Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKHIR DISASTER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER PASCA BENCANA:

LITERATUR REVIEW JOURNAL

Dosen Pengampu : Shanti Rosmaharani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :

INAYATUL INSIYA
NIM : 151001067

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PEMKAB JOMBANG

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2019
1

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER PASCA BENCANA:

LITERATUR REVIEW JOURNAL

Abstrak :

PTSD merupakan respon individu terhadap suatu peristiwa yang dapat menimbulkan
gejala yang beraneka ragam dan berdampak besar pada masalah fisik dan psikis. Penelaahan
tentang PTSD terutama pada pasca bencana ini dilakukan dengan melakukan kajian jurnal
dengan mencari beberapa materi tentang gejala dan penanganannya melalui google scholar
dengan menggunakan beberapa kata kunci yaitu PTSD, Disaster, penanganan. Kesimpulan:
bencana alam dapat menyebabkan PTSD terutama pada anak-anak dengan beberapa gejala yang
sedikit hingga banyak, dan dapat ditangani dengan beberapa terapi seperti konseling, terapi
bermain, dan sebaginya.

Kata kunci : PTSD, disaster, penanganan, terapi

PENDAHULUAN PTSD pada umumnya dapat

Peristiwa bencana alam yang terjadi disembuhkan apabila segera dapat


terdeteksi dan mendapatkan penanganan
di Indonesia sangat beragam, seperti
yang tepat. Apabila tidak terdeteksi dan
bencana banjir, peristiwa gempa yang
dibiarkan tanpa penanganan, maka dapat
terjadi di berbagai kepulauan Indonesia.
mengakibatkan komplikasi medis maupun
Peristiwa tersebut tidak hanya menimbulkan
psikologis yang serius yang bersifat
korban jiwa tetapi juga korban dan kelurga
permanen yang akhirnya akan
korban mengalami duka yang mendalam
mengganggu kehidupan sosial maupun
serta ketakutan yang amat mendalam.
pekerjaan penderita (Flannery, 1999).
Banyak pula diantara korban bencana alam
Umumnya PTSD dapat disembuhkan dan
mengalami kecelakaan fisik dan gangguan
prinsip pertolongan pada korban bencana
mental. Korban bencana seringkali secara
yang mengalami PTSD adalah berupa
psikologis terkena gangguan stress pasca
pendampingan pada korban untuk
bencana yang pada umumnya disebut post
mengembalikan kondisi seperti sediakala
traumatic stress disorder (PTSD).
(NICE, 2005, dalam Mashar, 2011).
2

Anak-anak merupakan salah satu dapat terbentuk dari peristiwa traumatik


kelompok korban yang rentan dan paling yang mengancam keselamatan seseorang
berisiko terkena dampak bencana (Peraturan atau membuat seseorang merasa tidak
Pemerintah No 21, 2008). Terlebih lagi berdaya. PTSD merupakan gangguan
keadaan anak-anak yang tinggal di relokasi kecemasan yang dapat terbentuk dari
dan mengalami masa pertumbuhan dan sebuah peristiwa atau pengalaman yang
perkembangan tempat pengungsian, seperti menakutkan atau mengerikan, sulit dan
tinggi dan berat badan berubah, mengalami tidak menyenangkan dimana terdapat
perubahan organ tubuh yang terus tumbuh, penganiayaan fisik atau perasaan terancam
serta rentan terserang penyakit di (APA, 2013). Orang yang mengalami
pengungsian. Beberapa gejala yang dialami PTSD merespon peristiwa traumatik yang
anak-anak dapat mengakibatkan gangguan dialami dengan ketakutan dan keputusasaan,
pasca bencana yang mengakibatkan mereka akan terus mengenang peristiwa
kecemasan yang biasanya dikenal dengan tersebut dan selalu mencoba menghindari
istilah Post Traumatic Stress Disorder hal-hal yang dapat mengingatkan kembali
(PTSD) atau gangguan stres pasca kejadian akan peristiwa tersebut (Sadock, 2007).
bencana (Nawangsih, 2014).
Pada penelusuran jurnal ini penulis
Tujuan dari penulisan ini yaitu menemukan banyak jurnal yang
secara sistematis akan meringkas beberapa berhubungan dengan PTSD dan bencana
gejal yang sering muncul pada PTSD dan alam, namun hanya 5 jurnal yang akan
penanganan yang dapat diberikan. dijabarkan.

METODE Jurnal pertama yaitu “Post–


Traumatic Stress Dissorder Pada Penyintas
Penelaahan ini dilakukan dengan
Erupsi Gunung Kelud Berdasarkan Impact
menggunakan kajian jurnal dengan mencari
Of Event Scale-Revised (IES-R) Di Dukuh
beberapa materi tentang PTSD, gejala dan
Kali Bladak Kecamatan Nglegok Kabupaten
penanganannya melalui google scholar.
Blitar” (Anam, Martiningsih, & Ilus,
HASIL 2016).Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa penting
Menurut Smith dan Segal (2008)
yang terjadi pada masa kini mengenai
PTSD merupakan sebuah gangguan yang
3

gejala-gejala PTSD pada penyintas erupsi yang efektif, sehingga saat mengalami
gunung Kelud yang meliputi mengalami erupsi gunung Kelud, mereka menjadi
kembali (re-experiencing), penghindaran gampang khawatir dan mengarah pada
(avoidance), dan peningkatan kewaspadaan gangguan PTSD. Yang ketiga berdasarkan
yang berlebihan (hyperarousal). Hasil yang usia sebanyak 15 responden (35,7%) usia
didapatkan yaitu yang pertama berdasarkan 41-55 tahun memiliki gejala PTSD mulai
jenis kelamin sebanyak 28 responden dari beberapa hingga banyak gejala. Dengan
(66,7%) memiliki gejala PTSD yang usia pertengahan yaitu 45-60 tahun
meliputi 9 responden laki-laki (21,5%) dan merupakan usia yang memasuki fase
19 responden perempuan (45,2%) dengan pension, namun masih bertanggungjawab
memiliki gejala PTSD mulai dari beberapa terhadap financial keluarga, hal itu dapat
hingga banyak gejala. Perempuan rentan menjadikan beban pikiran yang dapat
mengalami distress psikologis, karena saat memicu PTSD. Ditambah lagi adanya
terpapar bencana letusan gunung Kelud, bencana erupsi gunung Kelud yang
mereka mempersepsikan bahwa bencana menimbulkan dampak fisik seperti
erupsi gunung Kelud merupakan suatu kerusakan rumah, kehilangan harta benda,
kejadian yang menakutkan, selain itu sehingga menambah beban financial
mereka juga memiliki persepsi, serta pikiran keluarga. Dari berbagai deskripsi tersebut,
terhadap anak-anaknya, keluarganya, hal gejala paling banyak yang dialami oleh para
tersebut membuat persepsi perempuan penyintas erupsi gunung kelud antara lain
mudah mengalami PTSD. Yang kedua mudah teringat peristiwa erupsi, karena
berdasarkan penghasilan perbulan sebanyak mendengar sedikit suara letusan, sulit tidur,
39 responden (92,9%) memiliki penghasilan mudah teringat peristiwa erupsi, mudah
kurang dari 1 juta perbulan mengalami gugup dan terkejut, bersikap waspada
gejala PTSD mulai dari beberapa hingga berlebihan, ingatan tentang erupsi yang
banyak gejala. Penghasilan yang rendah terbawa mimpi yang menakutkan.
merupakan pencetus munculnya beban
Jurnal kedua yaitu “Pemulihan PTSD
pikiran, yang selanjutnya dapat
Anak-anak Korban Bencana Tanah Longsor
mengakibatkan morbiditas psiko-sosial pada
Dengan Play Therapy” (Mukhadiono,
seseorang. Dengan penghasilan yang rendah
Subagyo, & Wahyudi, 2016). Penelitian ini
mereka kurang memiliki sumber koping
bertujuan untuk mengkaji gejala PTSD pada
4

anak-anak dan pengaruh play therapy Yang ketiga yaitu “Play Therapy
terhadap PTSD pada anak-anak korban untuk anak-anak korban bencana alam yang
bencana tanah longsor di Kabupaten mengalami trauma (post traumatic stress
Banjarnegara. Metode penelitian ini dengan disorder/PTSD)” (Nawangsih, 2014).
melakukan experiment dan observasi pada Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kelompok control dan kelompok intervensi. penanganan yang diperlukan bagi korban
Hasil yang didapatkan yaitu gangguan bencana yang mengalami PTSD baik pada
perilaku yang menonjol sebelum dilakukan orang dewasa maupun anak-anak. Dari
intervensi pada anak-anak korban bencana berbagai pembahasan yang telah dijelaskan
tanah longsor di Kabupaten Banjarnegara oleh penulis didapatkan hasil bahwa anak-
adalah mendengar suara keras seperti sirene, anak yang mengalami PTSD teknik yang
ambulan dan lain-lain, mengalami ketakutan sesuai untuk mengatasi kondisi trauma
tanpa alasan yang jelas, tampak cemas, adalah dengan menggunakan play therapy,
tampak sedih, dan menunjukkan perilaku karena permainan pada situasi dan kondisi
agresif. Namun, ada beberapa anak yang yang tepat dapat bermakna sebagai kegiatan
memiliki ganguan perilaku yang paling fisik sekaligus sebagai terapi. Setelah
menonjol, yaitu sembunyi jika mendengar dilakukan konseling berupa permainan,
suara keras seperti sirine, ambulan dan lain- diharapkan anak yang mengalami trauma
lain. Sebanyak 23 anak menunjukkan menunjukkan perubahan ke arah positif.
perilaku tersebut dan menunjukkan kondisi Namun, hal tersebut juga memerlukan
kejiwaan anak-anak korban bencana tanah dukungan dari orangtua atau pengasuhnya
longsor dalam kondisi stress dan trauma dalam upaya menangani permasalahan anak
akibat bencana yang terjadi beberapa waktu berupa memberikan permainan yang serupa
sebelumnya. Setelah dilakukan tindakan kepada anak, selalu mendampingi ketika
pada kelompok intervensi didapatkan hasil anak sedang bermain dengan cara
adanya perubahan pada rentang skor memberikan stimulasi yang sudah diberikan
sebelum play therapy 17-28, sedangkan contohnya oleh konselor.
sesudah play therapy 17-24. Sehingga dapat
Yang keempat yaitu “Studi Analisis
disimpulkan bahwa play therapy efektif
Terhadap Penggunaan Terapi Spiritual
untuk menurunkan gejala PTSD yang terjadi
Emotional Freedom Techique (SEFT) Yang
pada anak-anak.
Dapat Digunakan Sebagai Terapi Pada Klien
5

Yang Mengalami Post Traumaticstress PEMBAHASAN


Disorder (PTSD)” (Lilyanti, 2016). Tujuan
PTSD merupakan gangguan
dari jurnal ini adalah untuk melakukan
kecemasan yang dapat terbentuk dari
analisa terkait dengan penerapan terapi
sebuah peristiwa atau pengalaman yang
SEFT sebagai salah satu terapi psikoterapi
menakutkan atau mengerikan, sulit dan
dalam mengatasi kecemasan pada klien
tidak menyenangkan dimana terdapat
PTSD. Hasil yang didapatkan bahwa terapi
penganiayaan fisik atau perasaan terancam
SEFT dapat diterapkan pada klien yang
(APA, 2013). Hal tersebut akan
mengalami PTSD dan terapi SEFT
menimbulkan perasaan yang tidak
merupakan terapi yang didasari oleh 15
menyenangkan dan akan memberikan
terapi psikoterapi lainnya sehingga
perubahan pada kehidupan individu sebagai
efektivitasnya sangat tinggi.
akibat yang dialaminya. Perubahan tersebut
Yang kelima yaitu “Pengaruh Story dapat menimbulkan stress dan dapat
Telling Terhadap Tingkat Self Efficacy Anak berimplikasi secara luas pada masalah-
Post Traumatic Stress Disorder (Ptsd) Usia masalah fisik maupun psikologis. Efek dari
Sekolah Pasca Bencana Lumpur Lapindo” stress dapat menimbulkan gangguan
(Pelitasari, Sriyono, & Nuzul, 2016). Hasil penyesuaian yang menyangkut reaksi
yang didapatkan bahwa Setelah dilakukan maladaptif terhadap stress.
intervensi story telling terhadap tingkat self
Pada PTSD peristiwa traumatis
efficacy anak PTSD pada kelompok
tersebut melibatkan kematian atau ancaman
perlakuan, anak menunjukkan pengurangan
kematian atau cedera fisik yang serius, atau
pada gejala PTSD yang dialami ditunjukkan
ancaman terhadap keselamatan diri sendiri
dengan hasil yaitu anak menjadi lebih
atau orang lain. Respon terhadap ancaman
terbuka, mampu mengungkapkan perasaan
tersebut mencakup perasaan takut yang
yang dialami di antara teman-temannya.
intens, perasaan tidak berdaya, atau perasaan
Anak juga sudah tidak mengalami gejala
ngeri (horor). Anak-anak dengan PTSD
mimpi buruk di malam hari atau terbangun
kemungkinan mengalami ancaman ini
di tengah malam, serta anak mampu
dengan cara lain, misalnya dengan
mengambil makna positif setelah kejadian
menunjukkan kebingungan atau agitasi.
yang dialaminya.
6

Penilaian PTSD dapat menggunakan traumatic stress disorder), yang dapat


penilaian Impact of Event Scale Revised disembuhkan apabila segera terdeteksi dan
(Weiss & Marmar, 1997) yang berisi gejala- mendapatkan penanganan yang tepat.
gejala PTSD meliputi: Re-Experiencing Apabila tidak terdeteksi dan dibiarkan tanpa
Symptoms (merasakan kembali peristiwa penanganan, maka dapat mengakibatkan
traumatik), Avoidance Symptoms komplikasi medis maupun psikologis yang
(menghindari sumber trauma), dan serius yang bersifat permanen yang akhirnya
Hyperarousal Symptoms (kewaspadaan akan mengganggu kehidupan social maupun
yang meningkat tajam (APA, 2013) dan pekerjaan penderita (Flannery, 1999 dalam
dapat mengganggu kesadaran atau Zuhri, 2011).
konsentrasi penderita.
Untuk dapat mengatasi gejala-gejala
Gejala umum pada penderita PTSD tersebut diperlukan suatu terapi atau
adalah mudah teringat akan peristiwa yang program, diantaranya yaitu terapi SEFT,
pernah menimpanya, sulit tidur, gelisah, play therapy, story telling CBT (Cognitive
bersikap waspada, ketakutan, menyendiri, behaviour therapy) dan masih banyak lagi.
selalu mimpi buruk, perasaan panik,
Model penanganan bagi korban yang
perilaku menghindar, depresi, memiliki
mengalami PTSD pada anak-anak tentu
perasaan negative, merasa disisihkan,
berbeda dengan orang dewasa. Pada anak-
merasa dirinya tidak percaya, perasaan
anak model pendekatan yang dapat
marah dan mudah tersinggung, gangguan
digunakan adalah dengan bermain, atau
yang berarti dalam kehidupan sehari-hari,
yang dikenal dengan istilah play therapy.
serta persepsi dan kepercayaan yang aneh.
Terapi bermain ini berguna dalam
Pada anak-anak gejala yang biasa muncul
memberikan terapi pada anak yang
adalah ketakutan, cemas, sedih, menghindar
mengalami PTSD. Biasanya terapis
dan kurang resposif terhadap beragam
memakai permainan untuk memulai topik
emosi.
yang tidak dapat dimulai secara langsung.
Korban bencana seringkali secara Hal ini dapat membantu anak lebih
psikologis terjangkit gangguan stress pasca merasakan nyaman dalam berproses
bencana/trauma yang pada umumnya dalam dengan pengalaman traumatiknya.
kehidupan kesehatan disebut PTSD (Post
7

1. Play Therapy, Permainan ini dapat menstimulasi motorik dan


dilakukan dalam kurun waktu empat sensorik tangan.
minggu dimana setiap minggunya 2. Terapi SEFT (spiritual emotional
memiliki jenis permainan yang freedom technique), Ada beberapa
bervariasi. Jenis permainan pada tehnik didalam terapi SEFT ini,
minggu ke-1 adalah menggambar pertama, Set-up, berupa melakukan
dan bercerita. Buku cerita dan dua aktivitas yakni mengucapkan
bercerita ini dapat mendorong atau kalimat do’a (set-up words) seperti
membesarkan hati anak. Minggu berserah diri dan pasrah atas apa
kedua akan diberikan permainan yang telah menimpanya, sambil
puzzle dengan tingkat kerumitan menekan dada tepatnya di bagian
yang berbeda. Permainan ini sore spot (titik nyeri yang terletak di
berfungsi sebagai cognitive therapy sekitar dada atas sebelah kiri, yang
menstimulasi kemampuan jika ditekan terasa sakit). Kedua,
kognitif,membantu anak merubah Tune-in, berupa memikirkan dan
kepercayaan yang tidak rasional membayangkan kejadian traumatis
yang mengganggu emosi dan yang menimpanya sehingga emosi
kegiatan sehari-hari. Minggu ketiga negative yang dirasakan dapat
dengan bermain balon dan ketapel. hilang. Ketiga adalah tapping dengan
Suara balon meletus dan suara dua ujung jari pada titik-titik tertentu
dentingan ketapel dapat membantu di tubuh sambil terus melakukan
anak menghadapi situasi traumatik tune-in.
yang pernah dihadapi anak dan 3. Telling story, Melalui metode story
menimbulkan ketakutan yang tidak telling, anak diberikan stimulus
relistik. Minggu keempat yaitu berupa cerita yang akan dieksplorasi
permainan plastisin. Permainan ini oleh dirinya dan mengasosiasikan
termasuk art technique dan imagery cerita tersebut dengan pengalaman
technique. Dengan bermain plastisin dirinya. Dalam hal ini dibutuhkan
anak dapat berimajinasi dan penalaran analogi yaitu dengan
berangan-angan membuat sebuah membandingkan 2 hal antara tokoh
bentuk sesuai yang dipikrkan juga dalam cerita dengan dirinya dan
8

mencari persamaan dan perbedaan DAFTAR PUSTAKA


yang ada. Penalaran analogi
Anam, A. K., Martiningsih, M., & Ilus.
dibutuhkan dalam memecahkan
(2016). PostTraumatic Stress
permasalahan yang dihadapi oleh
Dissorder Pada Penyintas Erupsi
seseorang. Penghayatan yang
Gunung Kelud Berdasarkan Impact
dilakukan anak secara psikologis
Of Event Scale-Revised (IES-R) Di
akan mendorong kemampuan
Dukuh Kali Bladak Kecamatan
imajinasi yang lebih tinggi (Anisa,
Nglegok Kabupaten Blitar. Jurnal
2014). Pada saat mendengarkan,
Ners dan Kebidanan, vol.3, no.1,
anak juga akan berimajinasi,
52.
sehingga mampu mengalihkan
perhatian anak terhadap rasa Lilyanti, H. (2016). Studi Analisis Terhadap
traumatiknya. Dalam kegiatan story Penggunaan Terapi Spiritual
telling, proses bercerita juga menjadi Emotional Freedom Techique
sangat penting karena dari proses (SEFT) Yang Dapat Digunakan
inilah nilai atau pesan dari cerita Sebagai Terapi Pada Klien Yang
tersebut dapat sampai pada anak. Mengalami Post Traumaticstress
Disorder (PTSD). jurnal Keshetan
KESIMPULAN
Bakti Tunas Husada, vol.15, no.1,
PTSD merupakan sebuah gangguan 27.
yang dapat terbentuk dari peristiwa
Mukhadiono, Subagyo, W., & Wahyudi.
traumatic yang mengancam keselamatan
(2016). Pemulihan PTSD Anak-
seseorang dan membuat tidak berdaya.
Anak Korban Bencana Tanah
Orang yang mengalami PTSD mempunyai
Longsor Dengan Play Therapy.
gejala yang berbeda-beda sesuai dengan
Jurnal Keperawatan Soedirman
kejadian yang pernah dialaminya.
(The Soedirman Journal of
Diperlukan berbagai latihan terapi untuk
Nursing), Vol.11, No.1, 8.
mengatasi gejala dan masalah psikologis
tersebut seperti terapi SEFT, play therapy, Nawangsih, E. (2014). Play Therapy untuk
telling story dan beberapa terapi yang anak-anak korban bencana alam
lainnya. yang mengalami trauma (post
9

traumatic stress disorder/PTSD.


Jurnal Ilmiah Psikologi, vol.1, no.2,
178.

Pelitasari, C. K., Sriyono, & Nuzul, Q. a.


(2016). Pengaruh Story Telling
Terhadap Tingkat Self Efficacy
Anak Post Traumatic Stress
Disorder (Ptsd) Usia Sekolah Pasca
Bencana Lumpur Lapindo.

Anda mungkin juga menyukai