Anda di halaman 1dari 10

Hukum Benda Dalam Hukum Perdata Internasional (Hpi)

PENDAHULUAN

Hukum perdata internasional pada dasarnya adalah sebuah disiplin ilmu


yang rumit, Sudargo Gautama dalam bukunya “Pengantar Hukum Perdata
Internasional Indonesia” menyebutkan bahwa dalam hukum perdata
internasional ini banyak menimbulkan perdebatan antara para ahli hukum.
Perdebatan muncul bahkan antara apakah HPI (Hukum Perdata Internasional) ini
bersifat nasional atau internasional? Para ahli terbagi menjadi dua aliran
internasionalistis sejak dari dahulu ingin menganggap bahwa kaidah-kaidah HPI
itu bersifat supra-nasional yang mana menurut Sudargo Gautama ini berarti HPI
itu ada untuk semua Negara-negara di dunia dan semua Negara di dunia haruslah
tunduk kepada sistem HPI tersebut.
Pengertian “internasional” pada istilah hukum perdata internasional
(private international law, internationales privatrecht, droit international prive)
disini bukan diartikan sebagai “internationes” bukan berarti bahwa sumber
Hukum Perdata Internasional adalah internasional. Sebaliknya sumber Hukum
Perdata Internasional adalah nasional belaka. Istilah “internasional” tidak merujuk
pada sumber hukumnya, tetapi istilah “internasional ini hanya merujuk pada
fakta-faktanya, materinya, “feiten complex”, casus positive itulah yang bersifat
internasional. Itulah yang memperlihatkan adanya hubungan-hubungan
internasional.
Hukum Perdata Internasional dirumuskan sebagai berikut;
“keseluruhan aturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum
manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-
hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga negara pada satu waktu tertentu
memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah
hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-kuasa-
tempat, (pribadi) dan soal-soal”.
Bidang hukum benda merupakan salah-satu bagian dari kajian Hukum
Perdata Internasional, disampingnya terdapat bidang hukum perkawinan dan
bidang hukum kontrak. Bidang hukum benda dalam Hukum Perdata Internasional
juga terkait dengan bidang perkawinan, dalam bidang hukum benda diatur tentang
tata cara dan asas-asas mengajukan gugatan terhadap suatu benda, membeli suatu
benda di luar negeri, membalik-nama kan benda yang ada di luar negeri ataupun
yang dilakukan oleh WNA di Indonesia.
Hukum Perdata Internasional perihal perbedaan pada dasarnya
memperlihatkan dua macam perbedaan yaitu:
a) Perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak
b) Perbedaan antara hak-hak yang secara mutlak. Absolut dan langsung
melekat pada suatu barang (zakelijke rechten), yaitu berlaku terhadap
segenap orang dan hak-hak yang melekat pada suatu barang secara
relatif dan tidak langsung yaitu hanya berlaku terhadap orang-orang
tertentu dan beradannya adalah melalui suatu perjanjian antara dua
orang (persoonlijke rechten).
Selain dengan bentuk bergerak dan tidak bergerak juga terdapat benda tak
berwujud, yakni meliputi utang-piutang, hak milik perusahaan (saham) dan hak
kekayaan intelektual.
TINJAUAN PUSTAKA

Asas-Asas Hukum Benda Dalam Hukum Perdata Internasional


Kesulitan selalu timbul apabila pembahasan tentang benda dan hak-hak
kebendaan dalam HPI sehubungan dengan benda tetap (imoveables), benda
bergerak (movable) dan benda tak berwujud (intangibles) karena setiap sistem
hukum menetepkan kriteria serta klarifikasi tentang benda yang berbeda-beda.
Karena itu, pertanyaan yang penting dalam Hukum Perdata Internasional adalah
berdasarkan hukum mana klarifikasi jenis benda itu harus dilakukan. Dalam
kaitan ini, teori Hukum Perdata Internasional mengenal dua asas utama yang
menetapkan bahwa klarifikasi semana itu harus dilakukan berdasarakan:

a. Hukum dari tempat gugatan atas benda itu diajukan (lex fori)
b. Hukum dari tempat benda berada/terletak (lex situs)
1) Status Benda Tetap
Asas umum yang diterima dalam Hukum Perdata Internasional
menetapkan bahwa status banda tetap ditetapkan berdasarkan lex situs atau hukum
dari tempat benda berada/terletak. Asas ini juga dimuat dalam pasal 17 Algemene
Bepalingen van wetgeving voor Indonesie.
2) Status Benda Bergerak
Beberapa asas Hukum Perdata Internasional yang menyangkut
penentuan status benda bergerak, anatara lain, menetapkan berdasarkan:
a. Hukum dari tempat pemegang hak atas benda tersebut
b. Hukum dari tempat pemegang hak atas benda tersebut
c. Hukum dari tempat benda terletak
3) Status Benda Tak berwujud
Benda yang dikategorikan ke dalam “benda tidak berwujud” biasanya
meliputi utang piutang, hak milik perindustrian, atau hak milik intelektual. Asas
Hukum Perdata Internasional yang relevan dengan usaha penentuan status benda
tak berwujud, di antaranya, menetapkan bahwa yang diberlakukan adalah sistem
dari tempat:
a. Kreditur atau pemegang hak atas benda itu berkewarganegaraan
b. Gugatan atas benda itu diajukan
c. Pembuat perjanjian utang piutang
d. Yang sistem hukumnya dipilih oleh para pihak dalam perjanjian yang
menyangkut benda-benda.

Hukum Benda Dalam Lingkup Hukum Perdata dan Hukum


Benda Dalam Konteks Hukum Perdata Internasional
Perbedaan Hukum Benda Dalam Lingkup Hukum Perdata dan Hukum
Benda dalam Konteks Hukum Perdata Internasional yaitu terletak pada hukum
benda dalam Hukum Perdata Internasional yang mengandung unsur asing (foreign
elements).
Jadi, dalam Hukum Perdata Internasional ini untuk menentukan status
yang harus diberlakukan atas suatu benda tak hanya berdasarkan klasifikasi jenis
benda saja seperti dalam hukum perdata yang berdasarkan klasifikasi benda
seperti benda berwujud/tak berwujud, benda bergerak/benda tak bergerak, benda
dipakai habis/benda tidak dipakai habis, benda sudah ada/benda akan ada, benda
dalam perdagangan/benda di luar perdagangan,benda dapat dibagi/benda tak dapat
dibagi, benda terdaftar dan tak terdaftar akan tetapi dalam Hukum Perdata
Internasional ini yang mana terdapat unsur asing maka terdapat asas tambahan
untuk menentukan status benda yaitu:
a) Asas Nasionalitas
Asas nasionalitas yang disebut juga asas kebangsaan, secara umum
merupakan: asas yang menempatkan kepentingan, keperluan dan untuk
sepenuhnya bagi masyarakat di suatu wilayah negara tersebut.
b) Asas Domicile
Asas domisili (domicile) yang dimaksudkan disini hendaknya diartikan sesuai
dengan konsep yang tumbuh di dalam sistem-sistem hukum common law, dan
yang umumnya diartikan sebagai permanent home atau “tempat hidup seseorang
secara permanen”. Berdasarkan asas ini status dan kewenangan personal
seseorang ditentukan berdasarkan hukum domicile (hukum tempat kediaman
permanen) orang tersebut.
c) Lex Situs atau Lex Sitae
Memiliki makna bahwa perkara-perkara yang menyangkut benda- benda
tidak bergerak (immovables) tunduk pada hukum dari dimana benda itu
berada/terletak.
d) Lex Fori
Asas ini mendasarkan kepada hukum dan tempat gugatan atas benda itu
diajukan.
e) Lex Loci Contractus
Asas ini merupakan asas tertua yang dilandasi prinsip locus regit actum.
Berdasarkan asas ini “the proper law of contract” adalah hukum dari tempat
pembuatan kontrak. Yang dimaksud dengan “tempat pembuatan kontrak” dalam
konteks Hukum Perdata Internasional adalah tempat dilaksanakannya “tindakan
terakhir” (last act) yang dibutuhkan untuk terbentuknya kesepakatan (agreement).
Di masa modern teori ini tampaknya sudah tidak memadai lagi, terutama bila
dikaitkan dengan kontrak-kontrak yang diadakan antara pihak- pihak yang tidak
berhadapan satu sama lain. Semakin banyak kontrak yang dibuat dengan bantuan
sarana komunikasi modern seperti telex, telegram, facsimile, sehingga penentuan
locus contractus menjadi sulit dilakukan. Prinsip ini masih dapat digunakan untuk
menetapkan hukum yang berlaku terhadap transaksi maupun perjanjian yang
dibuat di pekan-pekan raya perdagangan (trade fairs) internasional, dalam arti
bahwa sistem hukum dari tempat penyelenggaraan pekan raya itulah yang dapat
dianggap sebagai “the proper law of the contract”.
f) Choice of Law
Sistem hukum yang dipilih oleh para pihak dalam perjanjian yang
menyangkut benda-benda itu.
g) The Most Substantial Connection
Yang memiliki kaitan yang paling nyata dan substansial terhadap transaksi
yang menyangkut benda tersebut.
h) The Most Characteristic Connection.
Dipelopori oleh Rabel dan A. Schnitzer, menurut teori ini, sistem hukum
yang seyogyanya menjadi the proper law of contract adalah sistem hukum dari
pihak yang dianggap memberikan prestasi yang khas dalam suatu jenis / bentuk
kontrak tertentu. Pihak yang prestasinya dalam perjanjian tentang benda yang
bersangkutan tampak paling khas dan karakteristik (the most characteristic
connection).
Dalam teori ini kewajiban untuk melakukan suatu prestasi yang paling
karakteristik merupakan tolok ukur penentuan hukum yang akan mengatur
perjanjian itu. Dalam setip kontrak dapat dilihat pihak mana yang melakukan
prestasi yang paling karakteristik dan hukum dari pihak yang melakukan prestasi
yang paling karakteristik ini adalah hukum yang dianggap harus dipergunakan,
karena hukuminilah yang terberat dan sewajarnya dipergunakan. Misalnya dalam
perjanjian jual beli, maka pihak penjual yang dianggap melakukan prestasi yang
paling karakteristik.

Hak Milik sebagai Hak Kebendaan


Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya terkait hukum benda, bahwa
pada dasarnya hukum benda memiliki cakupan yang sangat luas. Subekti dalam
bukunya pokok-pokok hukum perdata menjelaskan bahwa suatu benda bergerak
karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan
untuk mengikuti tanah atau bangunan, seperti barang perabot rumah tangga.20
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
memberikan batasan pengertian mengenai merek yaitu tanda yang berupa gambar,
nama, kata-kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan.21 Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini
serupa dengan hak cipta, hak paten, perlindungan varietas tanaman dan tata letak
sirkuit terpadu yang kesemuanya itu merupakan bagian dari Hak Kekayaan
Intelektual dan merupakan hak kebendaan immaterial yang dapat beralih atau
dialihkan.
Pasal 3 UU Merek memberikan pengertian mengenai hak merek yang
terdapat dalam merek itu sendiri yaitu hak merek merupakan hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum
merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Hak eksklusif
yang diberikan negara kepada pemilik merek tersebut diberikan dengan maksud
untuk mengapresiasi pemilik merek karena telah berhasil menciptakan suatu karya
dengan hasil jerih payahnya sendiri dan oleh karenanya pemilik merek tersebut
diberikan hak khusus untuk menggunakan merek tersebut secara bebas namun
harus tetap sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku serta tidak
menganggu orang lain. Di samping itu pemilik merek diberikan juga perlindungan
hukum dalam jangka waktu tertentu untuk bisa menikmati hak ekonomi dari hasil
karya nya tersebut.
Pasal 503 KUH Perdata menyatakan bahwa tiap-tiap kebendaan adalah
berwujud dan tidak berwujud. “Benda” yang dimaksud dalam KUH Perdata
adalah benda berwujud seperti kendaraan bermotor, tanah dan lain-lain.
Sedangkan benda tak berwujud seperti hak cipta, paten, tidak diatur oleh KUH
Perdata tetapi diatur dengan undang-undang tersendiri. Definisi benda dapat kita
temukan dalam Pasal 499 KUH Perdata yang menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan benda atau “zaak” adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak
milik. Yang dapat menjadi obyek hak milik dapat berupa barang dan dapat pula
berupa hak, seperti hak cipta, hak paten dan lain-lain. Definisi mengenai hak milik
itu sendiri terdapat dalam Pasal 570 KUH Perdata yang menyatakan bahwa Hak
milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa, dan
untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal
tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan
oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-
hak orang lain. Perlu diperhatikan bahwa obyek hak milik yang dimaksud dalam
Pasal 570 KUH Perdata hanyalah obyek yang memiliki nilai ekonomis.
Merek merupakan suatu karya yang diciptakan oleh seseorang berdasarkan
hasil jerih payahnya sendiri dengan tingkat intelektualitas yang tinggi. Oleh
karena itu, negara memberikan apresiasi kepada pemilik merek karena telah
mampu menciptakan suatu hasil karya baru dengan cara memberikan hak khusus
bagi pemilik merek untuk menggunakan merek tersebut secara bebas namun tetap
dalam koridor hukum yang ada dan tidak mengganggu kepentingan orang lain.28
Disamping itu pemilik merek juga diberikan hak untuk menikmati hak ekonomi
dari hasil karyanya tersebut. Adanya hak ekonomi yang diberikan oleh negara
kepada pemilik merek, maka dapat disimpulkan bahwa merek memiliki nilai
ekonomis.
Jika kita melihat pada pengertian benda, maka terdapat 2 unsur utama
yang harus dipenuhi agar sesuatu barang dapat dikategorikan sebagai benda
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 499 KUH Perdata yaitu:
1. Merupakan hak milik;
2. Memiliki nilai ekonomis.
Merujuk kepada dua unsur benda di atas, dapat ditarik kesimpulan,
meskipun undang-undang merek tidak mengatur bahwa merek merupakan benda
sehingga dapat dijadikan objek jaminan, namun apabila kita melihat unsur utama
dari benda, maka dapat dikatakan bahwa merek merupakan benda dan oleh sebab
itu dapat dijadikan sebagai jaminan.
KESIMPULAN

Hukum Perdata Internasional dirumuskan sebagai berikut; “keseluruhan


aturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang
berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan
peristiwa-peristiwa antara warga negara pada satu waktu tertentu
memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah
hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-kuasa-
tempat, (pribadi) dan soal-soal”.
Bidang hukum benda dalam Hukum Perdata Internasional juga terkait
dengan bidang perkawinan, dalam bidang hukum benda diatur tentang tata cara
dan asas-asas mengajukan gugatan terhadap suatu benda, membeli suatu benda di
luar negeri, membalik-nama kan benda yang ada di luar negeri ataupun yang
dilakukan oleh WNA di Indonesia.
Teori Hukum Perdata Internasional mengenal dua asas utama yang
menetapkan bahwa klarifikasi semana itu harus dilakukan berdasarakan:
a. Hukum dari tempat gugatan atas benda itu diajukan (lex fori)
b. Hukum dari tempat benda berada/terletak (lex situs)
Asas-Asas Hukum Benda Dalam Hukum Perdata Internasional terdiri
dari:
a. Status Benda Tetap
b. Status Benda Bergerak
c. Status Benda Tak berwujud
Dalam Hukum Perdata Internasional ini yang mana terdapat unsur asing
maka terdapat asas tambahan untuk menentukan status benda yaitu:
a. Asas Nasionalitas
b. Asas Domicile
c. Lex Situs atau Lex Sitae
d. Lex Fori
e. Lex Loci Contractus
f. Choice of Law
g. The Most Substantial Connection
h. The Most Characteristic Connection.

Anda mungkin juga menyukai