PENDAHULUAN
1
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindakan pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya. Oleh karena itu, penyidik ditingkat penyidikan
serta penuntutan umum ditingkat siding pengadilan mempunyai tugas untuk
menyodorkan alat bukti yang diperlukan atau menyodorkan bahan-bahan
sedemikian rupa sehingga kemudian dapat diolah menjadi alat bukti di
sidang pengadilan. Alat bukti tersebut menurut pasal 184 KUHAP terdiri
atas keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan
terdakwa.2.3
Selama keterangan dokter dalam kapasitasnya sebagai ahli telah
memenuhi syarat formal dan syarat materil maka keterangan tersebut dapat
berfungsi sebagai alat bukti. Karena itu menjadi tugas hakim menguji kedua
syarat tadi. Keterangan dokter dalam kapasitasnya sebagai ahli dapat berupa
alat bukti kategori keterangan ahli, alat bukti kategori surat keterangan ahli,
dan juga keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.2
1.2 Latar Belakang
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dokter sebagai saksi ahli di pengadilan ?
2. Bagaimana sejarah dokter sebgai saksi ahli di pengadilan ?
3. Bagaimana peranan dokter di pengadilan ?
4. Bagaimana aspek hukum dari kedokteran dan pengadilan ?
5. Bagaimana cara dokter dalam menyampaikan kesakisan di pengadilan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1. Mengetahui dasar dan batasan yang harus dikuasai oleh seorang dokter
khususnya dalam lingkup kedokteran forensik.
2. Mengetahui peran dokter sebagai saksi ahli dalam proses peradilan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Bagaimana pengertian dokter sebagai saksi ahli di pengadilan ?
2. Bagaimana sejarah dokter sebgai saksi ahli di pengadilan ?
3. Bagaimana syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi ahli
4. Bagaimana aspek hukum dari kedokteran dan pengadilan ?
5. Bagaimana cara dokter dalam menyampaikan kesakisan di pengadilan ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
jantung. Oleh banyak peneliti, kasus tersebut diklaim sebagai kasus hukum
pertama yang diselesaikan dengan memanfaatkan ilmu kedokteran.4
4
Sementara pada zaman Nabi Sulaiman diyakini oleh para peneliti
sebagai kasus pertama dalam peradilan yang penyelesaiannya dilakukan
dengan menerapkan Ilmu kedokteran jiwa. Dikisahkan dua orang wanita
membawa bayi mereka masing-masing kemudian keduanya melaksanakan
keperluan di sungai sedangkan bayi nya ditinggal di pinggir sungai. Saat
kedua wanita itu selesai dengan keperluan masing-masing di sungai,
mereka mendapati bahwa bayinya tinggal satu orang, sedangkan bayi
lainnya telah dimakan oleh serigala. Masing masing bersikukuh bahwa itu
adalah bayi kandungnya. Salah satu wanita yang pandai berbicara akhirnya
memenangkan pertikaian dan mendapatkan bayi tersebut. Nabi Sulaiman
melakukan fasilitasi dengan menawarkan solusi kepada kedua wanita
tersebut karena memenangkan sesuatu hanya berdasarkan kepiawaian
berpidato tanpa penelusuran siapa yang sebenarnya berhak, jelas tidak
adil.4
5
Gambar 3. Kebijaksanaan Nabi Sulaiman
6
7. Menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika dan profesionalisme dalam
praktek kedokteran
Ketujuh artea kompetensi itu sebenarnya adalah kemampuan dasar
seorang dokter yang menurut WFME ( World Federation for Medical
Education) disebut “basic medical doctor” 5
Terminologi “dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung
jawab, dan peran lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses
pembelajaran dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga ada
prinsipnya diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan
merealisasikan tanggung jawab individual, mewujudkan kebenaran dan
keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan realitasdimana
dia berada. Dengan tetap mengindahkan tanggung jawab disiplin keilmuan,
maka seorang dokter haruslah mampu mempertemukan konsepsi dunia
kedokterannya dengan realitas masyarakat hari ini. Sebagai kaum
intelektual, yang setiap saat mengkonsumsi pengetahuan akan kehidupan
sains, sosial, keadilan, kebenaran dan fungsi-fungsi peradaban, maka profesi
dokter memiliki tanggung jawab intelektual, selain karena profesi dokter ini
telah menjelma menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, juga
karena intelektualitas merupakan salah satu parameter pencerahan
kehidupan didalamnya terkandung rahmat sekaligus amanah bagi yang
memilikinya.5
2.2.2 Pengertian saksi dan saksi ahli
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan pengertian
saksi ahli menurut Franklin C.A (1988) adalah seseorang yang dapat
menyimpulkan berdasarkan pengalaman keahliannya tentang fakta atau data
suatu kejadian, baik ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta
mampu menyampaikan pendapatnya tersebut. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sebagai saksi ahli harus dapat menarik kesimpulan, serta
menyatakan pendapat sesuai dengan keahliannya.6
Saksi ahli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) Pasal 179:7
7
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
Ada beberapa perbedaan prinsip antara saksi dengan saksi ahli.
Perbedaan tersebut antara lain:6
1. Saksi hanya boleh menceritakan apa yang dilihat, didengar atau
dialaminya saja sedangkan saksi ahli boleh memberikan kesimpulan
(interpretasi).
2. Saksi tertentu (antara lain dokter yang merawat pasien) tetap harus
menghormati kerahasiaan medik (konfidensialitas medik) sedangkan
ahli tidak, sebab yang diperiksa ahli bukan pasien, tetapi barang bukti
sehingga tidak terkena kewajiban merahasiakan fakta-fakta yang
ditemukan.
3. Di sidang pengadilan saksi wajib bersumpah akan memberikan
keterangan yang sebenar-sebenarnya sedangkan ahli wajib bersumpah
akan memberikan keterangannya berdasarkan pengetahuannya sebaik-
baiknya.
4. Saksi tidak dibolehkan memberikan keterangan tertulis dengan
mengingat sumpah waktu menerima jabatannya sedangkan ahli sendiri
boleh.
8
Berdasarkan Ethical Guidelines for Doctors Acting as Medical
Witnesses, terdapat dua jenis saksi medis, sehingga ketika dokter dipanggil
untuk menjadi saksi medis, sehingga ketika dokter dipanggil untuk menjadi
saksi medis, penting untuk membedakan konteks bukti yang akan
disertakan, apakah sebagai saksi fakta (dokter yang merawat) atau saksi
pendapat (ahli independen). Saksi fakta diberikan oleh dokter yang
memeriksa, merawat atau memberikan penatalaksanaan sebuah kasus
medik. Dokter tersebut akan diminta mempresentasikan bukti medis
terhadap penatalaksanaan yang telah dilakukannya dan memberikan
informasi yang faktual tentang hasilnya.8
Saksi pendapat adalah saksi ahli yang independen yang diminta untuk
memberikan pendapat yang independen berdasarkan fakta-fakta dari kasus
tertentu yang sudah ada. Dalam hal ini dokter akan memberikan pendapat
sesuai dengan pengalaman dan keahliannya yang relavan. Sebagai saksi ahli
independen, dokter dapat membantu pengadilan dalam dua cara, yaitu
dengan memberikan pendapat ahli berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya terhadap fakta dan menginformasikan pengadilan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan keahlian khusus mereka.8
Apalagi pengacara atau penyidik memiliki pertanyaan untuk
informasi lebih lanjut dan dokter mengalami kesulitan dalam menjawabnya,
di luar negeri terdapat MDO (Medical Defence Organization) untuk
dimintai bantuan.8 Di Indonesia dokter dapat berkonsultasi kepada ahli
Kedokteran Forensik. Jika diperlukan untuk berdiskusi dengan saksi ahli
independen lain atau menyiapkan laporan dengan saksi ahli lain, dokter
harus memberikan penilaian independennya, mengidentifikasi hal-hal yang
disetujui, tidak disetujui dan mengutarakan alasannya. Dokter harus
menghindari instruksi atau permintaan untuk terjadinya kesepakatan.
Gunakan cara yang sederhana dan objektif ketika memberikan bukti.9
9
diterangkan bahwa kata “peradilan” menunjuk segala sesuatu mengenai
perkara pengadilan; dan kata “pengadilan” memiliki arti:10
1. Dewan atau majelis yang mengadili perkara, mahkamah;
2. Proses mengadili;
3. Siding hakim ketika mengadili perkara; dan
4. Rumah (bangunan) tempat mengadili perkara.
Abdul Gani Abdullah mengemukakan bahwa istilah peradilan adalah
kewenangan suatu lembaga untuk menyelesaikan perkara untuk dan atas
nama hukum demi tegaknya keadilan, sedangkan pengadilan berarti tempat
dimana dilakukan peradilan, yaitu majelis hukum atau mahkamah.10
Istilah Peradilan dan Pengadilan adalah memiliki makna dan
pengertian yang berbeda, perbedaan pengertian itu adalah:10
1. Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak
dimana dalam bahasa Belanda maksudnya adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan
keadilan.
2. Pengadilan dalam istilah inggris disebut court dan rechbank dimana
dalam bahasa Belanda maksudnya adalah badan dimana melakukan
peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara.
Kata pengadilan dan peradilan memiliki kata dasar yang sama
yakni “adil” yang memiliki pengertian10
a. Proses mengadili.
b. Upaya untuk mencari keadilan.
c. Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan.
d. Berdasarkan hukum yang berlaku.
Menurut Sudikno Metrokusumo, peradilan adalah segala sesuatu
yang bertalian dengan tugas hakim dalam memutus perkara, baik perkara
perdata maupun perkara pidana untuk mempertahankan atau menjamin
ditaatinya hukum materil. Sedangkan hukum materil merupakan pedoman
bagi warga masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau
tidak berbuat dalam masyarakat yang pada hakekatnya bertujuan untuk
melindungi kepentingan orang lain. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa fungsi pengadilan sangat penting sebagai tempat untuk
menegakkan hukum.10
2.2.5 Status dokter dalam proses peradilan pidana
10
Apabila pada penyidikan terdapat barang bukti berupa jenazah,
orang hidup, potongan tubuh yang diduga berasal dari tubuh manusia
maka saksi ahli yang tepat adalah dokter.11
Pada KUHAP pasal 1 butir 28, pasal 133 ayat (1), pasal 179 ayat (1)
maka setiap dokter secara implisit dapat dikategorikan sebagai saksi ahli
sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Ia memang diminta secara resmi oleh penegak hukum yang mempunyai
kewenangan.
Permintaan tersebut dalam kapasitasnya sebagai ahli.
Lengkapnya, bunyi pasal yang disebutkan diatas adalah sebagai berikut:
11
persyaratan di atas kepala sektor kepolisian yang berpangkat Bintara di
bawah Inspektur Dua polisi karena jabatannya adalah penyidik.12
Menurut Undang – Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009 bab
XIX pasal 189 ayat (2) penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:13
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang
tindak pidana di bidang kesehatan;
a. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang kesehatan;
b. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;
c. Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang
tindak pidana di bidang kesehatan;
d. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
e. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang kesehatan;
f. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
Menurut KUHAP pasal 112, dituliskan bahwa:7
1. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan
alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka
dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat
panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang
wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan
memenuhi panggilan tersebut.
2. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia
tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah
kepada petugas untuk membawanya.
Sedangkan pada pasal 113 KUHAP:7
Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan
yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang
melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
12
2.3.2 Alat Bukti Sah
Pasal 183 KUHAP:7
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP :7
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
13
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan
dari pengetahuannya itu.
Keterangan saksi menurut Pasal 185 KUHAP adalah:7
1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan.
2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang
sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian
atau keadaan tertentu.
5. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bukan merupakan keterangan saksi.
Pasal 117 KUHAP7
1. Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa
tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun.
2. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya
ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan
kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya
sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.
14
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (pengertian
keterangan ahli secara umum).
15
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam
suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu
menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).
16
ahli namun agar tertib administrasinya maka sebaiknya permintaan
keterangan ahli hanya diajukan kepada dokter yang bekerja pada suatu
instansi kesehatan (puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi khusus
yang terutama milik pemerintah.12
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang
dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai
hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun
bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan
dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.3
Visum et Repertum kemudian digunakan sebagai bukti yang sah
secara hukum sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP, Visum et
Repertum turut berperan dalam pembuktian suatu perkara pidana terhadap
kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang dalam bagian
pemberitaan, sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti.3
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hokum, sehingga dengan
membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah
terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hokum perkara pidana yang menyangkut tubuh/jiwa manusia.3
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk
persoalan siding pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli
atau diajukannya bahan baru, seperti tercantum dalam KUHP, sehingga
memberi kemungkinan akan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian
ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan bagi
terdakwa atau penasehat hukumnya suatu hasil pemeriksaan (pasal 180
KUHAP).3
VeR dibuat atas kehendak undang-undang, maka dokter tidak dapat
dituntut karena membuka rahasia pekerjaannya sebagaimana diatur dalam
pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seijin pasien.
17
Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undang-undang, tindak pidana, sepanjang visum et repertum tersebut
hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk
selanjutnya dipergunakan dalam proses peradilan.3,14
Ada 2 jenis visum et repertum secara umum, yaitu visum et
repertum untuk orang hidup (visum et repertum perlukaan, kejahatan
susila, psikiatrik) dan untuk orang mati (visum et repertum jenazah).15
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter yang dalam
membuat suatu visum et repertum antara lain:15
1. Karena untuk kepentingan penegakan hokum maka hendaknya dibuat
dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak
hukum.
2. Isinya harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya
keterangan tersebut, yaitu untuk membuat terang perkara pidana.
Dengan kata lain, harus dapat menjawab masalah yang dihadapi
penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana.
3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dengan sumpah atau janji yang
diucapkan didepan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah
atau janji ketika menerima jabatan.
Ada lima bagian tetap dalam pelaporan Visum et repertum,yaitu :15
1. Pembukaan (Pro Justitia). Kata ini diletakkan di bagian atas untuk
menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR
tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di
depan siding pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
2. Pendahuluan. Kata “Pendahuluan” sendiri tidak ditulis dalam VeR
melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul.
Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repertum dan
institusi kesehatannya, instansi penyidik permintaannya berikut nomor dan
tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta
identitas korban yang diperiksa.
3. Pemberitaan. Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan” dan berisi hasil
pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban
18
yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medic yang dilakukan serta
keadaannya sesuai pengobatan/perawatan.
Bila korban meninggal dan dilakukan otopsi, maka diuraikan
keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya
orang tersebut. Diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang
bukti, berupa perlukaan/keadaan, kesehatan/sebab kematian yang
berkaitan dengan perkaranya.
Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan tidak
berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian
pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Kesimpulan. Bagian ini berjudul “Kesimpulan” dan berisi pendapat
dokter berdasarkan keilmuannya terhadap hasil pemeriksaan, mengenai
jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat
penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya, mekanisme
kematian. Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi
persetubuhan dan kapan perkiraan kejadiannya, serta usia korban atau
kepantasan korban untuk kawin.
Khusus untuk VeR jenazah sebaiknya lebih terperinci lagi dengan
memuat hal-hal yang bersifat informative bagi penyidik/hakim seperti:
perkiraan saat kematian (walaupun dalam bentuk rentang waktu),
identifikasi (bagi korban yang belum jelas), pendapat cara kematian, dan
hal-hal lain yang berguna bagi rekonstruksi kejadian/arah penyidikan.
5. Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku
“Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya
berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan
kitab undang-undang hukum acara pidana /KUHAP”. dan dibubuhi tanda
tangan dokter pembuat VeR (tanda tangan direktur Rumah Sakit tidak
diperlukan dan tidak ada gunanya sama sekali untuk diikutsertakan karena
tanggung jawab hukum pembuatan visum et repertum bersifat personal.
Direktur hanya perlu membuat surat pengantar untuk menyerahkan visum
et repertum yang telah selesai dibuat oleh dokter.
2.3.10 Proses di pengadilan
Pasal 230 KUHAP7
19
1) Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang
sidang
2) Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan
panitera mengenakan pakaian siding dan atribut masing-masing.
3) Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut
ketentuan sebagai berikut :
a. tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat
penuntut umum, terdakwa, penasihat, penasihat hukum dan
pengunjung;
b. tempat panitera terletak di belakang sisi kanan tempat hakim
ketua sidang;
c. Tempat penuntut umum terletak di sisi kanan depan tempat
hakim;
d. Tempat terdakwa dan penasihat hukum terletak di sisi kiri
depan dari tempat hakim dan tempat terdakwa di sebelah kanan
tempat penasihat hukum;
e. Tempat kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak di depan
tempat hakim;
f. Tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang
kursi pemeriksaan;
g. tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah
didengar;
h. Bendera nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim
dan panji Pengayoman ditempatkan di sebelah kiri meja hakim
sedangkan lambing Negara ditempatkan pada dinding bagian
atas belakang meja hakim;
i. Tempat rohaniawan terletak di sebelah kiri tempat panitera;
j. Tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi
tanda pengenal;
k. Tempat petugas keamanan dibagian pintu masuk utama ruang
sidang dan ditempat lain yang dianggap perlu.
4) Apabila sidang pengadilan dilangsungkan diluar gedung pengadilan,
maka tata tempat sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan ayat
(3) tersebut diatas.
5) Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi makan sekurang-
kurangnya bendera nasional harus ada.
20
Pasal 232 KUHAP
1. Sebelum siding dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum
dan pengunjung yang sudah ada, duduk ditempatnyamasing-masing
dalam ruang sidang.
2. Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang siding semua
yang hadir berdiri untuk menghormat
3. Selama siding berlangsung setiap orang yang keluar masuk ruang
sidang diwajibkan memberi hormat
21
Pasal 160 KUHAP ayat (2) : 7
“Hakim ketua sidang meananyakan kepada saksi keterangan tentang nama
lengkap, tanggal lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal
terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar
dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah semenda dan sampai derajat
keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa
meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.
Pasal 160 KUHAP ayat (3): 7
“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan
keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya”
Pasal 160 KUHAP ayat (4): 7
“Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib
bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi
keterangan”.
22
Gambar 6. Pengucapan Sumpah di Pengadilan
23
2.3.16. Biaya saksi dan ahli di tanggung oleh Negara
Pasal 136 KUHAP: 7
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua Bab 14 ditanggung oleh
Negara.
Pasal 229 ayat 1 KUHAP: 7
Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka
memberikan keterangan disemua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat
penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
24
2.4 Peranan dokter dalam proses peradilan
Terdapat dua macam proses peradilan, yaitu proses peradilan pidana
dan perdata. Kasus pidana terjadi jika ada pelanggaran hukum terhadap huku
pidana meliputi pelanggaran yang sifatnya intentional (kesengajaan),
recklessness (kecerobohan), atau negligence (kurang hati-hati). Contoh
kasus pidana antara lain pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan
sebagainya. Sedangkan kasus perdata meliputi perbuataperbuatan yang
dapat menyebabkan kerugian materil ataupun imateril, perceraian,
perselisihan tentang status ke-ayahan seorang anak, dan sebagainya. Proses
peradilan pidana diatur dalam KUHAP dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan tersebut maka proses peradilan pidana dibagi menjadi
beberpa tingkat yaitu :
1) Penyelidikan
2) Penyidikan
3) Penuntutan
4) Pemeriksaan sidang di pengadilan.13
25
barang bukti bagi kepentingan pemeriksaan selanjutnya. Hal ini juga penting
sebab semakin banyak barang bukti yang ditemukan, termasuk barang bukti
medik, akan semakin mempermudah penegak hukum dalam membuat
terang suatu perkara pidana dimana barang bukti medic tersebut harus
diselamatkan dari kerusakan dan dokter memang memiliki kemampuan itu.
26
o Identitas pelaku bilamana mungkin
2. Jenazah bayi
Dengan bantuan otopsi dapat dibuktikan :
o Bayi viable atau tidak
o Lahir hidup atau mati
o Lama hidup di luar kandungan
o Sebab kematian bayi
3. Korban penganiayaan, bantuan dokter untuk membuktikan :
o Ada perlukaan atau tidak
o Benda yang menjadi penyebabnya
o Bagaimana cara benda tersebut mengakibatkan luka
o Derajat luka (kualifikasi luka)
4. Korban tindak pidana kejahatan seksual, bantuan dokter untuk
mengetahui :
o Tanda persetubuhan
o Identitas laki-laki yang menyetubuhi
o Tanda-tanda kekerasan baik fisik maupun obat-obatan yang
mengakibatkan ketidaksadaran korban.
5. Objek lainnya
Jika ditemukan barang bukti yang diduga merupakan bagian tubuh
manusia atau barang bukti yang berasal dari tubuh manusia. Selain itu
dokter juga dapat memberikan keterangan tentang objek tersangka atau
terdakwa yang meliputi :
Menentukan tersangka atau terdakwa yang diduga menderita
kelainan jiwa dan apakah mampu untuk mempertanggung
jawabkan
Menentukan jenis kelainan jiwa yang dialami, dan identifikasi
apakah gangguan jiwa tersebut dapat menyebabkan terdakwa
bertanggung jawab atau tidak
Mengetahui tersangka atau terdakwa yang tidak jelas umumnya
dan sulit ditentukan sebagai dewasa atau anak – anak
Menilai tersangka atau terdakwa tidak pidana kejahatan seksual
yang mengaku menderita impotensi
27
Membuktikan kasus pembunuhan anak sendiri pada tersangka yang
menyangkal telah melahirkan anak
28
menemukan kebenaran materil maka dokter dalam kapasitasnya sebagai
ahli dapat diminta bantuannya untuk memberikan keterangan.13
29
Pihak yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah penyidik. Penyidik pembantu
juga memiliki wewenang tersebut sesuai pasal 11 KUHAP. Permintaan
keterangan ahli oleh penyidik ini harus dilakukan secara tertulis (secara
tegas diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat 2 terutama untuk korban mati).
Surat permintaan keterangan ahli ini ditunjukkan kepada instansi
kesehatan atau instansi khusus bukan kepada individu dokter yang bekerja
dalam instansi tersebut.1
Menurut pasal 1 butir 28, pasal 133 ayat 1 serta pasal 179 ayat 1
maka setiap dokter (apakah dokter ahli kehakiman, dokter umum, atau
dokter spesialis) secara implisit dapat dikategorikan sebagai ahli sepanjang
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Ia memang diminta secara resmi oleh penegak hukum yang
mempunyai kewenangan untuk itu.
b) Permintaan tersebut dalam kapasitasnya sebagai ahli. 1
30
a) Didasarkan pasal 159 ayat (2) KUHAP saksi ahli wajib
menghadap ke persidangan setelah dipanggil dengan patut.
b) Didasarkan pasal 160 KUHAP, saksi ahli wajib bersumpah
menurut agamanya untuk memberi keterangan yang sebenarnya. 14
2. Hak sebagai saksi ahli
Didasarkan pasal 229 KUHAP, saksi ahli yang telah hadir berhak
mendapat penggantian biaya menurut Undang-Undang yang berlaku. 14
31
12. Jika diperlihatkan suatu buku atau paragraf untuk dibaca, lalu ditanya
apakah dokter setuju dengan pernyatan yang ditulis oleh pengarang,
sebaiknya dokter juga membaca bagian atas dan bawah dari paragraph
yang ditunjukkan dan jika perlu membandingkannya.
13. Jangan membuat pernyataan dengan cakupan yang terlalu luas.
14. Hindari penggunaan gaya bahasa secara berlebihan.
15. Dilarang memberikan komentar/saran/tanggapan terhadap sesuatu
yang terjadi.
32
beberapa faktor yakni keadaan mayat baik keaslian barang bukti, teknis
pemeriksaan, dan koordinasi.16
Walaupun demikian, dokter munim masih bisa mengetahui jenis
peluru yang ditembakkan yaitu kaliber 9 mm dari tipe senjata SNW,
karena peluru masih berada didalam kepala korban saat jasad Nasrudin
dibawa ke RSCM untuk menjalani otopsi. Peluru pertama ditemukan
berada diatas telinga kanan dibawah kulit, dan peluru kedua berada di
rongga tengkorak di antara jaringan otak. Akibat mayat sudah tidak asli
itu, beliau tidak dapat menentukan peluru mana yang menyebabkan
kematian korban dan kapan saat kematian dari Nasrudin. Menurut Munim.
Berdasarkan sifat luka di kepala korban, hasil pemeriksaan forensik
menunjukkan bahwa penembakan dilakukan dari jarak jauh. Tetapi dokter
munim sendiri tidak mengesampingkan kemungkinan adanya tembakan
jarak dekat yang ditempel dengan penghalang, misalnya dengan bantal,
sehingga sifat luka tembaknya terlihat seperti luka tembak jarak jauh.16
Selain kondisi mayat Nasrudin yang sudah tidak asli lagi, fakta lain
adalah tentang adanya permintaan dari seorang penyidik di Polda
Metrojaya kepada dirinya untuk mengubah hasil pemeriksaan forensik
terhadap jenazah Nasrudin. Yaitu tentang jenis peluru yang ditembakkan
eksekutor kepada korban yaitu kaliber 9 mm. angka tersebut diminta
petugas Pusat Laboratorium Forensik untuk dihilangkan. Tetapi dokter
munim menolak untuk melakukan hal tersebut.16
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dokter mempunyai peran yang
sangat penting dalam proses peradilan, yaitu sebagai saksi ahli.
33
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dokter sebagai orang yang ahli dibidang kedokteran dapat
dilibatkan sebagai saksi ahli sehingga berkewajiban untuk memberikan
keterangan ahli apabila ada permintaan atau panggilan dari pihak yang
berwenang dalam menangani suatu kasus. Untuk menjadi seorang saksi
ahli harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur oleh Undang-Undang.
Dalam hal ini dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli,sebagai
saksi ahli pemeriksa, menjelaskan visum et repertum, dan menjelaskan
kaitan antara temuan visum et repertum dengan temuan ilmiah alat bukti
sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum
jelas dari sisi ilmiah. Seorang dokter umum harus mampu melakukan
prosedur pemeriksaan forensik klinis sesuai masalah, kebutuhan korban
dan sesuai kewenangannya dokter umum harus mampu mengidentifikasi,
menjelaskan dan merancang penyelesaian masalah kesehatan dan hukum
secara ilmiah menurut ilmu kedokteran kesehatan mutakhir untuk
mendapatkan hasil yang optimum dan dalam upaya maksimal
menghadirkan keadilan seobjektif mungkin.
34
Peran dokter umum dalam pelayanan kedokteran forensik diatur
dalam undang-undang yang tercantum dalam pasal 133 KUHAP. Sesuai
standar pendidikan profesi dokter, dokter umum selama pendidikan sudah
mempelajari forensik klinik dan patologi forensik, maka dokter umum
berwenang memberikan pelayanan forensik berupa pemeriksaan korban
hidup karena kecelakaan lalu lintas, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), kasus penganiayaan, dan pemeriksaan luar korban meninggal
meliputi pemeriksaan label, benda di samping mayat, pakaian, ciri
identitas fisik,ciri thanatologis, perlukaan dan patah tulang. Standar profesi
dokter dibidang kedokteran forensik dapat kita definisikan sebagai standar
keilmuan dan keterampilan minimal yang harus dikuasai seorang dokter
dalam menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk
membantu penegak hukum, keadilan, dan memecahkan masalah-masalah
hukum.
3.2. SARAN
1. Setiap dokter harus memahami peran sebagai seorang saksi ahli, karena
suatu saat bisa diminta bantuannya dalam sebuah proses peradilan dimana
pun dia berada.
2. Setiap dokter perlu memperdalam medical legal dalam pendidikan
kedokteran umum
3. Perlu diadakan seminar seminar tentang medikolegal sehingga dokter
umum memahami tentang peradilan
35
DAFTAR PUSTAKA
36
8. Australian Medical Association. Ethical Guidelines for Doctors Acting
as Medical Witnesses. AMA Position Statement. 2011: p.1-6.
9. Susanti R. Peran Dokter Sebagai Saksi Ahli Di Persidangan. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2013;2(2):p.101- 104.
10. Kuliah Hukum Indonesia: Pengertian Peradilan dan Pengadilan. 2
Januari 2009. Available from: http://kuliahhukumindonesia. blogspot.
com/2009 /01/pengertian-peradilan-danpengadilan.html. [Diakses 27
Agustus 2019]
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan bab XIX. Available from: http://www.depkes
.go.id/resources/download/general/UU%20Nomor%2036%20Tahun2
%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf [Di Akses 21 Agustus 2019]
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983
Tentang Pelaksanaan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana.
13. Hutauruk J. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi Kelima, Cetakan I
Jakarta: Penerbit Widya Medika. 1995:p. 14-7.
14. Dahlan S. 2012. Ilmu Kedokteran Forensik, Pedoman bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Cetakan VI. Hal 8-9, 13-27, 43-46.
15. Dahlan S. 2012. Pembuatan Visum Et Repertum. Edisi Kedua, Cetakan
IV. Semarang: Bahan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
2008 :p. 1-4.
16. Idris M, Media Indonesia. 12 Desember 2009. Available from:
http://bataviase.co.id/detailberita-10392538.html. Diunduh tanggal 19
Agustus 2015.
17. Basir, B. Komplikasi Peraturan Perundang – undangan terkait Praktik
Kedokteran. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2014.
37