Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah

bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan

dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus

pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002).

Hernia nucleus pulposus (HNP) merupakan penyebab utama nyeri punggung

bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh). Herniasi dapat parsial atau komplet,

dari massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah

yang paling banyak terjadi dan mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan

degeneratif yang berhubungan dengan proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia nukleus pulposus

(HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan oleh trauma atau perubahan

degeneratif terkait dengan proses penuaan yang mengakibatkan nyeri hebat pada

punggung bawah dan dapat bersifat kronik ataupun dapat kambuh.

Tepat di belakang ruas dan bantalan tulang belakang terdapat sebuah rongga (saluran)

yang memanjang dari dasar tengkorak ke arah bawah menuju tulang ekor. Rongga ini berisi

saraf (sumsum) tulang belakang yang merupakan perpanjangan dari otak yang berada di

dalam tengkorak.

Menurut tempat terjadinya, HNP dibagi menjadi:

1. Hernia Lumbosacralis

Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi

fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian

yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus

prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus

berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus dan melintang sebagai

potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus

menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang
ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut

syaraf.
2. Hernia Servikalis

Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma

vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-

otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini

melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6

dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal

syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan

mengacu pada kerusakan kulit.

3. Hernia Thorakalis

Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya

terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan

melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang

serangannya mendadak dengan paraparese.

Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan

schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal

paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit

atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.

2. Etiologi

HNP terjadi akibat keluarnya nukleus pulposus dari dalam bantalan tulang

belakang. HNP sering terjadi pada usia 30-50 tahun, meskipun juga banyak dialami oleh

para orang tua. Ada tiga faktor yang membuat seseorang dapat mengalami HNP, yaitu (1)

gaya hidup, seperti merokok, jarang atau tidak pernah berolah raga dan berat badan

yang berlebihan, (2) pertambahan usia, dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau

berdiri yang salah, yaitu membungkuk dan tidak tegak.

Ketiga faktor tersebut, apabila ditambah dengan cara mengangkat benda yang

keliru, yaitu cara mengangkat benda di mana punggung membungkuk ke depan

meningkatkan resiko seseorang mengalami HNP, karena tekanan yang diterima oleh

bantalan tulang belakang akan meningkat beberapa kali tekanan normal. Cara
mengangkat yang benar adalah dengan jalan menekuk lutut ke arah depan,

sementara punggung tetap dipertahankan dalam posisi tegak, tidak membungkuk.

Para pekerja kasar atau yang banyak menggunakan otot-otot punggung untuk bekerja

memiliki resiko yang lebih besar mengalami HNP.

3. Tanda dan Gejala


1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Spasme otot
3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk, mengangkat

beban berat, berdiri secara tiba-tiba.


4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
5. Deformitas.
6. Penurunan fungsi sensori, motorik.
7. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
9. Ischialgia yaitu nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah

lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus

sampai ke tungkai.
10. Dapat timbul gejala kesemutan
11. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan

fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan

tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.


12. Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat, membungkuk akibat

bertambahnya tekanan intratekal.


13. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi

yang sehat.

4. Patofisiologi

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.

Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan

timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, resiko HNP hanya menunggu

waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya

traumatic ketika hendak menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda

berat, dan sebagainya.

Herniasi nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di atas atau

di bawahnya. Bisa juga menembus langsung ke kanalis vertebralis. Kebocoran sebagian

nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan

dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan

kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul

oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.

Menembusnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus

pulposus menekan radiks yang bersama-sama arteria radipularis yang berada dalam

lapisan dura. Hal itu terjadi jika kebocoran berada di sisi lateral tidak akan ada radiks

yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2 dan terus ke

bawah tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah

tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP,

sisa diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang

tindih tanpa ganjalan.

Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung

bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan

HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis flasid, parestesia , dan retansi

urine. sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak

pada punggung bawah, ditengah-tengah area bokong dan betis , belakang tumit, dan

telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negatife.

Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah,

bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum perdis. Kekuatan

ekstensi ibu jari kaki berkurang dan reflek patella negatif. Sensibilitas dermatom

yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.

Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus (straight leg

raising),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi pada sendi panggul, akan

dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque positif).

5. Komplikasi
Komplikasi HNP yaitu:
a. Kelemahan dan atropi otot.
b. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain.
c. Kehilangan kontrol otot sphinter.
d. Paralis / ketidakmampuan pergerakan.
e. Perdarahan.
f. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.
6. Pemeriksaan Penunjang
Selain berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita, cara terbaik untuk

mengetahui ada tidaknya HNP adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI (Gambar 4).

Selain itu, untuk memastikan bahwa HNP yang ditemukan pada MRI memang menjadi

penyebab keluhan penderita, perlu dilakukan pemeriksaan EMG (pemeriksaan fungsi

hantaran saraf).

Perlu diketahui bahwa HNP tidak terlihat pada foto rontgen biasa. Pada pasien

HNP, foto rontgen dilakukan bukan untuk menentukan ada tidaknya HNP, tetapi

untuk mengesampingkan kelainan-kelainan lain (selain HNP) yang dapat

mengakibatkan nyeri punggung.

7.Pemeriksaan

Anamnesis pada HNP meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian

psikososial.
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis. HNP

terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau

aktivitas berat (mengngkat barang berat atau mendorong benda berat).


2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

nyeri pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan

pendekatan PQRST.
o Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong

benda berat)
o Quality and Quantity. Sifat nyari seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,

mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemang yang terus-menerus.
o Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri

dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.


o Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan

aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri.
o Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,

hilang timbul, makin lama makin nyeri.


3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang

berat. Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis falasid, parestesia, dan

retensi urin. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra bokong

dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan

(parastesia) atau bual bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi

persyaratan yang terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronik,

yang juga dapat menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhan hampir mirip

dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakan masalah klien lebih

komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.


4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita

TB tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik(osteoporosis)

yang sering berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya herniasi nukleus

pulposus(HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi,riwayat

cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung yang berguna

sebagai tindakan lainnya untuk menghindari komplikasi.


5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi

dan diabetes melitus.


6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai

respons emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah dampak yang

timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa

ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis

anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien

mengalami gangguan tulang belakang dan HNP. Semakin lama klien menderita

paraparese bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.


7. Keadaan Umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.

Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan

hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.


8. B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya didapatkan: pada

inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi pernapasan

normal. Palpasi,taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi, terdapat suara

resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.
9. B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas dan

frekuensi nadi normal, dan ada auskultasi tidak di temukan bunyi jantung tambahan.
10. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di

bandingkan pengkajian pada sistem lainnya


11. B4 (baladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karekteristik urine, termasuk

berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi

akibat menurunnya perfusi pada ginjal


12. B5 (bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adannya mual dan asupan nutrisi yang

kurang.Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi

pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
13. B6 (bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya

nyeri, kelemahan, kehilangan sensori, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada

pola aktivitas dan istirahat.


14. Keadaan Umum
Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya ungulus, pelvis

miring/asimetris, muskulatur paravetrebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai

yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama

bergerak
15. Tingkat Kesadaran
Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.
16. Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi

wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama menderita HNP

biasanya status mental klien mengalami perubahan.


17. Pengkajian Saraf Kranial
Penkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
o Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
o Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
o Saraf III,IV, dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak

mata, pupil isekor.


o Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak di dapatkan paralisis pada otot wajah

dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.


o Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
o Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
o Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
o Saraf XI. Tidak ada otrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
o Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi tidak ada fasikulasi.

Indara pengecapan normal


18. Pengkajian Sitem Motorik
Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungaki bawah, kaki,ibu jari, dan jari

lainnya menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan

gerakan.Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan anggota

tubuh kanan kiri.Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot

tertentu.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen foto lumbosakral
Tidak dapat didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis,

menunjang tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus intervertibralis


2. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika secara klinis

tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan mielogram dengan

kontraks dapat dilakukan untuk melihat drajat gangguan pada diskus vertebralis.

3. Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontraksi melalui

tindakan lumbal fungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui adanya

penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.


4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai

komplikasi terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.


9. Analisa Data

No DO & DS MASALAH ETIOLOGI

1 Data Subjektif : Hambatan Jepitan saraf spinal

Klien mengatakan tidak bisa mobilitas fisik Reaksi peradangan


beraktifitas.
Klien mengatakan nyeri timbul
saat berjalan atau duduk. Edema
Klien mengatakan susah
menggerakan kaki bagian kiri. Penekanan saraf
Klien mengatakan susah dalam dan pembuluh
bergerak. darah

Data Objektif : Terputus jaringan


saraf di medulla
Klien tampak susah dalam
spinal
beraktifitas.
Klien tampak susah membolak
Paralisis dan
balikan badan. paraplegia

Hambatan
mobilitas fisik

10. Diagnosa
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular

11. Intervensi

No Diagnosa Noc Nic Rasional

1 Hambatan NOC 1. Perawatan


mobilitas fisik tirah baring
berhubungan - Pergerakan
dengan - Jelaskan
- Kemampuan alasan
gangguan
berpindah diperlukannya
neuromuskular
tirah baring
- Orientasi
Defenisi:
kesehatan - Posisikan
Keterbatasan sesuai body
Kriteria hasil :
dalam gerakan alignment yang
fisik atau satu - Kinerja tepat
atau lebih pengaturan
ekstermitas - Hindari
tubuh dengan
secara mandiri menggunakan
skala target
dan terarah kain linen kasur
outcome
yang teksturnya
dipertahankan
Batasan kasar
pada skala 2
Karakteristik:
(banyak - Jaga kain
1. Gangguan terganggu) linen kasur tetap
sikap berjalan ditingkatkan ke bersih, kering
skala 4 (sedikit dan bebas
2. Gerakan
lambat terganggu) kerutan

3. Gerakan tidak - Berpindah dari 2. Terapi


terkordinasi satu permukaan latihan: kontrol
ke permukaan otot
4. Instabilitas yang lain sambil
postur berbaring - Tentuka
dengan skala kesiapan pasien
5. Kesulitan untuk terlibat
target outcome
membolak balik dalam aktifitas
dipertahankan
posisi atau protokol
pada skala 2
(banyak latihan
6. Keterbatsan
rentang gerak terganggu)
- Evaluasi
ditingkatkan ke
fungsi sensori
7. Ketidak skala 4 (sedikit
nyamanan terganggu) - Bantu
menjaga
- Fokus pada
stabilitas sendi
menjaga
tubuh dan atau
kemampuan
proksimal
fungsional
selama latihan
dengan skala
motorik
target outcome
dipertahankan 3. Pengaturan
pada skala 2 posisi:
(lemah) neurologis
ditingkatkan ke
skala 4 (kuat) - Imobilisasi
atau topang
bagian tubuh
yang terganggu
dengan tepat

- Berikan posisi
yang terapeutik

- Jangan
berikan tekanan
pada bagian
tubuh yang
terganggu

- Lindungi
bagian tubuh
yang terganggu

- Pasang korsel
tulang belakang

- Pantau area
pemasangan
traksi

- Lakukan ROM
pasif pada
ekstermitas
yang terganggu

12. Evaluasi
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
S : Klien mengatakan sudah mulai bias beraktifitas walau sedikit
O : Klien tampak berusaha dan mulai menggerakan tubuhnya
A : Tujuan tercapai
P : Lanjutkan intervensi
PATHWAY

Trauma dan stres fisik

Rupture diskus

Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum longitudinalis menyempit

Nucleus pulposus keluar melalui serabut-serabut annulus yang robek

Jepitan saraf spinal

Nyeri Reaksi peradangan

Edema
pembe
ngkaka
Penekanan saraf dan pembuluh darah
pembengkakan n

Terputus jaringan saraf di medulla spinal

Ileus paralitik, gangguan Paralisis dan paraplegia Hambatan mobilitas fisik


fungsi rectum dan
kandung kemih
Kelemahan Tirah baring

Gangguan eliminasi alvi


Resiko kerusakan
dan urin Defisit perawatan diri integritas kulit

Anda mungkin juga menyukai