Anda di halaman 1dari 6

Cara Menyusun Schedule Produksi

Saya Akan membahas 3 teknik dasar, yaitu:

1. Teknik Push
2. Teknik Pull
3. Teknik Drum-Buffer-Rope atau yang sering disebut juga dengan Synchronous Manufacturing
Teknik Push
adalah teknik yang sangat sederhana, yaitu Anda mulai schedule produksi dari Work center
(WC) yang pertama. Setelah selesai, lanjut lagi ke WC kedua dan seterusnya hingga selesai. Bila
Anda sudah selesai menjadwalkan order item atau Finished Goods (FG) pertama, Anda Akan
lanjut dengan order FG berikutnya.

Ilustrasinya kurang lebih seperti ini:

FG A memerlukan 4 proses dari RM.


Panjang balok merupakan waktu yang diperlukan di masing-masing work center.
Anda mulai menghitung waktu produksi mulai dari Proses 1, setelah itu masuk ke proses 2
hingga ke proses 4.

Tentu saja Anda bisa mempercepat proses produksi dengan teknik yang sudah dibahas di sini.
Setelah selesai menjadwalkan order pertama, Anda lanjut lagi menjadwalkan order kedua.
Ilustrasinya seperti ini:

Order kedua ini asumsinya Akan dikerjakan langsung setelah order pertama diselesaikan.
Asumsi lainnya adalah routing dari produk yang Akan dikerjakan juga sama.

Proses perhitungan ini dikerjakan hingga semua order yang sudah masuk tuntas dibuatkan jadwal
produksinya.

Apa keuntungan dari teknik Push?

1. Sederhana. Teknik ini sangat mudah untuk dilakukan, bahkan dengan bantuan spreadsheet
sederhana.
2. Gampang dihitung.
Kelemahan dari teknik Push:

1. Produk dengan routing yang bercabang / bervariasi Akan sulit untuk dihitung.
2. Antrian di depan masing-masing mesin belum diperhitungkan. Bila mau diperhitungkan maka
cara perhitungannya sudah tidak sederhana lagi.
3. Bila ada mesin yang down, maka keterlambatan pengiriman barang sulit untuk dihindari.
4. Penjadwalan seperti ini belum memperhitungkan jadwal pengiriman barang ke customer.
Apabila order masih lama, maka barang yang sudah diproduksi Akan mengendap di gudang FG.
Walaupun banyak kelemahan, teknik ini tetap menjadi teknik favorit berbagai macam pabrik.
Kerumitan yang terjadi umumnya diabaikan sehingga PPIC umumnya hanya menjadwalkan di
WC pertama saja. Setelah itu, barang Akan di-push (didorong) ke WC berikutnya. Itu sebabnya
teknik ini dinamakan teknik Push.
Cara Meningkatkan Kapasitas Produksi

Saya banyak bertemu dengan pemilik pabrik. Secara umum, kondisi industri manufaktur di
Indonesia masih bagus. Artinya adalah: Order yang masuk melebihi kapasitas produksi. Dengan
kata lain, kapasitas produksi pabriklah yang membatasi perusahaan tersebut untuk menjual lebih
banyak.

Apa yang terjadi bila kapasitas tidak dinaikkan namun penjualan meningkat? Orderan akan
menumpuk. Apakah ada cara untuk meningkatkan penjualan tanpa harus meningkatkan kapasitas
produksi, yang umumnya mengharuskan untuk beli mesin produksi baru yang harganya azubilah
mahalnya.

Tulisan berikut ini akan menunjukan caranya meningkatkan kapasitas produksi tanpa harus
membeli mesin produksi yang baru.

Mari kita lihat sebuah skenario. Sebuah pabrik akan memproduksi produk A dengan 4 proses
seperti berikut ini:

Misalkan 1 proses untuk memproses barang A adalah 10 menit. Jadi dari bahan baku hingga jadi
A memerlukan 40 menit.

Kalau ada order masuk untuk memesan 100 buah A maka waktu yang diperlukan adalah: 40
menit x 100 = 4000 menit.
Hal ini terjadi bila proses 2 hanya bisa bekerja bila proses 1 telah menyelesaikan semua orderan.

Gambar prosesnya akan seperti ini:

Kondisi ini kita sebut dengan Production Batch size (jumlah yang akan diproduksi) = Transfer
Batch size (jumlah yang dipindahkan ke masing-masing proses).

Bagaimana bila kita memangkas Transfer Batch size menjadi 1/2. Apa yang akan terjadi?

Mari lihat ilustrasi berikut ini:


Perhatikan di sini. Proses 2 sudah bisa dimulai saat proses 1 sudah selesai 1/2. Begitu juga proses
3 sudah bisa mulai saat proses 2 sudah selesai 1/2.

Berapa waktu total yang diperlukan untuk menyelesaikan 100 buah A dengan cara seperti ini?

Mari kita hitung:

50 x 10′ di proses 1 = 500′

50 x 10′ di proses 2 = 500′

50 x 10′ di proses 3 = 500′

100 x 10′ di proses 4 = 1000′


Total = 2500 menit.

Bandingkan dengan cara sebelumnya yang memerlukan 4000 menit. Ini adalah peningkatan
produktifitas sebesar 37,5%.

Ini baru memotong transfer batch size menjadi 1/2. Apa yang akan terjadi bila transfer batch
size-nya dijadikan 1?

Dengan cara yang sama, kita bisa menyelesaikan semua 100 A dalam waktu 1030 menit. Sebuah
peningkatan 74,25%.

Metode yang sangat sederhana ini sudah dilakukan oleh banyak pabrik-pabrik Jepang. Itu
alasannya mengapa produksi mereka sangat efisien.

Pertanyaannya adalah: Apakah Anda sudah melakukan hal yang sama untuk pabrik Anda?
Sederhana sekali. Tinggal potong Transfer Batch Size Anda sekecil mungkin.

Pada dasarnya semua pabrik sudah mengetahui hal ini. Sebagai contoh, sebuah pabrik baut di
Tangerang yang menyuplai baut ke sebuah pabrik motor jepang sudah mempraktekan hal ini.
Dalam kondisi normal, transfer batch size-nya adalah 1 drum besar. Pada kondisi sedang
mempercepat produksi, mereka mengubah transfer batch size-nya dari drum besar menjadi
ember kecil. Yang lucunya adalah, setelah kondisi normal kembali, transfer batch size-nya
kembali ke drum besar.

Anda mungkin juga menyukai