Anda di halaman 1dari 5

A.

Produsen Elektronik Rumahkan Pekerja


Sejumlah perusahaan elektrik terpaksa merumahkan sementara sebagian pekerjanya dan
mengurangi shift kerja menyusul kemerosotan penjualan di pasar domestik yang memaksa
manajemen memangkas produksi. Salah satu perusahaan elektronik global yang mengakui telah
merumahkan sementara sebagian pekerjanya adalah PT Panasonic Manufacturing Indonesia
(PMI), sebuah perusahaan patungan antara Matsushita Electronic Industrial Co dan PT Gobel
International Indonesia. Presdir Komisaris PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) Rachmat
Gobel menjelaskan langkah merumahkan karyawan itu dilakukan pada bulan lalu selama dua
minggu menyusul keputusan manajemen yang memangkas produksi dengan mengurangi shift
kerja dari tiga menjadi dua. "Pengurangan shift itu terpaksa ditempuh untuk mengatasi stok barang
di gudang yang makin menumpuk. Akibatnya, secara otomatis sebagian pekerja harus dirumahkan
sementara. Sekarang mereka sudah bekerja kembali setelah stoknya normal, tetapi tak tertutup
kemungkinan langkah itu akan terulang lagi jika kondisi pasar tidak membaik," jelasnya di Jakarta
(Sumber: Bisnis Indonesia, 24/4/06).

Pertanyaan:
a. Apakah secara moral perusahaan berhak menambah dan mengurangi shift kerja kapan saja
dibutuhkan?
b. Apa dampak pengurangan shift kerja bagi pegawai?
c. Apakah pegawai dapat menuntut agar perusahaan tidak mengurangi shift kerja?
d. Apakah sikap menerima pengurangan shift kerja merupakan bentuk loyalitas dan ketaatan
pegawai terhadap perusahaan?

Pembahasan :
a. Apabila dilihat secara moral, perusahaan dalam menambahkan atau mengurangi shift kerja
merupakan hal yang wajar. Hal ini dikarenakan standar moral menurut setiap orang dapat berbeda
sesuai dengan kepribadian masing masing. Menurut kami, perusahaan ini berhak untuk
mengurangi shift kerja pegawainya dikarenakan perusahaan harus menetapkan harga produk yang
tidak melebihi harga pasar. Perusahaan ini diketahui dalam keadaan pailit, jadi mereka harus
memberhentikan sementara pegawainya serta mengurangi shift kerja.
Namun apabila dilihat secara hukum yang mengacu pada Undang Undang
Ketenagakerjaan, maka hal ini berhak untuk dilakukan karena berdasarkan UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan pasal 165 “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4).” Jadi perusahaan berhak untuk mengubah shift kerja kapan saja selama tidak
melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi hak hak pekerjanya yang
diberhentikan. Hak pekerja dalam hal penutupan perusahaan meliputi hak untuk diberitahu tentang
rencana penutupan perusahaan serta hak berpartisipasi (melalui serikat kerja) dalam keputusan
penutupan perusahaan dan mungkin memberikan kesempatan pada serikat pekerja untuk membeli
perusahaan agar tetap beroperasi.
b. Dampak pengurangan shift kerja bagi pegawai sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan
mudah. Hal ini dikarenakan, banyak pengaruh lainnya yang memegang peranan dalam pendapatan
seseorang. Misalnya apabila pegawai yang diberhentikan sementara ini memiliki pekerjaan lain
yang memadai, maka tentunya pengurangan shift kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap
kehidupannya. Namun secara umum pengurangan shift kerja bagi pegawai akan berdampak pada
tidak terpenuhinya jam kerja minimum, sehingga upah yang dibayarkan oleh perusahaan akan
berkurang. Hal ini dapat menyebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan pegawai dan menimbulkan
dampak psikologis seperti mengalami kebingungan dalam mencari pekerjaan maupun sumber
pendapatan yang baru.
c. Hal ini tergantung pada keadaan perusahaan saat itu. Apabila perusahaan memang dalam
keadaan pailit yang telah dibuktikan dengan laporan keuangan selama 2 tahun yang telah diaudit
atau keadaan memaksa (force majeur) atau melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah
pekerja dan telah memberitahukan rencana penutupan, serta memberikan hak pegawai lainnya
maka seharusnya pegawai tidak bisa menuntut pihak perusahaan. Namun pegawai yang tidak dapat
menerima hubungan pemutusan kerja dapat menuntut perusahaan apabila pekerja/buruh
mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang berwenang, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
d. Menerima pengurangan shift kerja merupakan bentuk loyalitas dan ketaatan pegawai
terhadap perusahaannya. Hal ini disebabkan, pegawai dengan ikhlas dapat menerima keadaan
mereka yang harus dirumahkan sementara bahkan dipotong gajinya demi tetap berdirinya
perusahaan. Apabila perusahaan yang pailit tidak didukung oleh pegawainya, maka perusahaan
tersebut tidak bisa mengatasi stok barang di gudang yang semakin menumpuk dan mengakibatkan
perusahaan itu semakin rugi bahkan bisa ditutup untuk selamanya. Namun perusahaan pun juga
harus menghargai loyalitas pegawainya dengan memberi uang pesangon serta hak lainnya, dan
yang lebih penting perusahaan harus mempekerjakan kembali pegawainya setelah keadaan
perusahaan kembali normal.

B. Bayar upah buruh di bawah UMR, Pengusaha Dibui 1 Tahun


Merdeka.com - Mahkamah Agung (MA) menghukum seorang pengusaha asal Surabaya,
Tjioe Christina Chandra dengan penjara 1 tahun dan denda Rp 100 juta. Hukuman ini dijatuhkan
lantaran Tjioe dinilai bersalah karena membayar upah 53 buruh yang bekerja pada perusahaan
miliknya di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
"Menyatakan terdakwa Tjioe Christina Chandra terbukti melanggar Pasal 90 ayat (1)
juncto Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun ditambah denda sebesar Rp 100
juta," ujar Hakim Agung Gayus Lumbuun selaku anggota majelis kasasi saat dihubungi di Jakarta,
Rabu (24/4).
Putusan ini dijatuhkan pada Maret 2013 oleh majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung
Zaharuddin Utama dengan dua anggota yaitu Hakim Agung Suryajaya dan Gayus Lumbuun.
Majelis hakim kasasi menjatuhkan hukuman ini secara bulat tanpa dissenting opinion.
Gayus menyatakan, UU Ketenagakerjaan memuat ketentuan pidana bagi pengusaha yang
terbukti membayar upah di bawah UMR dengan hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal
4 tahun penjara. Sedangkan untuk terdakwa Tjioe, hukuman yang dijatuhkan tergolong minimal.
"Itu hukuman minimal untuk terdakwa," kata Gayus.
Selanjutnya, kata Gayus, putusan ini dijatuhkan dengan pemikiran adanya
penyalahgunaan keadaan yang dilakukan oleh pengusaha. Penyalahgunaan yang dimaksud adalah
adanya fakta sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia dimanfaatkan oleh pengusaha untuk
menekan buruh dengan perjanjian kerja yang melanggar UU.
"Dalam hal adanya sebuah perjanjian, dalam kasus ini, walaupun pekerja dengan majikan
sudah ada surat perjanjiannya, tetapi apabila salah satu pihak menyalahgunakan keadaan sehingga
menekan pihak lain (buruh) padahal tentang UMR telah diatur dengan UU maka perjanjian itu
dapat dibatalkan dan pihak yang melanggar patut dihukum," pungkas Gayus.
Sebelumnya, terdakwa dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya atas kasus yang
sama. Terhadap putusan ini, Jaksa Penuntut Umum tidak terima dan mengajukan kasasi ke MA.
(mdk/lia)

Analisis :
Kasus tersebut merupakan suatu konflik antara perusahaan dan pekerja. Pemimpin
perusahaan ini tidak bertanggungjawab kepada pekerjanya karena melanggar kewajiban
perusahaan yaitu kewajiban untuk memberikan gaji yang layak. Dari sudut pandang perusahaan
gaji memang merupakan biaya yang harus ditekan agar harga produk dapat bersaing di pasaran.
Namun perusahaan juga harus melihat dari sisi pekerja bahwa gaji merupakan sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu persyaratan penting sebagai indikator dari gaji yang
layak yaitu dengan penetapan peraturan upah minimum. Upah minimum yang telah ditetapkan
pemerintah merupakan batas minimum gaji yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan.
Dalam kasus ini pihak perusahaan dan pekerja telah melakukan perjanjian sebelumnya
terkait dengan pembayaran gaji, namun walaupun demikian, perjanjian penetapan gaji tidaklah
sah atau dianggap suatu pelanggaran apabila gaji yang diberikan dibawah upah minimum seperti
dalam Pasal 91 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 “Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh
lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.” dan Pasal 91 Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 “Dalam hal kesepakatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”. Oleh karena itu, menurut kami tindakan
hukum terhadap perusahaan yang melanggar kewajibannya kepada pekerja memang pantas. Hal
ini harus dilakukan agar terdapat efek jera terhadap perusahaan sehingga konflik ini tidak terulang
kembali serta mencegah terjadinya pelanggaran kewajiban perusahaan lain kepada karyawannya.
Solusi :
Adapun solusi yang kami berikan untuk permasalahan ini yaitu:
1. Memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban perusahaan serta hak dan kewajiban
pekerja kepada seluruh calon pekerja di Indonesia.
Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian informasi di bursa kerja kepada calon pekerja
maupun perusahaan agar mereka mengetahui hak dan kewajibannya. Pihak kampus seperti
dosen juga memiliki peranan yang penting dalam hal ini. Seperti yang kita ketahui
mahasiswa merupakan calon pekerja bahkan bisa menjadi calon pengusaha, sehingga
pemberian materi ini sangat penting untuk dilakukan.
2. Mengatasi masalah selagi dalam lingkup kecil.
Mengatasi masalah saat baru timbul dapat mengurangi kerugian baik dari pihak
perusahaan maupun pekerja. Dalam kasus ini apabila terjadi ketidakmampuan
pembayaran gaji dari pihak perusahaan kepada karyawan, maka dapat dilakukan dengan
penangguhan seperti yang tertulis dalam Pasal 90 UU No. 13 Tahun 2003.
3. Memperkenalkan dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran kewajiban.
Dengan memperkenalkan sanksi yang akan didapat oleh pelanggar kewajiban baik
pengusaha maupun pekerja, akan menimbulkan suatu pencegahan terhadap konflik di
dunia kerja. Apabila pelanggaran kewajiban terjadi seperti dalam kasus ini, maka
diperlukan tindak lanjut di ranah hukum oleh lembaga yang berwenang.

Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tersedia pada


https://kemenperin.go.id
Baiquni. 2013. Bayar upah buruh di bawah UMR, Pengusaha Dibui 1 Tahun. Tersedia pada
https://m.merdeka.com
Dewi, Sutrisna. 2011. Etika Bisnis Konsep Dasar Implementasi & Kasus. Denpasar: Udayana
University Press

Anda mungkin juga menyukai