LAPORAN PRAKTIKUM
I. Tujuan Percobaan
Pada percobaan ini diharapkan dapat :
1. Memahami prinsip kerja dari alat penukar panas tipe plat.
2. Menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall (U).
3. Menentukan efisiensi alat penukar panas tipe plat.
Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger
(Sumber: Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-exchanger.html)
3. Jenis-jenis Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) sering dinamakan dengan
lebih spesifik sesuai dengan aplikasinya. Kondenser merupakan HE di mana
fluida didinginkan dan berkondensasi ketika mengalir melalui HE. Boiler
merupakan HE di mana fluidanya mengabsorbsi panas dan menguap.
Sedangkan space radiator merupakan HE yang menukar kalor dari fluida
panas ke lingkungan melalui radiasi. Berikut ini adalah jenis alat penukar
kalor berdasarkan kompleksitas alat:
a. Double pipe HE
Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan di dalam sebuah pipa lainnya
yang berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang satu mengalir di
dalam pipa kecil sedangkan fluida yang lain mengalir di bagian luarnya. Pada
alat penukar kalor ini, salah satu fluida mengalir melalui pipa kecil sedangkan
yang satu lagi melalui annulus.
Pada bagian pipa kecil biasanya dipasang fin atau sirip memanjang, hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan panas yang lebih luas.
Double pipe ini dapat digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida
hasil proses yang membutuhkan area perpindahan panas yang kecil (biasanya
hanya mencapai 50 m2). Double pipe ini juga dapat digunakan untuk
mendidihkan atau mengkondensasikan fluida proses tapi dalam jumlah yang
sedikit.
Ada dua jenis arah aliran yang dapat mungkin terjadi, yaitu aliran paralel
dan aliran counter.
(a)
(b)
Gambar 1.2. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)
Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung
(indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida
sehingga kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih
rendah (fluida pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida
dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa
annulus).
Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang
disusun dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida
adalah proses konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa.
Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang
bertemperatur rendah.
Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini adalah
kesulitan untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit permukaan
transfer. Tetapi, double pipe ini juga memiliki keuntungan yaitu heat
exchanger ini dapat dipasang dengan berbagai macam fitting (ukuran).
Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari double pipe HE akan dijabarkan
lebih lanjut pada Tabel 1.1
b. Compact HE
Pada alat penukar kalor jenis ini didesain secara spesifik agar surface area
per unit volume-nya besar. HE jenis ini mampu menerima perpindahan kalor
dari suatu fluida dalam jumlah kecil yang biasanya digunakan pada situasi di
mana berat dan volume HE dibatasi. Area permukaan pada compact HE yang
luas disebabkan dipasangnya plat tipis seperti sirip pada dinding yang
memisahkan dua fluida.
Compact HE biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas-to-liquid HE.
Fluida-fluida dalam HE ini umumnya bergerak saling tegak lurus sehingga
dinamakan aliran menyilang. Aliran menyilang diklasifikasikan menjadi:
1) unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui ruang
tertentu dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang
Gambar 1.3. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua fluida tidak
bercampur,
(kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)
Gambar 1.5. Bentuk Fisik & Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat Exchanger
(Sumber : Anonim, 2012. http://www.brighthubengineering.com)
Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur idealnya,
dibagi menjadi:
1) Parallel flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah.
Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan
temperatur yang besar akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x,
jarak pada HE. Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi
temperatur fluida panas.
2) Counter flow
Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran fluida yang
mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang
fluida dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga
hasil suhu yang didapat lebih efekrif dari parallel flow. Mekanisme
perpindahan kalor jenis ini hampir sama dengan parallel flow, di mana
aplikasi dari bentuk diferensial dari persamaan steady-state:
3) Cross flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak lurus
dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua
fasa. Sebagai contoh yaitu pada sistem kondensor uap (tube and shell heat
exchanger), di mana uap memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam
tube dan menyerap panas dari uap sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika kita
membandingkan laju perpindahan kalor per unit area. Dengan beda temperatur
fluida yang paling maksimal di antara kedua tipe heat exchanger lainnya,
maka beda temperatur rata-rata (log mean temperature difference) akan
maksimal.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja HE
Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
dari suatu heat exchanger yaitu sebagai berikut:
a. Fouling factor
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor alat
penukar kalor mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat
dalam sistem aliran; atau permukaan itu mungkin mengalami korosi sebagai
akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam konstruksi
penukar kalor. Dalam kedua hal di atas, lapisan itu memberikan tahanan
tambahan terhadap aliran kalor, dan hal ini menyebabkan menurunnya
kemampuan kerja alat itu. Pengaruh menyeluruh daripada hal tersebut di atas
biasa dinyatakan dengan faktor pengotoran (fouling factor), atau tahanan
pengotoran, Rf, yang harus diperhitungkan bersama tahanan termal lainnya,
dalam menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh.
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U (koefisien perpindahan kalor keseluruhan/ overall coefficient of
heat transfer) untuk kondisi bersih (UC) dan kondisi kotor (UD) pada penukar
kalor itu. Oleh karena itu, faktor pengotoran didefinisikan sebagai:
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin tidak begitu
penting karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun, pada water
heat exchanger di mana nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling factor akan
menjadi penting. Pada finned tube heat exchanger di mana gas panas mengalir
di dalam tube dan gas yang dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin
sekitar 200, dan fouling factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada
permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak
diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama
alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada alat penukar kalor
menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan
panas. Keterlibatan beberapa faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor,
jenis material yang dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur
fluida, laju alir massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida diberikan
dalam Tabel 1.2.
Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa
b. Penurunan tekanan heat exchanger
Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang terjadi
akibat heat transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini dikarenakan adanya
perubahan suhu secara tiba-tiba karena beban kecepatan dan faktor friksi
dalam aliran kedua fluida. Pressure drop dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, ρ adalah masa jenis
fluida, Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
1) Penurunan tekanan pada sisi shell
Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada sisi shell alat alat
penukar panas, masalahnya proporsional dengan beberapa kali fluida itu
menyebrangi pipa bundle diantara sekat-sekat. Besarnya penurunan tekanan
pada isothermal untuk fluida yang dipanaskan atau didinginkan, serta kerugian
saat masuk dan keluar, adalah :
2) Penurunan tekanan pada sisi pipa
Besarnya penurunan tekanan pada sisi pipa alat penukar panas telah
diformulasikan, persamaan terhadap faktor gesekan dari fluida yang
dipanaskan atau yang didinginkan di dalam pipa.
Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat pass-nya, maka
akan terdapat kerugian tambahan penurunan tekanan:
Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada tabung dan
rangkunan tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction
factor). Pada tabung hubungan antara faktor friksi dan penurunan tekanan
dituliskan sebagai berikut :
d. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan
kecepatan perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka
akan berpengaruh pada luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang
diketahui, apabila luas permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak
atau luas, maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat.
e. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu,
angka reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.
f. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka
perpindahan kalor yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Ada
permukaan yang lebih banyak aliran konveksinya apabila distribusi suhu di
tempat tersebut cukup besar, begitu pula sebaliknya.
g. Luas permukaan perpindahan panas
Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang
dipindahkan. Luas perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube dan
ukuran tube yang digunakan suatu heat exchanger.
h. Beda suhu rata-rata
Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat
exchanger biasanya selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan
temperatur tersebut digunakan perbedaan temperatur rata-rata atau
Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD). LMTD digunakan dalam
perhitungan-perhitungan heat exchanger yang menunjukkan panas yang
dipindahkan.
5. Perpindahan Kalor HE
Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat dihitung
dengan LMTD metode NTU efektivitas.
a. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir dalam aliran
sejajar maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk kedua kasus ini telah
ditunjukkan sebelumnya pada gambar 1 yang (a) dan juga (b).
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa ganda ini
dengan
Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-rata log
(LMTD = log mean temperature difference), yaitu :
untuk penukar kalor aliran searah, persamaan ini dapat diturunkan menjadi:
Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau
NTU (Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran
alat penukar kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc,
sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa
manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal
untuk menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga
mempermudah dalam menganalisa soal yang membandingkan berbagai jenis
alat penukar kalor untuk memilih yang terbaik dalam melaksanakan suatu
tugas pemindahan kalor tertentu.
dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference
(LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi
dengan faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern).
Caranya adalah dengan menggunakan parameter R dan S.
V. Data Pengamatan
Jumlah plat (n) = 10 buah
Panjang plat (p) = 49.8 cm
Lebar palat (l) = 12.5 cm
VI. Perhitungan
Berikut ini adalah perhitungan untuk skala 300
1. Menentukan koefisien perpindahan panas overall (U) fluida dingin
Menentukan Qd dan Qp
Menghitung nilai laju alir massa fluida dingin (md) dan fluida panas
(mp)
Laju alir massa fluida dingin (md) = Laju alir volume x berat jenis
= 80 mL/s x 1 kg/L x 1 L/1000 mL
= 0,08 kg/s
Laju alir massa fluida panas (mp) = Laju alir volume x berat jenis
= 7.9 mL/s x 1 kg/L x 1 L/1000 mL
= 0,0079 kg/s
Menghitung nilai suhu rata-rata fluida dingin dan fluida panas
𝒕𝟏 +𝒕𝟐
𝒕𝒓𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 = 𝟐
44 °C + 75 °C
=
𝟐
= 59,5 °C
𝑻𝟏 + 𝑻𝟐
𝑻𝒓𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 =
𝟐
94 °C + 60 °C
=
𝟐
= 77 °C
Untuk nilai T rata-rata lainnya ditentukan dengan cara yang sama dan
hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
t1 t2 T1 T2 t rata T rata
o
( C) o
( C) (oC) (oC) rata rata
44 75 94 60 59,5 77
44 80 94 56 62 75
44 85 94 55 64,5 74,5
44 88 95 55 66 75
44 89 94 53 66,5 73,5
Menentukan nilai kapasitas panas (Cp) fluida dingin dan fluida panas
Penentuan nilai Cp dilakukan dengan plot data suhu rata-rata
fluida dingin maupun fluida panas pada diagram nilai Cp yang terdapat
pada buku Heat Transfer dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Kapasitas panas fluida dingin (Cpd) = 1.01 Btu/lb.°F = 4228,7 J/kg.°C
Kapasitas panas fluida panas (Cpp) = 1.1 Btu/lb.°F = 4605,5 J/kg.°C
Kapasitas panas fluida dingin (Cpd) Kapasitas panas fluida panas (Cpp)
o o
Btu/lb F J/Kg. C Btu/lb oF J/Kg.°C
1,01 4228,7 1,1 4605,5
1,02 4270,5 1,08 4521,7
1 4186,8 1,07 4479,9
1,03 4312,4 1,08 4521,7
1,035 4333,3 1,06 4438
t2
t1 θ2
T1
θ1
T2
Untuk nilai ΔT LMTD lainnya ditentukan dengan cara yang sama dan
hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
44 75 94 60 17,45706
44 80 94 56 12,97432
44 85 94 55 9,966577
44 88 95 55 8,849849
44 89 94 53 6,80519
= 113,83 W/𝑚2 °C
Untuk nilai 𝑈 lainnya ditentukan dengan cara yang sama dan hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
0.08 113.83
0.095 168.07
0.105 222.47
0.12 259.37
0.135 339.33
Adapun hubungan antara laju alir massa fluida dingin dengan koefisien
perpindahan panas overall (U) dapat dilihat pada gambar berikut :
400
350
300
U (W/m.K)
250
200
150
100
0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12 0.13 0.14
Laju Alir Massa Fluida Dingin (kg/s)
2. Menentukan Efisiensi
Qd
𝜼= x 100%
Qp
10487,18 𝐽/𝑠
= x 100%
1237,04 J/s
= 847,77 %
Untuk nilai 𝑈 lainnya ditentukan dengan cara yang sama dan hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
0.08 847.77
0.095 1075.95
0.105 1305.86
0.12 1593.54
0.135 1831.33
Adapun hubungan antara laju alir massa fluida dingin dengan efisiensi
dapat dilihat pada gambar berikut :
2000
1800
1600
Efisiensi (%)
1400
1200
1000
800
0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12 0.13 0.14
Laju Alir Massa (kg/s)
VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat simpulkan bahwa:
1. Semakin besar laju fluida dingin maka koefisien perpindahan panas
overall (U) semakin besar pula.
2. Efisiensi semakin besar dengan semakin besarnya laju fluida dingin.
Anonim. Buku Panduan Praktikum Proses Operasi Teknik I. 1989. Teknik Gas
dan Petrokimia UI. (online : diakses tanggal 16 Nov 2016)
Kern,D.Q. 1981. Process Heat Transfer. New York: Mc-Graw Hill International
Company.
Lampiran