Anda di halaman 1dari 37

ASFIKSIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
Andi (15142010002)

Durrotun Nasiha (15142010011)

Dini Aulia Islami (15142010010)

Mohammad Firhan Rivaldy H (15142010033)

Nurul Safaat (15142010039)

Sara Zilda (15142010046)

Septian Diniyatul Jannah (15142010047)

Sindy Yunia Arisanti (15142010048)

Siti Maysaroh (15142010039)

Sulaiman (15142010050)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDIA HUSADA MADURA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.Asfiksia neonatorum
dapat menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis (Rusepno H,
1995).
Ada beberapa faktor pencetus terjadinya asfiksia neonatorum yaitu
faktor ibu (hipoksia, eklampsi, toksemia, hipotensi karena perdarahan,
diabetes melitus, kelainan jantung, atau penyakit ginjal), faktor plasenta
(gangguan pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, misalnya solusio plasenta atau plasenta previa), faktor
fetus (janin terlilit tali pusat, tali pusat menumbung, dll), dan faktor
persalinan (partus lama, kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea, dan
prosespersalinan abnormal lainnya)(Markum AH, 2002).
Asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas
bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal
baik di negara berkembang maupun di negara maju.Di negara maju angka
kejadianasfiksia berkisar antara 1-1,5% dan berhubungan dengan masa
gestasi dan berat lahir. Di negara berkembang angka kejadian bayi asfiksia
lebih tinggi dibandingkan di negara maju karena pelayanan antenatal yang
masih kurang memadai.Sebagian besar bayi asfiksia tersebut tidak
memperoleh penanganan yang adekuat sehingga banyak diantaranya
meninggal(Vera MM, 2003).
Menurut WHO deperkirakan sekitar 900.000 kematian bayi baru lahir
setiap tahun diakibatkan oleh asfiksia neonatorum.Laporan dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO)menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003
asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab
kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis
neonatorum dan kelahiran premature (WHO, 2005).
Menurut National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2002, asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian per 100.000
kelahiran hidup di Amerika Serikat(Adhie NR, 2012). Di Indonesia
mempunyai 200 juta penduduk dengan angka kelahiran 2,5% pertahun
sehingga diperkirakan terdapat 5 juta kelahiran pertahun. Jika angka
kejadian asfiksia 3-5% dari seluruh kelahiran, diperkirakan 250 ribu bayi
asfiksialahir pertahun. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,
tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesiaadalah gangguan
pernapasan/respiratorydisorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis
neonatorum (12.0%)(Kemenkes RI, 2014).Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM pada tahun 2000 didapatkan 6,3% bayi asfiksia dari seluruh
kelahiran, 2,1% diantaranya lahir dengan asfiksia berat(Vera MM , 2003).
Di RS Dr Kariadi Semarang selama tahun 2007, angka kelahiran bayi hidup
mencapai 1600 jiwa setahun dengan angka kejadian bayi lahir dengan
asfiksia berjumlah 187 kelahiran(Adhie NR, 2012).
Hasil penelitian sebelumnya di RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya
periode Januari 2010 Juni 2011 didapatkan sebanyak 73,0% dari jenis
persalinan tindakan bayi mengalami asfiksia neonatorum, sedangkan 66,9%
dari jenis persalinan normal 3bayi tidak mengalami asfiksia
neonatorum.Artinya jenis persalinan tindakan mempunyai resiko 5,471 kali
lebihbesar terhadap kejadian asfiksia neonatorum dibandingkan dengan
persalinan normal(Neneng YBS, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep dasar bayi baru lahir ?
1.2.2 Bagaimana definisi asfiksia neonatorum ?
1.2.3 Bagaimana etiologi asfiksia neonatorum ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis dari
1.2.6 Bagaimana WOC
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan medis untuk
1.2.8 Bagaimana cara pencegahan penyakit
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien

1.3 Tujuan
1.3.1 TujuanUmum
a. Memahami konsep tentang bayi baru lahir
b. Memahami konsep tentang asfiksia neonatorum
c. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien asfiksia
neonatorum
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi
sistem pernapasan.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi bronchitis
kronis.
c. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi bronchitis
kronis.
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi
bronchitis kronis.
e. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis
bronchitis kronis.
f. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang WOC bronchitis
kronis.
g. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan
diagnostic bronchitis kronis.
h. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan
bronchitis kronis.
i. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pencegahan
bronchitis kronis.
j. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pada pasien bronchitis kronis.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
memahami tentang konsep dasar bayi baru lahir, definisi, patofisiologi,
manifestasi klinis, WOC, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis,
pencegahan serta asuhan keperawatan pada pasien dengan asfiksia
neonatorum.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar bayi baru lahir


2.1.1 Pengertian
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang
baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.
Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi
dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia
gestasi 38 – 42 minggu.
Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah
bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal
adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir
langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan)
yang berat.
2.1.2 Ciri-ciri bayi baru lahir
a. Berat badan 2500 – 4000 gram
b. Panjang badan 48 – 52 cm
c. Lingkar dada 30 – 38 cm
d. Lingkar kepala 33 – 35 cm
e. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit
f. Pernafasan ± – 60 40 kali/menit
g. Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna
i. Kuku agak panjang dan lemas
j. Genitalia :
1) Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
2) Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
k. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
l. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
m. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
n. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.

2.1.3 Reflek bayi baru lahir


a. Mata
1) Berkedip atau reflek corneal
Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba – tiba
atau pada pandel atau obyek kearah kornea, harus menetapkan
sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya
kerusakan pada saraf cranial.
2) Pupil
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini
harus sepanjang hidup.
3) Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata)
menyebabkan mata menutup dengan rapat.
b. Mulut dan tenggorokan
1) Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area
sirkumoral sebagai respon terhadap rangsangan, reflek ini harus
tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun,
seperti pada saat tidur.
2) Muntah
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau
masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami reflek
muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
3) Rooting
Menyentuh dan menekan dagu sepanjang sisi mulut akan
menyebabkan bayi membalikkan kepala kearah sisi tersebut dan
mulai menghisap, harus hilang pada usia kira – kira 3 -4 bulan
4) Menguap
Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan
maningkatkan jumlah udara inspirasi, harus menetap sepanjang
hidup.
5) Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan
mendorongnya keluar harus menghilang pada usia 4 bulan.
6) Batuk
Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini
harus terus ada sepanjang hidup, biasanya ada setelah hari
pertama lahir.
c. Ekstremitas
1) Menggenggam
Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar kaki
menyebabkan fleksi tangan dan jari.
2) Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar kearah atas dari tumit dan
menyilang bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperektensi
dan haluks dorso fleksi.
d. Masa tubuh
1) Reflek moro
Kejutan atau perubahan tiba – tiba dalam ekuilibrium yang
menyebabkan ekstensi dan abduksi ekstrimitas yang tiba –tiba
serta mengisap jari dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk
“C” diikuti dengan fleksi dan abduksi ekstrimitas, kaki dapat
fleksi dengan lemah.
2) Startle
Suara keras yang tiba – tiba menyebabkan abduksi lengan
dengan fleksi siku tangan tetap tergenggam.
3) Tonik leher
Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah sisi, lengan
dan kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut dan lengan yang
berlawanan dan kaki fleksi.
4) Neck – righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu
dan batang tubuh membalik kearah tersebut dan diikuti dengan
pelvis.
5) Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang
menyebabkan panggul bergerak kea rah sisi yang terstimulasi.
2.1.4 Perubahan-perubahan yang terjadi segera setelah lahir
Sebagai akibat perubahan lingkungan dari kehidupan
intrauterine ke lingkungan ekstrauterine, bayi menerima rangsangan
yang bersifat kimiawi, mekanik dan teknik. Hasil perangsangan ini
membuat bayi akan mengalami perubahan metabolik, pernafasan,
sirkulasi.
a. Perubahan Metabolisme Karbohidrat

Energi tambahan yang diperlukan neonatus pada jam-jam


pertama sesudah lahir, diambil dari hasil metabolisme asam lemak
sehingga kadar gula darah dapat mencapai 120 mg/ 100 mg.
b. Perubahan Suhu Tubuh
Segera setelah lahir, bayi akan berada di tempat yang suhu
lingkungannya lebih rendah dari lingkungan dalam lahir. Suhu
tubuh normal neonatus yaitu 36,50oC – 37,50oC. Bila bayi
dibiarkan dalam suhu kamar ( 25,0oC) maka bayi akan kehilangan
panas melalui evaporasi (penguapan), konveksi dan radiasi
sebanyak 200 kalori/kgbb/menit, sedangkan pembentukan panas
yang dapat diproduksi hanya persepuluh dari jumlah kehilangan
panas di atas, dalam waktu 15 menit. Keadaan ini sangat berbahaya
untuk neonatus, terlebih bagi BBLR, bayi dapat mengalami asfiksia
karena tidak sanggup mengimbangi penurunan suhu tersebut
dengan produksi panas yang dibuat sendiri.
c. Perubahan Sistem Pernafasan
Pernafasan normal pada neonatus pertama kali bernafas 30
detik sesudah kelahiran.Pernafasan ini terjadi sebagai adanya
aktivitas normal dari susunan saraf pusat dan perifer yang dibantu
oleh beberapa rangsangan lainnya.Misalnya tekanan mekanis pada
toraks sewaktu melalui jalan lahir.Penurunan tekanan O2 dan
kenaikan CO2 pada paru-paru merangsang kemoreseptor yang
terletak pada sinus karotis sehingga bayi bernafas, rangsangan
dingin di daerah muka dapat merangsang permulaan gerakan
pernafasan.
d. Perubahan Sistem Sirkulasi
Dengan berkembangnya paru-paru tekanan O2 di dalam
alveoli meningkat dan tekanan karbondioksida menurun, hal ini
mengakibatkan aliran darah ke paru-paru mneingkat, akhirnya
darah dari arteria pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus
arteriosus menutup.
Dengan terpotongnya tali pusat, arteri dan vena umbilikalis
menciut, aliran darah dari placenta melalui vena cava superior dan
foramen ovale ke atrium kiri terhenti, paru-paru mulai berfungsi.
Dengan masuknya darah dari paru-paru ke dalam atrium kiri,
tekanan atrium kiri menjadi lebih tinggi daripada tekanan atrium
kanan, hal ini menyebabkan foramen menutup, sirkulasi jarum
berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar badan ibu.
e. Perubahan-perubahan lain
Perubahan–perubahan lain yang terjadi pada neonatus selain
perubahan–perubahan di batas yaitu mulai berfungsinya alat-alat
pencernaan, hepar, ginjal dan alat-alat lainnya.

2.2 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir(Mansjoer,2005).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2dan
asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ vital lainnya(Saiffudin, 2001).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2) dan asidosis (penurunan PH).
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungkin timbul (Manuaba, 2007).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa asfiksia
adalah bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan sehingga
dibutuhkan penanganan segera setelah bayi lahir agar tidak menimbulkan
akibat buruk dalam kelangsungan hidupnya.
2.3 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2008), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2
macam, yaitu sebagai berikut:
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah berkurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negatif Positif
Bunyi jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
Menurut Mochtar, (2008) setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan
nilai APGAR, tabel tersebut di atas dapat digunakan untuk menentukan
tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat
dengan klasifikasi sebagai berikut:
TAND 0 1 2
A

Appearan Biru, pucat Badanpucattungk Semuanyamerahmuda


ce aibiru

Pulse Tidakteraba <100 >100

Grimace Tidakada Lambat Menangiskuat

Activity Lemah/lum Gerakansedikit/fl Aktif/fleksitungkaibaik/reak


puh eksitungkai simelawan

Respirato Tidakada Lambat, Baik, menangiskuat


ry tidakteratur

a. Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)


Memerlukan resusitasi segera secara aktifdan pemberian
oksigen terkendali.Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang
pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
b. Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberianoksigen sampai bayi
dapat bernapas kembali.Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantunglebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2.4 Etiologi
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir.
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
a. Asfiksia dalam kehamilan
1) Penyakit infeksi akut
2) Penyakit infeksi kronik
3) Keracunan oleh obat-obat bius
4) Uraemia dan toksemia gravidarum
5) Anemia berat
6) Cacat bawaan
7) Trauma
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2.
a) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
b) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-
menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
c) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
d) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan
panggul.
e) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya.
f) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
g) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus),
disfungsi uteri.
2) Paralisis pusat pernafasan
a) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
b) Trauma dari dalam : akibat obet bius.

Penyebab asfiksia (Stright, 2004)yaitu :


a. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi yang
diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
b. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
c. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta,
insufisiensi plasenta.
d. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
e. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital,
kesulitan kelahiran.

2.5 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.6 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari asfiksia neonatorum adalah :
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (<30
kali permenit)
b. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit pucat atau biru
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi <100 kali permenit)
2.7 WOC

Persalinan lama, lilitan Paratosis pusat pernafan Faktor lain : Anastesi


tali pusat dan obat-obatan

Kadar O2 menurun

Denyut Jantung Janin


menurun

Tonus neuromaskular
menurun

ASFIKSIA

Gangguan metabolisme
Paru-paru terisi cairan Kadar O2 dalam darah
asam basa
menurun

,Mukus banyak di Asidosis respiratori


saluran nafas Suplai O2 ke otak Suplai O2 ke jaringan
menurun menurun
Gg pervusi ventilasi
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif Hipoksia
Kerusakan pertukaran
Kejang
gas
Gg pervusi jaringan
cerebral
Hipoksia sel cerna

Resiko Cedera

Intake nutria terganggu

Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
2.8 Penatalaksanaan
Asfiksia bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia
janin. Resusitasi dapat dilihat dariberat ringannya derajat asfiksia, yaitu
dengan cara menghitung nilai APGAR (Novita, 2011).
Menurut Novita (2011), prinsip melakukan tindakan resusitasi yang
perlu diingat adalah :
a. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan
saluran pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya
pernapasan, yaitu agar oksigen dan pengeluaran CO2berjalan
lancar.
b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang
menunjukan usaha pernapasan lemah.
c. Melakukan koreksi terhadap asidosisyang terjadi.
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Menurut Ilyas (2004), alat-alat resusitasi yang perlu dipersiapkan
meliputi sebagai berikut :
a. Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat.
b. Guling kecil untuk menyangga/ekstensi
c. Lampu untuk memanaskan badan bayi
d. Penghisap slim
e. Oksigen
f. Spuit ukuran 2,5cc atau 10cc
g. Penlon back atau penlon masker
h. ETT (endo trakheal tube)
i. Laringoskop
j. Obat-obatan (natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrose 40%,
kalsium glukonas, dekstrose 5%, dan infus set).
Menurut Novita (2011), resusitasi dilakukan sesuai dengan derajat
asfiksia. Penatalaksanaan penanganan bayi dengan asfiksia bertujuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa.
a. Asfiksia ringan-bayi normal (skor apgar 7-10)
Tidakmemerlukan tindakan yang istimewa, seperti pemberian
lingkungan suhu yang baik pada bayi, pembersihan jalan napas
bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah, jika diperlukan
memberikanrangsangan, selanjutnya observasi suhu tubuh, apabila
cenderung turununtuk sementara waktu dapat dimasukan kedalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (skor apgar 4-6)
Menerima bayi dengan kain yang telah dihangatkan,
kemudian membersihkan jalan nafas.Melakukan stimulasi agar
timbul refleks pernapasan.Bila dalam 30-60 detik tidak timbul
pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dimulai.Ventilasi
yang aktif yang sederhana dapat dilakukan secara “frog
brething”.Cara tersebut dikerjakan dengan meletakan kateter O2
intranasal dan O2 dialirkan dengan 1-2 liter/menit.Agar saluran
napas bebas, bayi diletakan dalam posisi dorsofleksi
kepala.Apabila belum berhasil maka lakukan tindakan rangsangan
pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil
juga maka pasang penlon masker kemudian di pompa 60x/menit.
Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis, berikan
kolaborasi terapi natrium bikarbonat 7,5% dengan dosis 2-4 cc/kg
berat badan bersama dektrose 40% sebanyak 1-2 cc/kg berat badan
dan diberikan melalui umbilikalis.
c. Asfiksia berat (skor apgar 0-3)
Menerima bayi dengan kain hangat, kemudian membersihkan
jalan nafas sambil memompa jalan nafas dengan ambu bag.Berikan
oksigen 4-5 liter/menit.Apabila tidak berhasil biasanya dipasang
ETT (endo tracheal tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui
lubangETT. Bila bayi bernafas namun masih sianosis maka berikan
tindakan kolaborasi berupa natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc
dan dektrose 40% sebanyak 4cc. Bila asfiksia berkelanjutan, maka
bayi masuk ICU dan infus terlebih dahulu.
2.9 Pemeriksaan diagnostik

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis


adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil
contoh darah janin.Darah ini diperiksa pH-nya.Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk
mengetahui adanya asidosis dan alkalosis
respiratorik/metabolik.Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi
SaO2 dan PaO2.Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya
persediaan garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu
kesetimbangannya.Timbul asidosis laktat, hipokalsemi,
hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan
uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum,
natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
d. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan
test urine untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003),
penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi.
e. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi
(USG),computed tomography scan (CT-Scan) dan magnetic
resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis
f. USG ( Kepala )
g. Penilaian APGAR score
h. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
i. Foto polos dada

2.10 Terapi dan Pengobatan


a. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya
dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan
telanjang di bawah alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya,
bayi dan Ibu hendaknya diselimuti dengan baik, namun harus
diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada
tubuh bayi.
b. Lakukan tindakan A-B-C-D
Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/mengusahakan
timbulnya pernafasan/ventilasi, Circulation/memperbaiki sirkulasi tubuh,
Drug/memberikan obat)
A :Memastikan saluran nafas terbuka
1) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
2) Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
3) Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
B :Memulai pernafasan
1) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
2) Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET
dan balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
C :Mempertahankan sirkulasi darah
1) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
kompres pada daerah dada
D :Pemberian obat-obatan
1) Epineprin
Indikasi :diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah
80x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP
adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada atau frekuensi
jantung. Dosis 0,1-0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara
pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa
endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi
jantung
2) Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin
5%, Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian
atau diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda
hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg.Cara pemberian IV dengan
kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis
metabolik.
3) Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang
tidak memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila
VTP sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph
darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan
volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
4) Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian
narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.

2.11 Pencegahan
Sampai saat ini belum ada referensi yang menyatakan tentang
bagaimana mencegah terjadinya penyakit asfiksia ini, namun yang dapat
dilakukan hanyalah meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia. Derajat
kesehatan wanita khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat
kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak
faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat
istiadat, dll. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas
sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama
antar tenaga obstetri dikamar bersalin. Perlu dilakukan pelatihan untuk
penanganan situasi yang tidak terduga terjadi pada persalinan. Setiap tim
anggota persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang
dapat menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi
prematuritas perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas
paru janin.

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran
urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


ASFIKSIA NEONATORUM

3.1 Pengkajian

a. Sirkulasi
1. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
3. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
1. Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/cairan
1. Berat badan : 2500-4000 gram
2. Panjang badan : 44-45 cm
3. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
e. Pernafasan
1. Skor APGAR : 1 menit..... 5 menit..... skor optimal harus antara 7-10.
2. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
2. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.


b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam
darah.
f. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
3.3 Intervensi

No Hari Diagnosa Noc Nic

Tgl

1. Bersihan Status Pernafasan : Kepatenan Suction jalan nafas


jalan nafas Jalan Nafas Intevensi :
tidak efektif
Kriteria Hasil : -Tentukan kebutuhan oral/
b.d produksi
suction tracheal.
mukus -Tidak menunjukkan demam.

banyak. -Auskultasi suara nafas


-Tidak menunjukkan cemas.
Tujuan : sebelum dan sesudah suction .
-Rata-rata repirasi dalam batas
Setelah -Beritahu keluarga tentang
normal.
dilakukan suction.
tindakan -Pengeluaran sputum melalui
-Bersihkan daerah bagian
keperawatan jalan nafas.
tracheal setelah suction
selama proses
-Tidak ada suara nafas selesai dilakukan.
keperawatan
tambahan.
diharapkan -Monitor status oksigen
jalan nafas pasien, status hemodinamik
lancar. Status Pernafasan : Pertukaran segera sebelum, selama dan
Gas sesudah suction.

Kriteria Hasil :

-Mudah dalam bernafas. Resusitasi : Neonatus

-Tidak menunjukkan -Siapkan perlengkapan

kegelisahan. resusitasi sebelum persalinan.

-Tidak adanya sianosis. -Tes resusitasi bagian suction


dan aliran O2 untuk
-PaCO2 dalam batas normal.
memastikan dapat berfungsi
-PaO2 dalam batas normal. dengan baik.

-Keseimbangan perfusi ventilasi -Tempatkan BBL di bawah


lampu pemanas radiasi.
Keterangan skala :
-Masukkan laryngoskopy
1 : Selalu Menunjukkan untuk memvisualisasi trachea
untuk menghisap mekonium.
2 : Sering Menunjukkan
-Intubasi dengan endotracheal
3 : Kadang Menunjukkan
untuk mengeluarkan
4 : Jarang Menunjukkan mekonium dari jalan nafas

5 : Tidak Menunjukkan bawah.

-Berikan stimulasi taktil pada


telapak kaki atau punggung
bayi.

-Monitor respirasi.

-Lakukan auskultasi untuk


memastikan vetilasi adekuat.

2. Pola nafas Status respirasi : Ventilasi Manajemen jalan nafas


tidak efektif Intervensi :
Kriteria hasil :
b.d
-Pertahankan kepatenan jalan
hipoventilasi/ -Pasien menunjukkan pola nafas
nafas dengan melakukan
hiperventilasi yang efektif.
pengisapan lender.
. -Ekspansi dada simetris.
-Pantau status pernafasan dan
Tujuan : -Tidak ada bunyi nafas oksigenasi sesuai dengan
Setelah tambahan. kebutuhan.
dilakukan -Kecepatan dan irama respirasi -Auskultasi jalan nafas untuk
tindakan dalam batas normal. mengetahui adanya
keperawatan
penurunan ventilasi.
selama proses
keperawatan Keterangan skala : -Kolaborasi dengan dokter

diharapkan untuk pemeriksaan AGD dan


pola nafas 1 : Selalu Menunjukkan pemakaian alan bantu nafas
menjadi
2 : Sering Menunjukkan -Siapkan pasien untuk
efektif.
ventilasi mekanik bila perlu.
3 : Kadang Menunjukkan
-Berikan oksigenasi sesuai
4 : Jarang Menunjukkan
kebutuhan.
5 : Tidak Menunjukkan

3. Kerusakan Status respiratorius : Pertukaran Manajemen asam basa


pertukaran gas Intervensi :
gas b.d
Kriteria hasil : 1) Kaji bunyi paru, frekuensi
ketidakseimb
nafas, kedalaman nafas dan
angan perfusi 1. Tidak sesak nafas
produksi sputum.
ventilasi. 2. Fungsi paru dalam batas
2) Pantau saturasi O2 dengan
Tujuan : normal
oksimetri
Setelah Keterangan skala :
3) Pantau hasil Analisa Gas
dilakukan 1 : Selalu Menunjukkan Darah
tindakan
2 : Sering Menunjukkan
keperawatan
selama proses 3 : Kadang Menunjukkan
keperawatan
4 : Jarang Menunjukkan
diharapkan
5 : Tidak Menunjukkan
pertukaran
gas teratasi.

4. Risiko cedera Pengetahuan : Keamanan Anak Kontrol Infeksi


b.d anomali
Kriteria hasil : Intervensi :
kongenital
tidak 1. Bebas dari cidera/ komplikasi. 1. Cuci tangan setiap sebelum

terdeteksi dan sesudah merawat bayi.


2. Mendeskripsikan aktivitas
atau tidak yang tepat dari level 2. Pakai sarung tangan steril.
teratasi perkembangan anak. 3. Lakukan pengkajian fisik
pemajanan secara rutin terhadap bayi
3. Mendeskripsikan teknik
pada agen- baru lahir, perhatikan
pertolongan pertama.
agen pembuluh darah tali pusat dan
infeksius. Keterangan Skala : adanya anomali.
Tujuan : 1 : Tidak sama sekali
4. Ajarkan keluarga tentang
Setelah
2 : Sedikit tanda dan gejala infeksi dan
dilakukan
melaporkannya pada pemberi
tindakan 3 : Agak
pelayanan kesehatan.
keperawatan
4 : Kadang
selama proses 5. Berikan agen imunisasi
5 : Selalu sesuai indikasi
keperawatan
diharapkan (imunoglobulin hepatitis B

risiko cidera dari vaksin hepatitis B bila

dapat serum ibu mengandung

dicegah. antigen permukaan hepatitis


B (Hbs Ag), antigen inti
hepatitis B (Hbs Ag) atau
antigen E (Hbe Ag).

5. Risiko Termoregulasi : Neonatus Perawatan Hipotermi


ketidakseimb Intervensi :
Kriteria Hasil :
angan suhu
1. Hindarkan pasien dari
tubuh b.d 1. Temperatur badan dalam
kedinginan dan tempatkan
kurangnya batas normal.
pada lingkungan yang hangat.
suplai O2 2. Tidak terjadi distress
dalam darah. pernafasan. 2. Monitor gejala yang
berhubungan dengan
Tujuan : 3. Tidak gelisah. hipotermi, misal fatigue,
Setelah 4. Perubahan warna kulit. apatis, perubahan warna kulit
dilakukan dll.
5. Bilirubin dalam batas normal.
tindakan
Keterangan skala : 3. Monitor temperatur dan
keperawatan
selama proses 1 : Selalu Menunjukkan warna kulit.
keperawatan
2 : Sering Menunjukkan 4. Monitor TTV.
diharapkan
suhu tubuh 3 : Kadang Menunjukkan 5. Monitor adanya bradikardi.

normal. 6. Monitor status pernafasan.


4 : Jarang Menunjukkan

5 : Tidak Menunjukkan
Temperatur Regulasi
Intervensi :

1. Monitor temperatur BBL


setiap 2 jam sampai suhu
stabil.

2. Jaga temperatur suhu tubuh


bayi agar tetap hangat.

3. Tempatkan BBL pada


inkubator bila perlu.

6. Proses Koping keluarga Pemeliharaan proses keluarga


keluarga Intervensi :
Kriteria Hasil :
terhenti b.d
1. Tentukan tipe proses
pergantian 1. Percaya dapat mengatasi
keluarga.
dalam status masalah.
kesehatan 2. Identifikasi efek pertukaran
2. Kestabilan prioritas.
anggota peran dalam proses keluarga.
3. Mempunyai rencana darurat.
keluarga. 3. Bantu anggota keluarga
Tujuan : 4. Mengatur ulang cara untuk menggunakan
Setelah perawatan. mekanisme support yang ada.
dilakukan
Keterangan skala : 4. Bantu anggota keluarga
tindakan
1 : Tidak pernah dilakukan untuk merencanakan strategi
keperawatan
normal dalam segala situasi.
selama proses 2 : Jarang dilakukan
keperawatan
diharapkan 3 : Kadang dilakukan Dukungan Keluarga
koping Intervensi :
4 : Sering dilakukan
keluarga
1. Pastikan anggota keluarga
adekuat. 5 : Selalu dilakukan
bahwa pasien memperoleh
perawat yang terbaik.

Status Kesehatan Keluarga 2. Tentukan prognosis beban


Kriteria Hasil : psikologi dari keluarga.

1. Status kekebalan anggota 3. Beri harapan realistik.


keluarga.
4. Identifikasi alam spiritual
2. Anak mendapatkan perawatan yang diberikan keluarga.
tindakan pencegahan.

3. Akses perawatan kesehatan.

4. Kesehatan fisik anggota


keluarga.

Keterangan Skala :

1 : Selalu Menunjukkan

2 : Sering Menunjukkan

3 : Kadang Menunjukkan

4 : Jarang Menunjukkan

5 : Tidak Menunjukkan

3.4 Implementasi

Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi


3.5 Evaluasi

No. Hari/Tgl Dx Noc

1. Bersihan jalan nafas Kriteria Hasil :


tidak efektif b.d
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
produksi mukus
banyak. 2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)

3. Rata-rata repirasi dalam batas


normal.(skala 3)

4. Pengeluaran sputum melalui jalan


nafas.(skala 3)

5. Tidak ada suara nafas


tambahan.(skala 3)

Kriteria Hasil :

1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)

2. Tidak menunjukkan
kegelisahan.(skala 3)

3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)

4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)

5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

2. Pola nafas tidak Kriteria hasil :


efektif b.d
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang
hipoventilasi/
efektif.(skala 3)
hiperventilasi.
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)

3. Tidak ada bunyi nafas


tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam
batas normal.(skala 3)

3. Kerusakan Kriteria hasil :


pertukaran gas b.d
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi. 2. Fungsi paru dalam batas
normal.(skala 3)

4. Risiko cedera b.d 1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala


anomali kongenital 4)
tidak terdeteksi atau
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat
tidak teratasi
dari level perkembangan anak.(skala 4)
pemajanan pada
agen-agen infeksius. 3. Mendeskripsikan teknik pertolongan
pertama.(skala 4)

5. Risiko Kriteria Hasil :


ketidakseimbangan
1. Temperatur badan dalam batas
suhu tubuh b.d
normal.(skala 3)
kurangnya suplai O2
dalam darah. 2. Tidak terjadi distress pernafasan.
(skala 3)

3. Tidak gelisah. (skala 3)

4. Perubahan warna kulit. (skala 3)

5. Bilirubin dalam batas normal. (skala


3)

Kriteria Hasil :

1. Status kekebalan anggota keluarga.


(skala 3)

2. Anak mendapatkan perawatan


tindakan pencegahan. (skala 3)

3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)

4. Kesehatan fisik anggota keluarga.


(skala 3)

6. Proses keluarga Kriteria Hasil :


terhenti b.d
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
pergantian dalam
(skala 3)
status kesehatan
anggota keluarga. 2. Kestabilan prioritas. (skala 3)

3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)

4. Mengatur ulang cara perawatan.


(skala 3)

Kriteria Hasil :

1. Status kekebalan anggota keluarga.


(skala 3)

2. Anak mendapatkan perawatan


tindakan pencegahan. (skala 3)

3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)

4. Kesehatan fisik anggota keluarga.


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas


secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang
progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke
janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan
mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.Asfiksia ringan yang
terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi
jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian
diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak
tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan
keseimbangan asam dan basa pada neonatus.Pada tingkat awal
menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang.Hilangnya glikogen yang
terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung.Pada
paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.Sedangkan di otak terjadi
kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan untuk pembaca agar
dapat memahami masalah pada anak dengan asfiksia neonatorum, agar
dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dalam memberikan
tindakan keperawatan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.Jakarta : EGC

Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jilid 3.Jakarta : Informedika

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II.


Jakarta : Media Aesculapius.

Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan


Klasifikasi.Jakarta : Prima Medika.

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC


dan Criteria Hasil NOC.Edisi 7.Jakarta : EGC

Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana.Jakarta : EGC

Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan

Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3.Jakarta : EGC


terdapat pada : http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm

Anda mungkin juga menyukai