku di pasar sudah tentu
tidak diharapkan. Atas dasar itu peranan pengendalian proses
adalah membuat kondisi operasi agar menghasilkan produk yang
sesuai permintaan pasar.

1.2.2. Sistem Pengendalian


1.2.2.1.Definisi
Pengendalian proses

adalah

bagian

dari

pengendalian

automatik yang di terapkan di bidang teknologi proses untuk


menjaga kondisi proses agar sesuai yang di inginkan. Seluruh
komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem
pengendalian atau sistem kontrol.
1.2.2.2.Jenis Variabel
Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam
bidang pengendalian proses adalah variabel proses ( process
variabel, PV) atau disebut juga variabel terkendali ( cotrolled

variabel). Variabel proses adalah besaran fisika atau kimia yang


menunjukan keadaan proses.variabel ini bersifat dinamik. Artinya,
nilai variabel dapat berubah spontan atau oleh sebab lain baik yang
diketahui atau tidak. Diantara banyak macam variabel proses,
terdapat empat macam variabel dasar, yaitu : suhu (T), tekanan (P),
laju alir (F), dan tinggi permukaan cairan (L).
Dalam teknik pengendalian proses, titik berat permasalahan
adalah menjaga agar nilai variabel proses tetap atau berubah
mengikuti alur (trayektori) tertentu. Variabel yang digunakan untuk
melakukan koreksi atau mengendalikan variabel proses disebut
variabel termanipulasi (manipulated variabel, MV) atau variabel
pengendali. Sedangkan nilai yang di inginkan dan dijadikan acuan
atau referensi variabel proses disebut nilai acuan (set point value,
SV). Selain ketiga jenis variabel tersebut masih terdapat variabel
lain yaitu gangguan (disturbance) baik yang terukur (measured
disturbance) maupun tidak terukur (unmeasured disturbance) dan
variabel keluaran tak terkendali (uncontrolled output variabel).
Variabel gangguan adalah variabel masukan yang mampu
mempengaruhi nilai variabel proses tetapi tidak digunakan untuk
mengendalikan. Variabel keluaran tak terkendali adalah variabel
keluaran yang tidak di kendalikan secara langsung.
Gangguan Terukur

Variabel terkendali
SISTEM
PROSES

Gangguan tak Terukur

Variabel termanipulasi

Variabel tak terkendali

Gambar 1.1 jenis variabel dalam sistem proses

Sebagai contoh, proses distilasi fraksionasi dalam kolom piring


memiliki jenis variabel sebagai berikut :
Gangguan terukur

: laju alir umpan

Gangguan tak terukur

: komposisi umpan

Variabel termanipulasi:
Variabel terkendali

Variabel tak terkendali

Laju refluks
Laju kalor ke pendidih ulang
Laju distilat
Laju produk bawah
Laju air pendingin

:
-

Komposisi distilat
Komposisi produk bawah
Tinggi permukaan akumulator

refluks
Tinggi permukaan kolom bawah
Tekanan kolom

: suhu tiap piring sepanjang

kolom

1.2.2.3.

Jenis Sistem Pengendalian


a. Sistem Pengendalian Simpal Terbuka dan Tertutup
Berdasar atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem

pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka


(open-loop control sistem) dan sistem pengendalian simpal tertutup
(closed-loop control sistem).
Sistem pengendalian

simpal

terbuka

bekerja

tanpa

membandingkan variabel proses yang dihasilkan dengan nilai acuan


yang diinginkan. Sistem ini semata-mata bekerja atas dasar masukan

yang telah dikalibrasi. Sebagai contoh sederhana adalah keran air


yang terkalibrasi. Dengan memandang keran sebagai suatu sistem,
maka bukaan keran (atau sudut putaran keran) adalah sebagai
masukan dan laju alir air sebagai keluaran sistem. Berdasr hukum
dinamika fluida, laju alir air tergantung pada beda tekanan yang
melintas pada keran. Missal pada posisi keran x 1 dengan beda
tekanan P2 air mengalir pada laju Q2 (gambar 1.2). jika oleh suatu
sebab tertentu tiba-tiba beda tekanan berubah menjadi P1, maka pada
posisi keran tetap x1 akan menghasilkan laju alir Q1. Dengan
demikian sistem pengendalian simpal terbuka tidak dapat mengatasi
perubahan beban atau gangguan yang terjadi.
Meskipun dari uraian diatas, sistem simpal terbuka merupakan
sistem yang buruk karena tidak mampu mengatasi gangguan, tetapi
memiliki keuntungan sebagai berikut :
Lebih murah dan sederhana disbanding sistem simpal tertutup.
Jika sistem mampu mencapai kestabilan sendiri, maka akan
tetap stabil.
Untuk mengatasi kekurangan sistem simpal terbuka, seorang
operator pabrik akan mengatur kembali besarnya gangguan agar
diperoleh sasaran yang diinginkan. Tetapi dengan tindakan operator
ini berarti telah membuat sistem simpal tertutup.
Berbeda

dengan

sistem

simpal

terbuka,

pada

sistem

pengendalian simpal tertutup terdapattindakan membandingkan nilai


variabel proses dengan nilai acuan yang diinginkan. Perbedaan itu
digunakan untuk melakukan koreksi sedemikian rupa sehingga nilai
variabel proses sama atau dekat dengan nilai acuan. Dengan
demikian terdapat mekanisme umpan balik. Sehingga sistem
pengendalian simpal tertutup lebih di kenal dengan sistem
pengendalian umpan balik.

P1
P2
Q1
P3
Keran

Q2

Keran air terkalibrasi


x

Q3

X1
Gambar 1.2 Sistem Pengendalian Simpal Terbuka.

Meskipun sistem simpal tertutup mampu mengatasi gangguan


atau perubahan beban, tetapi memiliki kelemahan sebagai berikut :

Lebih mahal dan kompleks disbanding sistem simpal terbuka.


Dapat membuat sistem tidak stabil, meskipun sebenarnya tanpa
umoan balik sistem dapat mencapai kestabilan sendiri.

b. Sistem Pengaturan dan Pengendalian


Berdasarkan nilai acuan, sistem pengendalian umpan balik
dibedakan atas dua jenis, yaitu : sistem pengendalian dengan nilai
acuan tetap (di bidang elektro sering disebut sistem pengaturan) dan
sistem pengendalian dengan nilai acuan berubah (di bidang mekanik
sering disebut sistem pengendalian , sistem servo, atau tracking).
Tujuan utama sistem pengaturan adalah mempertahankan agar nilai
variabel proses tetap pada nilai yang diinginkan. Sedangkan pada
sistem pengendalian, tujuan utamanya adalah mempertahankan agar
nilai variabel proses selalu mengikuti perubahan nilai acuan.
Di bidang teknologi proses termasuk teknik kimia, meskipun
hampir semuanya bekerja dengan titik acuan tetap, tetapi lebih
populer dengan istilah sistem pengendalian dan bukan sistem

pengaturan. Hal ini disebakan karena istilah pengendalian lebih


mencerminkan kondisi dinamik.
1.2.3. Sistem Pengendalian Umpan Balik
Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik
adalah mengukur variabel proses dan kemudian melakukan koreksi
bila nilainya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ciri utama
pengendalian umpan balik adalah adanya umpan balik negatif.
Artinya, jika nilai variabel proses berubah, terdapat umpan balik
melakukan tindakan untuk memperkecil perubahan itu.

1.2.3.1.

Langkah pengendalian
Selengkapnya, langkah pengendalian umpan balik adalah

sebagai berikut
a) Mengukur. Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah
mengukur atau mengamati nilai variabel proses.
b) Membandingkan. Hasil pengukuran atau pengamatan variabel
proses (nilai terukur) dibandingkan dengan nilai acuan (set
point)
c) Mengevaluasi. Perbedaan antara nilai terukr dan nilai acuan
dievaluasi untuk menentukan langkah atau cara melakukan
koreksi atas perbedaan itu.
d) Mengoreksi. Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel
proses, agar perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan tidak
ada atau sekecil mungkin.
1.2.3.2.

Instrumentasi Proses
Pelaksaan keempat langkah tersebut memerlukan intrumentasi

berikut.

a) Unit pengukuran. Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel


proses yang berupa besaran fidik atau kimia seprti laju alir,
tekanan, suhu, pH, konsentrasi, dan sebagainya menjadi sinyal
standar. Bentuk sinyal standar yang populer di bidang
pengendalian proses adalah berupa sinyal pneumatik (tekanan
udara) dan sinyal listrik. Unit pengukuran terdiri atas dua
bagian besar yaitu sensor dan transmiter.
Sensor yaitu elemen perasa yang langsung bersentuhan

dengan variabel proses.


Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal
yang dari sensor (gerakan mekanik, perubahan hambatan,
perubahan tegangan atau arus) menjadi sinyal standar.

Dalam bidang pengendalian proses istilah transmiter lebih


populer dibandingkan dengan transducer. Meskipun keduanya
berfungsi serupa, tetapi transmitter mempunyai makna pengirim
sinyal pengukuran ke unit pengendali yang biasanya terletak
jauh dari tempat pengukuran. Ini lebih sesuai dengan keadaan
sebenarnya di pabrik.
b) Unit

pengendali.

Bagian

ini

bertugas

membandingkan,

mengevaluasi, dan mengirimkn sinyal ke unit kendali akhir.


Evaluasi yang dilakukan berupa operasi matematika seperti,
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, integrasi dan
diferensiasi. Hasil evaluasi berupa sinyal kendali akhir. Sinyal
kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal
pengukuran.
c) Unit kendali akhir. Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal
kendali menjadi aksi atau tindakan koreksi melalui pengaturan
variabel termanipulasi. Unit ini tedirir atas dua bagian besar,
yaitu akuator dan elemen kendali akhir. Akuator adalah

penggerak elemen kendali akhir. Bagian ini dapat berupa motor


listrik, solenoida, atau membran pneumatik. Sedangkan elemen
kendali akhir biasanya berupa katup kendali (control valve) atau
elemen pemanas.
1.2.3.3.

Mekanisme Pengendalian Umpan Balik


Sebagai ilustrasi diambil contoh pemanasan air dalam alat
penukar panas (lihat gambar 1.3). Suhu air keluar (T) bergantung
pada laju alir (F), suhu airmasuk (T0), laju alir kukus (S), dan suhu
kukus (Ts). Jika diandaikan suhu air masuk dan suhu air keluar
bergantung pada laju alir kukus dan laju alir air.
Pada proses ini diinginkan agar air keluar memiliki suhu yang

tetap meskipun terjadi perubahan laju alir. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengatur laju alir kukus sedemikian rupa sehingga
suhu air keluar selalu tetap. Dengan demikian dapat ditentukan
nama-nama variabel pada proses ini, yaitu :

Variabel prose (PV)


Variabel Termanipulasi (MV)
Variabel Gangguan : Laju alir ( F)

Kukus
Ts, S

Air
To, F

: Suhu air keluar


: Laju alir kukus (s)
: Laju Alir (F)

Keterangan:
F : Laju Alir
S : Laju alir kukus (steam)
T0 : Suhu Air Masuk
Ts : Suhu kukus
T : Suhu Air Keluar

Gambar 1.3 Diagram Alir proses pemanasan air

Dari sistem sebagaimana gambar 1.3 akan dibuat sistem


pengendalian automatik agar suhu keluarsealu tetap. Untuk
melaksanakanya perlu ditambahka unit pengukuran, Unit pengendali
dan Unit kendali akhir gambar 1.4

Keterangan
TT = Unit Pengukuran Suhu
TC = Unit Pengendali Suhu
CV = Unit kendali akhir

Gambar 1.4 Diagram instrumentasi sistem Pngendalian Proses pemanasan


air

Sistem Pengendalian pada gamabar 1.4 bekerja sebagai berikut.


Suhu air keluar dideteksi oleh sensor dan dikirim oleh bagian transmiternay
(TT) ke unit pengendal suhu (TC). Di dalam unit pengendali, Suhu air
keluar dibandingkan dengan nilai acuan yang diharapkan. Bila suhu air
Kukus
lebih tinggi dari suhu yang didinginkan, maka unit pengendali akan
Ts,
S
mengirim
sinyakl kendali akhir untuk mengecilka aliran kukus. sebalikny
jika suhu air lebih rendah, katup kendali dibuka lebh besar agar aliran
kukus membesar
Mekanisme
pengendalian
yang
mengakibatkan
variabel
Air
termanipulasi
(MV) naik karena variabel proses (PV) turunatau sebaliknya
To, F

disebut aksi naik turun (increase deecrease) atau disebut juga aksi
berlawanan (reverse action). Kebalikan darii mekanisme tersebut adalah
aksi naik naik ( increase-increasae) atau disebut juga aksi langsung (direct
action). Artinya jika PV naik, menyebabkan MV juga naik.
1.2.4. Diagram Blok
Penggambaran suatu sistem atau kaomponen dari sistem dapat
berbentuk blok ( kotak) yang dilengkapi dengam sinyal masuk dan
keluar. Sinyal tersebut dapat berupa arus listrik, Tegagan,
alliran,cairan tekanan cairan, pH kecepatan, posisi, dsb. Sinyal yang
perlu digambarkan hanyalah sinyal masuk dan keluar yang secara
langsung berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau
massa yang masuk biasanya tidak digambarkan
Sebagai contoh, keran air yang dipakai mengalirkan air ke
tangki. Cadangan air sebagai sumber massa. Sinyal masukan adlah
sudut putar kran ( posisi bukaan kran) Sinyal keluar adalah laju alir.
Disini yang perlu digambarkan adalah sudut putar ( posis bukaan
kran) dan laju alir. Sedangkan cadangan air tidak perlu digunakan
(gambar 1.5)
Sudut
Putar
Keran
Gambar 1.5 Diagram blok pengaturan laju air dengan keran

Gambaran umum blok sistem adalah sebagai berikut.


Masukan

Keluaran
Sistem

Ganbar 1.6 Diagram blok sistem

Masukan

Keluaran
Sistem

Berikut ini disajikan contoh diagram blok sistem


Suhu
Tegangan

Termometer
Raksa

Tekanan
Suhu

Tinggi
Raksa
Alir

Suhu
Putar

Aliran
Pemanas

Transmiter
Tekanan

Termokopel

Penukar Panas

Gambar 1.7 Beberapa diagram blok satuan

1.2.5. Diagram Blok Sistem Pengendalian


Dengan meninjau alat penukar panas (dari contoh paragraph
sebelumnya) sebagai suatu system maka dapat dibuat diagram
bloknya sebagai berikut
Gangguan (F)
Variabel

Variabel proses
(T)

Sistem Proses
Pemaasan Air

Termanipulasi

Gambar 1.8 Diagram blok sistem pemanasan air

Diagram blok umum system di proses ditunjukan gambar


(1.10) dalam diagram inin masukan system terdiri dari variable
termanipulasi (m) dan gangguan (w). Tanda bulatan menjadi titik
temu keduanya adalah simbol penjumlahan
W

M+

+
Sistem

Keterangan
m: variabel termanipulasi (MV)
w : variabel gangguan
c : variabel proses

Gambar 1.9 Diagram blok sistem proses

Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses pemanasan dapat


digambarkan sebagai berikut :
W
r+

m
Gc

Gv

Gp

y
H
Gambar 1.10 Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses
pemanasan air.
Keterangan gambar :
r : nilai acuan atau set point value (SV)

c : variabel proses

(PV)
e : sinyal galat (error) dengan e = r y

Gc : Pengendali

y : sinyal pengukuran

Gv : katup pengendali

u : sinyal kendali

H : transmiter

m : variabel termanipulasi (MV)


w : variabel gangguan
Untuk keperluan praktis sering diagram tersebut
disederhanakan dengan meniadakan blok katup kendali dan
transmiter. Hal ini disebabkan karena sinyal kendali (u) pada
dasarnya merepresentasikan nilai variabel termanipulasi. Sedangkan
sinyal pengukuran (y), merepresentasikan nilai variabel proses.
Sehingga dalam diagram blok sistem pengendalian pada gambar
berikut, sinyal kendali (u) sebagai variabel termanipulasi (MV).

U +

GC

y
GP

Gambar 2.11 Diagram blok singkat sistem pengendalian

1.2.6. Tanggapan Transien Sistem tertutup


Sistem pengendalian dapat lebih disederhanakan, yaitu dengan
memandang sistem sebagai satu blok dengan dua masukkan (r dan
w) dan satu keluaran (y).
r
SISTEM PENGENDALIAN
w
Gambar 1.12 penyederhanaan sistem pengendalian sebagai satu blok.

Jika kedalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai


acuan, idealnya, nilai variabel proses tepat mengikuti nilai acuan
baru. Tetapi kondisi demikian biasanya tidak terjadi.
Nilai variabel proses akan mengalami beberapa kemungkinan
perubahan, yaitu :

Tanpa osilasi (overdamped)


Osilasi teredam (underdamped)
Osilasi kontinyu (sustained oscillation)
Tidak stabil (amplitudo membesar)
Keempat tanggapan diatas dibuat dengan memberi masukan

berupa step function (fungsi undak) yaitu dengan perubahan


mendadak dari satu nilai masukkan konstan ke nilai masukan
konstan yang lain. Besarnya perubahan tersebut biasanya paling
besar 10 %.

Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun stabil.


Sedangkan tanggapan osilasi teredam mengalami sedikit gelombang
di awal perubahan, dan selanjutnya amplitudo mengecil dan
akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun

sedikit

terjadi ketidakstabilan. Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu,


variabel proses secara terus menerus bergelombang dengan
amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir, tanggapan tak stabil,
memiliki amplitudo membesar. Kondisi demikian sangat berbahaya
karena dapat merusak sistem keseluruhan.
Tanggapan teredam ( >1)

Tanggapan osilasi

teredam (0< < 1)


y

Osilasi kontinyu ( = 0)
y

Tak stabil ( > 0)


y

Gambar 1.13 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada


perubahan nilai acuan.

Dari keempat kemungkinan tadi, yang paling dihindari,


bahkan sama sekali tidak boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil
dengan amplitudo membesar. Sedangkan tanggapan osilasi kontinyu
dalam beberapa hal masih bisa diterima, meskipun cukup berbahaya.
Sekedar perhatian untuk praktisi industri, meskipun variabel
proses secara terus menerus terlihat berayun seperti mengalami
osilasi kontinyu, tetapi belum tentu benar-benar terjadi osilasi dalam
sistem pengendalian. Boleh jadi kondisi demikian memang sifat
variabel itu sendiri, misalnya aliran gas atau turbulensi fluida.

1.2.7. Tujuan Pengendalian


1.2.7.1.
Hakikat Utama
Hakikat utama tujuan

pengendalian

proses

adalah

mempertahankan nilai variabel proses agar sesuai dengan


kebutuhan operasi .Makna dari pernyataan ini adalah, satu atau
beberapa nilai variabel proses mungkin perlu dikorbankan sematamata untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu kebutuhan
operasi keseluruhan agar berjalan sesuai yang diinginkan.
1.2.7.2.

Tujuan Ideal dan Praktis


Tujuan ideal
Mempertahankan nilai variabel proses sama dengan nilai
acuan.
Tujuan Praktis
Mempertahankan nilai variabel proses di sekitar nilai acuan
dalam batas-batas yang ditetapkan.
Tujuan

pengendalian

erat

berkaitan

dengan

kualitas

pengendalianyang didasarkan atas bentuk tanggapan variabel proses.


Setelah terjadi perubahan nilai acuan (setpoint) atau beban
diharapkan,

penyimpangan maksimum dari nilai acuan sekecil mungkin,


waktu yang diperlukan oleh variabel proses mencapai kondisi

mantap sekecil mungkin.


perbedaan nilai acuan dan variabel proses setelah tunak sekecil
mungkin.

Atau dapat dinyatakan dengan istilah umum, sebagai berikut.

Minimum overshoot
Minimum settling time
Minimum offset

Dengan kata lain kualitas pengendalian yang diharapkan adalah,

Tanggapan cepat,
hasilnya stabil, dan tidak ada penyimpangan dengan nilai acuan.

Beban

Settling time

Variabel proses

Maximum error
(overshoot)

Offs
et

Gambar 1.14 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada


perubahan beban

1.2.7.3.

Kriteria Kualitas Pengendalian


Evaluasi kinerja sistem pengendalian memerlukan dua hal,

yaitu jenis tes dan kriteria yang tepat. Jenis tes yang paling sering
dipakai adalah dengan cara mengubah nilai acuan atau beban secara
mendadak (step response test). Dari hasil tes selanjutnya dihitung
apakah memenuhi kriteria atau tidak. kriteria yang paling umum di
industry adalah :

redaman seperempat amplitudo (quarter amplitude decay ratio)


nilai maksimum dari integral galat absolut (integral absolute

error, IAE)
redaman kritik (critical damping)
Kriteria

redaman

seperempat

amplitudo.

kriteria

ini

merupakan kriteria populer di kalangan praktisi dan teoritisi, sebab


mampu mengakomodasikan ketiga kualitas pengendalian. Maksud
kriteria redaman seperempat amplitude adalah, amplitudo puncak

berikutnya memiliki nilai seperempat dari puncak amplitude


sebelumnya. Atau decay ratio 0,25.
Kriteria redaman kritik. Kriteria ini jika overshoot di atas nilai
acuan tidak diperkenankan. Kondisi redaman kritik merupakan batas
osilasi teredam. Tanggapan pada redaman kritik adalah paling cepat
dan tanpa overshoot.
Kriteria nilai maksimum dari integral galat absolut. Kriteria
integral galat absolut menunjukkan luas total galat.
y

Gambar 1.15 Kriteria integral galat absolut (IAE = luas daerah yang
diarsir)

1.2.8. Propotional Band


Proporsional Band adalah percentage error (simpangan antara
Process Variabel dan Set Point) yang menyebabkan controller
memberikan aksi control 100%. Error adalah input controller.
Sehingga dapat pula dikatakan sebagai Proporsional Band adalah
percentage Input Controller yang menyebabkan Output Controller
menjadi 100%. Proportional Band adalah bolak-baliknya Gain.
Ketika input controller 50%, output controller adalah 100% maka
PB = 50, dan Gain = 2 (artinya output controller 2 kalinya input
controller). Dengan bahasa naratif dapat diilustrasikan ketika sebuah
transmitter dengan range 0 100 Psi dalam kondisi tunak pada set-

point 25 Psi, tiba-tiba terjadi gangguan sehingga pressure menjadi


75 Psi (error menjadi 50 %), maka ketika digunakan PB = 50, output
controller akan memerintahkan aksi 100%. Ketika digunakan PB =
100, output controller akan memerintahkan aksi 50% saja. Artinya
jika terjadi sedikit penyimpangan dari set-point maka controller
akan peka terhadap input yang berupa error dan segera bereaksi
mengeluarkan output lebih besar.
1.2.9. Pengertian

Kendali

P.I.D

(Propotional-Integral-Derivative

Controller)
Sistem Kontrol PID ( ProportionalIntegralDerivative
controller ) merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu
sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada
sistem tesebut ( Feed back ).
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu
kontrol P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam
implementasinya masing-masing cara dapat bekerja sendiri maupun
gabungan diantaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang
perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar
tanggapan sinyal keluaran system terhadap masukan tertentu
sebagaimana yang diinginkan.

Gambar 1.16 Kendali P.I.D (ProportionalIntegralDerivative controller)

1.2.9.1.

Kontrol Propotional

Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta. Jika u =


G(s) e maka u = Kp e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional.
Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek
dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki
berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini.
Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana
kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien
khususnya rise time dan settling time.
Kontrol Integratif
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai

1.2.9.2.

u(t) = [integrale(t)dT]Ki dengan Ki adalah konstanta Integral, dan


dari persamaan diatas, G(s) dapat dinyatakan sebagai u = Kd.
[deltae / deltat] Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t)
akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki
error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil.
Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon
steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat
menyebabkan

respon

transien

yang

tinggi

sehingga

dapat

menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat


tinggi

justru

dapat

menyebabkan

output

berosilasi

karena

menambah orde system.


Kontrol Derivative
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat

1.2.9.3.

dinyatakan sebagai G(s) = s.Kd Dari persamaan di atas, nampak


bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks "kecepatan" atau rate
dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki
respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi.
Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error
sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula
yang menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri

Untuk mendapatkan aksi kontrol yang baik diperlukan langkah


coba-coba dengan kombinasi antara P, I dan D sampai ditemukan
nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan.
(1) Memahami cara kerja system,
(2) Mencari model sistem dinamik dalam persamaan differensial,
(3) Mendapatkan fungsi alih sistem dengan Transformasi Laplace,
(4) Memberikan aksi pengontrolan dengan menentukan konstanta
Kp, Ki dan Kd,
(5) Menggabungkan fungsi alih yang sudah didapatkan dengan
jenis aksi pengontrolan,
(6) Menguji sistem dengan sinyal masukan fungsi langkah, fungsi
undak dan impuls ke dalam fungsi alih yang baru,
(7) Melakukan Transformasi Laplace balik untuk mendapatkan
fungsi dalam kawasan waktu,
(8) Menggambar tanggapan sistem dalam kawasan waktu
Penjelasan atau contohnya Kendali P.I.D sebagai berikut :
Contohnya saja pada lift, fungsi kendali yaitu bagaimana membuat
kecepatan lift ketika dinaiki oleh jumlah orang yang berbeda (secara
logika ketika hanya 1 orang kecepatan tinggi dan ketika banyak
kecepatan menurun) disini fungsi kendali walu jumlah barapapun
kecepatan tetap sama.
1.2.10. Dasar Teori Alat
Alat PCT terdiri dari 3 bagian utama yaitu :
PCT 40 Tekanan
PCT 41 Temperatur
PCT 42 pH control
Semua bagian utama di atas dapat di gunakan secara sendiri
sendiri dapat pula di gunakan secara bersamaan. Untuk praktikum
pengukuran pH digunakan alat PCT 42 pH control.
Alat ini terdiri dari beberapa bagian yaitu pompa A dan pompa
B yang berupa pompa peristaltic, tangki penampung, dan computer
untuk

menyetting

pengaturan

parameter.

Di

dalam

tangki

penampung terdiri beberapa bagian lagi yaitu koi yang berguna


untuk memanaskan, sensor temperature, stirrer dan pH meter. pH
meter pada tangki dapat diganti dengan pengukur konduktivity jika
ingin mengukur konduktivity suatu bahan.
Pada alat PCT 42, percobaan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara direct action dan secara reverse action. Direct action
yaitu aksi secara langsung dimana apabila nilai dari variabel proses
meningkat maka variabel control juga meningkat.

Masukan

Keluaran
Sistem

Anda mungkin juga menyukai