Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

PERSALINAN PRETERM

Pembimbing:
dr. Marwan Indamirsah, M.Ked (OG), Sp. OG

Disusun Oleh:
Kinia Putri Reguna Barus (140100204)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik.

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas journal reading yang berjudul
“Persalinan Preterm” pada stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik. Terima kasih kepada dr. Marwan Indamirsah,
M.Ked(OG), Sp. OG(K), selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.

Medan, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1. Definisi ....................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ............................................................................................... 4
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko .......................................................................... 4
2.4. Patofisiologi ................................................................................................. 6
2.5. Diagnosis ..................................................................................................... 8
2.6. Penatalaksanaan .......................................................................................... 10
BAB 3 KESIMPULAN ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan preterm adalah penyebab utama kematian neonatal dan alasan

paling umum untuk perawatan antenatal di rumah sakit. Bayi kurang bulan,

terutama dengan usia kehamilan <32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali

lebih tinggi karena kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim

akibat ketidakmatangan sistem organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan

hati. Kematian janin sering disebabkan oleh sindroma gawat napas, perdarahan

intraventrikuler, displasia bronkopulmoner, sepsis, dan enterokolitis nekrotikans.1-


3

Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi

yang bervariasi dari gangguan neurologis berat seperti serebral palsi, gangguan

intelektual, retardasi mental, sampai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan

perilaku, kesulitan belajar dan berbahasa, gangguan konsentrasi/atensi dan

hiperaktif.1,3

Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara. Di Eropa,

angkanya berkisar antara 5-11%. Sementara di negara berkembang angka kejadian

persalinan preterm jauh lebih tinggi, misalnya di India sekitar 30% dan Afrika

Selatan 15%. Di Indonesia belum ada data mengenai angka kejadian persalinan

kurang bulan, namun agka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

1
dapat mencerminkan angka kejadiannya secara kasar. Angka kejadian BBLR

nasional rumah sakit adalah 27,9%.3-4

Keberhasilan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang

berhubungan dengan persalinan preterm memerlukan identifikasi faktor resiko.

Sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor – faktor resiko

psikososial, etiologi, dan mekanisme persalinan preterm.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur

kehamilan 20 sampai kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid

terakhir pada siklus 28 hari.3-4 Persalinan preterm dapat diklasifikasikan menurut

kejadiannya, usia kehamilan, dan menurut berat badan lahir.3

Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi:3,4

a. Idiopatik/spontan, yaitu persalinan preterm yang tidak diketahui

penyebabnya. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh

ketuban pecah dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan faktor

infeksi (korioamnionitis).

b. Iatrogenik/elektif, disebut juga sebagai elective preterm.

Menurut usia kehamilan persalinan preterm diklasifikasikan menajadi:3-5

a. Preterm/kurang bulan, usia kehamilan 32-36 minggu

b. Very preterm/sangat kurang bulan, usia kehamilan 28-32 minggu

c. Extremely preterm/ekstrim kurang bulan, usia kehamilan 20-27

minggu

Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:3

a. Berat badan lahir rendah, berat badan bayi 1500-2500 gram

b. Berat badan lahir sangat rendah, berat badan bayi 1500-2000 gram

c. Berat badan lahir sangat amat rendah, yaitu berat badan bayi <1500

gram

3
2.2 Epidemiologi

Angka kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara. Di Eropa,

angkanya berkisar antara 5-11%. Sementara di negara berkembang angka kejadian

persalinan preterm jauh lebih tinggi, misalnya di India sekitar 30% dan Afrika

Selatan 15%. Di Indonesia belum ada data mengenai angka kejadian persalinan

kurang bulan, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) dapat mencerminkan angka kejadiannya secara kasar. Angka kejadian

BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9%.3

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.

Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medis mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal

dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, dan trauma. Banyak

kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan

mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan

perubahan serviks, yaitu:3-5

a. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis adrenal baik pada ibu

maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin.

b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari

traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.

c. Perdarahan desidua

d. Peregangan uterus patologik

4
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm

adalah:4

a. Janin dan plasenta: perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum

(plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa), KPD, pertumbuhan

janin terhambat, cacat bawaan janin, kehamilan ganda/gemeli,

polihidramnion

b. Ibu: penyakit berat pada ibu, diabetes mellitus,

preeklampsia/hipertensi, infeksi saluran kemih/genital/intrauterine,

penyakit infeksi dengan demam, stress psikologik, kelainan bentuk

uterus/serviks, riwayat persalinan preterm/abortus berulang,

inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm), pemakaian

obat narkotik, tauma, perokok berat, kelainan imunologi/kelainan resus

Sebanyak 35% persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang

jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada kehamilan ganda, dan sebagian lain

akibat kondisi ibu dan janinnya. Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah

satu penyebab ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Patogenesisnya belum

jelas benar, kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 yang

melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam

arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam sel air

ketuban merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin

yang dapat menginisiasi proses persalinan.4

Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan

diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Sebagai

sitokin, termasuk IL-1, TNF, dan IL-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan

5
dengan persalinan preterm. Sementara itu, Platelet Activating Factor (PAF) yang

ditemukan dalam air ketuban terlihat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin

tadi. PAF juga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian, janin

memainkan peran yang sinergik dalam mengawali proses persalinan preterm yang

disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan

membran lewat pengaruh langsung protease. Vaginosis bakterialis merupakan

salah satu keadaan yang telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini,

persalinan preterm dan infeksi amnion.4,6

Ketuban pecah dini preterm (preterm premature rupture of membrane/

PPROM) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan sebelum

37 minggu yang dapat disebabkan oleh beragam mekanisme patologis, termasuk

infeksi intraamnion. Perempuan dengan riwayat ketuban pecah dini preterm

sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi terjadinya rekurensi pada kehamilan

berikutnya.4

Pada hipertensi atau preeklampsia, penolong persalinan cenderung untuk

mengakhiri kehamilan, yang menimbulkan peningkatan prevalensi persalinan

preterm. Kondisi lain yang sering meningkatkan persalinan preterm adalah

inkompetensi serviks. Faktor risiko lainnya yang harus diperhatikan adalah tingkat

sosio-ekonomi terutama golongan sosioekonomi rendah, usia ibu yang sangat

muda dan berat badan ibu yang rendah serta kebiasaan merokok, riwayat lahir

mati, dan kehamilan diluar nikah.3-4

6
2.5 Patofisiologi

Bukti-bukti klinis dan eksperimental mendukung konsep bahwa sebagian

besar kasus persalinan preterm mencerminkan 4 proses patogenik yang memiliki

jalur biologis yang sama yang menghasilkan kontraksi uterus dan perubahan

serviks dengan atau tanpa ruptur membran prematur. Empat teori mekanisme

persalinan preterm tersebut yaitu aktivasi poros hypothalamus-pituitary-ovary

(HPO) maternal-fetal, inflamasi sistemik atau desidua-korioamnion, perdarahan

desidua, dan distensi uterus patologis uterus.6

Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi

pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik

maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-

Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur.

Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan

mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan

mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone

(CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin,

reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8,

cyclooksigenase-2 dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta

dan pembesaran kelenjar adrenal.5-6

Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri

yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab

potensial terjadinya persalinan prematur. Infeksi intraamnion akan terjadi

pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8,

dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang

7
aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini

bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang

akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan

pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan perubahan pada serviks dan

pecahnya kulit ketuban.6

Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan

plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan

mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua

menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase

akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian

trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium. Mekanisme keempat adalah

peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar

polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau

proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin,

dan COX-2.6

Gambar 1. Patofisiologi persalinan preterm6

8
2.6 Diagnosis

Diagnosis persalinan preterm dapat dilakukan dengan:3

a. Anamnesis: penentuan usia kehamilan, faktor risiko (riwayat obstetri,

perdarahan, infeksi)

b. Gejala dini persalinan preterm

 Nyeri perut bawah dan/atau kram dan/atau pelvic pressure

 Nyeri pinggang belakang

c. Tanda persalinan pretem

 Kontraksi uterus: intensitas, frekuensi, durasi

 Kriteria Creasy dan Heron: Kontraksi uterus 4 kali dalam 20 menit

atau 8 kali dalam satu jam, dan disertai salah satu keadaan berikut:

pecahnya kantung amnion, pembukaan serviks >2 cm, pendataran

serviks>50%

 Peningkatan duh vagina

 Perubahan serviks, secara digital atau dengan menggunakan USG

abdominal, transvaginal, transperineal, dengan memeriksa panjang

dan pembukaan serviks.

 Perdarahan (bercak, bercampur lendir/show)

 Pemeriksaan fibronektin fetus, merupakan salah satu penanda

terbaik, kadar dalam sekret servikovagina ≥50 ng/ml pada gestasi

≥22 minggu meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm

spontan

9
Beberapa kriteria dapat digunakan sebagai diagnosis ancaman persalinan

preterm, yaitu:4

 Kontraksi yang berulang, sedikitnya 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali

dalam waktu 10 menit

 Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)

 Perdarahan bercak

 Perasaan menekan daerah serviks

 Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan

sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%

 Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isdiadika

 Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya

persalinan preterm

 Terjadi pada usia kehamilan 21-37 minggu

2.7 Penatalaksanaan

Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan preterm dan/atau

menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi untuk

meningkatkan neonatal outcomes.

2.7.1 Pemberian Tokolisis

Pemberian tokolisis perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus

yang regular dengan perubahan serviks.4 Tokolotik akan menghambat kontraksi

miometrium dan dapat menunda persalinan.3

a. Nifedipin, merupakan antagonis kalsium, diberikan per oral. Dosis

inisial 20 mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan

10
dengan aktifitas uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60 mg/ hari,

komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi.3

b. Cyclo-oxygenase (COX)-2 inhibitors, indometasin. Dosis awal 100

mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian.

Indometasin direkomendasikan pada kehamilan ≥32 minggu karena

dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus.3

c. Beta 2-simpatomimetik. Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat

yang bisa dipakai adalah ritodrine, terbutaline, salbutamol,

isoxsuprine, dan hexopraline.3

d. Magnesium sulfat. Diberikan secara parenteral. Dosis awal 4-6 gr iv

diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung dari

produksi urin dan kontraksi uterus.3-4

2.7.2 Pemberian Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS, kematian

neonatal dan perdarahan intraventrikuler.3-5 Dianjurkan pada kehamilan 24 — 34

minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu. Kontra indikasi

pemberian agen ini yaitu infeksi sistemik yang berat (tuberkulosis dan

korioamnionitis). Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi

intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal

dapat dicapai dalam 1 - 7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat.

Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2

x 5 mg intramuskuler per hari selama 2 hari.3-4

2.7.3 Pemberian Antibiotik

11
Antibiotik hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko

terjadinya infeksi seperti pada kasus ketuban pecah dini (KPD). Obat diberikan

per oral, yang dianjurkan adalah: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat

pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan

antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf

karena risiko NEC.4

Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada

usia kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil

pemeriksaan maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas

perinatologi) sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri. Bila

ditemukan adanya bukti infeksi (klinik maupun laboratorik), maka pengakhiran

persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia kehamilan.4

2.7.4 Emergency Cerclage

Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil

dengan pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara

teknik hal ini sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadinya pecah ketuban.3

2.7.5 Perencanaan Persalinan

Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan

mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu

sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care

unit (NICU). Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko

obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm.3 Persalinan

dengan instrumen dengan ekstraksi vakum lebih dipilihi daripada forsep atau

episiotomi elektif.7

12
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam.

Seksio sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan

merugikan ibu.7 Prematuritas bukan indikasi seksio sesarea yang hanya dilakukan

atas indikasi obstetrik.3 Pada kehamilan letak sunsang 30-34 minggu, seksio

sesarea dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu,

persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan

aterm.4

2.7.6 Perawatan Neonatus

Perawatan bayi baru lahir preterm perlu diperhatikan keadaan umum,

biometri kemampuan bernapas kelainan fisik, dan kemampuan minum. Keadaan

kritis bayi yang harus dihindari adalah kedinginan, pernapasan yang tidak adekuat

atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia pada

neonates (suhu badan dibawah 36,5ºC), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat cara

kanguru untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan

pengobatan atau asupan cairan. ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak

mungkin diberikan dengan sonde atau dipasang infus.4

Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan

dan kondisi bayi Sebaiknya, persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil

berlangsung pada fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan

personel dan fasilitas yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.6

13
BAB III

KESIMPULAN

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur

kehamilan 20 sampai kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid

terakhir pada siklus 28 hari. Persalinan preterm dapat diklasifikasikan menurut

kejadiannya, usia kehamilan, dan menurut berat badan lahir. Angka kejadian

persalinan preterm berbeda pada setiap negara. Di Indonesia belum ada data

mengenai angka kejadian persalinan kurang bulan, namun angka kejadian bayi

dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadiannya

secara kasar. Angka kejadian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9%.

Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.

Bukti-bukti klinis dan eksperimental mendukung konsep bahwa sebagian besar

kasus persalinan preterm mencerminkan 4 proses patogenik yaitu aktivasi poros

hypothalamus-pituitary-ovary (HPO) maternal-fetal, inflamasi sistemik atau

desidua-korioamnion, perdarahan desidua, dan distensi uterus patologis uterus.

Manajemen persalinan kurang bulan mencakup tirah baring, hidrasi dan

sedasi, pemberian tokolitik, pemberian steroid, pemberian antibiotik, emergency

cerclage, dan perencanaan persalinan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Management

of preterm labor, practice bulletin no.171 summary. Int J Gynaecol Obstet.

2016; 128(4):931-3.

2. Ross MG. Preterm labor. 2017. (Diunduh September 2017) Tersedia dari:

http: http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview#a1.

3. Mochtar AB. Persalinan preterm. Dalam (Saifuddin AB, Rachmadi T,

Winkjosastro G, ed.) Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Hal: 668-75.

4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman

BL, et al. Preterm Labor. In Williams Obstetrics 24th Ed. Vol. 2. USA:

McGraw-Hill. Page: 829-61.

5. Lockwood CJ, Kuczynski E. Risk stratification and pathological

mechanisms in preterm delivery. Paediatric and Perinatal Epidemiology.

2001; 15(2): 78-89.

6. Mahayana SAS, Chundrayeti E, Yulistini. Faktor risiko yang berpengaruh

terhadap kejadian berat badan lahir rendah di RSUP Dr. M. Jamil Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3): 664-72.

7. Schwarzman P, Sheiner E, Wainstock T, Mastrolia SA, Segal I, Landau D,

Walfisch A, Vacuum extraction in preterm deliveries and long-term

neurological outcome of the offspring, Pediatric Neurology (2019)

15

Anda mungkin juga menyukai