DISUSUN OLEH :
MARDIANTO PRAYOGI
NIM : PO 5120216047
MARDIANTO PRAYOGI
NIM :P0 5120216047
ix
ii
i
PERNYATAAN
Yang menyatakan,
Mardianto Prayogi
NIM. P0 5120216047
ix
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. J
Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di ruang murai B
Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu tahun 2019.
Dalam Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis mendapatkan
bimbingan dan bantuan baik materi maupun nasehat dari berbagai pihak sehingga
dapat diselesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Darwis, S.Kp, M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
2. Bapak Dahrizal S.Kp, M.PH selaku ketua jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
3. Ibu Ns. Mardiani, S.Kep., MM., selaku kepala prodi DIII Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
4. Bapak Sariman Pardosi. S.Kp., S.Sos., M.Si(Psi) selaku pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan perhatian kepada
Penulis dalam menyusun studi kasus ini.
5. Seluruh Dosen dan staf prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Bengkulu
6. Seluruh mahasiswa/i seperjuangan program Prodi DIII Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan, maupun pencapaian
teori yang mendasar studi kasus yang penulis angkat. Oleh karena itu Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
perubahan yang baik di masa yang akan dating dan agar Penulis dapat berkarya
lebih baik lagi.
ix
vi
vi
Akhir kata Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak serta dapat membawa perubahan positif terutama bagi penulis
sendiri dan mahasiswa-mahasiswi jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes
Bengkulu.
Penulis
viiix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL ............................................................... iv
PERNYATAAN ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN ................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Batasan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KonsepTeori
1. Definisi ....................................................................................... 7
2. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi ................................ 7
3. Etiologi ............................................................................................................. 8
4. Proses Terjadinya Halusinasi ...................................................... 10
5. Jenis Halusinasi ............................................................................................ 11
6. Tanda-tanda Halusinasi .............................................................. 13
7. Penatalaksanaan .......................................................................... 14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran
1. Pengkajian .................................................................................. 16
2. Pohon masalah ............................................................................. 19
3. Analisa Data ................................................................................ 20
4. Diagnosa ...................................................................................... 21
ix
viii
5. Rencana Keperawatan ................................................................ 22
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Pendekatan/Desain Penelitian ......................................................... 26
B. Subyek Penelitian ............................................................................ 26
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional) ............................................. 26
D. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 26
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 26
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ......................................... 27
G. Keabsahan Data ................................................................................... 28
H. Analisis Data ........................................................................................ 28
BAB IV TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ....................................................................................... 29
B. Analisa Data .................................................................................... 37
C. Pohon Masalah ................................................................................ 38
D. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 38
E. Perencanaan .................................................................................... 39
F. Implementasi dan Evaluasi .............................................................. 40
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ...................................................................................... 61
B. Diagnosa keperawatan ..................................................................... 63
C. Perencanaan ..................................................................................... 64
D. Implementasi keperawatan .............................................................. 65
E. Evaluasi ........................................................................................... 69
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75
LAMPIRAN
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
x
DAFTAR TABEL
xi ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Pohon Masalah ............................................................................. 35
Bagan 2. Genogram ..................................................................................... 28
xiiix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO)
mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan fisik, mental dan sosial
yang tidak terganggu, bukan semata-mata tampa penyakit atau kelemahan
(Videbeck, 2008;3). Kesehatan itu bukan hanya sekedar bebas dari penyakit
namun kesehatan adalah bagian sejahtera dari badan, jiwa dan sosial.
Salah satu bagian dari kesehatan yaitu kesehatan jiwa, menurut
undang-undang N0. 36 Tahun 2009, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang
lain.
Beberapa penyakit yang merupakan penyakit gangguam jiwa yang
sering menimbulkan masalah menurut WHO tahun 2016 adalah depresi,
bipolar, skizofrenia, dan dimensia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi
yang mempengaruhi berbagai area fungsi berfikir dan berkomunikasi,
menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan
emosi dan berprilaku yang dapat di terima secara sosial (Isaacs, 2004).
Seseorang bisa di katakan skizofrenia jika sudah terdiagnosa penyakit
waham, halusinasi, perubahan arus pikir, perubahan perilaku, apatis,
blocking, isolasi sosial, dan menurunnya aktivitas sehari-hari (keliat, 2011).
Menurut Stuart dan Laraia (2005), 70% klien skizofrenia mengalami
halusinasi, hal ini di dukung oleh Thomas (1991, dalam Mc-Leod, et al.,
2006) yang menyatakan halusinasi secara umum di temukan pada gangguan
jiwa salah satunya adalah pada klien skizofrenia.
Halusinasi merupakan suatu gangguan atau perubahan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu
penghayatan yang di alami suatu persepsi melalui panca indera tampa
stimulus eksternal (persepsi palsu) (Maramis, 2005). Halusinasi terbagi
menjadi halusinasi pendengaran, pengelihatan, penghidu, perabaan dan
1
kinestetik. Salah satu bentuk halusinasi yang paling banyak terjadi adalah
halusinasi pendengaran yaitu klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata yang orang lain tidak mendengarnya
(Dermawan dan Rusdi, 2013).
Pasien halusinasi pendengaran paling sering mendengar suara-suara
yang memerintahkan untuk melakukan tindakan yang berbahaya (Vedebeck,
2008). Halusinasi pendengaran adalah perubahan persepsi sensori
pendengaran pada pasien berupa suara orang lain/kebisingan, suara tersebut
bisa berupa suara yang mengajak untuk berbuat sesuatu yang membahayakan
(Yosep, 2007 : 79).
Halusinasi harus menjadi fokus perhatian oleh tim kesehatan karena
jika halusinasi yang tidak di tangani secara baik, akan menimbulkan resiko
terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar.
Hal ini di karenakan halusinasi sering berisikan perintah untuk melukai
dirinya sendiri maupun orang lain ( Rogers, et al., 1990 dalam Dunn &
Birchwood, 2009).
Secara klinik dan evidence base, halusinasi pendengaran tersebut
telah terbukti dapat menyebabkan distres pada individu, distress di sebabkan
karena frekuensi halusinasi pendengaran yang sering muncul pada individu
setiap hari, kekerasan dan suara-suara yang di dengar, isi dari halusinasi
pendengaran dan juga keyakinan klien terhadap isi dari halusinasi. Selain itu,
halusinasi pendengaran juga menyebabkan ketakutan/ kecemasan bahkan
depresi pada klien gangguan jiwa. Dan 40% klien skizofrenia mengalami
depresi akibat halusinasi pendengaran yang di alaminya. ( garety & hamsley
1987 dalam Dunn & Birchwood, 2009).
Individu yang mengalami halusinasi pendengaran seringkali
beranggapan penyebab halusinasi berasal dari lingkungannya, padahal
ransangan halusinasi pendengaran timbul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya, merasa nyaman dengan kondisi menyendiri sehingga dapat
mengganggu metabolisme neukokimia seperti Bufotamin dan
2
Dimentyltransferase (DMT), hal ini meransang timbulnya halusinasi
(Sunaryo, 2004).
Menurut data WHO pada tahun 2016, terdapat 35 juta orang terkena
depresi , 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofenia, serta 47,5
juta terkena dimensia. Sekitar 70% orang dengan ganggguan jiwa mengalami
halusinasi. Di Indonesia, dengan berbagai faktor predisposisi dan presipitasi
dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018), 136 juta
jiwa mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah gangguan jiwa di Indonesia
penduduk yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia sebanyak 31,1% di
perkotaan dan 31,5% di pedesaan. Indonesia menjadi peringkat pertama
dengan gangguan jiwa terbanyak. Gangguan jiwa berat terbanyak di DIY
(2,7%), Aceh ( 2,7%), Sulawesi Selatan (2,6%), Bali (2,3%), dan Jawa
Tengah (2,3%) di rumah sakit jiwa di indonesia sekitar 70% halusinasi yang
di alami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20%
pengelihatan dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan kinestetik.
Di Provinsi Bengkulu khususnya di Rumah Sakit Khusus Jiwa
(RSKJ) Soeprapto Provinsi Bengkulu data jumlah penduduk Bengkulu yang
mengalami gangguan jiwa pada tahun 2017 sebanyak 27.128 jiwa, 5890 orang
di antaranya di rawat inap di RSKJ Soeprapto dan 21.238 orang lainya
menjalani rawat jalan di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu. Berdasarkan
data statisitik rekam medik tahun 2017 di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu
pasien gangguan jiwa yang mengalami halusinasi pendengaran pada tahun
2014 berjumlah 413 pasien, tahun 2015 berjumlah 667 pasien, tahun 2016
berjumlah 752 pasien dan pada tahun 2017 berjumlah 895 pasien. Dan
berdasarkan buku register Tahun 2017 di ruang rawat inap Murai A pasien
yang mengalami halusinasi sebanyak 15%, di ruang rawat inap murai B
sebanyak 18%, di ruang rawat inap murai C 14% dan di ruang rawat inap
3
anggrek sebanyak 15 %. Hal ini menunjukkan pentingnya peran perawat
untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasinya.
Adapun gejala-gejala yang dapat di amati pada pasien dengan
halusinasi pendengaran di antaranya bicara/ tertawa sendiri, marah-marah
tenpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga,
mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap, dan mendengar suara yang menyuruh melakukan hal yang berbahaya,
ketakutan pada suatu yang tidak jelas(Yusuf, dkk, 2015).
Pada kasus halusinasi pendengaran pasien sulit membedakan ransangan
internal (pikiran) dan ransangan eksternal (dunia luar), oleh karena itu
stimulus dari halusinasi pendengaran khususnya akan berdampak pada prilaku
pasien yang sulit berespon terhadap emosi, perilaku menjadi tidak terkendali,
depresi berat, mengalami isolasi sosial karena tidak mampu bersosialisasi
dengan baik, bahkan dapat merusak diri dan orang lain (Dunn&Birchwood,
2009).
Muhith (2015) mengatakan bahwa dampak yang dapat di tumbulkan
oleh pasien yang mengalami halusinasi pendengaran adalah kehilangan
kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya di kendalikan
oleh halusinasi pendengaran. Akibat dari suara halusinasi pendengaran
tersebut pasien dapat melakukan bunuh diri (suiside), membunuh orang lain
(homicide), bahkan merusak lingkungan.
Maka dari itu untuk meminimalkan komplikasi dari dampak halusinasi
tersebut di butuhkan peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan
pendekatan dan membantu klien untuk memecahkan masalah yang di
hadapinya dengan cara membina hubungan saling percaya melalui pendekatan
terapeutik dan membantu klien menghardik halusinasi. Meningkatkan derajat
kesehatan jiwa, memulihkan, dan melaksanakan program rehabilitasi (Stiadi,
2006).
Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik untuk mengangkat
masalah ini dalam membuat studi kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan
4
Jiwa Pasien Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Di
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu Tahun 2018.
B. Batasan Masalah
Dalam karya tulis ini penulis hanya membahas tentang asuhan
keperawatan pada satu orang pasien yang mengalami gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendnegaran di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ)
Soeprapto Bengkulu.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin di capai adalah mengetahui secara umum
tentang gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan mampu
menerapkan asuhan keperawatan jiwa yang komprehensif kepada pasien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di Rumah Sakit
Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian data pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
b. Mengetahui diagnosa atau masalah keperawatan pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
c. Mengetahui rencana keperawatan secara menyeluruh pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
d. Mengetahui tindakan sesuai rencana keperawatan yang nyata pada
pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendegaran.
e. Mengetahui evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendegaran.
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Karya tulis ini di harapkan dapat memberikan informasi dari asuhan
keperawatan yang di berikan khususnya asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
5
2. Bagi klien dan keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tenttang perawatan
gangguan jiwa dan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan.
Juga dapat memberikan kepuasan bagi keluarga klien atas asuhan
keperawatan yang di lakukan.
3. Bagi pelayanan kesehatan
a. Hasil tugas akhir asuhan keperawatan ini dapat di pergunakan terhadap
hasil penerapan asuhan keperawatan yang telah di berikan.
b. Hasil tugas akhir asuhan keperawatan ini dapat di jadikan sebagai
bahan acuan dalam menentukan kebijaksanaan oprasional pelayanan
kesehatan sebagai langkah untuk memajukan mutu pelayanan
keperawatan.
4. Bagi Akademik
Dapat meningkatkan kualitas dan pengembangan ilmu pengetahuan
tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran dan dapat di jadikan sebagai bahan pertimbangan
serta masukan sehingga dapat mengetai lebih banyak jenis pelayanan yang
ada.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gangguaj jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
usara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Muhith,
2015). Sedangkan menurut Direja (2011) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan ransangan internal (pikiran) dan
ransangan eksternal (dunia luar).
Di dapatkan data bahwa pasien sering mendengar suara yang
mengatakan memanggil-manggil namanya, suara itu muncul ketika pasien
sendiri, suara itu muluncul ketika pasien sendiri, suara itu muncul pada
malam hari, dan suara itu muncul ±5 menit.
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa yang
di maksud dengan halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tanpa
adanya objek pada individu yang di tandai dengan perubahan persepsi
sensori seseorang yang hanya mengalami ransangan internal (pikiran)
tanpa adanya ransangan eksternal (dari luar) yang sesuai dengan
kenyataannya.
2. Rentang Respons Neurobiologis Halusinasi
Halusinasi merupakan respon maladaptive yang berbeda dengan
rentang respon neurobiology (Stuart and Laraia, 2005). Jika pasien sehat
persepsinya akan akurat,mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang di terima melalui panca indra
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsi sesuatu dengan tidak adanya stimulus. Rentang
respon tersebut sebagai berikut :
7
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi
Adaptif maladaptif
8
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan masalah kortika
menunjukkan atropi yang signifikan pada otak manusia
sehingga anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis di
temukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan
dan atropi otak kecil (cerebrum).
2. Psiokologis
Pengaruh keluarga dan lingkungan klien dapat mempengaruhi respon.
Dan kondisi psikologis dapat menjadi salah satu penyebab gangguan
orientasi realistis.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti
: kemiskinan, konflik sosial budaya ( perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan terisolasi di sertai stres.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, peran
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya, penilaian individu terhadap
stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kambuh (Keliat, 2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : (Stuart, 2007)
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang di terima otak untuk di
interpretasikan.
2) Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
9
3) Sumber koping
Stres koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stres.
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Tahap halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan &
Rusdi, 2013) sebagai berikut :
a. Tahap I (conforting) :
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :
1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
3) Pikiran dalan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
Perilaku klien :
1) Tersenyum dan tertawa sendiri.
2) Menggerakkan bibir tanpa suara.
3) Pergerakan mata yang cepat.
4) Respon verbal yang lambat.
5) Dian dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (condeming) :
Menyalahkan, tingkat kesadaran berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan.
2) Merasa di lecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
3) Mulai merasakan kehilangan kontrol.
4) Menarik diri dari orang lain.
Perilaku klien :
1) Terjadi peningkatan denyut jantung , pernapasan dan tekanan darah.
2) Perhatian dengan lingkungan berkurang.
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan keadaan
realitas.
10
c. Tahap III (Controlling) :
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat di
tolak lagi dengan karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori halusinasinya.
2) Isi halusinasi menjadi atraktif.
3) Merasa kesepian jika halusinasinya berakhir.
Perilaku klien :
1) Perintah halusinasi di taati.
2) Sulit berhubungan dengan orang lain.
3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.
4) Tidak mampu mengikuti perhatian dari perawat, tanpak tremor dan
berkeringat.
d. Tahap IV (Conquering) :
Klien sudah sangat di kuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila
tidak di ikuti.
Perilaku klien :
1) Perilaku panik
2) Resiko tinggi menciderai
3) Agitasi atau kataton
4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
5. Jenis Halusinasi
Walaupun temapk sebagai suatu yang khayal, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
teropsesi. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional
psikotik maupun histerik. (Menurut Yosep,2007 :79), jenis-jenis halusinasi
adalah sebagai berikut :
1. Halusinasi Pendengaran (auditif, akustik)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas dan
11
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara 2
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien di suruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
2. Halusinasi Penglihatanm (visual, optik)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan. Biasanya sering uncul dengan penurunan
kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambar-gambar yang
mengerikan (hantu/ monster).
3. Halusinasi Penghidu atau Penciuman (olfaktori)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
di rasakan tidak enak melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau di
lambangkan sebagai pengalaman yang di anggap penderita sebagai
kombinasi moral. Bau sering berupa bau, urin, fases dan bau darah.
4. Halusinasi Pengecapan
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih
jarang dari halusinasi gustatorik. Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin, dan fases.
5. Halusinasi Perabaan ( taktil)
Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
6. Halusinasi kinestetik
Penderita merada badannya seperti bergerak-gerak dengan suatu
atau anggota badannya bergerak-gerak misalnya “ phantom, phaenomeno”
atau tungkai yang di amputasi selalu bergerak-gerak ( phantom limb).
12
6. Tanda-tanda Halusinasi
13
demensia, kejang, atau
penyakit serebrovaskular.
4. Halusinasi a. Adanya tindakan a. Klien seperti sedang
Pengecap mengecap sesuatu, merasakan makanan atau
gerakan mengunyah, rasa tertentu, atau
sering meludah, atau mengunyah sesuatu.
muntah.
5. Halusinasi a. Menggaruk-garuk a. Klien mengatakan ada
Peraba permukaan kulit sesuatu yang
b. Klien terlihat menatap menggerayangi tubuh,
tubuhnya dan terlihat seperti tangan, serangga
merasakan sesuatu yang atau makhluk halus.
aneh seputar tubuhnya. b. Merasa sesuatu di
permukaan kulit, seperti
rasa yang sangat panas
dan dingin, atau rasa
tersengat aliran listik.
7. Penatalaksanaan
Menurut Purba, Daulay (2009) penatalaksanaan klien halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim di gunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah
obat-obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum di gunakan adalah
:
14
Tabel 2.2 Penatalaksanaan farmakologis halusinasi
15
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, tanggal MRS (Masuk rumah sakit), tanggal
pengkajian, No rekam medik, diagnose medis dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Menurut direja (2009), keluhan utama yang dirasakan klien
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah klien
sering m endengar suara-suara lain tanpa adanya rangsangan dari
luar (Stimulus) yang mengakibatkan klien sering tersenyum,
tertawa, berbicara sendiri, bahkan ada bisikan yang memerintahkan
untuk berbuat jahat.
c. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah :
a) Faktor biologis
Hal yang di kaji pada faktor biologis, meliputi adanya faktor
heriditer gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
b) Faktor psikologis
Pada klien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya
kegagalan yang berulang, individu korban kekerasan, kurang
kasih sayang, atau overprotektif.
c) Sosiobudaya dan lingkungan
Klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah,
riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak,
tingkat pendidikan rendah, dan kegagalan dalam hubungan
sosial ( perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja
16
d. Faktor presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan , tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasi kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2011).
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi di temukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak, kekerasan dalam rumah tangga, atau adanya kegagalan-
kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta
konflik antar masyarakat. Sumber koping yang di pakai klien juga
sangat penting untuk di kaji dalam faktor presipitasi.
e. Pemeriksaan fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (Tekanan darah,
Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh
klien. Klien sering terlihat menutup telinganya, mengarahkan telinga
ke arah tertentu, tampak mengepal tangan, muka klien tampak merah,
pandangan klien tajam, mengatup rahang dengan kuat.
f. Aspek psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi, apakah
dalam keluarga klien ada yang mengalami gangguan jiwa
sebelumnya.
2. Konsep diri klien meliputi gambaran diri, identitas diri,
peran, ideal diri dan harga diri klien mengalami gangguan.
3. Hubungan sosial : klien mengatakan tidak memiliki teman
dekat, klien merasa bingung untuk memulai pembicaraan, sering
menyendiri dan melamun.
4. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
17
g. Status mental
Pengkajian status mental klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinas pendengaran meliputi :
1) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi cara berpakaian.
2) Pembicaraan : respon verbal lambat dan berbelit-belit,
menggerakan bibir tanpa suara, lebih banyak diam, mengancam
secara verbal dan fisik, marah-marah tanpa sebab, klien
mengatakan bingung untuk memulai pembicaraan, dan klien
berbicara dengan keras, kasar, suara tinggi, menjerit dan
berteriak.
3) Aktivitas motorik : meningkat atau menurun, klien tampak sering
melempar, memukul benda atau orang lain dan merusak barang/
benda.
4) Alam perasaan : klien mengatakan cendrung emosi, dan klien
mengatakan kesal atau benci terhadap seseorang..
5) Interaksi selama wawancara : respon verbal dan
nonverbal biasanya lambat, kontak mata kurang dan tidak mau
menatap lawan bicara, klien mengatakan tidak mempunyai
kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan karena
mendengar suara-suara tersebut.
6) Persepsi : klien sering mendengar suara atau kegaduhan,
mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar
suara yang menyuruh melakukan hal yang berbahaya, mendengar
suara orang yang sudah meninggal, klien tampak berbicara dan
tertawa sendiri.
7) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik.
8) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
18
9) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
10) Memori
a) Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu
yang lalu dan pada saat dikaji.
b) Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah
lebih setahun berlalu.
h. Mekanisme koping
a) Regresi : regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya
yang di gunakan untuk menanggulangi ansietas. Energi yang
tersisa untuk aktivitas sehari-hari tinggal sedikit, sehingga klien
menjadi malas beraktiviras.
b) Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepasi dengan
berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
c) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik
dengan stimulus intrernal.
d) Keluarga mengingkari masalah yang di alami klien.
i. Aspek medik
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, terapi
farmakologi psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitasi.
j. Pohon masalah
19
Analisa Data
No Analisa data Masalah
1 DS: Halusinasi
pendengaran
1. Klien mengatakan sering mendengar suara atau kegaduhan
2. Klien mengatakan mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruh
melakukan hal yang membahayakan
4. Klien mengatakan mendengar suara orang yang sudah
meninggal.
DO:
DO:
DO:
20
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi menurut Direja (2011), yaitu :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
21
22
22
3. Perencanaan Keperawatan
Table 3.2 perencanaan
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan TUM : Klien dapat
persepsi mengontrol
sensori : halusinasi
halusinasi pendengaran
pendengaran yang dialaminya
TUK : Setelah 1-2 x 1. Bina hubungan saling percaya - Hubungan saling percaya merupakan
1. Klien dapat pertemuan klien dengan menggunakan prinsip langkah awal untuk menentukan
membina menunjukan tanda- komunikasi terapeutik keberhasilan rencana selanjutnya
hubungan saling tanda percaya kepada a. Sapa klien dengan ramah baik
percaya perawat : verbal maupun nonverbal
1. Ekspresi wajah b. Perkenalkan nama, nama
bersahabat panggilan perawat dan tujuan
2. Menunjukan rasa berinteraksi
senang c. Tanyakan nama lengkap dan
3. Ada kontak mata nama panggilan yang disukai
4. Mau berjabat tangan klien
5. Mau menyebutkan d. Buat kontrak jelas
nama e. Tunjukan sikap jujur dan
6. Mau menjawab menepati janji setiap kali
salam berinteraksi
7. Mau duduk f. Tunjukan sikap empati dan
berdampingan menerima apa adanya
dengan perawat g. Tanyakan perasaan dan
8. Bersedia masalah yang dihadapi klien
mengungkapkan h. Dengarkan dengan penuh
masalah yang perhatian ekspresi perasaan
dihadapi klien
23
2. Klien dapat Setelah 1-2 x 1. Adakan kontak sering dan - Menjaga hubungan saling percaya
mengenal pertemuan klien singkat secara bertahap antara perawat dan klien
halusinasi menyebutkan :
pendenga 1. Isi 2. Observasi tingkah laku klien - Mengetahui apakah halusinasi datang
ran 2. Waktu terkait dengan halusinasi dan menentukan tindakan yang tepat
3. Frekuensi pendengaran, jika menemukan atas halusinasi pendengarannya
4. Situasi dan kondisi klien yang sedang berhalusinasi:
yang menimbulkan a. Tanyakan apakah klien
halusinasi mengalami sesuatu
pendengaran (halusinasi pendengaran/ raba/
5. Perasaan dan lihat/kecap/ penghidu
responnya saat b. Jika klien menjawab iya,
mengalami halusinasi tanyakan apa yang sedang
pendengaran dialaminya
c. Katakan bahwa perawat
percaya hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalaminya (dengan nada
bersahabat dan tidak
menghakmi)
d. Katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang
sama
e. Katakan bahwa perawat akan
membantu klien
Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi pendengaran ,
diskusikan dengan klien :
a. Isi, waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
pendengaran
24
5. Akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi tentang akibat jika klien putus
minum obat tanpa dengan dokter minum obat
konsultasi dengan 5. Anjurkan klien konsultasi - jika terjadi hal-hal yang tidak wajar
dokter kepada dokter/perawat jika setelah minum obat dapat dilakukan
terjadi hal-hal yang tidak tindakan segera
diinginkan
5. klien dapat Setelah 1-3 x 1. buat kontrak dengan keluarga - terciptanya hubungan saling percaya
dukungan dari pertemuan keluarga untuk pertemuan (waktu dan antara perawat dan keluarga klien
keluarga dalam menyebutkan : tempat)
mengontrol 1. pengertian, tanda, 2. diskusikan dengan keluarga : - meningkatkan pengetahuan keluarga
halusinasi dan gejala proses a. pengertian, tanda dan gejala tentang halusinasi pendengaran yang
pendengaran terjadinya halusinasi halusinasi pendengaran dialami oleh anggota keluarga
pendengaran dan b. proses terjadinya halusinasi
tindakan untuk pendengaran
mengendalikan c. cara yang dapat dilakukan
halusinasi klien dan keluarga untuk
pendengaran memutus halusinasi
2. keluarga setuju untuk pendengaran
mengikuti pertemuan d. obat-obatan halusinasi
denganperawat pendengaran
e. cara merawat anggota
keluarga dengan halusinasi
pendengaran
dirumah (beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan
bersamaan, bepergian - meningkatkan pengetahuan keluarga
bersama, memantau obat- tentang mencari bantuan jika
obatan dan cara
halusinasi klien tidak dapat diatasi
pemberiannya untuk dirumah
mengatasi halusinasi
pendengaran)
3. beri informasi cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak
dapat diatasi dirumah
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan/Desain Penelitian
Penelitian kualitatif ini menggunakan desain studi kasus yang
bertujuan untuk mengeksplorasi tahapan proses asuhan keperawatan pasien
yang mengalami gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran.
Pendekatan yang digunakan pada studi kasus ini yaitu proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam asuhan keperawatan ini adalah seorang pasien
yang didiagnosis gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran yang
menjalani perawatan di Ruang Murai B Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ)
Soeprapto Bengkulu Tahun 2019.
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)
Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran yang di rawat di ruang
Murai B, dengan pasien yang koperatif untuk di berikan tindakan
keperawatan.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Studi kasus ini dilakukan di Ruang Murai B RSKJ Soeprapto kota
Bengkulu. Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 31 Desember 2018 s.d 8
Januari 2019.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan usulan proposal studi kasus
tentang penyakit klien Halusinasi Pendengaran di Ruang Murai B RSKJ
Soeprapto Kota Bengkulu tahun 2018 . Setalah proposal disetujui dewan
penguji, maka tahap yang dilakukan adalah pengurusan surat izin penelitian.
Selanjutnya penulis mulai akan melakukan pengumpulan data, analisa data,
menegakkan diagnosa keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, dan
melaksanakan implementasi keperawatan, serta evaluasi keperawatan. Proses
implementasi dari rencana keperawatan di lakukan selama 7 hari berturut-
27
G. Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti
mengumpulkan data secara langsung pada pasien dengan menggunakan
format pengkajian yang baku dari kampus, yang dilakukan 6 jam sesuai
jadwal dinas perawat di Ruang Murai B RSKJ Soeprapto Bengkulu selama
minimal 7 hari berturut-turut.
Pengumpulan data dilakukan pada catatan medis/status pasien,
anamnesa dengan klien langsung, anamnesa dengan kelurga klien, dokter, dan
perawat ruangan agar mendapatkan data yang valid, disamping itu untuk
menjaga validitas dan keabsahan data peneliti melakukan obsevasi dan
pengukuran ulang terhadap data data klien yang meragukan yang ditemukan
melalui data sekunder.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menyajikan data hasil pengkajian
keperawatan, yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan studi dokumentasi hasil laboratorium dalam bentuk narasi.
Selanjutnya data pengkajian yang berhasil dikumpulkan tersebut akan
dianalisis dengan membandingkannya terhadap pengkajian teori yang telah
disusun.
Analisis data terhadap diagnosis keperawatan, intervensi
keperawatan, impelementasi, serta evaluasi keperawatan, yang dilaksanakan
pada studi kasus ini akan dianalisis dengan membandingkan antara hasil
dengan tahapan proses yang telah diuraikan pada tinjauan teori.
1
29
BAB IV
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pasien berinisial Tn. J berumur 33 tahun, tempat dan
tanggal lahir : Seluma 5 Mei 1985, jenis kelamin laki – laki, agama
islam, pendidikan terakhir lulusan SMP, status pasien sudah menikah,
dan bersuku serawai. Yang bertanggung jawab adalah keluarga
pasien yaitu istri.
2. Alasan masuk
1. Genogram
: Meninggal
Gambar 3.1 Genogram
Tn. J merupakan anak kedua dari emam bersaudara, Tn.J
sudah menikah dan memiliki satu orang anak perempuan yang
tinggal satu rumah bersama istri Tn. J, anggota keluarga yang
sudah meninggal adalah ibu Tn. J, anggota keluarga yang pernah
mengalami gangguan jiwa adalah ibu Tn. J.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Pasien mengatakan” seharusnya dia memiliki ukuran
tubuh yang tinggi dan berkulit putih.”
b. Identitas diri
Pasien mengatakan” berumur 33 tahun, jenis kelamin
laki-laki pendidikan terakhir SMP. Tn. J mengatakan kalau
dirinya sudah menjadi seorang ayah dan mempunyai satu
orang anak dari hasil pernikahannya.
c. Peran
Pasien mengatakan” Tugas yang selalu di kerjakannya,
sekarang tidak dikerjakannya lagi, dan tidak menafkahi istrinya
dan anaknya, sehingga klien merasa bersalah.
32
d. Ideal diri
Pasien mengatakan” ingin cepat sembuh, setelah pulang
nanti ingin berkerja kembali untuk menafkahi anak dan istrinya
serta ingin kembali di terima oleh lingkungannya.
e. Harga diri
Pasien mengatakan “ bahwa ia minder dengan teman
satu ruangannya karena ia di berhentikan dari pekerjaanya dan
klien kurang di perhatikan oleh keluarga, serta klien minder dan
menarik diri dengan lingkungannya saat menyadari bahwa
dirinya mengalami gangguan kejiwaan.
MK : Harga Diri Rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan” orang yang paling berarti dalam
hidupnya adalah anak dan istrinya”.
b. Peran serta dalam kelompok
Pasien terlihat tidak beaktivitas, sering menyendiri, sering
tidur di tempat tidur dan jarang ngobrol dengan orang lain.
Pada saat di rumah pasien juga mengatakan lebih suka
menyendiri, jarang bergabung bersama tetangga rumah dan
kurang melakukan aktivitas kelompok dengan masyarakat.
Saat bergabung di kelompok klien mengatakan tidak suka
terlalu banyak bicara jika berkumpul dengan orang banyak.
MK : Isolasi sosial
c. Hambatan dalam hubungan sosial
Pasien mengatakan karena telah di berhentikan dari
pekerjaanya klien merasa minder untuk bersosialisasi dengan
orang lain, dan klien hanya ingin bersosialisasi dengan teman
yang sudah benar-benar dekat dengan klien.
33
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan” nilai yang dianut oleh pasien adalah agama
Islam”.
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan kadang-kadang melakukan ibadah, karena
ia takut suara bisikan tersebut datang lagi kepada klien saat
klien ingin menjalankan shalat dan berdoa.
5. Status mental
a. Penampilan
Pasien berpenampilan rapi, rambut disisir dan baju klien diganti
2 kali sehari.
b. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat dan harus berpikir dahulu untuk
menjawab pertanyaan yang dianjurkan, terkadang klien
mengucapkan kata-kata dengan nada suara yang tinggi, dan
mudah tersinggung, klien dapat menjawab semua pertanyaan
yang dianjurkan oleh perawat.
c. Aktivitas motorik
Pasien terlihat lesu, jari-jari tampak gemetaran,
menggerakkan otot muka secara pelan-pelan dan mudah
mengantuk.
d. Alam perasaan
Pasien tampak sedih dan khawatir, karena memikirkan istri
dan anaknya yang di tinggal di rumah, pasien sering berdiam
diri di tempat tidur dan melamun, dan pasien terkadang terlihat
tertawa sendiri, karena mendengar suara yang selalu
mengatakan dirinya adalah manusia yang paling kuat dan hebat.
e. Afek
Datar, yaitu tidak terdapat perubahan roman muka pada
klien saat ada stimulus eksternal.
34
h. Isi pikir
Pasien tidak mengalami gangguan seperti obsesi,
depersonalisasi, hipokondria, fobia, klien mengalami waham
kebesaran.
i. Proses pikir
Pasien pembicaraan yang berbelit-belit saat di tanya oleh
perawat tapi sampai pada tujuan.
j. Tingkat kesadaran
Pasien dapat menyebutkan, tempat, orang secara benar dan
pasien tampak stabil, namun sering salah dalam memberikan
penilaian terhadap waktu
k. Memori
1. Ingatan jangka panjang : Pasien tidak mampu mengingat
kejadian 1 bulan yang lalu
2. Ingatan jangka pendek : Pasien mampu mengingat kejadian
1 minggu terakhir
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Konsentrasi klien kurang namun pasien dapat berhitung
jumlah anggota keluargamya, mudah beralih dan tidak
konsentrasi.
m. Kemampuan penilaian
Pasien memiliki kemampuan penilaian ringan, karena klien
dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan
orang lain.
Contoh : klien memilih untuk mencuci tangan sebelum makan.
n. Daya titik diri
Pasien mengatakan “ tahu dan sadar bahwa dirinya berada di
rumah sakit jiwa, tetapi pasien belum paham pada gejala dan
cara mengendalikan penyakitnya sendiri.
36
Data objektif
a. Pada saat interaksi klien mudah tersinggung
b. Pada saat interaksi Pasien menunjukkan curiga
dengan orang lain
c. Klien berbicara dengan nada suara yang tinggi
d. Sesekali menunjukkan tatapan mata yang tajam
e. Tanpak bekas ikatan di kedua pergelangan kaki
3. Data subjektif Isolasi Sosial : Menarik Diri
a. Pasien mengatakan lebih suka menyendiri
b. Pasien mengatakan tidak suka terlalu banyak bicara
jika berkumpul dengan orang banyak
38
Data objektif
a. Pasien tampak sering tidur di tempat tidur
b. Pasien tampak sering menyendiri
c. Pasien jarang ngobrol dengan orang lain
C. Pohon Masalah
Resiko periaku kekerasan
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial : menarik diri
D. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan tertulis
yang menggambarkan masalah kesehatan pasien. Hasil yang akan di harapkan,
tindakan-tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik
(manurung, 2011). Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu
berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa keperawatan dan dapat
dicapai jika serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan
rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini
dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien serta untuk
menyelesaikan masalahnya.
Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinasi, antara lain: tujuan
khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari
tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi
terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien dapat
mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu,
frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya. Rasional dari
tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitas
tindakan keperawatan yang dilakukan.
Menurut Rasmun (2009) tujuan khusus ketiga, klien dapat melatih
mengontrol halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan
beraktivitas secara terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan
klien merupakan upaya mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat, klien
dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi dengan rasionalnya
yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi pasien untuk minum obat
secara teratur. Tujuan khusus kelima, pasien dapat dukungan keluarga dalam
mengontrol halusinasi dengan rasionalnya keluarga mampu merawat klien
dengan halusinasi saat berada di rumah.
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tabel 3.3 Implementasi dan Evaluasi
No Hari / Diagnosa Tindakan Keperawatan Evaluasi ( SOAP)
Tanggal
1. Senin, 31 Belum di ketahui 1.Bina hubungan saling percaya S:
Desember dengan: a. Pasien mengatakan selamat pagi
2018 a. Beri salam setiap berinteraksi b. Pasien mengatakan namanya Tn.J,
09.30 b. Perkenalkan nama, nama senang di panggil Tn.J
panggilan, dan tujuan perawat c. Tn.J mengatakan belum mau
berkenalan menceritakan masalah yang di
c. Tanyakan dan panggil nama hadapinya.
kesukaan klien O:
d. Tunjukkan sikap jujur dan a. Pasien dapat menjawab salam dari
menepati janji, setiap kali perawat
berinteraksi b. Pasien dapat menyebutkan namanya
e. Tanyakan perasaan klien dan c. Pasien tampak mondar-mandir di dalam
masalah yang dihadapi klien ruangan seperti mengikuti arah suara.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas A:
g. Dengarkan dengan penuh a. Hubungan saling percaya belum
perhatian Terbina
b. Masalah keperawatan belum di
dapatkan
c. Didapatkan masalah keperawatan
halusinasi pendengaran pada pasien
P:
a. Buat kontrak pertemuan pada pukul
11.00 Wib
b. Lakukan interaksi yang sering dan
singkat kepada Tn.J
c. Lanjutkan intervensi point d, e, f dan g
d. Lanjutkan bina hubungan saling
percaya
BAB V
PEMBAHASAN
halusinasinya (Direja, 2011). Pada kasus, Tn. J berada pada fase kedua yaitu ,
pasien mengalami pengalaman sensori menakutkan merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensori tersebut, mulai terasa kehilangan kontrol, dan
kadang masih berjalan jalan tidak tentu arah mengikuti suara tersebut serta
sering berbicara dan tertawa sendiri karena bisikan yang datang.
Menurut Keliat (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi
adalah dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol,
chlorpromazine, triheksilfenidil. Terapi yang diperoleh Tn. J setelah
dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat Chlorpromazine (cpz) 2 x
50 mg, Resperidone 2x2 mg, dan Clobazam 2x10 mg.
B. Diagnosa keperawatan
Menurut Videback (2008) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan
berbeda dari diagnosa psikiatrik medis, dimana diagnosa keperawatan adalah
respon klien terhadap masalah atau bagaimana masalah mempengaruhi
fungsi klien sehari – hari yang merupakan perhatian utama diagnosa
keperawatan.
Diagnosa keperawatan jiwa berbentuk pohon masalah dimana Pohon
masalah pada gangguan halusinasi dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial :
menarik diri merupakan etiologi, gangguan persepsi sensori : halusinasi
merupakan masalah utama, sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan
akibat (Direja, 2011).
Pada kasus Tn. J penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan
yakni gangguan persepsi sensori halusinasi. Data yang memperkuat penulis
memprioritaskan mengangkat diagnosa keperawatan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran didukung dengan data subektif yang
diperoleh dari Tn. J yakni Tn. J mengatakan mendengar suara yang
memanggil–manggil namanya, mengajaknya untuk rukiyah dan ada suara
yang selalu menyalahkannya dan menyuruh untuk menciderai orang lain dan
keluarga, suara itu datang di siang hari saat Tn.J menyendiri. Sedangkan
pada data objektif, Tn. J tampak, agresif, mudah tersinggung saat
mendengar suara tersebut, tampak mondar mandir di ruangan, tertawa dan
64
bicara sendiri saat melamun serta adanya gerakan bibir yang menunjukkan
Tn.J sedang berbicara.
C. Perencanaan
Perencanaan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai setiap tujuan khusus (Nurjanah, 2005). Perencanaan keperawatan
meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada pasien berdasarkan observasi analisis pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi. Rencana
keperawatan yang penulis lakukan pada Tn. J sama dengan landasan teori,
karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP
(Standar Operasional Prosedur) melalui Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (SPTK) yang telah ditetapkan.
Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu
berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa keperawatan dan
dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan
khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau
dimiliki. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan
kebutuhan klien serta untuk menyelesaikan masalahnya.
Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinasi, antara lain: tujuan
khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional
dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar
interaksi terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien
dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi,
waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya.
Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan
efektifitas tindakan keperawatan yang dilakukan.
Menurut Rasmun (2009) tujuan khusus ketiga, klien dapat melatih
mengontrol halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi,
65
cara yang penulis contohkan kepada pasien dan penulis bersama pasien
membuat jadwal untuk latihan menghardik halusinasi. Kemudian penulis
bersama Tn.J membuat kontrak pertemuan untuk melanjutkan SP kedua
halusinasi pada pukul 11.00 Wib.
Implementasi SP ke 2 dilaksanakan pada tanggal 02 Januari
2019, pukul 13.00 Wib. Respon Tn.J pada pertemuan ini Tn.j belum mau
di ajak berdiskusi dengan penulis, kemudian penulis menunda pertemuan
dan bersama Tn.J membuat jadwal pertemuan pada hari kamis 3 januari
2019 pukul 09.00 Wib untuk melanjutkan SP kedua halusinasi
pendengaran. Pada pertemuan tanggal 3 januari 2019 Tn.J mau di ajak
diskusi tentang cara kedua untuk mengendalikan halusinasi pendengaran,
Penulis melakukan validasi dan evaluasi cara pertama yaitu menghardik
halusinasi. Tn. J di ajarkan jika ada suara lain tidak ada wujudnya yang
datang, Tn. J harus mengajak orang lain atau perawat untuk bercakap-
cakap jika halusinasi muncul. Respon Tn.J pada pertemuan ini Tn.J paham
dan mampu mendemonstrasikan kembali cara yang telah di ajarkan.
Kemudian penulis bersama pasien melanjutkan pertemuan pada pukul
11.00 Wib untuk melanjutkan SP 3 halusinasi pendengaran.
Implementasi SP 3 dilaksanakan tanggal 04 Januari 2018 pukul
11.00 WIB. Penulis melakukan SP ke-3 yaitu mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal. Pada pertemuan ini Tn. J
belum mau di ajak dikusi untuk belajar cara mengontrol halusinasi dengan
cara ke tiga, Tn. J mengatakan masih ingin tidur, kemudian di lanjutkan
pada pertemuan ketujuh pada pukul 13.00 Wib untuk kembali melanjutkan
SP ketiga, penulis melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1
dan 2, respon Tn. J yaitu Tn.J masih mengingat cara 1 dan 2 untuk
mengendalikan halusinasi pendengaran, dan Tn.J belum mau di ajak diskusi
tentang cara ke tiga untuk mengendalikan halusinasi pendengaran.
Kemudian penulis bersama Tn.J membuat jadwal pertemuuan pada hari
jumat 5 januari 2019 pukul 09.00 Wib.
68
Pada pertemuan tanggal 5 januari 2019 pukul 09.00 Wib respon Tn.J
belum mau di ajak berdiskusi tentang cara ketiga untuk mengendalikan
halusinasi pendengaran, dan Tn.J mengatakan tidak ada aktivitas yang bisa
pasien lakukan di rumah sakit. Kemudian penulis menunda pertemuan
bersama pasien membuat kontrak pertemuan pada pukul 11.00 Wib. Pada
pertemuan pukul 11.00 Wib Tn.J dapat mengungkapkan aktivitas yang
biasa Tn.J lakukan di rumah sakit, kemudian Tn.J bersama penulis
menyusunjadwal tersebut untuk aktivitas Tn.J namun respon Tn.J belum
mau di ajak diskusi untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari. Kemudian
Tn.J bersama penulis membuat judwal pertemuan pada pukul 13.00 Wib
untuk menyusun aktivitas terjadwal yang bisa Tn.J lakukan di rumah sakit.
Pada pukul 13.00 Wib Tn.J mau di ajak untuk menyusun jadwal
kegiatan sehari-hari untuk mengendalikan halusinasi pendengaran, dan Tn.J
di anjurkan untuk melaksakan jadwal yang telah di susun. Kemudian Tn
bersama penulis menyusun jadwal pertemuan pada tanggal 6 januari 2019
pukul 08.30 Wib untuk melanjutkan SP 4 halusinasi pendengaran. Pada
implementasi tanggal 6 januari 2019 pukul 08.30 Wib pasien belum mau
berdiskusi, kemudian penulis bersama Tn.J membuat jadwal pertemuan
pada pukul 12.30 Wib untuk melanjutkan SP 4.
Pada pertemuan pukul 12.30 Wib pasien mau di ajak diskusi tentang
SP 4 halusinasi pendengaran yaitu mengajarkan pasien menggunakan obat
secara benar. Respon Tn.J dapat menyebutkan cara 1, 2 dan 3 untuk
mengendalikan halusinasi pendengaran, penulis memberikan pujian atas
keberhasilan pasien mengulangi cara yang telah di ajarkan namun pasien
belum mau di ajarkan untuk menggunakan obat secara benar. Kemudian
penulis bersama Tn.J membuat jadwal pertemuan pada tanggal 7 januari
2019 pukul 09.00 Wib.
Implementasi tanggal 7 januari 2019 pukul 09.00 Wib Tn.J belum
mau berdiskusi, penulis menunda pertemuan dan melanjutkan pertemuan
pukul 12.00. pada pukul 12.00 Wib Tn.J mau di ajak berdiskusi dan dapat
menyebutkan kegunaan dan kerugian jika tidak minum obat. Namun Tn.J
69
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. J dengan
masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yang telah
penulis lakukan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada pengkajian pola persepsi Tn.J diperoleh data subektif yang
didapatkan dari Tn. J yakni Tn. J mengatakan mendengar suara
yang memanggil-manggil namanya, mendengar suara yang mengajaknya
untuk rukiyah, mendengar suara yang selalu menyalahkannya dan
menyuruh untuk menciderai dirinya sendiri dan keluarga, serta Tn. J
mendengar suara yang menganggap dirinya manusia kuat dan selalu
benar. Suara itu terdengar pada saat Tn.J sedang sendiri dan pada waktu
siang, suara muncul 2-4x dalam satu harinya. Data objekif Tn.J tanpak
sering melamun dan menyendiri, berbicara dan tertawa sendiri, Tn. J
tanpak agresif dan mudah tersinggung dan tanpak mondar-mandir di
dalam ruangan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul saat dilakukan
pengkajian pada Tn. J adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.
3 Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada Tn. J
yaitu dengan tujuan umum supaya Tn. J dapat mengontrol halusinasi
yang dialaminya. Intervensi juga dilakukan dengan lima tujuan
khusus, diantarannya: tujuan khusus pertama yaitu Tn. J dapat
membina hubungan saling percaya, tujuan khusus kedua yaitu
Tn. J dapat mengenal halusinasi pendengarannya, tujuan khsusus ke
tiga yaitu Tn. J dapat melatih cara mengontrol halusinasi
pendengarannya dengan melatih cara menghardik halusinasi,
73
DAFTAR
PUSTAKA
Direja, Ade Herman, Surya. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika
Djuinaedi & Yitnarmuti, 2008, Psikoterapi Gangguan Jiwa. Jakarta : PT. Buana
Ilmu.Populer
Keliat, B, A dan Akemat, 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa.Jakarta : EGC
Keliat, B.A. (2006). Proses Keperawatan Jiwa. Edisi 2. Jakarata. EGC
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono, 2010. Buku Ajar Keperawatan
Jiwa.Jakarta : Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta
: EGC
Nanda I, 2012. Diagnosis Keperawatan Definisit dan Klasifikasi 2012-2014
Purba, & Daulay, W. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa . Medan : USU Press
Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas
pengumpul Data. Jakarta : Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013
Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintgrasi Dengan
Keluarga. EGC : Jakarta
Suliswati II.Ester, Monica. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Struart,G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa ( Edisi 5). Jakarta. Buku
Kedokteran EGC
Struart, & Laraia. (2005). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Setyowaty, D. (2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Edisi. 3,EGC :
Jakarta
WHO (2011). Service Avaliability and Utisization and treatment Gap
Schizophrenic Disorders : A Survey in 50 Low-and
middleincome http://www.who.Int/bulletin/volumes/90/1/11-089284/En/
76
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Riwayat Pendidikan :