Anda di halaman 1dari 4

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization dan Alzheimer’s Disease International Organization


melaporkan jumlah total orang dengan Demensia di seluruh dunia pada tahun 2015
diperkirakan mencapai 47,5 juta dan sebanyak 22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Di
Negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut
penderita Penyakit Demensia Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir 4
kali pada tahun 2050. Di antara mereka, 58% hidup di negara- negara berpenghasilan rendah
dan menengah, dan proporsi ini diproyeksikan meningkat menjadi 71% pada tahun 2050.
Jumlah total kasus demensia baru setiap tahun di seluruh dunia hampir 7,7 juta, artinya
bahwa setiap 4 detik terdapat 1 kasus demensia yang baru. Jumlah orang dengan demensia
diperkirakan akan meningkat menjadi 75,6 juta pada tahun 2030 dan 135,5 juta pada tahun
2050 (WHO, 2015).

Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di


dunia. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain terjadinya penurunan angka
kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup
penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat dari 68,6 tahun (2004)
meningkat menjadi 72 tahun (2015). Usia harapan hidup penduduk Indonesia diproyeksikan
akan terus meningkat, sehingga persentase penduduk Lansia terhadap total penduduk
diproyeksikan terus meningkat. Berdasarkan hasil Sensus Nasional tahun 2014, jumlah
Lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk
Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Sensus
Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari total jumlah penduduk. Estimasi
jumlah penderita Penyakit Demensia di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang.
Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan
menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Bukannya menurun tren penderita demensia di
Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya (Kemenkes, 2016).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (nondisruptive) Volicer L, Hurley AC, Mahoney E.
(2009)

Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang


disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian
dan tingkah laku Grayson ,C. (2014) . Geriatric Medic

Demensia berdasarkan klasifikasi dari ICD-105 dibedakan dalam tiga kelompok besar
adalah 1. Demensia alzheimer,

terdiri dari 2 tipe yaitu demensia presinilis (alzheimer tipe 2) yang menyerang orang dewasa
sebelum berumur 65 tahun dan demensia sisnilis (alzheimertipe 1)yangmenyerangsetelah
usia65 tahun.

2. Demensiavaskular,terdiri dari 4 macam yaitu demensia vaskular serangan akut,demensia


multi-infark (kortikal), demnsia subkortikal dan demensia gabungan kortikal dan subkortikal.

3. Demensia yang disebabkan penyakit lainnya, seperti penyakit Pick, Creutzfeld-Jakob,


Hutington dan Parkinson. Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan demensia harus
memenuhi 2 kriteria2yaitu :

1. Penyebab penurunan kognitif memenuhi sekurang kurangnya2 fungsi kognitif dari4 fungsi
kognitif yang ada yaitu : 1)daya ingat,2) kemampuan mempertalikan pembicaraan atau
memahami pembicaraan atau menulis, 3) kapasitas untuk merencanakan,membuat keputusan,
meiakukan latihan kompleks,dan4) kemampuan untuk melaksanakan dan berperan dalam
informasi visual.

2. Penurunan harus cukup berat untuk mengganggu kehidupan dari hari ke hari.

Penegakan diagnosis awal merupakan langkah tepat untuk menentukan apakah sesorang
mengalami demensia atau tidak. Terdapat berbagai macam jenis tes yang dapat memberikan
gambaran klinis demensia,salah satunya yaitu tes menggunakan kuesioner Mini Mental State
Examination(MMSE) yang dikembangkan oleh Folstein et al(1975).7 Tes MMSE sering
digunakan dalam berbagai penelitian karena MMSE bisa mendeteksi penurunan kemampuan
intelektual,kemampuan mengingat yang sering terjadi pada penderita demensia dan ledakan
emosional. (Purnakarya, 2009)
Berdasarkan uraian di ataspenulis tertarik untuk melaporkan lebih jauh penelitian “Asuhan
Keperawatan Demensia pada Lansia Ny. J dan Ny. P Dengan Masalah Keperawatan
Gangguan Proses Pikir di UPT PSTW Jember Tahun 2018”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Demensia pada Lansia dengan Masalah Keperawatan


Gangguan Proses Pikirdi UPT PSTW Jember ?

1.3 Tujuan Penelitian

Melaporkan Asuhan Keperawatan Demensia pada Lansia dengan Masalah Keperawatan


Gangguan Proses Pikir di UPT PSTW Jember

1.4 ManfaatPenulisan

1.4.1 Bagi Intitusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan data untuk melakukan upaya-upaya
dalam peningkatan pemberian pengetahuan kepada mahasiswa dalam bidang kesehatan
khususnya tentang karakteristik demensiapada lansia.

1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih
lanjut yang berkaitan dengan karakteristik demensia pada lansia

.1.4.3 Bagi Pelayanan Kesehatan,

Khususnya Perawat Lansia Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan yang optimal untuk merawat klienlansia demensia selanjutnya.

1.4.4 Bagi Penulis Lebih Lanjut

Sebagai data dan pemikiran untuk penulisan lebih lanjut mengenai lansia dengan demensia.
1.4.5 Bagi Responden Penelitian

diharapkan dapat meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatan responden


untuk mencapai kesehatan serta memberikan masukan dan pengetahuan dalam bentuk
penyuluhan kepada responden.Senam otak juga dilakukan secara perlahan dan berulang-
ulang. Dengan melakukan senam otak 1 kali dalam 1 hari dapat meningkatkan nilai MMSE
pada klien lansia.

Anda mungkin juga menyukai