Oleh :
INAYATUL INSIYA
NIM : 151001067
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019
1
Abstrak :
PTSD merupakan respon individu terhadap suatu peristiwa yang dapat menimbulkan
gejala yang beraneka ragam dan berdampak besar pada masalah fisik dan psikis. Penelaahan
tentang PTSD terutama pada pasca bencana ini dilakukan dengan melakukan kajian jurnal
dengan mencari beberapa materi tentang gejala dan penanganannya melalui google scholar
dengan menggunakan beberapa kata kunci yaitu PTSD, Disaster, penanganan. Kesimpulan:
bencana alam dapat menyebabkan PTSD terutama pada anak-anak dengan beberapa gejala yang
sedikit hingga banyak, dan dapat ditangani dengan beberapa terapi seperti konseling, terapi
bermain, dan sebaginya.
gejala-gejala PTSD pada penyintas erupsi yang efektif, sehingga saat mengalami
gunung Kelud yang meliputi mengalami erupsi gunung Kelud, mereka menjadi
kembali (re-experiencing), penghindaran gampang khawatir dan mengarah pada
(avoidance), dan peningkatan kewaspadaan gangguan PTSD. Yang ketiga berdasarkan
yang berlebihan (hyperarousal). Hasil yang usia sebanyak 15 responden (35,7%) usia
didapatkan yaitu yang pertama berdasarkan 41-55 tahun memiliki gejala PTSD mulai
jenis kelamin sebanyak 28 responden dari beberapa hingga banyak gejala. Dengan
(66,7%) memiliki gejala PTSD yang usia pertengahan yaitu 45-60 tahun
meliputi 9 responden laki-laki (21,5%) dan merupakan usia yang memasuki fase
19 responden perempuan (45,2%) dengan pension, namun masih bertanggungjawab
memiliki gejala PTSD mulai dari beberapa terhadap financial keluarga, hal itu dapat
hingga banyak gejala. Perempuan rentan menjadikan beban pikiran yang dapat
mengalami distress psikologis, karena saat memicu PTSD. Ditambah lagi adanya
terpapar bencana letusan gunung Kelud, bencana erupsi gunung Kelud yang
mereka mempersepsikan bahwa bencana menimbulkan dampak fisik seperti
erupsi gunung Kelud merupakan suatu kerusakan rumah, kehilangan harta benda,
kejadian yang menakutkan, selain itu sehingga menambah beban financial
mereka juga memiliki persepsi, serta pikiran keluarga. Dari berbagai deskripsi tersebut,
terhadap anak-anaknya, keluarganya, hal gejala paling banyak yang dialami oleh para
tersebut membuat persepsi perempuan penyintas erupsi gunung kelud antara lain
mudah mengalami PTSD. Yang kedua mudah teringat peristiwa erupsi, karena
berdasarkan penghasilan perbulan sebanyak mendengar sedikit suara letusan, sulit tidur,
39 responden (92,9%) memiliki penghasilan mudah teringat peristiwa erupsi, mudah
kurang dari 1 juta perbulan mengalami gugup dan terkejut, bersikap waspada
gejala PTSD mulai dari beberapa hingga berlebihan, ingatan tentang erupsi yang
banyak gejala. Penghasilan yang rendah terbawa mimpi yang menakutkan.
merupakan pencetus munculnya beban
Jurnal kedua yaitu “Pemulihan PTSD
pikiran, yang selanjutnya dapat
Anak-anak Korban Bencana Tanah Longsor
mengakibatkan morbiditas psiko-sosial pada
Dengan Play Therapy” (Mukhadiono,
seseorang. Dengan penghasilan yang rendah
Subagyo, & Wahyudi, 2016). Penelitian ini
mereka kurang memiliki sumber koping
bertujuan untuk mengkaji gejala PTSD pada
4
anak-anak dan pengaruh play therapy Yang ketiga yaitu “Play Therapy
terhadap PTSD pada anak-anak korban untuk anak-anak korban bencana alam yang
bencana tanah longsor di Kabupaten mengalami trauma (post traumatic stress
Banjarnegara. Metode penelitian ini dengan disorder/PTSD)” (Nawangsih, 2014).
melakukan experiment dan observasi pada Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kelompok control dan kelompok intervensi. penanganan yang diperlukan bagi korban
Hasil yang didapatkan yaitu gangguan bencana yang mengalami PTSD baik pada
perilaku yang menonjol sebelum dilakukan orang dewasa maupun anak-anak. Dari
intervensi pada anak-anak korban bencana berbagai pembahasan yang telah dijelaskan
tanah longsor di Kabupaten Banjarnegara oleh penulis didapatkan hasil bahwa anak-
adalah mendengar suara keras seperti sirene, anak yang mengalami PTSD teknik yang
ambulan dan lain-lain, mengalami ketakutan sesuai untuk mengatasi kondisi trauma
tanpa alasan yang jelas, tampak cemas, adalah dengan menggunakan play therapy,
tampak sedih, dan menunjukkan perilaku karena permainan pada situasi dan kondisi
agresif. Namun, ada beberapa anak yang yang tepat dapat bermakna sebagai kegiatan
memiliki ganguan perilaku yang paling fisik sekaligus sebagai terapi. Setelah
menonjol, yaitu sembunyi jika mendengar dilakukan konseling berupa permainan,
suara keras seperti sirine, ambulan dan lain- diharapkan anak yang mengalami trauma
lain. Sebanyak 23 anak menunjukkan menunjukkan perubahan ke arah positif.
perilaku tersebut dan menunjukkan kondisi Namun, hal tersebut juga memerlukan
kejiwaan anak-anak korban bencana tanah dukungan dari orangtua atau pengasuhnya
longsor dalam kondisi stress dan trauma dalam upaya menangani permasalahan anak
akibat bencana yang terjadi beberapa waktu berupa memberikan permainan yang serupa
sebelumnya. Setelah dilakukan tindakan kepada anak, selalu mendampingi ketika
pada kelompok intervensi didapatkan hasil anak sedang bermain dengan cara
adanya perubahan pada rentang skor memberikan stimulasi yang sudah diberikan
sebelum play therapy 17-28, sedangkan contohnya oleh konselor.
sesudah play therapy 17-24. Sehingga dapat
Yang keempat yaitu “Studi Analisis
disimpulkan bahwa play therapy efektif
Terhadap Penggunaan Terapi Spiritual
untuk menurunkan gejala PTSD yang terjadi
Emotional Freedom Techique (SEFT) Yang
pada anak-anak.
Dapat Digunakan Sebagai Terapi Pada Klien
5