Oleh Kelompok 6:
II. DESKRIPSI
Dalam penulisan karya ilmiah, penulis karya ilmiah harus memiliki integritas terhadap
karyanya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Daring) (2019) mengartikan integritas sebagai
mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan
kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Sebagai mahasiswa yang dituntut untuk menghasilkan karya ilmiah sebagi pemenuhan
tugas maupun penelitian, sudah seharusnya memahami integritas dalam penulisan karya ilmiah.
Dengan demikian bahan ajar ini akan menayangkan materi mengenai integritas dalam penulisan
karya ilmiah. Di dalamnya juga termasuk penjelasan mengenai plagiarisme dan hal-hal terkait.
Kode etik adalah seperangkat norma yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya
ilmiah. Norma ini berkaitan dengan pengutipan dan perujukan, perijinan terhadap bahan yang
digunakan, dan penyebutan sumber data atau informan. Peneliti harus secara jujur menyebutkan
rujukan terhadap bahan berupa pokok pikiran tertulis, kata, atau kalimat yang diambil dari
sumber lain. Pemakaian bahan dari suatu sumber atau orang lain yang tidak disertai rujukan dapat
diidentikan dengan pencurian. Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak
kecurangan yang lazim disebut plagiat. Plagiat merupakan tidak kecurangan yang berupa
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain, yang diakui sebagai hasil tulisan atau hasil
pemikirannya sendiri Said, dkk. (2012).
Dalam menulis karya ilmiah, rujuk-merujuk dan kutip-mengutip merupakan kegiatan
yang tidak dapat dihindarkan. Kegiatan ini amat dianjurkan, karena perujukan dan pengutipan
akan membantu perkembangan ilmu pengetahuan. Penggunaan bahan dari suatu sumber
(misalnya instrumen, bagan, gambar, dan tabel), peneliti sebaiknya meminta izin kepada pemilik
bahan tersebut. Permintaan izin dilakukan secara tertulis. Jika pemilik bahan tidak dapat
dijangkau, penulis harus menyebutkan sumbernya dengan menjelaskan apakah bahan tersebut
diambil secara utuh, diambil sebagian, dimodifikasi, atau dikembangkan.
Nama sumber data atau informan, terutama dalam penelitia kualitatif, tidak boleh
dicantumkan apabila pencantuman nama tersebut dapat merugikan sumber data atau informan
dinyatakan dalam bentuk kode atau nama samaran. Pelanggaran terhadap kode etik pada
penulisan karya ilmiah dapat membawa sanksi bagi pihak yang melanggarnya, antara lain berupa
: teguran, skorsing, diberhentikan, dan tindakan lainnya yang dianggap perlu sesuai dengan
keputusan pimpinan fakultas dan atau universitas dan diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
Yulianto (2011).
B.PLAGIARISME
1. PENGERTIAN DAN ISTILAH TERKAIT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Daring) (2019), plagiarisme berarti
penjiplakan yang melanggar hak cipta. Dalam kasus plagiarisme dikenal dua istilah: plagiat dan
plagiator. Istilah tersebut diartikan oleh KBBI sebagai berikut,
Plagiat Pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat sebagainya) sendiri,
misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri.
Plagiator Orang yang mengambil karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain
dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri.
Selain dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pada Pasal 1 Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
Nomor 17 Tahun 2010, plagiat dan plagiator diartikan sebagai berikut,
Plagiat Perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam meperoleh atau
mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan
mengutip sebagian atau seluruh karya ilmiah pihak lain yang diakui
sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan
memadai.
Plagiator Orang perseorangan atau kelompok atau pelaku plagiat, masing-masing
bertindak untuk diri sendiri, untuk kelompok atau untuk dan atas suatu
badan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa plagiat adalah proses terjadinya plagiarisme
sedangkan plagiator adalah pelaku plagiarime.
Plagiarisme dapat terjadi di bidang apa saja, termasuk di bidang pendidikan seperti
perguruan tinggi. Plagiat dalam perguruan tinggi telah disebutkan di Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 2, dan lebih jelasnya akan dipaparkan pada sub bab Jenis
Plagiarisme.
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 17 Tahun 2010 juga telah
menyebutkan yang termasuk pelaku plagiarisme di lingkungan perguruan tinggi yaitu:
3. BAHAYA PLAGIARISME
Plagiarisme merupakan suatu tindakan pencurian hasil karya orang lain. Plagiarisme
dilarang karena hal ini menyebabkan orang tidak berpikir kritis dan menyebabkan seseorang itu
masif. Selain itu, dengan maraknya plagiarisme, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang. Karena
ilmu itu tersandera oleh oarang yang melakukan plagiarisme. Mahasiswa dalam hal ini yang sering
melakukan plagiarisme, tidak akan memiliki kemampuan berpikir dan menganalis yang baik
apabila melakukan plagiarisme.
Suganda (2006) plagiarisme layaknya sebuah virus yang apabila tidak kita tangani dengan
baik akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah lagi. Untuk itu, perlu adanya sebuah
pencegahan agar plagiarisme tidak menyebar. Pencegahan tersebut menurut Rustono (2018) dapat
dilakukan dengan cara preventif, represif bahkan tindakan pemberian sanksi.
1. Upaya Preventif
Menurut Rustono (2018) upaya preventif dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
plagiarisme yakni dengan penguatan teknis penulisan karya ilmiah dan pembiasaan budaya tulis
tangan dalam tugas kuliah, pelaksanaan seminar hasil proposal dan evaluasi, serta pembuatan pakta
integritas. Selain itu, menurut Wibowo (2012) untuk mencegah terjadinya plagiarisme dapat
dilakukan dengan cara menghargai karya orang lain, melakukan parafrasa serta menggunakan
bantuan piranti lunak untuk mendeteksi adanya plagiarisme. Dengan menerapkan beberapa hal
tersebut, plagiarisme akan berkurang di Perguruan Tinggi.
2. Upaya Represif
Apabila tindakan preventif tidak dapat membuat pelaku plagiarisme jera, maka perlu
dilakukan tindakan represif. Menurut Rustono (2018), tindakan represif yang dapat dilakukan yakni
dengan melakukan pemecatan atau pemberhentian tugas sementara kepada pelaku plagiarisme.
3. Pemberian sanksi
Sesuai dengan Perarturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 17 Tahun 2010 pasal 10,
11, dan 12 pelaku plagirsme dapat dikenakan sanksi berupa teguran, peringatan tertulis,
pemberhentian sementara hak jabatan, penurunan pangkat dan lain sebagainya.
IV. EVALUASI
1. Sebutkan minimal 3 yang termasuk dalam kode etik ilmiah menurut Rustono, dkk (2018,4)!
2. Termasuk jenis pelanggaran manakah contoh kasus di bawah ini?
V. KUNCI JAWABAN
1. (1) penggunaan bahasa Indonesia baku dan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), (2) bentuk dan format,
(3) struktur isi, (4) ukuran kertas dan huruf , (5) pengutipan dan perujukan, (6) perijinan atas
penggunaan bahan, (7) penyebutan sumber data atau informasi, (8) clean reference, dan (9)
kaidah penulisan karya ilmiah.
2. Kepenulisan (authorship) Setiawan (2011).
3. Plagiarisme berarti penjiplakan yang melanggar hak cipta. Plagiat adalah proses terjadinya
plagiarisme sedangkan plagiator adalah pelaku plagiarisme.
4. Self plagiarism merupakan suatu tindakan plagiarisme yang dilakukan dengan menggunakan ide
dari tulisan-tulisan sendiri yang telah dibuat sebelumnya namun menggunakannya dalam tullisan
baru tanpa kutipan dan pengakuan yang tepat.
5. Menurut Rustono (2018) upaya preventif dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya plagiarisme
yakni dengan penguatan teknis penulisan karya ilmiah dan pembiasaan budaya tulis tangan dalam
tugas kuliah, pelaksanaan seminar hasil proposal dan evaluasi, serta pembuatan pakta integritas.
Selain itu, menurut Wibowo (2012) untuk mencegah terjadinya plagiarisme dapat dilakukan
dengan cara menghargai karya orang lain, melakukan parafrasa serta menggunakan bantuan
piranti lunak untuk mendeteksi adanya plagiarisme. Dengan menerapkan beberapa hal tersebut,
plagiarisme akan berkurang di Perguruan Tinggi.
VI. RANGKUMAN
Penulis harus memenuhi kode etik ilmiah agar dapat dikatakan sebagai penulis berintegritas.
Yang termasuk kode etik ilmiah adalah (1) penggunaan bahasa Indonesia baku dan Ejaan Bahasa
Indonesia (EBI), (2) bentuk dan format, (3) struktur isi, (4) ukuran kertas dan huruf , (5) pengutipan dan
perujukan, (6) perijinan atas penggunaan bahan, (7) penyebutan sumber data atau informasi, (8) clean
reference, dan (9) kaidah penulisan karya ilmiah.
Jenis pelanggaran dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) kepenulisan (authorship), (2) konflik
kepentingan (conflict of interest), (3) Pengiriman ganda (multiple/double submission), (4) Perlawanan
kode etik (retaliation).
Plagiarisme berarti penjiplakan yang melanggar hak cipta. Plagiat adalah proses terjadinya
plagiarisme sedangkan plagiator adalah pelaku plagiarisme. Yang termasuk tindakan plagiat di perguruan
tinggi, yaitu:
1. Mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari
suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyertakan
sumber secara memadai;
2. Mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau
informasi dari suatu sumber secara memadai;
3. Menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyertakan sumber
secara memadai;
4. Merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat sendiri dari suatu sumber kata-kata dan/atau
kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyertakan sumber secara memadai;
5. Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain
sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara memadai.
Plagiarisme dilarang karena hal ini menyebabkan orang tidak berpikir kritis dan menyebabkan
seseorang itu masif juga menyebabkan ilmu pengetahuan tidak akan berkembang. Mahasiswa dalam hal
ini yang sering melakukan plagiarisme, tidak akan memiliki kemampuan berpikir dan menganalis yang
baik apabila melakukan plagiarisme.
Upaya penanggulanagan plagiarisme dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) upaya preventif
dengan cara membiasakan mahasiswa untuk mengerjakan tugas dengan tulis tangan dan menghargai
karya orang lain; (2) upaya represif dengan memberlakukan pemberhentian sementara maupun pemecatan
terhadap pelaku plagiarisme; (3) pemberian sanksi dapat berupa teguran, skorsing, atau penurunan
jabatan.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan . (2019). Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id.
Bahri, S. & Ika. (2018). Persepsi Mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa inggris UIN Arraniry tentang
Plagiarisme Tugas Kuliah. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 18(2), 2015-224.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2010). Peraturan Mendiknas tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi (Permendiknas Nomor 17 tahun 2010). Diakses dari
http://www.ut.ac.id/images/stories/artikel/osmb/Permendiknas_Pencegahan_Plagiat_2010.pdf.
Rustono, Januaris, M., Rudi, H., Wagiran, Ahmad S., Surahmat. (2018). Panduan Penulisan Karya
Ilmiah. Semarang: UNNES Press.
Said, D., Marian, R., & Ammar, Y. M. (2012). Panduan Penulisan Skripsi. Makassar: Universitas
Hasanudin Press.
Setiawan, N. (2011). Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Bina Aksara.
Soelistyo. (2011). Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta: Kanius.
Suganda, T.(2006). Perihal Plagiarisme dalam Artikel Ilmiah. Jurnal Agrikultura, 17 (3), 161-164.
Suyono, Rizka A., Dewi A., & Ariva L. (2015). Cerdas Menulis Karya ilmiah. Malang: Gunung
Samudera. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/321963901_Cerdas_Menulis_Karya_Ilmiah.
Wibowo, A. (2012). Mencegah dan Menanggulangi Plagiarisme di Dunia Pendidikan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 6 (5), 195-200.
Yulianto, B. (2011). Penuntun Praktis Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Surbaya: Unesa
University Press.