12
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati
langsung, berupa tindakan yang nyata.
13
Pada usia 7-9 bulan ketertarikan bayi terhadap makanan menjadi semakin besar. Sistem
pencernaannya juga sudah semakin berkembang, diikuti dengan pertumbuhan gigi.
Makanan lunak dan sedikit bertekstur sudah mulai bisa diperkenalkan. Tujuan adalah
untuk merangsang pertumbuhan gigi dan melatih bayi menggigit dan mengunyah.
3. Usia 9-12 bulan
Pada usia 9-12 bulan perkembangan motorik bayi sudah berkembang. Bayi sudah mulai
belajar berjalan. Giginya juga sudah tumbuh. Makanan bertekstur padat seperti nasi tim
atau makanan yang dicincang sudah boleh diberikan kepada bayi. Berikan juga finger
snack untuk melatih menegang, menggigit dan mengunyah makanan.
4. Usia 12-24 bulan
Menginjak usia satu tahun, sistem pencernaan bayi sudah mendekati sempurna. Biasanya
bayi sudah mengunyah dengan baik makanna semi padat, seperti nasi tim, karena giginya
sudah tumbuh dengan baik. Terus berikan finger snack untuk melatih makan sendiri.
Umumnya pada usia ini bayi sudah bisa makan yang lebih besar dan nutrisi yang lengkap
dan seimbang agar pertumbuhan bayi bisa optimal. Pada usia di atas satu tahun menu
makanan bayi disiapkan untuk peralihan ke menu keluarga, tetapi perlu diingat jangan
terburu-buru memberikan bayi makanan yang dimakan oleh seluruh keluarga. Tetapi
pilihan makanan yang dimakan oleh tajam, tidak mengandung gas, tekstur makanan
masih agak lunak dan dalam bentuk potongan kecil sehingga mudah dimakan oleh bayi.
Menurut Sutomo (2013), peningkatan tekstur, frekuensi dan porsi makanan secara
bertahap seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka sesuaikan
tekstur. Kebutuhan gizi tersebut terdiri dari :
1. 6-9 bulan
Jenis makanan yang tepat untuk usia ini adalah :
a. Sumber karbihohidrat bermanfaat sebagai penghasilan energi. Misalnya beras, beras
merah, kentang dapat diberikan sebagai makanan pokok. Sebaiknya tidak memberikan
ubi jalar karena proses penguraian ubi di dalam saluran pencernaan akan menghasilkan
gas.
b. Sumber protein, misalnya daging, ikan, telur, tahu, tempe atau kacang. Pilihlah daging
terenak yang mengandung lemak, daging ikan tanpa duri, serta daging ayam tanpa tulang
14
dan kulit. Berikan dalam bentuk cincang atau giling. Kebutuhan protein juga dapat
dipenuhi dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang, tahu, tempe.
c. Sumber lemak, misalnya minyak sayur, santan, margarin atau mentega. Pilih jenis lemak
atau minyak yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh, misalnya minyak jagung,
minyak wijen dan minyak bunga matahari.
2. Usia 9-12 bulan
Menurut proverawati (2013), berikan makanan selingan 1 kali sehari, pilihlah
makanan selingan yang bernilai gizi tinggi seperti bubur kacang ijo, buah. Usahakan agar
makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihan terjamin.
Menurut Sekarsari (2013), berikan jenis makanan yang bervariasi guna memenuhi
kebutuhan gizi, yaitu :
a. Sumber karbohidrat, misalnya bubur, nasi tim, kentang, biskuit, aneka jenis bubur serealia
khusus bayi, aneka jenis roti gandum.
b. Sumber protein dapat berupa pure alam tekstur yang lebih kasar. Berbagai sumber
protein, misalnya daging sapi tanpa lemak, daging ayam, ikan telur, tahu, tempe atau
kacang-kacangan.
Berdasarkan guideline dari WHO, ada 10 kriteria pemberian MP-ASI yang baik,
yaitu harus tepat waktu pertama pemberiannya, tetap mempertahankan pemberian ASI,
responsive feeding, persiapan dan penyimpanan ASI yang aman, jumlah MP-ASI dan
kandungan gizi sesuai kebutuhan, konsistensi, frekuensi dan kepadatan MP-ASI yang
baik, serta penggunaan suplemen dan pemberian MP-ASI saat sakit dengan baik.
Pemberian MP-ASI tidak boleh sembarangan karena kesalahan pemberian makanan pada
bayi (terlalu banyak, terlalu sedikit, jenis makanan yang salah) dapat mengakibatkan
diare. Diare pada anak sangat berbahaya, selain karena membuat penyerapan nutrisi
terganggu juga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi.
Pemberian MPASI yang baik akan membantu perkembangan dan pertumbuhan
bayi dengan baik dan akan penting untuk perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan
fisik pada periode ini (Mufida, 2015).
15
Pemberian MPASI yang tidak tepat akan berdampak pada gangguan
pencernaan pada bayi, seperti diare, muntah, sulit buang air besar, infeksi , berat badan
yang berlebih. Adapun jenis-jenis makanan pendamping asi yakni pisang, biskuit,
bubur, biskuit , susu formula, bubur beras, dan nasi lumat. Selain itu ada makanan yang
diberikan oleh ibu sejak bayi lahir dikarenakan beberapa faktor diantara ada makanan
seperti susu formula, air putih, air gula, air tajin, nasi/bubur, pisang. Banyak jenis
makanan pedamping ASI yang diberikan kepada bayi yaitu pada bayi usia 6 – 23 bulan
terdapat 32% mendapat ASI dengan tambahan makanan yang difortifikasi, 81%
mengkonsumsi makanan yang terbuat dari biji-bijian, 72% mengkonsumsi buah dan
sayur, 50% daging dan ikan , 46% telur, 26% ASI dan susu formula, 11% susu formula
dan 8% keju (SDKI-Indonesia, 2012).
Penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI yaitu usia pemberian MP-
ASI paling cepat diberikan pada usia satu bulan setelah bayi lahir dan paling lambat
pada usia 6 bulan. Jenis MP-ASI bervariasi (bubur buatan pabrik atau buatan sendiri).
Frekuensi pemberian makanan, cara penyajian bervariasi dan konsistensinya ada yang
lunak dan ada yang padat Oktaviani (2016). Hal sama dengan penelitian Ratnaningsih
(2011) bahwa pada usia 6 bulan akan memproduksi lebih banyak air liur, enzim
amylase, enzim lipase, dan bile salts yang sudah diproduksi oleh pankreas sehingga
bayi lebih siap menerima makanan selain ASI.
Studi yang dilakukan oleh Chairani (2013) di Puskesmas Pesanggrahan yang
dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif pada ibu-ibu yang melahirkan pada
Rumah Bersalin Puskesmas yang merupakan sampel dari peneliti lain yang bertujuan
untuk menemukan alasan pemeberian MP-ASI yang dilakukan menggunakan
pendekatan teori Health Belief Model yang menunjukan bahwa ibu memberikan
makanan pendamping ASI diantaranya : ASI tidak keluar, ASI tidak mampu
mencukupi kebutuhan gizi bayi, meningkatkan BB, agar anak tidak rewel dan
menangis, puting susu sakit, adanya pengalaman sebelumnya adanya dukungan suami
atau keluarga terdekat dan menjadi adat atau tradisi turun temurun dari keluarga.
16
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratna Kartika Dewi (2010) di Desa
Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas menunjukan bahwa pola
pemberian MP-ASI baik dengan proporsi 100,0% balita dalam status gizi baik, pola
pemberian MP-ASI sedang dengan proporsi 96,0 % balita dalam status gizi baik dan
4,0% dalam status gizi kurang, pola pemberian MP-ASI kurang baik dengan proporsi
25,0% balita dalam status gizi baik dan 75,0% dalam status gizi kurang, sisanya pola
pemberian MP-ASI defisit dengan proporsi 50,0% balita dalam status gizi kurang dan
50,0% lainnya dalam status gizi buruk.
17
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
18
3.2 Realisasi Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan status gizi pada anak dan anak memperoleh asupan gizi baik
secara kuantitas dan kualitas maka diperlukan peranan ibu baduta dan petugas kesehatan
dalam hal ini kader posyandu. Dalam usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
utamanya tentang pentingnya pengetahuan gizi dan keterampilan pengolahan MP-ASI maka
tindakan yang akan dilakukan adalah melakukan penyuluhan kepada Ibu yang memiliki
baduta mengenai faktor risiko terjadinya stunting yaitu, ASI eksklusif, dan MP-ASI. Selain
itu juga dilakukan pelatihan kepada kader posyandu di desa Koncang mengenai penggunaan
tikar ukur WHO. Kader berperan aktif dalam penimbangan baduta, pencatatan/pengisian
KMS, keterampilan dalam interpretasi hasil penimbangan untuk mengetahui prevalensi
kejadian stunting atau gizi buruk agar bisa terdeteksi secara tepat dan cepat sehingga tidak
terlambat diatasi.
A. Pendukung
1. Tersedia tenaga ahli yang memadai dalam pemberian materi mengenai faktor risiko
stunting dan penggunaan tikar ukur WHO
1. Antusiasme para ibu yang memiliki baduta dan para kader desa Koncang yang cukup
20
tinggi terhadap penyuluhan mengenai faktor risiko stunting dan pelatihan menggunakan
tikar ukur WHO.
2. Dukungan kepala Puskesmas Cipeucang, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten dan dukungan kepala desa Koncang serta jajaran pengurus desa dan para
masyarakat desa Koncang.
3. Ketersediaan dana pendukung dari fakultas guna penyelenggaraan kegiatan pengabdian
pada masyarakat ini.
B. Penghambat
1. Keterbatasan waktu untuk pelaksanaan pelatihan sehingga beberapa materi tidak dapat
disampaikan secara detil.
2. Daya tangkap para peserta yang bervariasi, ada yang cepat namun juga ada yang lambat
sehingga waktu yang digunakan kurang maksimal.
21
BAB IV
HASIL YANG DICAPAI
Intervensi pemecahan masalah telah dilakukan pada seluruh keluarga binaan beserta warga
Desa Koncang lainnya yang berjumlah 50 peserta penyuluhan dan dilaksanakan pada hari Jumat,
20 September 2019 pukul 09.00 WIB. Sebelum penyuluhan dimulai, seluruh peserta penyuluhan
diberikan pre-test terlebih dahulu, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pre Test
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Program penyuluhan mengenai faktor risiko terjadinya stunting dan cara
mengukur TB/PB dengan tikar ukur dapat diselenggarakan dengan baik dan berjalan
dengan lancar sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disusun meskipun belum
semua peserta menguasai dengan baik materi yang disampaikan. Kegiatan ini mendapat
sambutan sangat baik terbukti dengan keaktifan peserta mengikuti pendampingan
dengan tidak meninggalkan tempat sebelum waktu pelatihan berakhir.
5.2 Saran
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat
tercapai sepenuhnya, tetapi dengan konsekuensi penambahan biaya pelaksanaan.
2. Adanya kegiatan lanjutan yang berupa pelatihan sejenis selalu diselenggarakan
secara periodik sehinga dapat meningkatkan kemampuan para kader dan
mengetahui adanya peningkatan pengetahui para Ibu mengenai faktor risiko
terjadinya stunting.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Notoatmodjo,
Picauly I, Magdalena S, 2013.Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap
prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi dan
Pangan,8(1): 55—62.
Proverawati, A. dan E. Rahmawati. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta:Nuha
Medika : 2010.
Ratnaningsih, E. 2011. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping
ASI terhadap Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan. Jurnal Kebidanan Panti Wilasa.
Vol. 2 No. 1.
Riksani, R. 2012. Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Jakarta: Dunia Sehat.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Oktober 2018.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Sejati, T. Perilaku Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Pada Bayi
Usia 6-12 Bulan Di Kecamatan Buayan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). 2012. Angka Kematian Ibu. Dikutip
dari www.bkkbn.co.id diakses pada September 2019.
Sutarto, dkk. Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung : Vol. 5 No. 1 | Juni 2018.
Sutomo, B dan Anggraini, D,Y. 2013. Makanan Sehat Pendamping ASI. Demedia.
Jakarta.
Tjahji Purnomo tri. 2018. Kecamatan Cipeucang dalam angka 2018. BPS Kabupaten
Pandeglang : Percetakan Rajawali, Pandeglang.
TNP2K. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting)
Ringkasan. Sekretariat Wakil Presiden RI. Jakarta.
25
Trihono, dkk. 2015. Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Badan
Penelitian dan pengembangan Kesehatan. Jakarta : 23-37.
World Health Organization (WHO). Angka Kematian Bayi. Amerika: WHO : 2012.
World Health Organization (WHO). The World Health Report 2010. WHO : 2010.
26
LAMPIRAN 1
4. Jenis makanan yang pertama kali diberikan saat memulai MPASI usia
6 bulan?
a Makanan lunak
b Makanan padat
c Nasi dan lauk pauk
d Tidak Tahu
27
5. Apa akibatnya jika MPASI pertama kali diberikan sebelum usia 6
bulan?
a Tidak ada pengaruhnya
b Anak mengalami gangguan pencernaan
c Anak menjadi rewel
d Tidak Tahu
6. Apakah makanan yang mulai dapat diberikan saat anak berusia lebih
dari 9 bulan?
a Nasi
b Buah-buahan
c Biskuit
d Tidak Tahu
7. Apa akibatnya jika MPASI pertama kali diberikan setelah usia 6
bulan?
a Tidak ada pengaruh
b Alergi makanan
c Anak kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk usianya
d Tidak tahu
LEAFLET INTERVENSI
29
LAMPIRAN 5
30