KABUPATEN MELAWI
2019
LAMPIRAN I : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT CITRA HUSADA
MELAWI
NOMOR : 020 /SK-DIR/RSCH/ I /2019
TANGGAL : 08 JANUARI 2019
TENTANG : PEDOMAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DI
RUMAH SAKIT CITRA HUSADA MELAWI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu
pihak ke pihak lain, yang bertujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang
disampaikan tersebut.dalam sebuah organisasi,termasuk rumah sakit, keberhasilan misi
rumah sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas,
perawat,bidan dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai
karakter dan perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan, sehingga semua
petugas rumah sakit harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang
efektif pada semua situasi.
Komukasi efektif harus tercipta dengan semua pihak,baik antara rumah sakit dengan
masyarakat, antara rumah sakit dengan pasien dan keluarga, serta antara staf klinis di
rumah sakit. Dalam profesi kedokteran,komunikasi dokter dengan pasien merupakan
salah satu faktor kompetensi yang harus dikuasi dokter. Kompetensi komunikasi
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di
indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-
bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya dokter bisa
saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien
merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan
bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan
dokter. Paradigma inilah yang harus diperbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam
keududkan setara sehingga pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk menceritakan
sakit atau keluhannya secara jujur dan jelas.
Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan
keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.
Kutz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu yang
lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena petugas,
perawat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien,
perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama
pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif untuk
seluruh pegawai di Rumah Sakit Citra Husada Melawi untuk memudahkan dalam
berkomunikasi dengan masyarakat, pasien dan keluarga,serta antar petugas atau staf
klinis.
1.2 Tujuan
Secara umum tujuan penyususnan pedoman komunikasi efektif ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai
cara berkomunikasi dengan masyarakat, pasien dan keluarga, serta antar petugas
rumah sakit di lingkungan Rumah Sakit Citra Husada Melawi.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan
masyarakat, pasien dan keluarga, serta antar staf klinis di lingkungan Rumah Sakit
Citra Husada Melawi.
3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktek di
lingkungan Rumah Sakit Citra Husada Melawi.
1.3 Ruang Lingkup
Pedoman komunikasi efektif meliputi kegiatan pemberian informasi dan edukasi secara
satu arah dan dua arah atau hubungan timbal balik antara pimpinan rumah sakit dan staf
dalam organisasi,serta antara rumah sakit dengan masyarakat. Komunikasi dilakukan
dengan berbagai media yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan.
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF
B. Jenis Komunikasi
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi
verbal, komunikasi non verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.
Komunikasi tertulis.
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesannya secara tertulis, baik manual
maupun melalui media seperti email, surat, dan media cetak lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu:
1. Lengkap
2. Ringkas
3. Pertimbangan
4. Konkrit
5. Jelas
6. Sopan
7. Benar.
Dalam rumah sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien,
catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya, yang memiliki fungsi sebagai
berikut:
1. Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
2. Alat pengingat, atau berpikir bila mana diperlukan misalnya yang telah diarsipkan.
3. Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
4. Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
5. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan, SPO.
6. Keuntungan komunikasi tertulis adalah :
7. Adanya dokumen tertulis.
8. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.
9. Dapat menyampaikan ide yang rumit.
10. Memberikan analisa evakuasi dan peringkasan.
11. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.
12. Dapat menegaskan, menafsirkan, dan menjelaskan komunikasi lisan.
13. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian.
14. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.
C. Komunikasi Verbal.
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari
komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka
sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak
komunikan. Komunikasi verbal ini harus diperhatikan arti denotatif dan konotatif, kosa
kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan, dan keringkasan, serta waktu dan kesesuaian.
Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan dirumah sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi ini bisanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal adalah :
1. Memahami arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan artian yang sama dengan kata yang sama dengan kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata ‘kritis’. Secara denotatif, kritis
berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadan
yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien tenaga medis
harus berhati hati memilih kata-kata, sehingga tidak mudah untuk disalah artikan
terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat terapi.
2. Kosa kata mudah dipahami.
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata, khususnya yang
berhubungan dengan dunia medis, berperan penting dalam komunikasi verbal.
Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya
istilah : “auskultasi”, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan
dengan menggunakan kosa kata “mendengarkan”.
3. Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada.
Seseorang yang berbicara dengan nada tinggi menunjukan seseorang tersebut
sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan nada riang
menunjukkan orang tersebut sedang bergembira. Tugas tenaga medis rumah sakit
hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan perhatian dan ketulusan kepada
pasien.
4. Jelas dan singkat
Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkat dan maksudnya dapat diterima
dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil terjadinya
kerancuan. Komunikasi dapat diterima dengan jelas apabila penyampaiannya
dengan berbicara secara lambat dan pengucapan vokalnya dengan jelas. Selain itu,
komunikator harus tetap memperhatikan tingkat pengetahuan komunikan.
5. Selaan dan tempo bicara.
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menetukan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan pesan bahwa komunikator sedang
menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus diperhatikan petugas dan tenaga medis di
rumah sakit, jagan sampaai pasien menjadi curiga karena selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat. Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada hal
tertentu, misalnya memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa
yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
6. Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan, misalnya, bila paasien sedang menangis
kesakitan, bukan waktunya tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena
itu tenaga medis harus peka terhadap ketepatan waktu berkomunikasi. Relevansi
atau kesesuain materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk
diperhatikan. Komunikasi akan efektif apabila topik pembicaraan berkenaan
dengan masalah yang dihadapi oleh komunikan. Komunikasi verbal akan lebih
bermanfaat jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan
klien.
7. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa dapat mengurangi ketegangan dan rasa
sakit yang disebabkan oleh stres dan dapat meningkatkan keberhasilan tenaga
medis dalam memberikan dukungan emosional terhadap pasien. Sullivan dan
Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi katekolamin dan
hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap
sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasaan. Humor dapat
digunakan untuk menutupi rasa takut, dan tidak enak, atau ketidak
kemampuannya dalam berkomunikasi dengan pasien.Dalam menyebutkan kata
yang sulit, maka pemberi pesan harus mengeja hurufnya dengan menggunakan
kode alphabet internasional, yaitu:
Karakter Kode Alfabet Karakter Kode Alfabet
A Afa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yanke
M Mike Z Zulu
Sumber : Wikipedia.
1. Informasi sampai dengan cenderung lebih lambat karena adanya proses pemberian
respon,timbal balik dan feedback baik dari penerima pesan maupun respon
balasan dari pemberi pesan.
2. Karean informasi disampaikan lebih lambat,keputusan yang harus diambil pun
tidak bisa di tentukan dengan cepat.
3. Memberikan kesempatan bagi penerima pesan untuk bersikap menyerang opini
dari pemberi pesan dan memungkinkan terjadinya konflik dalam proses
komuniksi tersebut.
G. Model komunikasi
Model kuminukasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukan unsur-unsur
penting didalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi, model adalah peyederhanaan
tiori yang disajikan dalam bentuk gambar. Salah satu model komunikasi adalah model
komunikasi SMCR/BERLO.
Model komunikasi SMCR/BERLO mensyaratkan ada 4 unsur komunikasi (source
=sumber informasi;message =pesan;channel = saluran;receicer = penerima pesan) untuk
dapat terjadinya komunikasi. Unsur-unsur komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumber informasi
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau
informasi yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan
bertanggung jawab dalam menerjemahkan pemikiran dan informasinya menjadi
sesuatu yang berarti,dapat berupa pesan verbal, non verbal, atau kombinasi dari
ketiganya. Pengirim pesan (komunikator) yang baik adalah komunikator yang
menguasai materi,pengetahuannya luas tentang informasi yang disampaikan,cara
berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).
2. Pesan atau informasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah:
o Tingkat kepentingan informasi
o Sifat pesan
o Kemungkinan pelaksanaannya dan kebenaran pesan
o Kondisi pada saat pesan diterima
o Penerima pesan
o Cara penyampaian pesan
3. Saluran
Saluran komunikasi adalah media yang dillalui pesan. Jarang sekali komunikasi
berlangsung melalui hanya satu saluran,biasanya menggunakandua sampai empat
saluran yang berbeda secara simultan.
Contoh : Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran
suara),tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara
visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (salutan
olfaktori) dan seringkali kita bisa saling menyentuh (saluran taktil).
Media fisik yang sering digunakan dirumah sakit adalah telepon, brosur,surat
edaran,memo, internet, royal, news,dll.
4. Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi
(komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkanpesan (decoding)
berdasarkan pada batasan pengertian yang dimilikinya. Dengan demikian dapat
saja terjadi kesenjangan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang
dimengerti oleh penerima pesan yang disebabkan oleh adanya kemungkinan
hadirnya gangguan / hambatan. Hambatan ini bisa karena perbedaan sudut
pandang,pengetahuan atau pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahaya dan
lainnya.
Pada saat menyampaikan pesan, komunikator harus memastikan apakah pesan
telah diterima dengan baik atau tidak. Sementara penerima pesan perlu
berkonsentrasi agar pesan diterima dengan baik dan memberikan umpan balik
(fedback) kepada pengirim pesan.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan tanggapan komunikan terhadap pesan yang diberikan
oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal
dan sangat penting sekali sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi
kesalahan dalam menginterpretasikan pesan.
Pada saat penerima pesan melakukan proses umpan balik, pengirim pesan
(komunikator)yang baik harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Cara berbicara
Komunikator harus menguasai cara berbicara, termasuk cara bertanya
(mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan
terbuka),menjelaskan,klarifikasi,paraphrase,intonasi.
b. Mendengar
Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari penerima
pesan tanpa memotong pembicaraannya.
c. Cara mengamati
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan,misalnya
bahasa non verbal yang digunakan dibalik ungkapan kata atau
kalimatnya,gerak tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap (bahasa tubuh) selama berkomunikasi
dengan komunikan agar tidak mengganggu komunikasi dan untuk
menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan gerak tubuh yang
dilakukan oleh komunikator.
6. Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kita untuk
mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi ini meliputi:
a. Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat,
udara panas dan lain-lain.
b. Faktor faktor pribadi, antara lain prasangka,lamunan,dan lain-lain.
Rumah sakit harus mengenali komunitas dan populasi pasiennya, serta merencanakan
komunikasi berkelanjutan dengan kelompok kunci (keygroup) tersebut. Komunikasi dapat
dilakukan kepada individu secara langsung atau melalui media public dan agen yang ada di
komunitas atau pihak ketiga melalui komunikasi efektif. Tujuan komunikasi efektif dengan
masyarakat adalah memfasilitasi akses masyarakat kepelayanan dirumah sakit dan informasi
tentang pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit.
Berdasarkan etnis
Berdasarkan domisili
Total Jumlah dokter spesialis 6 orang dan dokter umum 7 orang Dokter gigi 1 orang. Jumlah
dokter spesialis dan dokter umum bisa berubah karena ada yang pindah atau melanjutkan
pendidikan. RS Citra Husada mengusahakan kelengkapan jenis dan jumlah dokter spesialis
sesuai kebutuhan untuk melayani berbagai masalah medis pasien. Dokter Spesialis dan dokter
umum yang bertugas di RS Citra Husada diharuskan telah mempunyai surat ijin praktek yang
masih berlaku.
Penyuluhan kesehatan rawat jalan merupakan salah satu bentuk komunikasi dan edukasi
dengan masyarakat yang melibatkan PPA RS Citra Husada.Penyuluhan dilakukan 1 bulan 1
kali atau disesuaikan dengan hari hari besar kesehatan nasional. Penyuluhan kesehatan juga
menginformasikan mengenai Jam pendaftaran, nama poliklinik, jadwal dokter, nama dokter
apabila ada perubahan atau ada tambahan.
Dari Rumah Sakit Citra Husada menyediakan berbagai jenis kamar rawat inap sesuai
kondisi medis dan kondisi ekonomi. Total jumlah tempat tidur kelas 3 jumlah 14 TT dewasa
dan TT untuk anak 7, kelas 2 Jumlah 8 TT, kelas 1 jumlah 6 TT, Kelas 1 Utama 4 TT, kelas
VIP jumlah 6 TT, kelas VVIP jumlah 3 TT, kamar HCU 2 TT, Perinatalogi jumlah 4 TT.
Jumlah tempat tidur biasa sewaktu-waktu berubah sesuai dengan situasi dan
perkembangan Rumah Sakit seperti perluasan bangunan ruangan rawat inap, kamar rawat
inap melayani berbagai macam tipe dan kasus pelayanan seperti penyakit dalam, anak,
kebidanan, mata, dan bedah, sesuai dengan pelayanan Spesialis yang ada. Jam berkunjung
pasien rawat inap adalah :pagi (11:00 s/d 13:00) dan sore (17:00 s/d 19:00).
Jumlah Tempat Tidur
BAB IV
Pasien dan keluarga membutuhkan informasi lengkap mengenai asuhan dan pelayanan yang
disediakan oleh rumah sakit,serta bagaimana untuk mengakses pelayanan tersebut.
Memberikan informasi ini penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan terpecaya
antara pasien, keluarga dan rumah sakit. Informasi tersebut membantu mencocockan harapan
pasien dengan kemampuan rumah sakit. Informasi ini bisa dimasukan dalam website rumah
sakit atau dalam bentuk brosur /leaflet/banner/yang ditempatkan diarea yang mudah diperoleh
atau dilihat pasien dan keluarga.
Informasi sumber alternative asuhan dan pelayanan ditempat lain juga diberikan kepada
pasien dan keluarga jika dirumah sakit tidak dapat menyediakan asuhan serta pelayanan yang
dibutuhkan pasien diluar misi dan kemampuan rumah sakit. Sebaiknya rumah sakit
mengadakan perjanjian kerja sama dengan tempat asuhan dan pelayanan alternative tersebut.
Pasien hanya dapat membuat keputusan yang dikemukakan dan berpatisipasi dalam proses
asuhan apabila mereka memahami informasi yang diberikan kepada mereka.Oleh karena
itu,perhatian khusus perlu diberikan terhadap format dan bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi serta pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga. Respon pasien akan
berbeda terhadap format edukasi berupa instruksi lisan, materi tertulis, video, demonstrasi /
peragaan dan lain-lain. Demikian juga penting untuk mengerti bahasa yang dipilih. Ada
kalanya, anggota keluarga atau penerjemah mungkin dibutuhkan untuk membantu dalam
edukasi atau menerjemahkan materi.
3) Wawancara terapeutik.
Wawancara ini ditekankan pada fakta,ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu
pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan
peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenai
dan mengetahui masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak
digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat,dokter,
psikolog, dan psikiater,biasanya diterapkan pada pasien yang
mengalami gangguan psikologis.
a) Pemeriksaan fisik.
b) Pemeriksaan diagnostik ( laboratorium,radiologi dan
sebagainya.)
c) Informasi/ pencatatan dari tenaga medis lain dan dari
keluarga pasien.
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada
kelengkapan data pasien. Oleh karena itu, peningkatan
komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian.
Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya
yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya
komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan
pasien.
a) Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami
oleh pasien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa
sangat berpengaruh terhadap penafsiran pasien dalam
menerima informasi yang diberikan.
b) Ketajaman panca indra.
Ketajaman panca indra dalam mendengar, melihat, merasa
dan mencium bau merupakan faktor penting dalam
berkomunikasi. Pasien akan menerima pesan komunikasi
dengan baik apabila panca inderanya berfungsi baik. Bagi
pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian,yaitu
informasi medik yang mengidentifikasikan adanya kelemahan
pendengaran.memperhatikan perlu/ tidaknya pasien
menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,
memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah
dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu
menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non
verbal.
c) Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor
otak yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk
mengungkapkan dan memahami bahasa.dalam mengkaji
pasien ini, perawat harus dapat menilai respon, baik secara
verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien
dalam menjawab pertanyaan.
d) Gangguan struktural.
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan
langsung dengan suara, seperti mulut dan hidung dapat
berpengaruh pada proses komunikasi.
2. Tahap perumusan diagnosa.
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan
masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap
komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasein.
3. Tahap perencanaan.
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi
dan komunikasi dengan pasien.hal ini untuk menentukan alternatif rencana
keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelumnya memberikan makanan
kepada pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media
komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan
dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktivitas ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi
dengan pasien. Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat dalam
berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat
pasien mengalami masalah psikologis.pada saat menghadapi pasien,perawat perlu:
a. Menentukan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi.
b. Kontak pandang yang menunjukan perhatian dan kesungguhan perawat.
c. Fokus pada pasien.
d. Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
e. Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
f. Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
g. Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
h. Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
5. Tahap evaluasi
Evakuasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan.keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan
antara proses dengan pedoman / rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan
tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien
dalam kehidupan sehari-hari dantingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah dirumuskan sebelumnya.
Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi,yaitu :
a. Tujuan tercapai : apabila pasien telah menunjukan perbaikan / kemajuan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : apabila tujuan itu tidak tercapai secara
maksimal,sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai: apabila pasien tidak menunjukan perubahan/
kemajuan sama sekali,bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat
perlu mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat
data,analisis,diagnosa,tindakan,dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang
menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
3. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan edukasi dapat dilaksanakan setelah dilakukan assessment kebutuhan
informasi dan edukasi serta analisa hambatan dalam menerima informasi dan
edukasii. Materi edukasi pasien dan keluarga yang standar terkait pelayanan
pasien paling sedikit mengenai topik-topik berikut :
a. Penggunaan obat-obatan yang didapat pasien secara efektif dan aman (
bukan hanya obat yang diresepkan untuk dibawa pulang), termasuk potensi
efek samping obat.
b. Penggunaan peralatan medis secara efektif dan aman.
c. Potensi interaktif antara obat yang diresepkan dan obat lainnya termasukobat
yang tidak diresepkan serta makanan.
d. Diet dan nutrisi.
e. Manajemen nyeri.
f. Teknik rahabilitasi.
g. Cara cuci tangan yang benar.
a. Bila pasien atau keluarganya secara langsung berpartisifasi dalam pemberian
pelayanan (contoh : mengganti balutan, menyuapi pasien, memberikan
obat,dan tindakan pengobatan ) maka mereka perlu diberikan edukasi,
begitupun sebaliknya pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang hak dan
tanggungjawab mereka untuk berpartisipasi pada proses asuhan. Pasien
tanda tangan di form edukasi setelah dilakukan edukasi sesuai dengan
assessment kebutuhan informasi dan edukasi pasien.
4. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan. Kesempatan untuk
interaksi antara staf,pasien, dan keluarga pasien dapat memberikan umpan balik
untuk memastikan bahwa informasi dimengerti, berfaedah,dan dapat digunakan.
Profesional pemberi asuhan (PPA) memahani kontribusinya masing masing dalam
pendidikan, dengan demikian mereka dapat berkolaborasi lebih efektif. Kolabarasi
pada gilirannya dapat membantu menjamin bahwa informasi yang diterima pasien
dan keluarga adalah komprehensif, konsisten, dan efektif.
Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan.
Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dapat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaaan yang sama,
yaitu”apakah bapak/ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional ( marah atau depresi ) maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai
sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui
brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar
pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien. Pada proses pemberian edukasi, petugas harus mendorong
pasien dan keluarga untuk bertanya dan memberi pendapat agar dapat sebagai
peserta aktif.
Mempertahankan harapan
Komunikasi dengan pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak
mudah. Petugas harus memiliki pengetahuan tentang penyakit yang mereka alami serta
pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan. Membangun hubungan saling
percaya dan caring dengan pasien dan keluarga melalui penggunaan komunikasi
terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif. Teknik-teknik
komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut stuart & sundeen (2009)
adalah sebagai berikut :
a. Fase menolak (denial) :
Pada tahap ini kita dapat menggunakan teknik komunikasi sebagai berikut :
1. Listening :
Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata, dan
observasi komunakasi non verbal.
Beri keamanan emosional, yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
suasana tenang.
2. silent :
Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien
secara non verbal.
Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar
dari situasi sesungguhnya.
3. Broad opening :
Mengkomunikasikan topik/pikiran yang sedang dipikirkan pasien.
Menanyakan tentang kondisinya atau proknosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Fase marah (anger)
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi listening : perawat
berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu
diklarifikasikan.
Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa
yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah
merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kematian.
c. Fase menawar (bargaining)
1) Focusing :
Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting.
Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna.
2) Sharing perception :
Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
d. Fase kemurungan (depresi)
Perlalukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien, jika ada salah pengertian
harusnya diklarifikasi.
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal,
yaitu dengan duduk tenang di sampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non
verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Fase menerima atau pasrah (acceptance) :
Informing :
Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
Broad opening :
Komunikasikan dengan pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.
Focusing :
Membantu pasien mendiskusikan hal yang menjadi topik utama dan menjaga
agar tujuan komunikasi tercapai.Fase ini ditandai pasien dengan perasaan
tenang dan damai.Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan
pengertian bahwa pasien telah menerima keadaannya dan perlu dilibatkan
seobtimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu menlong dirinya
sendiri sebatas kemampuannya.
BAB 5
KOMUNIKASI ANTAR TENAGA KESEHATAN DI DALAM DAN LUAR RUAH
SAKIT
Dalam memberikan pelayanan di rumah Sakit Citra Husada, antar tenaga kesehatan
pemberi asuhan melakukan komunikasi, baik untuk menyampaika informasi yang akurat
dan tepat waktu di seluruh rumah sakit (termasuk yang urgent), maupun informasi asuhan
pasien dan hasil asuhan.
5.1 komunikasi efektif antar tenaga kesehatan didalam rumah sakit
Komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang ada dilingkungan rumah sakit
meliputi komunikasi efektif yang akurat dan tepat waktu diseluruh rumah sakit dan
komunikasi efektif tentang asuhan pasien dan hasil asuhan antar PPA.
5.1.1 komunikasi efektif informasi yang akurat dan tepat waktu di seluruh rumah
sakit
komunikasi ini untuk keadaan urgent maupun informasi yang bersifat umum atau
tidak memerlukan penanganan yang cepat
Ada kalanya di rumah sakit memerlukan penyampaian informasi yang akurat dan
tepat waktu, khususnya keadaan yang urgent, seperti code blue dan code red. Code blue
merupakan salah satu kode prosedur emergensi yang harus segera diaktifkan jika
ditemukan seseorang dalam kondisi cardiorespiratory arrest di dalam area rumah sakit.
Sedangkan timcode blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang bertugas
merespon kondisi code blue di dalam area rumah sakit. Tim code blue terdiri dari dokter
dan perawat yang sudah terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest.
1. Saksi yang berada di TKP segera minta pertolongan dan menghubungi petugas/satpam
di nomor 131.
3. Petugas/satpam menelpon kembali tim kode blue dengan menggunakan iphone keruang
:
UGD : 803
FLAMBOYAN : 805
TULIP : 808
PERINA :
KAMAR BERSALIN :
4. Tim code blue segera menuju lokasi
5. Tim code blue mengatasi urgent medis pasien
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan proses
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan tulisan, baca kembali, dan
konfirmasi (TBAK). Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi separti telepon.Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang
digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak besar, tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
Teknik TBAK terdii dari :
1. Penerima pesan menulis isi pesan tersebut (Tulis).
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus menulis
pesan yang diberikan secara jelas.
2. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan (Baca)
Setelah pesan di catat, penerima pesan harus membaca kembali pesan tersebut kepada
pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik.
3. Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan
(konfirmasi )
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan
memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.
5.2 Komunikasi efektif antar tenaga kesehatan di luar rumah sakit
Rumah Sakit Citra Husada melakukan kerja sama dengan beberapa fasilitas kesehatan lain
apabila di Rumah Sakit Citra Husada tidak dapat menyediakan asuhan dan pelayanan yang
dibutuhkan pasien guna kelancaran pelayanan kepada masyarakat. Fasilitas yang bekerja
sama dengan Rumah Sakit Citra Husada terkait denga penunjang medis yakni
laboratorium bekerja sama dengan PT Prodia Widyahusada Tbk.
Untuk pelayanan yang belum ada di Rumah Sakit Citra Husada menyediakan informasi
mengenai daftar kesehatan RS Kota Pontianak dan Singkawang.
Komunikasi efektif sangat diperlukan dalam menyampaikan informasi dan edukasi kepada
pasien dan keluarga. Komunikasi efektif juga penting dalam komunikasi antara pemberian
pelayanan dan komunikasi antara rumah sakit denga masyarakat. Setiap pegawai rumah
sakit harus memiliki kemampuan komunikasi efektif agara pesan yang ingin disampaikan
kepada pasien dan keluarga dapat diterima dan dipahami oleh pasien dan keluarga.
Perhatian khusus harus diberikan dalam berkomunikasi dengan pasien tahap terminal dan
pasien-pasien geriatri. Dengan komunikasi yang efektif maka informasi dan edukasi yang
disampaikan kepada pasien dan keluarga akan lebih mudah dipahami, terutama yang
menyangkut kondisi kesehatannya sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan
yang diberikan. Komunikasi efektif juga dapat menghindarkan dari kesalahpahaman yang
bisa menimbulkan dugaan malpraktek.
Direktur,