Anda di halaman 1dari 13

KRITISI JURNAL

A. Latar belakang
Saat ini telah banyak terjadi peristiwa kebakaran, pada tahun 2015 lalu,
Indonesia mengalami bencana kebakaran hutan yang besar di Sumatera dan
Kalimantan yang mengakibatkan ribuan orang mengalami gangguan pernafasan
dan mengganggu pendidikan dan roda perekonomian di daerah tersebut. Selain itu
akibat dari kebakaran hutan tersebut asap yang ditimbulkan hingga mencapai ke
luar negeri. Kebakaran termasuk ke dalam salah satu bencana. Kebakaran
merupakan bencana yang berdasarkan penyebab kejadiannya tergolong sebagai
bencana alam (natural disaster) maupun bencana non-alam yang diakibatkan oleh
kelalaian manusia (man-made disaster). Faktor alam yang menyebabkan
kebakaran diantaranya adalah petir, gempa bumi, letusan gunung api, kekeringan
dan lain-lain, sedangkan kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia adalah
berasal dari kebocoran gas, hubungan arus pendek listrik, puntung rokok,
sabotase, rendahnya sistem pengaman konstruksi bangunan terhadap kebakaran,
dan lain-lain (Pemerintah Republik Indonesia, 1).
Kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia menimbulkan asap kabut
yang berdampak buruk tidak saja di wilayah Indonesia tetapi juga sampai ke
negara tetangga. Dampak buruk dari asap kabut tersebut terjadi pada sektor
kesehatan dan lingkungan, sektor ekonomi dan transportasi, serta menyebabkan
pencemaran lintas batas. Jumlah kebakaran lahan dan hutan di Sumsel mencapai
128.314 hektar. Lahan terbakar tersebut tersebar pada tiga kabupaten, yaitu Ogan
Komering Ilir, Musi Banyuasin dan Ogan Ilir. Luas lahan yang terbakar itu
diperkirakan juga termasuk kawasan perkebunan.
Salah satu daerah yang juga mengalami kerugian akibat kebakaran hutan
dan lahan adalah Pulau Bengkalis di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Riau hampir setiap tahun terjadi. Kebakaran di lokasi tersebut terjadi
setiap musim kemarau. Berdasarkan data statistik Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Riau 2014, sekitar 56% total lahan gambut di Pulau Bengkalis
mengalami kebakaran hampir setiap tahun.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat seberapa besar
resiko terjadinya kebakaran hutan yang bisa terjadi, dengan adanya perhitungan
resiko maka dapat dibentuk mitigasi sebagai pengurangan resiko kebakaran.
Kemudian mitigasi yang sedang berjalan adalah dengan cara pembangunan
system pendeteksi kebakaran yang dimana sensor dapat menangkap suhu,
temperature dan api yang lokasi jauhnya jauh dari pantauan petugas, sehingga
penanggulangan kebakaran hutan dapat segera di tindak lanjuti. Kebakaran hutan
yang terjadi tidak jauh dari peran masyarakat sendiri bagaimana pengendalian
agar tidak terjadi bencana kebakaran, serta penanganan kebakaran yang sesuai
sehingga tidak menimbulkan banyak korban dari asap yang ditimbulkan yang
dapat menghentikan roda perekonomian didaerah tersebut.

C. Literatur Review
Hampir setiap tahun Indonesia disibukan oleh bencana kebakaran hutan
dan lahan. Sumber data Badan Nasional Penang-gulangan Bencana (BNPB),
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Pertanian)
mencatat bahwa luas wilayah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia pada tahun 2015 mencapai 1,7 juta ha. Kebakaran hutan dan lahan yang
menyebabkan bencana asap juga berdampak berat pada transportasi udara,
pendidikan, kesehatan, dan aktivitas ekonomi.
Kebakaran hutan di Indonesia saat ini dipandang sebagai bencana regional
dan global. Hal ini disebabkan oleh dampak dari kebakaran hutan yang sudah
menjalar ke negara-negara tetangga dan gas-gas hasil pembakaran yang
diemisikan ke atmosfer (seperti CO2) berpotensi menimbulkan pemanasan global
(Adinugroho dkk., 2005).
Kasus kebakaran hutan dan lahan gambut di Pulau Bengkalis Kabupaten
Bengkalis Provinsi Riau terjadi hampir setiap tahun. Penang-gulangan kebakaran
yang lebih sulit pada lahan gambut dibandingkan kebakaran yang terjadi pada
lahan kering. Penanggulangan dapat di-lakukan dengan cara pengurangan risiko
yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan seperti, pengamatan hotspot
menggunakan citra penginderaan jauh dan pembuatan zonasi kerawanan
kebakaran mengetahui areal mana saja yang mudah terjadi kebakaran (Thoha,
2008).
Bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan serius yang
harus dihadapi bangsa Indonesia hampir setiap tahun pada musim kemarau.
Kebakaran hutan merupakan penyebab kerusakan hutan yang paling merugikan
karena dalam waktu yang singkat dapat menimbulkan, baik kerugian secara
ekonomis, ekologi, estetika, maupun politik. Partisipasi masyarakat dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan dimulai dari tahap perencanaan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan, tahap pencegahan terjadinya kebakaran,
tahap pemadaman kebakaran dan tahap penanganan pascakebakaran.
Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan
yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan
adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan dan keduanya bisa terjadi
baik disengaja maupun tanpa sengaja (Hatta, 2008).
Kebakaran hutan ialah terbakarnya sesuatu yang menimbulkan bahaya
atau mendatangkan bencana. Kebakaran dapat terjadi karena pembakaran yang
tidak dikendalikan, karena proses spontan alami, atau karena kesengajaan. Proses
alami sebagai contohnya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan
gunung api yang menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting
tumbuhan kering yang mengandung minyak karena goyangan angin yang
menimbulkan panas atau percikan api (Notohadinegoro, 2006).
Menurut Darwiati dan Tuheteru (2010) di Indonesia, kebakaran hutan dan
lahan hampir 99% diakibatkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun
tidak (unsur kelalaian). Diantara angka persentase tersebut, kegiatan konversi
lahan menyumbang 34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan
sosial 14%, proyek transmigrasi 8%; sedangkan hanya 1% yang disebabkan oleh
alam. Faktor lain yang menjadi penyebab semakin hebatnya kebakaran hutan dan
lahan sehingga menjadi pemicu kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber
energi berupa kayu, deposit batubara dan gambut.
D. Pembahasan
Salah satu daerah yang mengalami kerugian akibat kebakaran hutan dan
lahan adalah Pulau Bengkalis di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Riau hampir setiap tahun terjadi. Kebakaran di lokasi tersebut terjadi
setiap musim kemarau. Berdasarkan data statistik Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Riau 2014, sekitar 56% total lahan gambut di Pulau Bengkalis
mengalami kebakaran hampir setiap tahun. Peneltian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai risiko bencana kebakaran hutan dan lahan di pulau Bengkalis,
dengan memperhitungkan kerawanan dan kerentananya. Upaya mengurangi risiko
bencana kebakaran hutan dan lahan memerlukan arahan mitigasi bencana sebagai
tindakan preventif. Sekitar 543,786 jiwa total penduduk di pulau Bengkalis
sebagian di-antaranya rentan terpapar bencana asap dari kebakaran hutan dan
lahan. Hasil dari penelitian ini luas wilayah Pulau Bengkalis yang mempunyai
tingkat risiko tinggi terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan seluas 73.441,61
ha . Tingkat risiko sedang seluas 2721,81 ha. Total luas wilayah berisiko terhadap
bencana kebakaran hutan dan lahan di Pulau Bengkalis adalah 14.295,83 ha
Seluruh desa/kelurahan di Pulau Bengkalis mempunyai wilayah dengan risiko
sedang dan tinggi dengan luas yang bervariasi. Seluruh desa/kelurahan juga
mempunyai penduduk yang menempati daerah berisiko terhadap bencana
kebakaran hutan dan lahan. Desa yang mempunyai wilayah terluas tingkat risiko
tinggi bencana kebakaran hutan dan lahan adalah Desa teluk pambang Kecamatan
Bengkalis yang memiliki lahan gambut sekitar 73% area desa.
Selain area hutan yang menjadi pusat perhatian kebakaran, didaerah
pemukiman pun tak luput dari pengawasan. Penelitian yang dilakukan di
Kelurahan taman Sari Kota bandung adalah studi yang dilakukan adalah untuk
mengkaji bentuk mitigasi kebakaran di permukiman padat berdasarkan faktor-
faktor bencana kebakaran yang terdapat di RW 9, RW 16 dan RW 20 Kelurahan
Taman Sari. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan secara umum
bahwa wilayah Kajian Mitigasi Bencana Kebakaran di Permukiman Padat (Studi
Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung) 35 wilayah yang memiliki kasus
kejadian kebakaran (fire history) memiliki potensi dalam peningkatan kemampuan
masyarakat dalam mitigasi bencana kebakaran, dilihat dari hasil pengamatan
mengenai perilaku masyarakat terhadap keperdulian terhadap risiko bencana
kebakaran yang dapat terjadi di wilayahnya, membuktikan bahwa terdapat
beberapa potensi yang dapat dikembangkan yaitu adanya komunitas masyarakat
yang memiliki inisiatif dalam penyediaan sarana rumah tangga yang dapat
digunakan sebagai alat pencegah kebakaran lokal, dan adanya inisiatif masyarakat
dalam mensosialisasikan program siaga bencana melalui surat edaran dan
pelatihan-pelatihan serta yang menjadi modal utama yaitu masih adanya potensi
keperdulian antar-warga, apabila terjadi kendala, sehingga memudahkan
pemecahan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Penelitian ketiga menunjukan adanya penanggulangan kebakaran hutan
secara real time dengan penggunaan alat yang dapat mendeteksi adanya kebakaran
hutan yang jauh disana, Rancang bangun Sistem pendeteksi kebakaran berbasis
IoT dan SMS gateway ini sangat membantu memberikan informasi yang cepat
untuk mengetahui kebakaran yang terjadi di hutan , dengan menggunakan metode
Internet Of Things maka petugas akan mampu mengetahui kondisi secara real
time, di karena kan teknologi ini mampu memonitoring hardware menggunakan
sarana komunikasi internet sehingga jarak dan lokasi tidak terpengaruh asal kan
sensor yang di pakai mendeteksi perubahan yang terjadi.
Dalam penelitian keempat mengenai pengendalian kebakaran didapatkan
hasil, Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi kebijakan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir belum berhasil
membebaskan Kabupaten Ogan Komering Ilir dari kebakaran hutan dan lahan, hal
ini berkaitan dengan, Pertama, dari ukuran kebijakan itu sendiri berupa standar
atau ukuran dasar dan tujuan kebijakan, bahwa keanggotaan dari lembaga-
lembaga tersebut yang notabene secara ex-officio dijabat oleh pejabat struktural.
Struktur keanggotaan yang secara ex-officio. Kondisi ini akan diparah lagi apabila
instansinya menggap bahwa masalah kebakaran hutan dan lahan merupakan hal
yang biasa dan bukan merupakan ancaman yang serius, sehingga tidak perlu
mendapatkan perhatian yang lebih termasuk didalamnya masalah synergy antar
lembaga, sumber daya. Sumber daya manusia yang dapat dimobilisasi untuk
pemadaman kebakaran hutan dan lahan secara kuantitas cukup memadai, dan jika
dilihat dari segi kualitas (yang terlatih) sangat baik dengan adanya personil sealin
dimiliki oleh Dinas Kehutanan, dan beberapa instansi lainnya.
Penanganan asap kabut yang disebabkan karena kebakaran hutan yng
terjadi di beberapa wilayah tanah air telah menjadi bencana nasional yang juga
terasa dampaknya sampai di negara tetangga. Di dalam negeri sendiri beberapa
sektor turut terganggu akibat adanya asbut ini. Pada sektor kesehatan, akibat
terpapar asbut terjadi peningkatan kasus penyakit terutama pasien ISPA,
sedangkan pada sektor ekonomi eksternal negatif asap akan menimbulkan
pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian daerah setempat dan juga
nasional. Dampak asbut juga mengganggu sektor transportasi karena mengganggu
jarak pandang, sehingga perjalanan darat, laut dan udara terganggu. Berbagai
upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia baik itu dalam rangka pencegahan
maupun penanggulangan. Upaya tersebut sebagian besar menyentuh sumber
penyebab asbut itu terjadi yaitu kebakaran hutan. Namun sebagian upaya tersebut
masih berupa upaya tanggap darurat pasca bencana seperti pemadaman api,
pengobatan kepada korban, dan sebagainya. Sedangkan upaya yang bersifat
preventif masih perlu ditingkatkan lagi. Namun demikian, penguatan peran dalam
negeri, baik itu dari sisi teknis, penguatan hukum, penguatan SDM dan
kelembagaan, serta upaya-upaya preventif lainnya perlu terus dilakukan agar
dampak dari asbut ini tidak terjadi berulang-ulang setiap kali musim kemarau tiba.

E. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

Resiko kebakaran yang terjadi perlu menjadi perhatian kusus karena


dampak yang diakibatkan dari kebakaran terutama di wilayah hutan bisa menjadi
bencana yang besar baik secara regional maupun nasioanl. Dengan mitigasi yang
di promosikan ke masyarakat, bisa mampu mencegah terjadinya kebakaran di
lingkungan padat penduduk. Salah satu rancang bangun yang sedang dilakukan
adalah penggunaan alat pendeteksi kebakaran hutan yang berguna sebagai
perekam suhu, asap, temperatur yang nantinya sinyal akan dikirimkan ke pos
penjaga jika terjadinya kebakaran sehingga penanganan dapat segera dilakukan.
Peran masyarakat dalam menjaga lingkungan merupakan pengendalian bencana
yang sangat berarti, serta penanganan yang cepat dapat menurunkan resiko
bencana kebakaran.

Saran

Masyarakat sebagai sarana pendukung yang sangat berguna dalam


penanggulangan bencana kebakaran, dengan adanya kesadaran dari masyarakat
sendiri diharapkan bisa peduli dengan lingkungan serta menjaga alam disekitar
dan dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka perlu
tindak nyata pada semua pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA

Adiputra Agung, Baba Barus. 2018. Analisis Risiko Bencana Kebakaran Hutan
Dan Lahan Di Pulau Bengkalis. Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan
(JGEL) 1(2) : (55-62). Di akses dari https://journal.uhamka.ac.id pada
tanggal 05 Oktober 2019.

Nurwulandari Furi Sari. 2016. Kajian Mitigasi Bencana Kebakaran di


Permukiman Padat (studi kasus: kelurahan taman sari, kota bandung).
Infomatek 18(1) : (27-36). Di akses dari https://repository.unpas.ac.id pada
tanggal 05 Oktober 2019.

Sasmoko Dani, Arie Mahendra. 2017. Rancang Bangun Sistem Pendeteksi


Kebakaran Berbasis iot Dan SMS Gateway Menggunakan Arduino. Jurnal
SIMETRIS 8(2) : (469-476). Di akses dari https://jurnal.umk.ac.id pada
tanggal 05 Oktober 2019.

Astereniah Femi, Sutina. 2017. Implementasi Kebijakan Pengendalian Kebakaran


Hutan Dan Lahan Gambut di Ogan Komering Ilir. Jurnal Abdimas Mandiri
1(2) : (71-76). Di akses dari https://ejournal.uigm.ac.id pada tanggal 05
Oktober 2019.

Suryani Anih Suri. 2012. Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan Di
Wilayah Perbatasan Indonesia. Aspirasi 3(1) : (59-73). Di akses dari https://
jurnal.dpr.go.id pada tanggal 05 Oktober 2019.
F. Tabel Kritisi Jurnal

No. Judul Artikel Nama Penulis/ Sumber Metode Hasil


Tahun Jurnal Penulisan
1. Analisis Risiko Agung Adiputra, Geografi Perhitungan Luas wilayah
Bencana Baba Barus/2018 Edukasi dan risiko Pulau Bengkalis
Kebakaran Lingkungan bencana dari yang mempunyai
Hutan Dan (JGEL) interaksi tingkat risiko
Lahan Di Pulau antara tinggi terhadap
Bengkalis. bahaya bencana
(hazard) kebakaran hutan
dan lahan seluas
73.441,61 ha .
Tingkat risiko
sedang seluas
2721,81 ha. Total
luas wilayah
berisiko terhadap
bencana
kebakaran hutan
dan lahan di Pulau
Bengkalis adalah
14.295,83 ha
Seluruh
desa/kelurahan di
Pulau Bengkalis
mempunyai
wilayah dengan
risiko sedang dan
tinggi dengan luas
yang bervariasi.
2. Kajian Mitigasi Furi Sari Infomatek Kualitatif. Kerentanan yang
Bencana Nurwulandari./2016 terdapat di
Kebakaran di wilayah studi RW
Permukiman 09, RW 16 dan
Padat (studi RW 20 Kelurahan
kasus: Taman Sari
kelurahan adalah kerentanan
taman sari, kota fisik, kerentanan
bandung). ekonomi
dan kerentanan
sosial.
3. Rancang Dani Sasmoko, Jurnal Studi Sistem lama
Bangun Sistem Arie SIMETRIS Literatur membutuhkan
Pendeteksi Mahendra./2017 waktu hingga ±30
Kebakaran menit untuk
Berbasis iot melakukan
Dan SMS penanganan
Gateway kebakaran,
Menggunakan sedangkan pada
Arduino. sistem baru yang
penulis lakukan
hanya
membutuhkan
waktu beberapa
menit (≤5 menit)
untuk
menginformasikan
ke pihak-pihak
terkait dan
keadaan hutan
dapat terpantau
setiap waktu
karena
menggunakan
sistem real-time
4. Implementasi Femi Astereniah , Jurnal Deskriptif Partisipasi
Kebijakan Sutina./2017 Abdimas Kualitatif Masyarakat dalam
Pengendalian Mandiri Implementasi
Kebakaran kebijakan
Hutan Dan pengendalian
Lahan Gambut kebakaran hutan
di Ogan dan lahan di
Komering Ilir. Kabupaten Ogan
Komering Ilir
belum berhasil
membebaskan
Kabupaten Ogan
Komering Ilir dari
kebakaran hutan
dan lahan.
5. Penanganan Anih Suri Suryani./ Aspirasi Kualitatif Hal yang telah
Asap Kabut 2012 deskriptif dilakukan masih
Akibat analitis berupa upaya
Kebakaran penanggulangan
Hutan Di kebakaran hutan,
Wilayah belum banyak
Perbatasan berbentuk
Indonesia. pencegahannya.
Dengan demikian
upaya dan
kebijakan yang
bersifat preventif
masih
harus ditingkatkan
termasuk upaya
pelestarian
lingkungan,
penguatan payung
hukum, dan peran
serta aktif dari
pemerintah
daerah.
KRITISI JURNAL “TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN BENCANA”

MK : KEPERAWATAN BENCANA

TUGAS

OLEH :

GD DEDE DARMAWAN 16089014033

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2019

Anda mungkin juga menyukai