Anda di halaman 1dari 3

HOBI YANG TERPENDAM

WAHYU FARHAN HIDAYATILLAH, biasa dikenal dengan nama Wahyu. Lahir pada
tanggal 01 Mei 2000. Wahyu adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Hobinya membaca, lebih
tepatnya membaca sejenis ensiklopedia dan membaca pikiran orang lain. Sekarang sedang
mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Riau.

Motto Hidup: “Sedikit berbeda lebih baik daripada sedikit lebih baik”.

Perkenalkan, namaku Aan. Hobiku membaca, lebih senangnya membaca komentar-


komentar orang di sosial media. Selain itu, sebenarnya aku juga memiliki hobi yang terpendam,
yaitu menebak-nebak isi hati dan pikiran seseorang. Hobiku ini aku kembangkan ketika aku
duduk dibangku SMA.

Cerita ini berawal ketika aku SMA. Hari itu adalah hari pertama aku duduk di kelas dua
belas. Saat itu, aku bertemu dengan seseorang yang aku rasa juga mempunyai hobi dan tingkatan
humor yang sama denganku. Seperti siswa yang lain, kami yang belum saling mengenal masih
canggung untuk berkenalan. Dari sekian banyak siswa di kelas, aku melihat ada seorang anak
laki-laki dengan tatapan mata membosankan, seperti tatapan siswa yang sedang belajar
matematika. Pada saat itu, aku mencoba menghampirinya. “Hai! Kamu yang namanya Boy
kan?” tanyaku. “Oh iya, kamu Aan kan?” jawabnya. Ya, laki-laki itu adalah Boy, teman satu
kelasku pada saat aku kelas sepuluh.
Sebenarnya kami sudah saling mengenal, tetapi kami berpura-pura agar terlihat asik di
depan siswa yang lainnya. Begitulah Boy, orangnya asik, namun terkadang juga sok asik.
Banyak hal yang membuatku yakin bahwa Boy memiliki hobi dan tingkatan humor yang sama
denganku. Terkadang hal yang kami anggap lucu, belum tentu dianggap lucu juga oleh orang
lain. Contohnya saja ketika pelajaran matematika. Hal yang lucu dari matematika bukanlah
pelajarannya, tetapi yang lucu bagi kami adalah tingkah laku gurunya. Nama gurunya adalah
Buk Siti. Buk Siti sering sekali secara mendadak seperti halnya petir di siang hari untuk
menunjuk muridnya agar menjawab soal yang ia berikan. Seperti ketika kami sedang mencatat,
ketika kami ingin permisi ke wc, atau bahkan ketika Buk Siti sedang menerima telfon. Hal ini lah
yang kami anggap lucu akan kebiasaan Buk Siti, walaupun tidak demikian dengan murid yang
lainnya.

Di sekolah, kami dianggap sebagai orang yang dapat membaca pikiran orang lain.
Padahal, kami hanya menebak-nebaknya saja. Seperti ketika kami menebak ada yang ingin
meminjam uang atau ketika ada yang ingin mengungkapkan perasaan. Sampai pada suata hari,
seorang dari teman kami, yaitu Bima bercerita bahwa ia sedang ada masalah dengan teman
perempuannya atau bisa disebut gebetannya, yaitu Nada.

“Beberapa hari ini, aku dicuekin sama Nada” curhat Bima kepada kami.

“Memangnya ada masalah apa, Bim?” tanyaku dengan penuh penasaran.

“Gak ada masalah apa-apa, hanya saja aku merasa Nada sedang dekat dengan cowok lain”
jawab Bima dengan sedikit menunduk.

“Bisa jadi Bim, soalnya tadi pagi aku liat Nada pergi ke sekolah diantar dengan cowok SMA
lain” ucap Boy sambil menepuk pundak Bima.

Mendengar perkataan Boy, Bima semakin yakin bahwa Nada memang sedang dekat
dengan cowok lain. Singkat cerita, Bima meminta tolong kepada kami agar membantunya untuk
mencari tau apa alasan Nada bersikap cuek kepadanya.

Pada hari yang sama, dimalam harinya Boy mengajakku pergi ke rumah Bima untuk
mewawancarai Bima tentang apa-apa saja masalah yang sekiranya ada diantara mereka. Boy
dengan bersemangat bertanya dan bercerita kepada Bima, seperti orang yang baru saja dapat nilai
terbaik ujian matematika. Singkat cerita, kami menyimpulkan bahwa Nada sedang suka dengan
cowok lain.

Keesokan harinya, Bima bercerita bahwa dia melihat langsung bahwa Nada diantar oleh
cowok yang sama dengan yang diceritakan Boy.

“Ternyata kalian benar! Tadi aku melihat sendiri kalau Nada diantar sama cowok SMA sebelah,
atau jangan jangan kalian juga benar, kalau Nada suka sama cowok itu?” ucap Bima kepada
kami.

“Sepertinya kamu harus tanya ke Nada bim, agar semuanya jelas, tapi menurut pandangan kami
Nada memang suka sama cowok itu” jawabku meyakinkan.

Akhirnya Bima bertanya dan berbicara kepada Nada. Tak lama setelah itu, Nada pergi
meninggalkan Bima. Dari kejauhan terlihat mata Bima berkaca-kaca. Kemudian bima
menghampiri kami.

“Tak diragukan lagi, kalian memang benar, Nada suka sama cowok itu” ucap Bima

“Yap, betul sekali, tak ada yang meragukan kami dalam membaca pikiran orang” jawab Boy
dengan sombongnya.

Kemudian tak lama setelah itu, terdengar suara teman-teman yang lain beserta Nada yang
datang dari luar kelas menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Ternyata, dihari itu Bima sedang
berulang tahun. Nada hanya berpura-pura cuek kepada Bima, sedangkan cowok yang kami
mengira Nada suka itu ternyata adalah sepupunya. Disaat itu entah kenapa aku dan Boy dengan
spontan tertawa. Mungkin karena kami sadar bahwa selama ini kami memang tidak benar-benar
bisa membaca hati orang lain.

Mulai saat itu, aku memutuskan untuk memendam hobiku tersebut, mungkin keahlianku
dan Boy hanya memahami buku, bukan memahami apa yang ada di hati orang lain. Seperti kata
pepatah, dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tau.

Anda mungkin juga menyukai