Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan
malpraktek medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam
pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek belum tentu
disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Dewasa ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju kepada perkembangan keperawatan sebagai
profesi. Proses ini merupakan suatu proses berubah yang sangat mendasar dan
konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan /
asuhan keperawatan, aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan tehnologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Perkembangan keperawatan menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi
dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat sebagai akibat tekanan
globalisasi yang juga menyentuh perkembangan keperawatan profesional
termasuk tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan
yang pada hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan keperawatan
profesional di Indonesia (Ma’rifin Husin, 2002).

Perkembangan keperawatan dapat mengacu terjadinya malapraktik,


sehingga terdapat berbagai hokum yang mengatur dan cara penanganan
malapraktik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan di bahas mengenai kasus
malapraktik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengetahui kasus malpraktik ?
2. apa pengetian dari malpraktik ?
3. bentuk apa saja yang ada di malpraktik ?
4. bagaimana dengan penanganan kasus malprakktik ?
5. bagaimana cara pencegahan dengan kasus malpraktik ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kasus malpraktik
2. Untuk mengetahui pengertian malpraktik
3. Untuk mengeathui bentuk-bentuk malpraktik
4. Untuk mengetahui peanganan kasus malpraktik
5. Untuk mengetahui pencegahan kasus malpraktik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus Malapraktik
Peristiwa ini terjadi pada bulan September tahun 2019, di Rumah Sakit
Umum Daerah, Karawang. Dalam kasus ini, dua remaja yakni An. A (11 tahun)
dan An. B An (13 tahun) warga Karawang meninggal dunia secara hampir
bersamaan setelah disuntik perawat.
An. A (11 tahun) merupakan pasien diruang anak, yang dirawat setelah
melewati operasi karena cedera di bagian pinggul, pada Jum’at 06 September
sore. Namun, korban meninggal saat dirawat petugas rumah sakit pada pukul
24.00 WIB. Kemudian pasien anak lainnya bernama An. B (13 tahun), juga
meninggal secara mendadak. Keduanya meninggal saat ditangani oleh petugas
medis pada yang bertugas pada shift yang sama. Pada saat itu perawat yang
sedang bertugas adalah ED 39 tahun dan DA 23 tahun yang diduga melakukan
malpraktik dengan cara salah suntik.
Pasca kejadian itu, keluarga korban mengamuk dan memecahkan kaca
jendela serta kaca lemari di ruang anak. Keesokan harinya keluarga korban
melporkan tindakan perawat kepada mapolres Karawang
.
Analisa kasus
Kasus diatas merupakan salah satu bentuk malpraktik keperawatan karena
telah memenuhi keempat kriteria yaitu duty, breach of the duty, injury, causation
yaitu :
1. Oknum perawat B berkewajiban melakukan tugasnya sebagai seorang
perawat sesuai dengan kewenangannya perawat tersebut melakukan hal
diluar kewenangan profesinya dan melakukan kewenangan profesi lain
yaitu dokter.

3
2. Oknum perawat B gagal melakukan tanggungjawabnya sesuai standar
profesi perawat, dimana kewajiban perawat melaksanakan asuhan
keperawatan yang holistic.
3. Oknum perawat B membuat pasien menderita cedera fisik dan bahkan
meninggal dunia.
4. Tindakan operasi mandiri yang dilakukan oleh oknum perawat B
mendatangkan akibat yang buruk bagi pasien yaitu pasien mangalami
kelumpuhan dan gangguan fisik lainnya serta mengakibatkan pasien
maninggal dunia.
Pasal 359 KUHP tentang kelalaian disebutkan bahwa barang siapa karena
kesalahnnya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

B. Pengertian Malpraktik
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik”
mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti
“pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan
adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang
lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956).
Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical
Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of
care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in
providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient
(adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap
pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang
menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994)
mendefinisikan Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat

4
untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang
lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di
lingkungan wilayah yang sama(Malpractice is the neglect of a physician or nuse
to apply that degree of skil and learning on treating and nursing a patient which is
customarily applied in treating and caring for the sick or wounded similiarly in the
same community).
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan
sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi
orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan
berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).

Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik


dan terksait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya
dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan (Vestal,K.W,
1995).Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa malpraktik adalah
suatu batasan spesifik dari kelalaian.Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan
oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya.Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan
untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam melakukan kewjibannya
sebagai tenaga keperawatan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :

1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

5
C. Malpraktek dalam Keperawatan
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian
atau malpraktek. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat
dibedakan antara kelalaian dan malpraktik walaupun secara nyata jelas
perbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status professional seseorang, misalnya perawat
dokter, atau penasihat hukum.
Vestal, K.W (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik, apabila penggugat dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini :
1. Duty : pada saat terjadi cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi.
2. Breach Of The Duty : pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya
dilakukan menurut standar profesinya. Contoh : pelanggaran yang
terjadi pada pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan Rumah Sakit.
3. Injury : seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage)
yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, adanya penderitaan, atau
stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
4. Proxymate Caused : pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan
atau terkait dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap
kewajiban perawat terhadap pasien.

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada


setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat

6
dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat
berada pada tuntutan malpraktik. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko
Melakakan Kesalahan :

D. Bentuk-Bentuk Malapraktik
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa
digolongkan sebagai berikut:

1. Malpractice
Kelalaian karena tindakan kurang hati-hati seseorang yang dianggap
profesional.
2. Maltreatment
Cara perlakuan perawatan yang tidak tepat atau tidak terampil dalam bertindak.
3. Non feasance
Kegagalan dalam bertindak dimana disitu terdapat suatu tindakan yang harus
dilakukan.
4. Misfeasance
Melakukan tindakan yang tidak tepat yang seharusnyadilakukan dengan
tepat.
5. Malfeasance
Melakukan hal yang bertentangan dengan hukum atautindakan yang dapat
dikategorikan tidak tepat.
6. Criminal negligence
Melakukan tindakan dengan mengabaikan keselamatan
orang lain walaupun sebenarnya mengetahui bahwatindakannya dapat
mencelakakan orang lain.

E. Penanganan Kasus Malapraktik

Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum


substantive, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi
tidak mengenal bangunan hukum “malpraktek”.Sebagai profesi, sudah saatnya

7
para dokter mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi
mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari
pelanggaran etika kedokteran.Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur
perilaku dokter, merupakan bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai
saat ini belum diatur secara khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata
yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak
seluruhnya tepat bila diterapkan pada dokter yang melakukan pelanggaran.
Bidang hukum baru inilah yang berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum
Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas dikenal dengan istilah Hukum
Kesehatan.Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari
Health Law yang digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health
Law diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum
kedokteran kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang
semula disebut hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.Sejak World
Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan berkembang pesat di
Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal 1
Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia
dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical Law di
Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul dalam
bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law
penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malpraktek merupakan
sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek yang diketahui dan
dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal dari alam pemikiran
barat.Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu
rumusan pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia
(bila memang diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa
Indonesia dengan berlandaskan budaya bangsa yang kemudian dapat diterima
sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system kesehatan
nasional.

8
Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan
malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi
(peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).Untuk penanganan bukti-bukti
hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan
profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam
pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah
kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai
anggota masyarakat, sebagai penanggung jawab hak dan kewajiban menurut
ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena menyangkut 2 (dua) disiplin
ilmu yang berbeda maka metode pendekatan yang digunakan dalam mencari jalan
keluar bagi masalah ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik
melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik
Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut
dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui
jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam
struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan
menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran
hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang
menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang
dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).
Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No.
56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan
tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non
structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan
yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli
Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang
dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari

9
MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya
sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang
seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap
melindungi kepentingan dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.

F. Pencegahan Kasus Malapraktik.

1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan


Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena
adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu
bertindak hati-hati, yakni:
 Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis)
 Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
 Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
 Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
 Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
 Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

2. Upaya menghadapi tuntutan hukum

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan


sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka
tenaga kesehatan dapatmelakukan:
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal
bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-

10
doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi
bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau
mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)
sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan
dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan
pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan
mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa
penasehat hukum, sehinggayang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-
dalil penggugat, karena dalam lain pasien atau pengacaranya harus
membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung
jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya
civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang
dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya
tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan
langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam
dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

G. Berdasarkan Kajian Hukum


a) Pasal 359 KUHP tentang kelalaikan disebutkan bahwa barang siapa karena
kesalahannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau pidana kkurungan paling lama 1 tahun.

b) UU RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, BAB III Hak dan Kewajiban


dalam Pasal 4 bahwa setiap orang berhak atas kesehatan.

11
c) UU RI No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
1. Pasal 29 ayat 1 huruf (e) menjelaskan bahwa pelaksana tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/ atau
2. Pasal 32 ayat :
(1) Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e hanya
dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat
untukmelakukan sesuatu tindakan medis dan melakukanevaluasi
pelaksanaannya.
(2) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud padaayat (1)
dapat dilakukan secara delegatif ataumandat.
(3) Pelimpahan wewenang secara delegatif untukmelakukan
sesuatu tindakan medis diberikan olehtenaga medis kepada
Perawat dengan disertai, pelimpahan tanggung jawab.
(4) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) hanya dapat diberikankepada Perawat profesi atau
Perawat vokasi terlatihyang memiliki kompetensi yang diperlukan.
(5) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan olehtenaga
medis kepada Perawat untuk melakukansesuatu tindakan medis di
bawah pengawasan.
(6) Tanggung jawab atas tindakan medis padapelimpahan
wewenang mandat sebagaimanadimaksud pada ayat (5) berada
pada pemberipelimpahan wewenang.

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menjabarkan pembahasan dari masalah makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa malapraktik adalah kelalaian seseorang dalam merawat atau
mengobati. Dalam malapraktik ada dua istilah yaitu kelalaian dan malapraktik
sendiri, tetapi keduannya tidak sama karena malapraktik sifatnya lebih spesifik.
Dalam menangani kasus mala praktik, hukum di Indonesia menggunakan
hukum substantive yaitu hokum pidana, hokum perdata dan hokum administrasi
dalam kasus maulana dalah salah satu koban malapraktik.Dia seorang bayi sehat
yang mendapat imunisasi tiga sekaligus.Setelah imunisasi maulana mengalami
penurunan kesehatan yang akhirnya membuat maulana lumpuh.Orang tua
maulana mengguagat tetapi gagal.Dari kasus ini belum ada penyelesaian ataupun
ganti rugi dari pihak kesehatan.

A. Saran
Adapun saran penulis adalah sebagai berikut :
1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan.
2. Sebaiknya lakukanlah layanan kesehatan secara hati-hati dan professional.
3. Sebagai pengguan jasa layanan kesehatan (masyarakat) sebaiknya lebih teliti
dalam mengurusi masalah kesehatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Age, Julianus. 2002. Malpraktik Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC.

Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC

Machmud, Syahrul. 2012. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi


Dokter yang diduga Melakukan Medikal Malpraktek. Jakarta : Karya Putra.

14

Anda mungkin juga menyukai