DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
Andi (15142010002)
Sulaiman (15142010050)
1.3 Tujuan
1.3.1 TujuanUmum
a. Memahami konsep tentang bayi baru lahir
b. Memahami konsep tentang asfiksia neonatorum
c. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien asfiksia
neonatorum
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi
sistem pernapasan.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi bronchitis
kronis.
c. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi bronchitis
kronis.
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi
bronchitis kronis.
e. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis
bronchitis kronis.
f. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang WOC bronchitis
kronis.
g. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan
diagnostic bronchitis kronis.
h. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan
bronchitis kronis.
i. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pencegahan
bronchitis kronis.
j. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pada pasien bronchitis kronis.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
memahami tentang konsep dasar bayi baru lahir, definisi, patofisiologi,
manifestasi klinis, WOC, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis,
pencegahan serta asuhan keperawatan pada pasien dengan asfiksia
neonatorum.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.2 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir(Mansjoer,2005).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2dan
asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ vital lainnya(Saiffudin, 2001).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2) dan asidosis (penurunan PH).
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungkin timbul (Manuaba, 2007).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa asfiksia
adalah bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan sehingga
dibutuhkan penanganan segera setelah bayi lahir agar tidak menimbulkan
akibat buruk dalam kelangsungan hidupnya.
2.3 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2008), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2
macam, yaitu sebagai berikut:
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah berkurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negatif Positif
Bunyi jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
Menurut Mochtar, (2008) setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan
nilai APGAR, tabel tersebut di atas dapat digunakan untuk menentukan
tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat
dengan klasifikasi sebagai berikut:
TAND 0 1 2
A
2.5 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.6 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari asfiksia neonatorum adalah :
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (<30
kali permenit)
b. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit pucat atau biru
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi <100 kali permenit)
2.7 WOC
Kadar O2 menurun
Tonus neuromaskular
menurun
ASFIKSIA
Gangguan metabolisme
Paru-paru terisi cairan Kadar O2 dalam darah
asam basa
menurun
Resiko Cedera
Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
2.8 Penatalaksanaan
Asfiksia bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia
janin. Resusitasi dapat dilihat dariberat ringannya derajat asfiksia, yaitu
dengan cara menghitung nilai APGAR (Novita, 2011).
Menurut Novita (2011), prinsip melakukan tindakan resusitasi yang
perlu diingat adalah :
a. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan
saluran pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya
pernapasan, yaitu agar oksigen dan pengeluaran CO2berjalan
lancar.
b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang
menunjukan usaha pernapasan lemah.
c. Melakukan koreksi terhadap asidosisyang terjadi.
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Menurut Ilyas (2004), alat-alat resusitasi yang perlu dipersiapkan
meliputi sebagai berikut :
a. Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat.
b. Guling kecil untuk menyangga/ekstensi
c. Lampu untuk memanaskan badan bayi
d. Penghisap slim
e. Oksigen
f. Spuit ukuran 2,5cc atau 10cc
g. Penlon back atau penlon masker
h. ETT (endo trakheal tube)
i. Laringoskop
j. Obat-obatan (natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrose 40%,
kalsium glukonas, dekstrose 5%, dan infus set).
Menurut Novita (2011), resusitasi dilakukan sesuai dengan derajat
asfiksia. Penatalaksanaan penanganan bayi dengan asfiksia bertujuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa.
a. Asfiksia ringan-bayi normal (skor apgar 7-10)
Tidakmemerlukan tindakan yang istimewa, seperti pemberian
lingkungan suhu yang baik pada bayi, pembersihan jalan napas
bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah, jika diperlukan
memberikanrangsangan, selanjutnya observasi suhu tubuh, apabila
cenderung turununtuk sementara waktu dapat dimasukan kedalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (skor apgar 4-6)
Menerima bayi dengan kain yang telah dihangatkan,
kemudian membersihkan jalan nafas.Melakukan stimulasi agar
timbul refleks pernapasan.Bila dalam 30-60 detik tidak timbul
pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dimulai.Ventilasi
yang aktif yang sederhana dapat dilakukan secara “frog
brething”.Cara tersebut dikerjakan dengan meletakan kateter O2
intranasal dan O2 dialirkan dengan 1-2 liter/menit.Agar saluran
napas bebas, bayi diletakan dalam posisi dorsofleksi
kepala.Apabila belum berhasil maka lakukan tindakan rangsangan
pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil
juga maka pasang penlon masker kemudian di pompa 60x/menit.
Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis, berikan
kolaborasi terapi natrium bikarbonat 7,5% dengan dosis 2-4 cc/kg
berat badan bersama dektrose 40% sebanyak 1-2 cc/kg berat badan
dan diberikan melalui umbilikalis.
c. Asfiksia berat (skor apgar 0-3)
Menerima bayi dengan kain hangat, kemudian membersihkan
jalan nafas sambil memompa jalan nafas dengan ambu bag.Berikan
oksigen 4-5 liter/menit.Apabila tidak berhasil biasanya dipasang
ETT (endo tracheal tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui
lubangETT. Bila bayi bernafas namun masih sianosis maka berikan
tindakan kolaborasi berupa natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc
dan dektrose 40% sebanyak 4cc. Bila asfiksia berkelanjutan, maka
bayi masuk ICU dan infus terlebih dahulu.
2.9 Pemeriksaan diagnostik
2.11 Pencegahan
Sampai saat ini belum ada referensi yang menyatakan tentang
bagaimana mencegah terjadinya penyakit asfiksia ini, namun yang dapat
dilakukan hanyalah meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia. Derajat
kesehatan wanita khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat
kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak
faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat
istiadat, dll. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas
sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama
antar tenaga obstetri dikamar bersalin. Perlu dilakukan pelatihan untuk
penanganan situasi yang tidak terduga terjadi pada persalinan. Setiap tim
anggota persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang
dapat menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi
prematuritas perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas
paru janin.
2.12 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran
urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
BAB 3
3.1 Pengkajian
a. Sirkulasi
1. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
3. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
1. Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/cairan
1. Berat badan : 2500-4000 gram
2. Panjang badan : 44-45 cm
3. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
e. Pernafasan
1. Skor APGAR : 1 menit..... 5 menit..... skor optimal harus antara 7-10.
2. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
2. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
Tgl
Kriteria Hasil :
-Monitor respirasi.
5 : Tidak Menunjukkan
Temperatur Regulasi
Intervensi :
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
3.4 Implementasi
Kriteria Hasil :
2. Tidak menunjukkan
kegelisahan.(skala 3)
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
4.1 Kesimpulan
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak