Anda di halaman 1dari 19

2.

2 Perilaku Pemberian MPASI


Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa perilaku terbentuk di dalam diri
seseorang dari dua faktor utama yakni: stimulus merupakan faktor dari luar diri
seseorang (faktor eksternal), dan respon merupakan faktor dari diri dalam diri orang
yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor
lingkungan , baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal
yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial
dan budaya, dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang
menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan,
persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Teguh, 2013)
Menurut Teori Lawrence Green (1980) menganalisis perilaku manusia terkait
masalah kesehatan. Bahwa Perilaku seseorang dipengaruhi 3 faktor yaitu:
1. Predisposising factors (faktor dari diri sendiri) ; adalah faktor-faktor yang
mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang terdiri
dari pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, ekonomi, keyakinan dan variable
demografi.
2. Enabling factors (faktor pemungkin) ; adalah kemampuan dari sumber daya yang
diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari fasilitas
penunjang dan kemampuan sumber daya.
3. Reinforcing factors (faktor penguat) ; adalah faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan mendapatkan dukungan seperti dukungan keluarga/tokoh
masyarakat.
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis
besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
a. Perilaku Pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat
diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.
b. Perilaku Aktif (respons eksternal)

12
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati
langsung, berupa tindakan yang nyata.

Makanan pendamping ASI (MPASI) adalah makanan atau minuman yang


mengandung gizi, diberikan pada bayi dan atau anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
MPASI Ini diberikan bersamaan dengan ASI mulai usia 6 bulan hingga 24 bulan (Riksani,
2012).
Makanan MPASI yaitu makanan yang diberikan kepada bayi bersama-sama
dengan ASI. MPASI diberikan setelah 6 bulan karena cadangan vitamin dan mineral
dalam tubuh bayi yang didapat semasa dalam kandungan mulai menurun sehingga
diperlukan makanan tambahan selain ASI (Arif, 2009).
Menurut Sutomo (2013) lembaga kesehatan dunia WHO menganjurkan pada ibu
memberikan ASI hingga bayi 6 bulan. Sejalan dengan bertambahnya usia bayi, maka
kebutuhan nutrisinya juga bertambah. Gizi untuk bayi tidak akan mencukupi lagi dengan
ASI, sehingga diperlukan makanan pendamping ASI. Dalam kondisi tertentu seperti ASI
yang sedikit atau kondisi ibu yang sedang sakit, MPASI bisa diberikan. Tahapan
pemberian MPASI juga disesuaikan dengan tahapan perkembangan alat pencernaan bayi.
Pada tahap awal biasanya makanan yang diberikan berupa makanan cair seperti bubur
susu, kemudian meningkat menjadi makanan kental, semi padat, dan akhirnya padat.
Menurut Sutomo (2013), MP-ASI harus diberikan secara bertahap baik dari sisi
tekstur maupun jumlah porsi makanannya. Berikut tahapan MPASI berdasarkan
perkembangan usia bayi, yaitu :
1. Usia 6-7 bulan
Pada usia 6 bulan sistem pencernaan bayi sudah berkembang dan sudah siap untuk
menerima makanan. Beri makanan yang lembut seperti bubur saring, bubur susu atau
pure buah. Kenalkan bayi dengan satu jenis makanan saja. Hal ini menghindari reaksi
alergi dan penolakan karena sistem pencernaan yang masih belum sempurna.

2. Usia 7-9 bulan

13
Pada usia 7-9 bulan ketertarikan bayi terhadap makanan menjadi semakin besar. Sistem
pencernaannya juga sudah semakin berkembang, diikuti dengan pertumbuhan gigi.
Makanan lunak dan sedikit bertekstur sudah mulai bisa diperkenalkan. Tujuan adalah
untuk merangsang pertumbuhan gigi dan melatih bayi menggigit dan mengunyah.
3. Usia 9-12 bulan
Pada usia 9-12 bulan perkembangan motorik bayi sudah berkembang. Bayi sudah mulai
belajar berjalan. Giginya juga sudah tumbuh. Makanan bertekstur padat seperti nasi tim
atau makanan yang dicincang sudah boleh diberikan kepada bayi. Berikan juga finger
snack untuk melatih menegang, menggigit dan mengunyah makanan.
4. Usia 12-24 bulan
Menginjak usia satu tahun, sistem pencernaan bayi sudah mendekati sempurna. Biasanya
bayi sudah mengunyah dengan baik makanna semi padat, seperti nasi tim, karena giginya
sudah tumbuh dengan baik. Terus berikan finger snack untuk melatih makan sendiri.
Umumnya pada usia ini bayi sudah bisa makan yang lebih besar dan nutrisi yang lengkap
dan seimbang agar pertumbuhan bayi bisa optimal. Pada usia di atas satu tahun menu
makanan bayi disiapkan untuk peralihan ke menu keluarga, tetapi perlu diingat jangan
terburu-buru memberikan bayi makanan yang dimakan oleh seluruh keluarga. Tetapi
pilihan makanan yang dimakan oleh tajam, tidak mengandung gas, tekstur makanan
masih agak lunak dan dalam bentuk potongan kecil sehingga mudah dimakan oleh bayi.
Menurut Sutomo (2013), peningkatan tekstur, frekuensi dan porsi makanan secara
bertahap seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka sesuaikan
tekstur. Kebutuhan gizi tersebut terdiri dari :
1. 6-9 bulan
Jenis makanan yang tepat untuk usia ini adalah :
a. Sumber karbihohidrat bermanfaat sebagai penghasilan energi. Misalnya beras, beras
merah, kentang dapat diberikan sebagai makanan pokok. Sebaiknya tidak memberikan
ubi jalar karena proses penguraian ubi di dalam saluran pencernaan akan menghasilkan
gas.
b. Sumber protein, misalnya daging, ikan, telur, tahu, tempe atau kacang. Pilihlah daging
terenak yang mengandung lemak, daging ikan tanpa duri, serta daging ayam tanpa tulang

14
dan kulit. Berikan dalam bentuk cincang atau giling. Kebutuhan protein juga dapat
dipenuhi dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang, tahu, tempe.
c. Sumber lemak, misalnya minyak sayur, santan, margarin atau mentega. Pilih jenis lemak
atau minyak yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh, misalnya minyak jagung,
minyak wijen dan minyak bunga matahari.
2. Usia 9-12 bulan
Menurut proverawati (2013), berikan makanan selingan 1 kali sehari, pilihlah
makanan selingan yang bernilai gizi tinggi seperti bubur kacang ijo, buah. Usahakan agar
makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihan terjamin.
Menurut Sekarsari (2013), berikan jenis makanan yang bervariasi guna memenuhi
kebutuhan gizi, yaitu :
a. Sumber karbohidrat, misalnya bubur, nasi tim, kentang, biskuit, aneka jenis bubur serealia
khusus bayi, aneka jenis roti gandum.
b. Sumber protein dapat berupa pure alam tekstur yang lebih kasar. Berbagai sumber
protein, misalnya daging sapi tanpa lemak, daging ayam, ikan telur, tahu, tempe atau
kacang-kacangan.

Berdasarkan guideline dari WHO, ada 10 kriteria pemberian MP-ASI yang baik,
yaitu harus tepat waktu pertama pemberiannya, tetap mempertahankan pemberian ASI,
responsive feeding, persiapan dan penyimpanan ASI yang aman, jumlah MP-ASI dan
kandungan gizi sesuai kebutuhan, konsistensi, frekuensi dan kepadatan MP-ASI yang
baik, serta penggunaan suplemen dan pemberian MP-ASI saat sakit dengan baik.
Pemberian MP-ASI tidak boleh sembarangan karena kesalahan pemberian makanan pada
bayi (terlalu banyak, terlalu sedikit, jenis makanan yang salah) dapat mengakibatkan
diare. Diare pada anak sangat berbahaya, selain karena membuat penyerapan nutrisi
terganggu juga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi.
Pemberian MPASI yang baik akan membantu perkembangan dan pertumbuhan
bayi dengan baik dan akan penting untuk perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan
fisik pada periode ini (Mufida, 2015).

15
Pemberian MPASI yang tidak tepat akan berdampak pada gangguan
pencernaan pada bayi, seperti diare, muntah, sulit buang air besar, infeksi , berat badan
yang berlebih. Adapun jenis-jenis makanan pendamping asi yakni pisang, biskuit,
bubur, biskuit , susu formula, bubur beras, dan nasi lumat. Selain itu ada makanan yang
diberikan oleh ibu sejak bayi lahir dikarenakan beberapa faktor diantara ada makanan
seperti susu formula, air putih, air gula, air tajin, nasi/bubur, pisang. Banyak jenis
makanan pedamping ASI yang diberikan kepada bayi yaitu pada bayi usia 6 – 23 bulan
terdapat 32% mendapat ASI dengan tambahan makanan yang difortifikasi, 81%
mengkonsumsi makanan yang terbuat dari biji-bijian, 72% mengkonsumsi buah dan
sayur, 50% daging dan ikan , 46% telur, 26% ASI dan susu formula, 11% susu formula
dan 8% keju (SDKI-Indonesia, 2012).
Penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI yaitu usia pemberian MP-
ASI paling cepat diberikan pada usia satu bulan setelah bayi lahir dan paling lambat
pada usia 6 bulan. Jenis MP-ASI bervariasi (bubur buatan pabrik atau buatan sendiri).
Frekuensi pemberian makanan, cara penyajian bervariasi dan konsistensinya ada yang
lunak dan ada yang padat Oktaviani (2016). Hal sama dengan penelitian Ratnaningsih
(2011) bahwa pada usia 6 bulan akan memproduksi lebih banyak air liur, enzim
amylase, enzim lipase, dan bile salts yang sudah diproduksi oleh pankreas sehingga
bayi lebih siap menerima makanan selain ASI.
Studi yang dilakukan oleh Chairani (2013) di Puskesmas Pesanggrahan yang
dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif pada ibu-ibu yang melahirkan pada
Rumah Bersalin Puskesmas yang merupakan sampel dari peneliti lain yang bertujuan
untuk menemukan alasan pemeberian MP-ASI yang dilakukan menggunakan
pendekatan teori Health Belief Model yang menunjukan bahwa ibu memberikan
makanan pendamping ASI diantaranya : ASI tidak keluar, ASI tidak mampu
mencukupi kebutuhan gizi bayi, meningkatkan BB, agar anak tidak rewel dan
menangis, puting susu sakit, adanya pengalaman sebelumnya adanya dukungan suami
atau keluarga terdekat dan menjadi adat atau tradisi turun temurun dari keluarga.

16
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratna Kartika Dewi (2010) di Desa
Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas menunjukan bahwa pola
pemberian MP-ASI baik dengan proporsi 100,0% balita dalam status gizi baik, pola
pemberian MP-ASI sedang dengan proporsi 96,0 % balita dalam status gizi baik dan
4,0% dalam status gizi kurang, pola pemberian MP-ASI kurang baik dengan proporsi
25,0% balita dalam status gizi baik dan 75,0% dalam status gizi kurang, sisanya pola
pemberian MP-ASI defisit dengan proporsi 50,0% balita dalam status gizi kurang dan
50,0% lainnya dalam status gizi buruk.

17
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah


Praktik pemberian makan terutama dalam hal MP-ASI yang baik dan tepat sangat
penting untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, perkembangan, kesehatan dan gizi anak.
Pada usia baduta sebagian besar anak tidak mendapat asupan makan dalam jumlah yang
cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jika pada masa baduta tidak memperoleh
cukup gizi, maka akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kurang gizi. Oleh karena
itu untuk mengatasi masalah kekurangan gizi maka diperlukan perbaikan pada cara
pemberian dan kualitas dari MP-ASI.
Salah satu faktor yang berperan aktif dalam mendeteksi dini masalah adalah peran
seorang ibu baduta dan kader. Ibu baduta berperan langsung dalam hal pengolahan MP-ASI
pada baduta. Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas
mengembangkan masyarakat. Kader berperan aktif dalam penimbangan balita,
pencatatan/pengisian KMS, keterampilan dalam interpretasi hasil penimbangan, karena
kader kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sehingga
dapat dilakukan pelatihan kader.
Menyadari akan arti pentingnya peran aktif masyarakat dalam menunjang
keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan diperlukan adanya agen-agen
pembangunan yang dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang mempunyai
peran besar salah satunya adalah peran Kader Posyandu. Dalam hal ini peran Kader
Posyandu yang secara langsung berhadapan dengan berbagai permasalahan kemasyarakatan
termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bertitik tolak dari hal tersebut
diatas maka kami bermaksud akan mengadakan pemberdayaan masyarakat dan Kader
Posyandu melalui penyuluhan langsung kepada masyarakat dan kader posyandu dan
mengenai faktor risiko terjadinya stunting dan pelatihan kader mengenai pengukuran
panjang badan balita.

18
3.2 Realisasi Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan status gizi pada anak dan anak memperoleh asupan gizi baik
secara kuantitas dan kualitas maka diperlukan peranan ibu baduta dan petugas kesehatan
dalam hal ini kader posyandu. Dalam usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
utamanya tentang pentingnya pengetahuan gizi dan keterampilan pengolahan MP-ASI maka
tindakan yang akan dilakukan adalah melakukan penyuluhan kepada Ibu yang memiliki
baduta mengenai faktor risiko terjadinya stunting yaitu, ASI eksklusif, dan MP-ASI. Selain
itu juga dilakukan pelatihan kepada kader posyandu di desa Koncang mengenai penggunaan
tikar ukur WHO. Kader berperan aktif dalam penimbangan baduta, pencatatan/pengisian
KMS, keterampilan dalam interpretasi hasil penimbangan untuk mengetahui prevalensi
kejadian stunting atau gizi buruk agar bisa terdeteksi secara tepat dan cepat sehingga tidak
terlambat diatasi.

3.3 Khalayak Sasaran


Khalayak sasaran kegiatan pengabdian masyarakat mengenai faktor risiko terjadinya
Stunting adalah ibu dengan Baduta di desa Koncang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten. Selain itu sasaran kegiatan juga untuk para kader di 5 Posyandu yang ada di desa
Koncang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Kegiatan di laksanakan di Balai Desa
Koncang dengan jumlah khalayak sasaran 50 ibu yang mempunyai baduta dan 25 orang
kader yang ada di setiap posyandu di desa Koncang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten. Adapun yang menjadi instruktur dan narasumber dalam kegiatan ini adalah
mahasiswa co-assistant dan dosen Ilmu Kesehatan Mayarakat (IKM) Universitas YARSI.

3.4 Metode Kegiatan


Untuk memecahkan masalah yang sudah diidentifikasi dan dirumuskan tersebut di
atas, agar pendampingan dapat berjalan dengan lancar maka sebagai alternatif pemecahan
masalah adalah sebagai berikut: pendampingan dilakukan dengan pendekatan individual dan
klasikal. Pendekatan klasikal dilakukan pada saat pemberian teori tentang faktor risiko dan
pendekatan individual kepada para kader dilakukan pada saat latihan menggunakan tikar
ukur WHO yang memenuhi standar sertifikasi. Adapun metode yang digunakan adalah:
1. Ceramah bervariasi
Metode ini dipilih untuk menyampaikan konsep-konsep yang penting untuk
dimengerti dan dikuasai oleh peserta penyuluhan. Penggunaan metode ini dengan
pertimbangan bahwa metode ceramah yang dikombinasikan dengan gambar-gambar,
19
animasi dan display dapat memberikan materi yang relatif banyak secara padat, cepat dan
mudah. Materi yang diberikan meliputi: ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI), penggunaan tikar ukur WHO untuk mengukur TB/PB baduta, dan pengisian
buku KIA
2. Demonstrasi
Metode ini dipilih untuk menunjukkan suatu proses kerja yaitu tahap-tahap menggunakan
tikar ukur WHO. Demonstrasi dilakukan oleh instruktur di hadapan peserta yang masing-
masing akan mengukur TB/PB Baduta sehingga peserta dapat mengamati secara langsung
metode dan teknik mengukur TB/PB Baduta dengan menggunakan tikar ukur WHO.
3. Latihan
Metode ini digunakan untuk memberikan tugas kepada peserta kader untuk
mempraktikkan cara mengukur TB/PB Baduta menggunakan tikar ukur dan untuk dijadikan
sebagai data validasi.

3.5 Langkah-langkah Kegiatan


Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam melakukan penyuluhan
mengenai faktor risiko terjadinya stunting adalah sebagai berikut:
1. Pengisian pre-test mengenai materi penyuluhan
2. Ceramah tentang ASI Eksklusif
3. Ceramah tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
4. Pengisian post-test guna melihat keberhasilan dalam pemberian materi
5. Pemberian doorprize dengan tanya jawab antara pemberi materi dengan peserta
penyuluhan

3.6 Faktor Pendukung dan Penghambat


Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil kegiatan dapat diidentifikasi faktor
pendukung dan penghambat dalam melaksanakan program pengabdian pada masyarakat ini.
Secara garis besar faktor pendukung dan penghambat tersebut adalah sebagai berikut:

A. Pendukung
1. Tersedia tenaga ahli yang memadai dalam pemberian materi mengenai faktor risiko
stunting dan penggunaan tikar ukur WHO
1. Antusiasme para ibu yang memiliki baduta dan para kader desa Koncang yang cukup

20
tinggi terhadap penyuluhan mengenai faktor risiko stunting dan pelatihan menggunakan
tikar ukur WHO.
2. Dukungan kepala Puskesmas Cipeucang, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten dan dukungan kepala desa Koncang serta jajaran pengurus desa dan para
masyarakat desa Koncang.
3. Ketersediaan dana pendukung dari fakultas guna penyelenggaraan kegiatan pengabdian
pada masyarakat ini.

B. Penghambat
1. Keterbatasan waktu untuk pelaksanaan pelatihan sehingga beberapa materi tidak dapat
disampaikan secara detil.
2. Daya tangkap para peserta yang bervariasi, ada yang cepat namun juga ada yang lambat
sehingga waktu yang digunakan kurang maksimal.

21
BAB IV
HASIL YANG DICAPAI

Intervensi pemecahan masalah telah dilakukan pada seluruh keluarga binaan beserta warga
Desa Koncang lainnya yang berjumlah 50 peserta penyuluhan dan dilaksanakan pada hari Jumat,
20 September 2019 pukul 09.00 WIB. Sebelum penyuluhan dimulai, seluruh peserta penyuluhan
diberikan pre-test terlebih dahulu, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pre Test

Perilaku Frekuensi Presentase (%)


BAIK 19 38
BURUK 31 62
Total 50 100

Tabel 1. menunjukkan bahwa perilaku responden mengenai pemberian MP-ASI sebelum


dilakukan penyuluhan lebih banyak yang buruk yaitu 62%. Kemudian setelah penyuluhan
diberikan kepada peserta, peserta mengerjakan post-test dengan soal yang sama seperti pre-test
untuk mengetahui keberhasilan penyuluhan dengan melihat ada atau tidaknya peningkatan hasil.

Tabel 2. Hasil Post Test

Perilaku Frekuensi Presentase (%)


BAIK 47 94
BURUK 3 6
Total 50 100

Tabel 2. menunjukkan bahwa perilaku responden mengenai pemberian MP-ASI setelah


dilakukan penyuluhan mengalami peningkatan dengan hasil baik sebanyak 94%.

22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Program penyuluhan mengenai faktor risiko terjadinya stunting dan cara
mengukur TB/PB dengan tikar ukur dapat diselenggarakan dengan baik dan berjalan
dengan lancar sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disusun meskipun belum
semua peserta menguasai dengan baik materi yang disampaikan. Kegiatan ini mendapat
sambutan sangat baik terbukti dengan keaktifan peserta mengikuti pendampingan
dengan tidak meninggalkan tempat sebelum waktu pelatihan berakhir.

5.2 Saran
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat
tercapai sepenuhnya, tetapi dengan konsekuensi penambahan biaya pelaksanaan.
2. Adanya kegiatan lanjutan yang berupa pelatihan sejenis selalu diselenggarakan
secara periodik sehinga dapat meningkatkan kemampuan para kader dan
mengetahui adanya peningkatan pengetahui para Ibu mengenai faktor risiko
terjadinya stunting.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Elin, Dkk. 2018. Pedoman Puskesmas Cipeucang. Banten.


Arif, N, 2009. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Penerbit MedPress, Yogyakarta.
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
BAPPENAS. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.
http://www.4shared.com/get/I45gBOZ/Rencana_Aksi_Nasional_Pangan .
Diakses September 2019.
Chairani, K. 2013. Alasan Ibu Memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) Dengan
Pendekatan Teori Health Beelief Model Diwilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. FKIK UIN. Jakarta.
Green, W, Lawrence.et.al, Health Education Planing A Diagnostik Approach, The Johns
Hapkins University: Mayfield Publishing Company, 2005.
Hayati.Aslis. 2009. Buku Saku Gizi untuk bayi. http://helvetia.ac.id/library/diakses
September 2019.
Kartika, Dewi. 2010. Hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI (MPASI)
dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan di Desa Kaliori Kecamatan
Kalibogor Kabupaten Banyumas. Vol. 1 No.1.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Keputusan Menteri kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Maharani, Oktaviani. (2016). Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Berhubungan
dengan Kejadian Diare pada Bayi umur 0 – 12 bulan di Kecamatan Dampal Utara,
Tolitoli, Sulawesi Tengah. Journal Ners And Midwifery Indonesia , Vol. 4, No. 2,
84-89.
Mufida, dkk. 2015. Prinsip Dasar MPASI untuk Bayi usia 6-24 Bulan, jurnal pangan dan
Agroindustr vol. 3 No. 4 : 1646-1651.

24
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Notoatmodjo,
Picauly I, Magdalena S, 2013.Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap
prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi dan
Pangan,8(1): 55—62.
Proverawati, A. dan E. Rahmawati. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta:Nuha
Medika : 2010.
Ratnaningsih, E. 2011. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping
ASI terhadap Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan. Jurnal Kebidanan Panti Wilasa.
Vol. 2 No. 1.
Riksani, R. 2012. Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Jakarta: Dunia Sehat.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Oktober 2018.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Sejati, T. Perilaku Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Pada Bayi
Usia 6-12 Bulan Di Kecamatan Buayan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). 2012. Angka Kematian Ibu. Dikutip
dari www.bkkbn.co.id diakses pada September 2019.
Sutarto, dkk. Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung : Vol. 5 No. 1 | Juni 2018.
Sutomo, B dan Anggraini, D,Y. 2013. Makanan Sehat Pendamping ASI. Demedia.
Jakarta.
Tjahji Purnomo tri. 2018. Kecamatan Cipeucang dalam angka 2018. BPS Kabupaten
Pandeglang : Percetakan Rajawali, Pandeglang.
TNP2K. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting)
Ringkasan. Sekretariat Wakil Presiden RI. Jakarta.

25
Trihono, dkk. 2015. Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Badan
Penelitian dan pengembangan Kesehatan. Jakarta : 23-37.
World Health Organization (WHO). Angka Kematian Bayi. Amerika: WHO : 2012.
World Health Organization (WHO). The World Health Report 2010. WHO : 2010.

26
LAMPIRAN 1

Pre-Test dan Post-Test

Penyuluhan MPASI Desa Koncang Kecamatan Cipeucang, Kabupaten


Pandeglang

Jumat, 20 September 2019

1. Apa yang dimaksud MPASI?


a Makanan peralihan dari ASI ke makanan Keluarga
b Makanan Pengganti ASI
c Makanan yang diberikan untuk anak usia dibawah 6 bulan
d Tidak Tahu

2. Kapan sebaiknya MPASI pertama kali diberikan?


a Saat bayi berusia dibawah 6 bulan
b Saat bayi berusia 6 bulan
c Saat bayi berusia diatas 1 tahun
d Tidak Tahu

3. Berapa kali sebaiknya MPASI diberikan dalam sehari?


a 1-2 kali sehari
b 2-3 kali sehari
c Jika bayi rewel
d Tidak tahu

4. Jenis makanan yang pertama kali diberikan saat memulai MPASI usia
6 bulan?
a Makanan lunak
b Makanan padat
c Nasi dan lauk pauk
d Tidak Tahu

27
5. Apa akibatnya jika MPASI pertama kali diberikan sebelum usia 6
bulan?
a Tidak ada pengaruhnya
b Anak mengalami gangguan pencernaan
c Anak menjadi rewel
d Tidak Tahu

6. Apakah makanan yang mulai dapat diberikan saat anak berusia lebih
dari 9 bulan?
a Nasi
b Buah-buahan
c Biskuit
d Tidak Tahu
7. Apa akibatnya jika MPASI pertama kali diberikan setelah usia 6
bulan?
a Tidak ada pengaruh
b Alergi makanan
c Anak kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk usianya
d Tidak tahu

8. Jenis MPASI pada anak diatas usia 1 tahun?


a Makanan keluarga dengan banyak bumbu
b Makanan keluarga dengan sedikit bumbu
c Nasi tim
d Bubur Saring

9. Apa tujuan pemberian MPASI?


a Agar anak tidak rewel
b Agar anak cepat kenyang
c Mengembangkan kemampuan anak untuk mengunyah, mencium,
menelan
d Tidak tahu
10.Apa saja pilihan buah yang dapat diberikan saat MPASI pertama kali?
a Durian
b Nangka
c Pisang
d Tidak tahu
28
LAMPIRAN 2

LEAFLET INTERVENSI

29
LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI KEGIATAN INTERVENSI

30

Anda mungkin juga menyukai