Anda di halaman 1dari 233

PENGENALAN FOREX

Mungkin Anda pernah mendengar kata “Forex”. Sebagai pendahuluan, kita akan membahas mengenai forex
itu sendiri.
Apakah sebenarnya “forex” itu? Forex adalah akronim (singkatan) dari “Foreign Exchange”, atau pertukaran
mata uang asing. Istilah yang lebih sering umum adalah valuta asing (valas).
Berbicara mengenai forex (valas) berarti berbicara mengenai nilai suatu mata uang terhadap mata uang lain.
Mata uang tersebut dibandingkan nilainya terhadap mata uang yang lain, yang kemudian membentuk “valuta”
atau “kurs”. Contoh yang paling Anda kenal mungkin adalah kurs dollar Amerika (USD) dengan mata uang
Indonesia: yaitu rupiah (IDR). Perbandingan nilai USD dengan IDR itulah yang kemudian Anda kenal dengan
istilah “kurs dollar terhadap rupiah”. Jika Anda lihat di bank-bank atau money changer, atau jika Anda juga
mencermati perkembangan valas di televisi atau koran, kurs dollar terhadap rupiah ini sering dituliskan dengan
simbol USD/IDR.

Anda tentu mengetahui bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, perkembangan perdagangan forex (forex trading)
di Indonesia sangat pesat. Hampir seluruh lapisan masyarakat telah mengenal forex atau bahkan terlibat
langsung dalam perdagangan forex. Hal ini cukup wajar mengingat peluang yang bisa diraih dalam perdagangan
forex sangatlah besar. Besarnya peluang tersebut antara lain karena memang pasar uang merupakan pasar
finansial yang terbesar di dunia, mengingat semua kegiatan ekonomi di dunia ini pasti bermuara ke mata
uang. Volume hariannya lebih dari 3 trilyun dollar per hari! Bisa dikatakan pasar uang akan tetap berjalan
selama manusia masih melakukan kegiatan ekonomi. Faktanya, jika Anda bertransaksi forex secara online,
Anda bisa melakukan transaksi kapan pun yang Anda mau selama 24 jam dalam sehari dan lima hari dalam
seminggu (Senin hingga Jumat).

Perbandingan Forex vs New York Stock Exchange


Berikut ini adalah grafik perbandingan antara rata-rata volume harian di pasar uang dengan rata-rata volume
transaksi yang terjadi di bursa saham New York (New York Stock Exchange). Jika Anda cermati grafik di
bawah ini, Anda akan bisa melihat bahwa volume transaksi harian rata-rata di pasar uang hampir sembilan kali
lipat lebih besar daripada yang berlangsung di NYSE.

Jual Beli dalam Forex Tading


Pernahkah Anda menukar rupiah Anda (IDR) ke dollar Amerika (USD)? Atau, mungkin Anda pernah menukar
USD dengan EUR (euro)? Nah, pada saat itu sebenarnya Anda sedang terlibat di pasar uang. Tindakan
“menukar” IDR ke USD atau USD ke EUR merupakan transaksi forex! Pada saat itu Anda sedang melakuan
kegiatan jual beli valuta asing. Ketika Anda “menukar” IDR Anda ke USD, pada dasarnya Anda sedang menjual
IDR Anda dan pada saat yang sama: membeli USD.

Anda bisa melakukan transaksi semacam ini melalui bank atau money changer. Anda tinggal datang ke bank
atau money changer lalu melakukan transaksi valas tersebut. Atau Anda tinggal menelepon treasury officer di
bank kepercayaan Anda untuk melaksanakan transaksi tersebut. Kita sebut saja cara transaksi seperti ini sebagai
cara transaksi yang konvensional.
Seiring perkembangan teknologi, tahukah Anda bahwa sekarang Anda bisa dengan mudah melakukan transaksi
serupa secara online? Anda tidak perlu ke mana-mana lagi untuk melakukan transaksi forex. Cukup dari rumah
atau tempat mana pun yang Anda inginkan, yang penting ada komputer dan sambungan ke internet. Ditemani
secangkir kopi atau teh hangat, Anda bisa trading dari kursi atau sofa Anda yang nyaman, bahkan mungkin dari
atas tempat tidur!
Ada sedikit perbedaan antara trading forex melalui broker online dengan transaksi valas yang mungkin biasa
dilakukan sebagian besar masyarakat kita di bank atau money changer. Hampir semua broker forex online
memfasilitasi transaksi forex dengan sistem kontrak dan marjin (margin). Berikut ini adalah beberapa poin
terkait trading online (dengan sistem margin).

1. Obyek perdagangan
Dalam hal ini, obyek perdagangannya masih sama. Apa itu? Tentu saja uang. Namun di sini yang Anda
transaksikan adalah kontrak berdasarkan nilai dari mata uang tersebut. Mungkin agak sedikit membingungkan.
Tidak perlu bingung, nanti akan ada penjelasan lebih jauh mengenai hal ini. Tapi secara sederhana, anggap saja
melakukan transaksi mata uang tertentu seolah-olah membeli “saham” negara tertentu. Pergerakan nilai mata
uang negara tersebut merupakan gambaran tidak langsung dari sentimen pasar terhadap perekonomian negara
tersebut. Ada beberapa mata uang yang disebut “major currency”. Mereka adalah mata uang dari negara-negara
maju dan ditransaksikan secara luas di pasar uang dunia. Berikut adalah tabel daftar mata uang yang termasuk
dalam major currency.

Negara Simbol (Mata Uang) Nickname


Amerika Serikat USD (Dollar) Greenback

Anggota zona euro EUR (Euro) Fiber

Jepang JPY (Yen) Yen

Inggris GBP (Poundsterling) Cable

Swiss CHF (Franc) Swissy

Kanada CAD (Dollar) Loonie

Australia AUD (Dollar) Aussie

New Zealand NZD (Dollar) Kiwi

Secara internasional, simbol mata uang terdiri atas tiga huruf. Dua huruf pertama merupakan identitas dari
negara asal mata uang tersebut, biasanya merupakan inisial negara tersebut. Huruf yang ketiga merupakan
inisial dari nama mata uangnya.
Sebagai contoh: USD. Dua huruf pertama (US) merupakan inisial dari nama negara: United States, yang juga
dikenal dengan nama Amerika Serikat dalam bahasa Indonesia. Yang unik adalah CHF, simbol mata uang Swiss
franc. CH merupakan inisial dari Confoederatio Helvetica yang merupakan nama latin dari Konfederasi Swiss,
sedangkan huruf F-nya adalah inisial mata uangnya: franc.

2. Leverage & Contract Size


Para broker forex online menerapkan leverage dalam melaksanakan trading forex. Dengan danya leverage ini,
dana yang relatif kecil bisa melakukan transaksi dengan nilai kontrak yang jauh lebih besar. Ini karena jasa
leverage, yang kalau kita artikan adalah “daya ungkit”. Mungkin akan lebih mudah kalau kita analogikan
dengan dongkrak mobil. Dengan dongkrak, Anda hanya membutuhkan sedikit tenaga untuk bisa mengangkat
bodi mobil kita yang beratnya mungkin ratusan kilogram. Nah, “cara kerja” leverage ini kira-kira ya seperti
dongkrak mobil itu tadi.

Contoh penerapannya seperti ini:

Pada broker yang menerapkan leverage 1:100, maka Anda cukup membutuhkan dana sebesar $1,000 saja untuk
melakukan transaksi senilai $100,000. Uang sejumlah $1,000 itu disebut sebagai margin, sedangkan nilai
transaksi sebesar $100,000 itu disebut Contract Size. Artinya, modal yang Anda butuhkan hanya 1% saja.

Sedangkan kalau Anda melakukan transaksi valas konvensional, untuk bertransaksi sebesar $100,000 maka
Anda harus menyediakan modal senilai dengan $100,000. Dengan kata lain, modal yang Anda butuhkan sebesar
100%.
3. Arah transaksi
Disebut juga dengan “two-way opportunity”. Artinya, Anda tetap bisa mencari peluang keuntungan pada saat
market sedang naik atau turun.

Ada dua jenis transaksi: beli (buy) dan jual (sell). Transaksi BUY juga sering disebut dengan LONG, sedangkan
SELL juga disebut SHORT. Jika harga sedang dalam kedaan naik, maka transaksi BUY(LONG) bisa Anda
lakukan untuk mencari keuntungan. Sebaliknya jika harga sedang turun, jangan khawatir karena dengan
melakukan transaksi SELL (SHORT) Anda juga bisa meraih keuntungan. Mengapa bisa demikian, akan kita
bahas nanti.

4. Waktu perdagangan
Telah disinggung bahwa waktu bahwa perdagangan forex berlangsung 24 x 5, yaitu 24 jam sehari dan 5 hari
seminggu. Ini karena pasar finansial dunia berjalan silih berganti dalam sehari. Berikut ini adalah tabel waktu
perdagangan dunia:
T I M E ZO N E GMT WIB*

New Zealand buka 23:30 04:30

Tokyo buka 00:00 07:00

New Zealand tutup (Tokyo masih buka) 07:00 14:00

London buka 08:00 15:00

Tokyo tutup (London masih buka) 09:00 16:00

New York buka 13:00 19:00

London tutup (New York masih buka) 17:00 24:00

New York tutup 22:30 03:30


* pada musim dingin, untuk WIB adalah GMT+8
Sedangkan jika Anda melakukan transaksi valas biasa, Anda harus menunggu money changer atau bank-nya
buka. Sebagai catatan, bank di Indonesia rata-rata sudah tidak melayani transaksi forex di atas pukul 15.00 atau
16.00 WIB.

5. Cara bertransaksi
Teknologi semakin canggih. Zaman sekarang semua serba online. Mau bayar tagihan listrik, mengirim uang ke
teman atau keluarga, atau belanja sekalipun, Anda tak perlu keluar rumah lagi. Yang perlu Anda lakukan tinggal
menyalakan komputer, tersambung ke internet, lalu voila!Transaksi pun terjadi.
Forex trading pun demikian. Untuk melakukan transaksi valas, yang Anda perlukan hanyalah komputer yang
tersambung dengan internet. Bahkan ada beberapa broker yang menyediakan fasilitas mobile trading bagi
nasabahnya. Dengan fasilitas itu, Anda bisa melakukan transaksi lewat PDA atau smart phone yang Anda
punya.

Bandingkan kepraktisannya apabila Anda harus datang ke bank atau money changer untuk melakukan transaksi.

Quote

Telah disebutkan sebelumnya bahwa mata uang ditransaksikan dalam currency pair. Sebelum melangkah lebih
jauh, kita akan mempelajari mengenai currency pair itu sendiri.

Dilihat dari jenisnya, currency pairs dibagi menjadi dua:


1. Major Currency Pairs, atau Majors Yaitu currency pair yang melibatkan mata uang major dan
ditransaksikan terhadap USD. Yang termasuk major currency pair adalah EUR/USD, GBP/USD, AUD/USD,
NZD/USD, USD/JPY, USD/CHF dan USD/CAD.
2. Cross Currency Pairs, atau Cross Rates Yaitu currency pair yang tidak melibatkan USD. Misalnya
EUR/GBP, EUR/CHF, GBP/JPY dan lain-lain.
Mata uang yang disebutkan pertama kita sebut sebagai base currency, sedangkan mata uang yang ke dua kita
sebut sebagai counter currency. Ketika Anda melakukan transaksi BELI (BUY), maka sebenarnya Anda
MEMBELI base currency dan pada saat yang sama MENJUAL counter currency. Sebaliknya, ketika
Anda melakukan transaksi JUAL (SELL), maka yang Anda lakukan adalah MENJUAL base currency dan
pada saat yang sama MEMBELI counter currency. Inilah salah satu sebab mengapa Anda bisa melakukan
SHORT (SELL/JUAL) terlebih dahulu ketika harga turun. Misalnya, ketika Anda melakukan SELL EUR/USD,
maka semakin harga EUR/USD turun, semakin besar keuntungan yang Anda peroleh.

OK, Anda sudah tahu bahwa ada yang namanya majors dan cross rates. Nah, sekarang Anda akan mempelajari
cara membaca harga yang berasal dari kurs dari pasangan-pasangan mata uang tersebut di atas.

Bid/Ask

Dalam perdagangan forex, currency pair diperdagangkan dalam basis harga BID dan ASK. Harga BID
meruakan patokan bagi Anda jika Anda ingin melakukan transaksi SELL, sedangkan harga ASK sebaliknya,
merupakan patokan bagi Anda untuk melakukan transaksi BUY.

Penulisan Bid dan Ask biasanya seperti ini:


Dari contoh di atas, harga BID-nya adalah 1.30000, sementara harga ASK-nya adalah 1.30020. Jadi kalau Anda
mau melakukan transaksi BUY, maka transaksi Anda itu akan dilakukan di harga 1.30020. Sebaliknya, kalau
Anda mau melakukan transaksi SELL, maka transaksi Anda itu akan dilakukan di harga 1.30000. Gampang
kan?

Anda juga bisa melihat bahwa harga ASK selalu lebih tinggi daripada BID. Perbedaan antara ASK dengan BID
itu kita sebut sebagai spread.

BID juga sering disebut sebagai KURS BELI. Artinya harga inilah yang dipergunakan pedagang jika mereka
mau MEMBELI dari Anda. Sebaliknya, ASK memiliki nama lain sebagai KURS JUAL, yang artinya pada
pedagang selalu menggunakan harga ini ketika mereka akan MENJUAL kepada Anda. Dengan demikian,
berdasarkan contoh di atas, jika Anda akan membeli EUR dari pedagang maka harganya adalah sebesar 1.30020
per USD. Sebaliknya jika Anda mau menjual EUR ke pedagang maka harganya adalah sebesar 1.30000 per
USD.

Two-way opportunity
Harga selalu bergerak dinamis. Menariknya, di perdagangan berjangka Anda bisa memanfaatkan dua arah
pergerakan harga: naik dan turun. Anda masih bisa mencari peluang keuntungan baik ketika harga sedang
bergerak naik maupun turun. Yang penting Anda harus mengambil posisi (transaksi) yang searah dengan
pergerakan harga. Dalam dunia trading, ini dikenal dengan istilah “two-way opportunity”.

Ilustrasi berikut ini akan memperjelas skema tersebut:

Ketika Anda memperkirakan harga akan naik, maka Anda bisa mengambil posisi (membuka
transaksi) “BUY” (beli); atau sering pula disebut posisi “LONG”. Jika analisis Anda tepat, jika kemudian harga
bergerak semakin tinggi, maka semakin besar pula keuntungan yang akan Anda dapatkan.

Nah, pertanyaannya kemudian adalah: bagaimana seandainya jika sebelumnya Anda memperkirakan harga akan
bergerak turun?

Inilah yang menarik. Jika Anda memperkirakan harga suatu komoditas atau subjek perdagangan akan turun,
maka Anda bisa mengambil posisi (membuka transaksi) “SELL” (jual); atau sering pula disebut
posisi “SHORT”. Jika analisis Anda tepat, maka keuntungan yang akan Anda peroleh akan semakin besar
justru ketika harga komoditas tersebut jatuh.

Pertanyaan Anda selanjutnya mungkin adalah: “Bagaimana jika seandainya harga turun setelah saya mengambil
posisi BUY; atau harga naik setelah saya membuka posisi SELL?”

Jawabannya tentu saja adalah Anda akan rugi. Itulah sebabnya mengapa setiap transaksi harus melewati proses
analisis terlebih dahulu. Tak kalah pentingnya juga adalah “manajemen resiko” dan “trading plan”. Jika Anda
sudah menguasai hal-hal tersebut, Anda akan bisa mengoptimalkan peluang serta meminimalkan resiko. Hal-hal
tersebut akan Anda pelajari lebih lanjut di halaman edukasi ini.

Leverage
Istilah baru bagi Anda?

Jangan khawatir. Anda berada di tempat yang tepat untuk belajar.

Bayangkan Anda akan mengganti ban mobil Anda yang bocor di tengah perjalanan. Anda tentu harus sedikit
menaikkan posisi mobil Anda beberapa sentimeter di atas tanah. Tentu akan sangat berat jika Anda lakukan
dengan tangan kosong.

Untungnya ada alat yang bernama dongkrak. Anda bisa meninggikan posisi mobil Anda bahkan hanya dengan
menggunakan satu tangan dengan bantuan dongkrak tersebut. Tanpa tenaga yang besar, Anda sudah bisa
“mengangkat” mobil Anda.

Demikianlah kira-kira cara kerja leverage. Dengan modal yang relatif kecil, Anda bisa melakukan transaksi
dengan kapital yang jauh lebih besar.

Leverage yang diterapkan adalah 1:100 (satu berbanding seratus). Jika Anda ingin bertransaksi senilai USD
100,000 (seratus ribu USD), maka Anda cukup membutuhkan modal sebesar seperseratusnya saja, yaitu USD
1,000 (seribu USD).
Nilai transaksi sebesar USD 100,000 itu disebut sebagai “ukuran kontrak” atau “contract size”, sementara modal
yang dibutuhkan; yaitu USD 1,000; disebut sebagai “marjin” (margin).

Misalkan Anda melakukan transaksi senilai EUR 100,000 (seratus ribu euro). Kurs EUR/USD saat itu
katakanlah di kisaran 1.30000 (satu koma tiga), dengan kata lain: EUR 1 = USD 1.30000. Artinya, transaksi
senilai EUR 100,000 itu sama dengan USD 130,000 (seratus tiga puluh ribu USD).

Namun dengan leverage (1:100), Anda cukup membutuhkan modal sebesar USD 1,000. ar yang Anda butuhkan
untuk bisa melakukan transaksi dengan baik.

Sekarang bayangkan bahwa pasar forex itu adalah hutan rimba yang ingin Anda jelajahi. Lalu sekarang,
pikirkan apa saja yang harus Anda miliki sebelum menjelajahi hutan rimba itu. Mungkin Anda perlu berpikir
untuk mempersiapkan peta dan kompas, juga mungkin senjata untuk menghadapi kemungkinan serangan
binatang buas. Jangan lupakan juga senter untuk membantu Anda melihat dalam kegelapan.

Dalam trading, analisis teknikal bisa kita analogikan dengan peralatan yang perlu Anda persiapkan sebelum
menjelajahi hutan. Kabar buruknya, pasar itu pada dasarnya sama sangat sulit untuk bisa ditebak karena
besarnya volume dan banyaknya peserta pasar. Kabar baiknya, para trader handal terdahulu telah menemukan
bahwa analisis teknikal bisa membantu Anda untuk memperkirakan pergerakan harga. Memang mungkin tidak
akan 100% akurat, namun paling tidak bisa mendekati 100%. Nanti, pada pembahasan yang lebih lanjut, Anda
akan tahu bahwa tingkat akurasi 60% pun bisa membawa keuntungan yang lumayan bagi kita. Mau tahu? Anda
tinggal mengikuti modul edukasi ini tahap demi tahap.
Ada tiga hal yang mendasari analisis teknikal. Tiga dasar tersebut adalah:

1. Market action discounts everything


Salah satu keuntungan dalam menggunakan analisis teknikal adalah bahwa pergerakan harga (price action)
cenderung mencerminkan informasi yang beredar di pasar. Apakah itu rumor atau sentimen. Dengan demikian,
maka hal yang Anda butuhkan untuk mengambil keputusan adalah apa yang Anda bisa lihat dari pergerakan
harga itu sendiri. Anda tidak perlu dipusingkan oleh berita atau rumor, misalnya, mengenai si Anu mau
melakukan ini atau itu. Cukup perhatikan price action-nya. Tenang… tenang… nanti Anda akan sampai ke topik
itu. Ikuti saja modul ini sampai selesai.
2. Prices move in trend
Harga bergerak dalam tren, begitu bunyi dasar yang ke-2. Maksudnya adalah bahwa pergerakan harga
cenderung bergerak dalam arah (trend) tertentu sampai suatu saat tren tersebut akan berakhir. Arahnya bisa naik,
turun, atau datar-datar saja. Dengan mengetahui tren pasar, maka Anda akan bisa mengambil keputusan yang
tepat.
3. History repeats itself
Sejarah selalu berulang. Para technician (sebutan untuk trader ber-”haluan” analisis teknikal) menemukan
bahwa pergerakan harga cenderung membentuk pola-pola tertentu. Pola-pola ini pun memiliki kecenderungan
berulang dari masa ke masa. Dengan demikian, berulangnya pola-pola tersebut bisa dimanfaatkan untuk
memperkirakan ke mana arah pergerakan harga selanjutnya berdasarkan “sejarah” yang tercatat ketika pola-pola
yang sama muncul di masa lalu.
Analisis teknikal bisa jadi sangat subyektif. Dua orang analis yang mencermati chart yang sama bisa saja
memiliki pandangan yang berbeda. Ini bisa terjadi karena keduanya memiliki style yang berbeda. Namun
ternyata subyektivitas ini bisa diantisipasi dengan dasar analisis teknikal yang mantap. Hal yang penting bagi
Anda saat ini adalah memahami prinsip dasar analisis teknikal dulu, sehingga nanti akan lebih mudah
memahami analisis teknikal yang lebih kompleks dan canggih. Setelah Anda sukses menamatkan modul edukasi
ini, mudah-mudahan Anda akan lebih siap menjadi trader.

ACA CHART (GRAFIK)


Dalam dunia trading, pada umumnya ketika orang membicarakan analisis teknikal maka yang pertama kali
muncul dalam pikiran adalah grafik (chart). Para technician biasanya memang menggunakan grafik karena
memang merupakan cara yang paling mudah untuk memvisualkan data pergerakan harga dari masa ke masa.
Anda bisa memanfaatkan bantuan grafik untuk menentukan tren dan menemukan pola-pola yang berpotensi
mengantarkan Anda meraih peluang yang luar biasa.

Ada tiga jenis chart dalam teknikal analisis, yang akan kita urai satu per satu.

1. Line chart
Line chart adalah grafik yang paling sederhana yang digambarkan sebagai garis yang menghubungkan harga-
harga penutupan. Misalnya: dalam beberapa hari berturut-turut perdagangan ditutup pada harga 100, 200, 150,
250… maka level-level harga tersebut dihubungkan dengan garis lurus. Dengan grafik ini kita bisa melihat
pergerakan harga secara umum dalam satu periode waktu tertentu.

Contohnya adalah seperti ini:


2. Bar chart
Bar chart sedikit lebih rumit daripada line chart. Chart jenis ini memberikan informasi mengenai harga
pembukaan, penutupan, harga tertinggi dan terendah dalam satu periode waktu tertentu. Karena memiliki
informasi tersebut, chart ini juga disebut dengan OHLC chart (Open-High-Low-Close). Berikut ini adalah
bentuk dasar dari bar chart:
bar chart

Ujung bawah dari chart ini adalah harga terendah yang pernah diperdagangkan dalam periode waktu tertentu,
sedangkan ujung atasnya adalah harga tertingginya. Garis vertikalnya mewakili range (rentang) harga dalam
periode waktu tersebut. Garis horizontal kecil yang berada di sebelah kiri adalah harga pembukaan sedangkan
yang berada di sebelah kanan merupakan harga penutupannya. Pada contoh di atas, harga pembukaan berada
lebih rendah daripada harga penutupan. Namun harga pembukaan bisa saja berada lebih tinggi daripada harga
penutupan.

Contoh bar chart di grafik adalah sebagai berikut:


Secara sederhana bisa kita katakan bahwa satu bar merupakan satu periode waktu, entah itu satu bulan, satu
minggu, satu hari, satu jam, atau bahkan satu menit. Tergantung pada kerangka waktu berapa lama kita plot
chart tersebut.
3. Candlestick chart
Dinamakan “candlestick” karena memang bentuknya mirip dengan lilin. Nama lengkapnya adalah “Japanese
canclestick chart”, karena konon ia berasal dari negeri Sakura. Chart jenis ini menyediakan informasi yang
sama persis dengan bar chart, hanya saja “postur” tubuhnya lebih “seksi”.

candlestick chart
Biasanya, body dari candlestick chart ini berwarna putih dan hitam. Jika body-nya berwarna putih maka harga
open-nya berada di bawah, sebaliknya jika body berwarna hitam maka harga open berada di atas. Jadi, body itu
sendiri menggambarkan jarak antara harga pembukaan dengan penutupan dalam satu periode waktu tertentu.

Jika harga open di bawah harga close, maka biasa disebut dengan bull candle. Dalam analisis teknikal,
istilah “bull” atau “bullish” digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga yang naik. Untuk
menggambarkan pergerakan harga yang turun, digunakan istilah “bear” atau “bearish”, sehingga candlestick
yang memiliki harga open di atas harga close disebut bear candle. Gunakan saja “jembatan keledai” ini agar
lebih gampang mengingatnya: BULL = naik, BEAR = turun.
Tapi jika Anda menganggap warna hitam dan putih ini kurang “stylish”, atau kurang menarik bagi Anda, maka
Anda bisa menggantinya dengan warna yang Anda sukai. Kombinasi warna lain yang sering digunakan
misalnya adalah merah untuk bear candle dan biru untuk bull candle. Ingat, Anda akan banyak
menghabiskan waktu mengamati chart, sehingga warna yang menarik bagi Anda akan membantu
menghilangkan kejenuhan. Yang penting, Anda tahu bagaimana cara membedakan antara bull candle dengan
bear candle.

Coba lihat contoh candlestick berikut ini:


Bagaimana, lebih menarik bukan? Atau Anda punya pilihan warna lain? Silakan ekspresikan “warna” Anda.
Banyak trader lebih suka menggunakan chart jenis ini karena lebih membantu secara visual untuk mengenali
harga open, close, high dan low daripada bar chart.

Di bawah ini adalah contoh tampilan grafik pergerakan harga menggunakan candlestick chart:
UORT DAN RESISTANCE
Sekarang Anda akan melangkah lebih dalam lagi ke “hutan” yang akan Anda jelajahi. Anda akan dipandu untuk
memahami dan mengenali apa itu “support” dan “resistance”.

Mungkin Anda masih ingat konsep supply & demand (penawaran dan permintaan)? Ketika permintaan
(demand) naik dan penawaran (supply) turun, maka harga akan naik. Sebaliknya jika penawaran (supply) naik
dan permintaan (demand) turun, harga akan turun. Begitulah kata guru ekonomi semasa SMP dulu.

Nah, pada kenyataannya, harga mata uang di pasar selalu bergerak naik dan turun. Hal ini juga dipengaruhi oleh
supply dan demand atas mata uang tersebut. Kemudian, ada suatu waktu di pasar di mana harga berhenti
bergerak naik atau berhenti bergerak turun. Ini tentu karena demand atau supply-nya sudah tidak cukup besar
untuk menyebabkan harga naik atau turun.

Dalam analisis teknikal, Anda bisa memperkirakan kapan kira-kira supply atau demand semakin besar. Caranya
adalah dengan mengenali level support dan resistance itu tadi.

Support merupakan suatu area level harga, di mana pada level tersebut DEMAND cukup besar untuk menahan
turunnya harga (DEMAND > SUPPLY). Pada level ini, harga cenderung berhenti bergerak turun dan
kemungkinan besar akan naik lagi. Bahasa praktisnya, support adalah level yang diperkirakan akan
menahan pergerakan bearish (turun).
Sedangkan resistance merupakan suatu area level harga di mana pada level tersebut SUPPLY cukup besar untuk
menghentikan naiknya harga (SUPPLY > DEMAND). Pada level ini, harga cenderung berhenti bergerak
naik dan kemungkinan besar akan turun lagi. Bahasa praktisnya, resistance adalah level yang diperkirakan
akan menahan pergerakan bullish (naik).

Sekarang mari kita lihat gambar berikut ini:


Support Resistance

Contoh di atas memperlihatkan garis zig-zag membentuk grafik yang bergerak ke atas. Ketika harga bergerak
naik dan kemudian turun lagi, maka titik tertinggi yang dicapai sebelum turun lagi itulah yang disebut
dengan resistance.
Ketika harga bergerak naik lagi, maka titik terendah yang dicapai sebelum harga bergerak naik lagi itu
kita sebut sebagai support. Seperti itulah kita menentukan level support dan resistance seiring dengan
pergerakan harga yang naik turun sepanjang waktu.

Perlu diketahui juga bahwa level support dan resistance tidak harus merupakan level yang pasti. Artinya, wajar
jika beberapa trader berselisih beberapa angka ketika menentukan support dan resistance. Yang penting, support
dan resistance tersebut berada di kisaran angka yang tidak terlalu jauh jaraknya.
Resistance menjadi support, support menjadi resistance

Jangan bingung. Memang demikian adanya. Begini ceritanya….

Meskipun di awal pembahasan support dan resistance ini dikatakan bahwa level-level tersebut mampu
“menahan” laju pergerakan harga, namun tidak berarti bahwa level-level tersebut akan abadi selamanya. Suatu
support tak akan lagi mampu menahan pergerakan turun jika ternyata pada saat itu demand sudah tak lagi cukup
besar. Kebalikannya, hal yang sama juga akan terjadi pada resistance, di mana supply tak lagi cukup besar untuk
menahan pergerakan naik.

Bayangkan Anda berdiri di salam suatu ruangan. Ada lantai dan langit-langit. Langit-langit ruangan kita
analogikan sebagai resistance, sedangkan lantai kita analogikan sebagai support. Di tangan Anda ada sebuah
bola golf. Anda melemparkan bola golf itu ke atas hingga menyentuh langit-langit. Jika lemparan Anda tidak
cukup kuat, maka bola golf itu akan memantul lagi ke bawah. Tapi jika lemparan Anda cukup kuat, maka langit-
langit tersebut akan jebol. Begitulah kira-kira.
Jadi, ketika resistance “jebol” maka harga akan terus bergerak naik. Resistance yang tadinya berada DI ATAS
harga, sekarang posisinya sudah berada DI BAWAH harga. Pada saat itulah ia berubah menjadi support.
Demikian juga dengan support. Ketika support “jebol” (break) maka harga akan terus bergerak turun. Support
yang tadinya berada DI BAWAH harga, sekarang posisinya sudah berada DI ATAS harga. Pada saat itulah, ia
menjelma menjadi resistance.

CHANNEL
“Channel” merupakan salah satu alat dalam melakukan analisis yang merupakan pengembangan dari trend line.
Cara menggambarnya juga cukup sederhana: Anda tinggal “menduplikasi” trend line yang telah Anda buat.
Langkahnya, pertama kali kita gambar terlebih dahulu trend line sesuai dengan arah trennya. Pada gambar di
bawah ini, misalnya Anda menarik trend line pada saat uptrend.

Lalu, tariklah garis yang sejajar dengan trend line tersebut. Garis ke dua ini “diproyeksikan” sehingga
menghubungkan titik-titik puncaknya. Sama halnya dengan trend line, garis ini minimal harus menghubungkan
dua puncak. Jadilah sebuah UP CHANNEL atau juga sering disebut sebagai ASCENDING
CHANNEL.Sederhana kan?
bullish channel
Sedangkan untuk menggambar sebuah DOWN CHANNEL; atau sering disebut sebagai DESCENDING
CHANNEL; sama sederhananya dengan menggambar bullish channel. Pertama, gambar dulu trend line yang
menghubungkan minimal dua puncak. Lalu buat garis yang sejajar dengan trend line tersebut menghubungkan
minimal dua lembah. Di bawah ini adalah contoh down channel.
bearish channel
Meskipun sederhana, channel ini sangat berguna. Channel ini nantinya bisa kita manfaatkan untuk
memperkirakan area buy atau sell. Kedua garis channel berfungsi sebagai support dan resistance. Garis yang
berada di atas berfungsi sebagai resistance, sedangkan garis yang di bawah berfungsi sebagai support.
Untuk lebih mudah dalam penyebutannya, kita sebut saja kedua garis tersebut sebagai garis support dan garis
resistance.
Ketika harga berada di area garis support, maka Anda bisa mencoba untuk mencari konfirmasi berupa sinyal
bullish untuk melakukan buy, dengan target di garis resistance. Waspadalah jika harga tembus ke bawah garis
support. Jika hal itu terjadi, ada baiknya untuk mempertimbangkan untuk melepas/menutup transaksi tersebut.
Tentu saja ini nanti juga harus melihat perkembangan situasi pasar. Mengenai hal ini akan kita bahas nanti, di
topik yang lebih lanjut. Tetap ikuti modul edukasi ini.

Begitu pula ketika harga berada di area garis resistance. Pada saat itu Anda bisa mencoba untuk mencari
konfirmasi sinyal bearish untuk melakukan sell dengan target di garis support. Tentu saja Anda harus waspada
jika garis resistance tembus setelah Anda melakukan sell.

Sideways Channel
Ada kalanya harga bergerak sideways, sehingga Anda tidak bisa menggambar up channel atau down channel
dengan baik. Dalam keadaan seperti ini, kita bisa menggambar channel yang mendatar. Kita sebut channel
seperti ini sebagai sideways channel atau ranging channel.

sideways channel
Di bawah ini adalah contoh grafik yang menyajikan ketiga jenis channel yang telah kita bahas, yaitu up
channel, down channel dan sideways channel.
STRATEGI MENGGUNAKAN TREND LINE

Anda telah mempelajari dasar-dasar analisis teknikal mulai dari support, resistance, trend line, serta
channel. Sekarang, Anda akan mempelajari strategi meraih peluang pasar berdasarkan dasar-dasar
analisis teknikal tersebut.

Sebelum kita lanjutkan, ingatlah bahwa pada dasarnya trend line dan channel juga adalah support
dan resistance. Pada saat down trend, trend line berfungsi sebagai resistance. Sebaliknya, pada saat
uptrend, trend line berfungsi sebagai support.
Pada dasarnya ada dua strategi yang bisa Anda terapkan berdasarkan support dan resistance. Yang
pertama disebut “bounce trading”, yang ke dua disebut “breakout trading”.
Bounce trading
Metode trading ini memanfaatkan “pantulan” harga ketika harga sudah mencapai support atau
resistance dan memantul dari sana. Ilustrasi di bawah ini akan menjelaskan apa yang dimaksud
dengan bounce trading ini.
bounce trading

Intinya Anda menunggu ada pantulan dari area support atau resistance untuk melakukan trading.
Mengapa tidak melakukan sell tepat pada resistance atau buy tepat pada support? Karena Anda
memerlukan semacam konfirmasi bahwa support atau resistance tersebut belum tembus. Bisa jadi
pergerakan harga naik atau turun begitu tajam dan cepat hingga langsung menembus support atau
resistance. Nah, pantulan inilah yang menjadi semacam pertanda bahwa level support atau
resistance itu masih kuat. Di level pembahasan yang lebih lanjut, Anda juga akan mempelajari
konfirmasi seperti apa yang bisa Anda kenali.

Breakout trading
Dalam dunia trading, support dan resistance tidak akan selamanya bertahan. Pada suatu saat level-
level tersebut pasti akan tembus. Pada saat seperti itu Anda masih bisa mencoba mencari peluang
dengan strategi yang dinamakan breakout trading. Strategi breakout trading ini seratus persen berbeda
dengan bounce trading. Jika pada bounce trading Anda menunggu pantulan untuk buy atau sell, pada
strategi breakout Anda malah memanfaatkan tembusnya support dan resistance dengan asumsi
bahwa tembusnya support atau resistance cenderung diikuti oleh rally.

Ilustrasi di bawah ini menggambarkan strategi breakout trading dengan memanfaatkan tembusnya
support atau resistance.
breakout trading

Strategi yang digambarkan di atas merupakan strategi agresif, di mana transaksi langsung dilakukan
setelah mendapatkan konfirmasi tembusnya level support atau resistance. Yap, lagi-lagi konfirmasi
dibutuhkan untuk melakukan aksi.
Suatu support atau resistance dianggap tembus jika memenuhi paling tidak salah satu dari dua hal
berikut:

1. Jika Anda menggunakan candlestick chart, maka body dari candlestick tersebut harus
memotong/menembus garis support atau resistance.

valid & false break

2. Pada saat terjadi breakout, terjadi peningkatan volume. Semakin signifikan peningkatannya, maka
breakout dianggap semakin valid. Mengenai volume ini, akan kita di kesempatan lain.
Nah, itu tadi adalah strategi breakout trading yang agresif. Tapi ada trader yang memilih untuk
menunggu konfirmasi selanjutnya.

Golongan trader yang tidak agresif ini menerapkan strategi breakout yang agak konservatif. Supaya
lebih gampang, kita sebut saja strategi breakout konservatif. Bagaimana sih strategi konservatif ini?

Strategi breakout konservatif ini sebenarnya memadukan strategi breakout dan bounce trading.
Begini ceritanya:

Ketika breakout sudah terkonfirmasi, Anda tidak langsung mengambil posisi buy atau sell seperti
strategi breakout agresif, melainkan Anda menunggu terjadi “pullback” kembali ke area support atau
resistance. Setelah terjadi pullback, Anda menunggu lagi terjadi pantulan dari level support atau
resistance tersebut. Barulah kemudian Anda melakukan transaksi buy atau sell.

Supaya Anda bisa lebih mudah dalam memahami pemaparan di atas, kami sudah menyiapkan
ilustrasi untuk menggambarkan strategi ini.
conservative breakout trading

Baik strategi breakout agresif maupun konservatif memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.
Jika Anda menggunakan strategi breakout yang agresif, keuntungan yang Anda peroleh adalah Anda
bisa segera entry dan tidak akan ketinggalan “momen”. Tapi tentu saja strategi ini memiliki
kelemahan. Misalnya Anda telah melakukan sell segera ketika support tembus, namun ternyata harga
naik lagi dan kembali berada di atas support tadi.

Nah, strategi konservatif memiliki keunggulan dalam hal itu. Dengan menggunakan strategi ini,
kemungkinan Anda untuk terjebak adalah lebih kecil karena Anda menunggu pullback dulu dan
mencari konfirmasi pantulan. Namun perlu diketahui juga bahwa PULLBACK TIDAK SELALU
TERJADI setelah terjadi breakout. Di sinilah kelemahan strategi konservatif, yaitu Anda akan
berpotensi kehilangan kesempatan untuk entry karena harganya sudah telanjur lari.
Setiap trader punya gaya yang berbeda-beda. Anda bisa memutuskan apakah Anda akan menjadi si
Agresif atau sang Konservatif. Bagi Anda yang penyabar, strategi konservatif mungkin cocok untuk
Anda terapkan. Namun jika Anda adalah pribadi yang gesit dan menyukai tantangan, mungkin lebih
cocok menggunakan strategi agresif. Tim edukasi kami nanti bisa membantu Anda untuk memilih
strategi yang sesuai dengan kepribadian Anda.

FIBONACCI RETRACEMENT
Hikayat Fibonacci

Rasio Fibonacci cukup populer di dunia trading. Angka-angka yang dihasilkan dari perhitungan rasio
ini bisa membantu Anda dalam menentukan level entry dan exit.

Rasio Fibonacci pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli matematika abad pertengahan asal
Italia. Namanya Leonardo Fibonacci yang berasal dari kota Pisa. Ia memperkenalkan deret angka
yang rasionya terdapat dalam proporsi bentuk-bentuk di alam. Deret angka tersebut juga ia libatkan
dalam perhitungan perkembangbiakan kelinci dalam situasi yang ideal. Di kemudian hari, deret ini
dikenal dengan deret Fibonacci atau angka Fibonacci.

Deret tersebut adalah: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,… dan seterusnya.
Fibonacci

Trivia quiz untuk Anda: berapakah yang muncul setelah 89? Kalau Anda menjawab dengan benar
tanpa bertanya pada Google atau Wikipedia, maka sepertinya Anda memiliki potensi yang besar
untuk menjadi trader handal.
Dari deret tersebutlah ditemukan ada rasio yang paling ditemui di setiap bentuk benda di alam ini,
yaitu kira-kira 1 : 1.618 atau 0.618 : 1. Rasio ini yang kemudian disebut sebagai “golden ratio”.

Itulah sedikit hikayat Fibonacci. Oke, Anda akan segera keluar dari segala kerumitan matematika
ini… (Akhirnya!)

Penerapan Dalam Trading: Fibonacci Retracement

Tenang, Anda sama sekali tidak perlu menghitung rasio Fibonacci dalam praktek trading. Platform
trading yang kita pakai (Metatrader) telah menyediakan tool yang sangat membantu kita untuk
mengaplikasikan ilmu warisan Fibonacci ini secara instan. Nama tool tersebut adalah Fibonacci
retracement.

Para trader menggunakan level-level yang diberikan oleh Fibonacci retracement untuk membantu
menentukan kisaran area yang potensial sebagai support dan resistance. Alat ini bisa dimanfaatkan
dengan baik pada saat pasar sedang dalam keadaan “trending”, baik itu saat up trend maupun down
trend, namun kurang efektif jika diterapkan pada saat pasar dalam kondisi sideways. Konsep dasar
penggunaan Fibonacci retracement adalah mencari peluang buy ketika harga berada di kisaran
support. Sebaliknya, Anda bisa mencari peluang sell ketika harga berada di kisaran resistance yang
diperoleh dari Fibonacci retracement.

Untuk bisa menemukan level-level retracement, Anda harus terlabih dahulu menemukan titik-titik
tertinggi dan terendah yang signifikan. Titik-titik tersebut kita sebut sebagai “swing high” dan “swing
low”.

Pada pergerakan di saat up trend, yang Anda lakukan adalah menarik Fibonacci retracement dari
swing low ke swing high seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini.
Fibonacci Swing Up

Sebaliknya, pada pergerakan di saat down trend, yang Anda lakukan adalah menarik Fibonacci
retracement dari swing high ke swing low seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini.

Fibonacci Swing Down

Terlihat dalam kedua gambar di atas bahwa level-level Fibonacci yang kita gunakan dalam trading
adalah level 0.0%, 23.6%, 38.2%, 50.0%, 61.8%, 76.4% dan 100.0%. Level-level itulah yang
dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk menentukan area support dan resistance.
Dengan menggunakan Fibonacci retracement ini, Anda juga dapat mengambil beberapa level untuk
Anda jadikan area referensi yang akan berguna untuk menentukan level entry. Level-level yang
populer adalah 38.2%, 50.0% dan 61.8%. Di kisaran level-level tersebut seringkali muncul sinyal buy
atau sell yang akurasinya cukup tinggi.

Fibonacci area referensi

Level-level Fibonacci retracement sebenarnya adalah level-level support dan resistance. Jadi, area
referensi untuk mencari sinyal sell sebenarnya adalah area resistance. Dengan demikian, area referensi
untuk mencari sinyal buy sebenarnya adalah area support.
Strateginya mirip dengan bounce trading. Anda menunggu pullback hingga ke area referensi dan
mencari apakah ada konfirmasi sinyal buy atau sell. Namun karena Anda belum mempelajari sinyal
buy maupun sell, untuk sementara Anda menggunakan Fibonacci retracement saja dulu. Ketika
pergerakan harga tertahan di area referensi tersebut, maka Anda bisa mencoba untuk melakukan sell
atau buy.

Sekarang, mari kita lihat aplikasinya pada grafik pergerakan harga.

Strategi Buy

Seperti yang sudah dijelaskan, Anda bisa memanfaatkan area referensi Fibonacci untuk mencari
level buy. Tentu saja hal ini Anda lakukan pada saat up trend. Di bawah ini ada contoh grafik
berdasarkan pergerakan GBP/USD pada sekitar tanggal 3 November 2011 hingga 8 November 2011.
Anda akan mempelajari praktek strategi buy dengan menggunakan area referensi berdasarkan
Fibonacci retracement. Anda siap? Sebaiknya demikian.
Fibonacci practice buy 1

Dalam contoh di atas Anda telah menggambar Fibonacci retracement dengan acuan swing low di
1.59445 (100.0%) dan swing high di 1.60630 (0.0%). Area yang berwarna kuning itu adalah area
referensi Anda, di mana Anda akan mencoba mencari konfirmasi pantulan yang merupakan sinyal
buy bagi Anda. Di dalam area referensi itu ada tiga level retracement, yaitu: 1.60177 (38.2%),
1.60038 (50.0%) dan 1.59898 (61.8%). Ketiga level ini merupakan support.

Anda menunggu sampai harga masuk ke area referensi itu. Level terbaik untuk Buy adalah di sekitar
61.8%, namun ada kalanya Anda juga mendapatkan konfirmasi pantulan di sekitar 50.0%.
Fibonacci practice buy 2

Nah, sekarang Anda bisa melihat bahwa harga berkali-kali mencoba menembus level 1.59898
(61.8%). Terlihat level tersebut “diuji” hingga empat kali, namun selalu candlestick ditutup di atas
1.59898. Ini merupakan pertanda bahwa support itu kuat dan inilah saatnya Anda melakukan buy, di
sekitar 1.60038. Targetnya adalah level 1.60630 (0.0%), sementara antisipasinya berada di exit point
(1) atau exit point (2). Jadi kalau harga ternyata malah turun, Anda akan lepas posisi buy Anda di
salah satu dari kedua level tersebut.

Mengapa harus ada exit point? Untuk antisipasi jika ternyata pasar berkehendak lain, yang
berlawanan dengan perkiraan Anda.

INGAT SELALU BAHWA TIDAK ADA ANALISIS TEKNIKAL YANG 100% BENAR. ANALISIS
TEKNIKAL HANYA MEMBANTU ANDA UNTUK MENDEKATI KEBENARAN.

Lho, lalu bagaimana saya bisa berhasil dalam trading? Mungkin itu yang Anda pikirkan. Tenang.
Nanti, di Tingkat Mahir, Anda juga akan mempelajari mengenai manajemen resiko dan manajemen
modal, yang kalau dipadukan dengan pengetahuan analisis teknikal yang baik akan menjadi senjata
ampuh dalam trading. Semangat!

Mengapa ada dua exit point? Karena seringkali tembusnya level 76.4% merupakan indikasi awal
bahwa arah tren akan berubah, sehingga banyak trader yang memilih untuk “bermain aman” dengan
melepas posisi mereka setelah level tersebut tembus (break). Namun konfirmasi perubahan arah tren
(reversal) sebenarnya adalah level 100.0%, sehingga para trader yang lebih “berani” memilih
tembusnya level tersebut sebagai exit point mereka. Jadi, ini lebih kepada gaya trading dan mungkin
juga kekuatan modal.

Oke kita lihat sekarang apa yang terjadi pada GBP/USD setelah Anda melakukan buy.
Ternyata GBP/USD naik dan target Anda tercapai! Indah bukan?

Strategi Sell

Strategi ini sebenarnya hanya merupakan kebalikan dari strategi buy. Kalau strategi buy dilakukan
pada saat up trend, maka strategi sell ini dilaksakanan pada saat down trend.

Di bawah ini adalah grafik pergerakan EUR/USD.


Pada saat ini Anda menunggu terjadi pullback ke area referensi sell yang berada di kisaran antara
1.37461 (38.2%) hingga 1.38995 (61.8%). Di tengah-tengah ada level 50.0% yang berada di level
1.38228. Ingat ya, ketiga level ini adalah level resistance dan area referensi Anda itu sebenarnya
adalah area resistance.
Fibonacci practice sell

Nah, sekarang pullback telah terjadi dan Anda bisa melihat bahwa harga telah berada di dalam area
referensi. Perhatikan bahwa harga tidak mampu menembus ke atas level 1.38995 (61.8%), bahkan
malah turun dan tembus ke bawah 1.38228 (50.0%). Inilah sinyal bahwa Anda boleh melakukan sell
dengan target di level 1.34980 (0.0%). Jangan lupa, antisipasinya adalah di exit point (1) atau (2),
seandainya ternyata perkiraan Anda salah.

Sekarang, mari kita lihat apa yang terjadi selanjutnya….


Fibonacci practice sell

Yap, hari yang indah….

Dalam menerapkan Fibonacci retracement ini, kebanyakan trader melakukan kesalahan dalam
menentukan swing high dan swing low. Maka dari itu, diperlukan pengamatan yang jeli dan latihan
untuk mengasah ketajaman Anda mengenali swing high dan swing low. Juga, kesabaran untuk
menanti konfirmasi di area referensi mutlak diperlukan untuk bisa mempraktekkan teori ini dengan
baik. Jangan ragu untuk menghubungi Tim Edukasi kami untuk mendapatkan bantuan atau
penjelasan yang lebih detail.

MOVING AVERAGE

Mulai dari chapter ini Anda akan mempelajari indikator teknikal. Perlu Anda ketahui bahwa indikator
teknikal bukanlah alat yang bisa menjadikan Anda seperti cenayang. Indikator teknikal hanya
membantu Anda untuk mengenali potensi pergerakan harga.

Kali ini Anda akan mempelajari indikator teknikal yang bernama Moving Average. Moving average
(selanjutnya akan kita sebut sebagai MA) merupakan salah satu indikator tren yang cukup populer.
Indikator ini “memperhalus” pergerakan harga dalam rentang waktu tertentu, sehingga Anda
dipermudah untuk mengenali tren atau arah pergerakan harga secara umum. Mari kita lihat gambar
berikut ini.
Gambar di atas adalah grafik 1 jam-an AUD/USD. Garis berwarna merah yang terlihat grafik tersebut
adalah salah satu contoh indikator moving average yang memiliki periode 50 (MA 50). Artinya,
indikator tersebut mengambil data harga dari 50 candlestick terakhir, lalu menggambarkannya
sebagai garis yang Anda lihat itu. Standar harga yang digunakan biasanya adalah harga penutupan
(close), namun ada beberapa metode yang menggunakan harga open, high, atau low. Namun kita
tidak akan membahas hal tersebut kali ini.

Kembali ke gambar di atas, Anda bisa melihat bahwa MA bisa memperlihatkan kepada Anda tren
yang sedang berlangsung. Jika harga pada umumnya berada di bawah MA, maka tren saat itu adalah
downtrend.

Sebaliknya, jika harga secara umum bergerak di atas MA, maka tren saat itu adalah uptrend. Dari
contoh di atas terlihat bahwa trend untuk AUD/USD pada grafik 1 jam-an (hourly) adalah turun
(downtrend). Semakin curam kemiringan MA tersebut, maka itu artinya tren yang terjadi semakin
kuat. Dengan demikian, Anda bisa lebih mudah memperkirakan potensi arah pergerakan selanjutnya.

MA juga bisa berfungsi sebagai support dan resistance. Istilahnya adalah support dan resistance
dinamis (dynamic support and resistance). Dinamakan demikian karena ia bergerak sesuai dengan
pergerakan harga.
Pada saat uptrend, MA berfungsi sebagai support. Sebaliknya pada saat downtrend, MA berfungsi
sebagai resistance.
Oke, mungkin Anda sudah tidak sabar ingin segera mencicipi resep trading menggunakan MA ini.
Sabar… bahkan Utut Adianto juga belajar dasar-dasar catur dulu kok sebelum menjadi Grand
Master.

Baiklah, kita akan segera melangkah lebih jauh lagi.

Dalam pembelajaran mengenai MA ini, Anda hanya akan membahas dua jenis MA yang populer saja,
yaitu:

1. Simple Moving Average (SMA)


2. Exponential Moving Average ( EMA)

Anda akan mempelajari dasar-dasarnya dulu, baru nanti Anda akan pelajari strateginya. Oke, ini
dia….

Simple Moving Average (SMA)

Simple Moving Average (SMA) ini merupakan MA yang paling sederhana. Ya, sesuai dengan
namanya: simple. Tapi jangan remehkan kemampuan si SMA yang sederhana ini, karena dengan
penggunaan yang tepat ia pun bisa menuntun Anda untuk mengenali pergerakan harga.

Jika Anda menggunakan SMA 50 di grafik 1 jam-an, maka SMA 50 yang Anda lihat adalah hasil dari
penjumlahan 50 harga penutupan terakhir, lalu hasil penjumlahan itu dibagi lagi dengan 50. Dari
perhitungan itulah Anda bisa memperoleh nilai rata-rata dari harga penutupan dalam 50 jam terakhir.
Sudah dapat gambarannya kan? Oke, kita lanjutkan.

Seperti yang pernah disampaikan, pada prakteknya Anda tidak perlu susah-susah lagi menghitung
SMA ini, platform trading yang Anda gunakan sudah menyediakan alatnya. Lho, lalu mengapa repot-
repot mempelajari perhitungannya? Tujuannya hanya agar Anda memiliki gambaan mengenai apa
sebenarnya SMA ini. Juga agar Anda memiliki dasar jika nanti Anda ingin memodifikasi SMA ini
sesuai dengan strategi Anda nantinya.

Seperti yang telah disampaikan di awal tadi: MA “memperhalus” pergerakan harga. Semakin besar
periode yang digunakan maka semakin “halus” pula MA yang dihasilkan. Semakin halus MA yang
dihasilkan maka akan semakin lambat ia bereaksi terhadap pergerakan harga.

Mari kita lihat perbandingan antara SMA 20 dengan SMA 50 berikut ini.
MA Sample
Nah, kelihatan kan? SMA 20 yang berwarna biru memiliki liukan-liukan yang lebih agresif dibandingkan
dengan SMA 50 yang berwarna merah. Ini menunjukkan bahwa SMA 20 yang memiliki periode lebih pendek
lebih cepat bereaksi terhadap pergerakan harga, sedangkan SMA 50 cenderung lebih lambat daripada SMA 20.
SMA 50 terlihat lebih “kalem”, tidak se-“liar” SMA 20.

Dengan mengamati kedua SMA di atas Anda bisa melihat bahwa pasar tengah dalam keadaan
trending. Kedua SMA yang Anda lihat pada grafik di atas menggambarkan arah tren secara umum,
yaitu downtrend.

Pada topik yang lebih lanjut Anda akan mempelajari strategi penggunaan SMA ini, kelemahannya
serta cara mengantisipasi kelemahan SMA tersebut.

Exponential Moving Average (EMA)

Perhitungan EMA tidaklah sesederhana SMA. EMA memberikan bobot yang lebih dalam perhitungan
harga rata-rata dalam rentang waktu tertentu. Efeknya adalah EMA cenderung lebih sensitif terhadap
pergerakan harga , sehingga EMA bergerak sedikit lebih agresif daripada SMA.
Gambar di atas memperlihatkan SMA dan EMA yang diplot pada grafik yang sama. Periode yang
digunakan juga sama-sama 50 namun metode perhitungannya berbeda. MA yang berwarna biru
adalah EMA, sedangkan MA yang berwarna merah adalah SMA. Anda bisa melihat bahwa EMA 50
selalu lebih dekat kepada SMA 50. Ini artinya EMA lebih merepresentasikan pergerakan harga (price
action) daripada SMA. Dengan kata lain, EMA lebih menggambarkan apa yang terjadi di pasar saat
ini.

SMA atau EMA?

Mungkin sekarang Anda akan berteriak, “Jadi yang mana yang harus saya pakai? SMA atau EMA?”
Hehe… jangan bingung ya. EMA maupun SMA memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Kita
bahas satu per satu.

Kalau Anda adalah trader yang agresif dan ingin menggunakan MA yang bereaksi cepat terhadap
pergerakan harga, maka EMA merupakan pilihan yang tepat. EMA bisa membantu Anda menangkap
peluang lebih cepat dibandingkan SMA. Dengan demikian profit yang bisa Anda dapatkan tentunya
akan lebih besar pula. Namun kekurangannya adalah Anda bisa saja terjebak oleh fake signal (sinyal
palsu) yang diberikan oleh EMA.

Nah, SMA sendiri adalah kebalikan dari EMA. SMA bereaksi lebih lamban pada pergerakan harga
daripada EMA. Dengan demikian, peluang yang diberikan pun akan lebih lambat muncul. Artinya,
profit yang dihasilkan pun akan lebih kecil. Namun kemungkinan terjebak oleh fake signal lebih kecil.
Jadi pilih yang mana? Terserah Anda. Ya, benar-benar terserah Anda. Anda sudah tahu kekurangan
dan kelebihan masing-masing MA. Pilih yang sesuai dengan karakter Anda.

Penggunaan Moving Average ( lihat Juga video ” Strategi Forex – Trik Jitu Memanfaatkan Moving
Average dan Stochastic” )

Ingat selalu kalimat ini:

“JIKA HARGA SECARA UMUM BERGERAK DI ATAS MA, MAKA TREN YANG BERLANGSUNG
ADALAH UPTREND. SEBALIKNYA JIKA HARGA SECARA UMUM BERGERAK DI BAWAH MA,
MAKA TREN YANG BERLANGSUNG ADALAH DOWNTREND.”
Mudah kan? Inilah prinsip dasar penggunaan MA. Dengan demikian, berhati-hatilah jika harga
bergerak menembus MA (terjadi breakout), karena hal tersebut merupakan indikasi awal (bukan
kepastian) bahwa tren akan berubah arah.

Ingat juga bahwa pada saat uptrend strategi yang terbaik adalah Buy. Sebaliknya, pada saat
downtrend strategi yang terbaik adalah Sell.

Pada saat uptrend, MA bisa Anda pergunakan sebagai area referensi untuk buy. Sebaliknya, pada
saat downtrend, MA bisa Anda pergunakan sebagai area referensi untuk melakukan sell. Strategi
yang biasanya diterapkan adalah bounce trading.

Mari kita cermati gambar berikut ini:


MA Buy Strategy

Dalam gambar di atas terlihat indikator SMA 50 yang diplot pada grafik 1 jam-an. Terlihat bahwa
harga terkoreksi dan mendekati SMA 50 dan memantul. Dengan demikian Anda memperoleh
konfirmasi bahwa terjadi pantulan. Level stop loss yang terlihat di gambar adalah exit point
berdasarkan support yang terdekat. Level target yang diambil adalah resistance yang terdekat. Perlu
diingat bahwa jika Anda akan melakukan buy menggunakan MA, maka pastikan bahwa garis MA
sedang menanjak (naik).

Kita lihat apa yang terjadi kemudian.


Ternyata bounce yang terjadi valid dan target Anda tercapai.

Pada strategi sell, yang dilakukan sebenarnya hanya kebalikan dari strategi buy. Ketika harga
mengalami pullback ke area MA, yang Anda lakukan adalah menunggu konfirmasi bounce untuk
melakukan sell. Perhatikan gambar di bawah ini.
MA Sell Strategy

Contoh di atas juga mempergunakan SMA 50. Yang pertama kali harus Anda perhatikan adalah
apakah garis SMA tersebut sedang turun. Ketika harga mengalami pullback ke area SMA, pastikan
bahwa kemiringannya SMA tetap ke bawah (turun). Dalam gambar di atas, kita melihat bahwa harga
persis menyentuh garis SMA. Memang ada false break, namun segera harga bergerak turun dan
bergerak di bawah SMA. Keadaan ini menggambarkan bahwa tekanan bearish lebih besar daripada
bullish. Pada saat ini Anda boleh langsung mengambil posisi sell dengan target di support terdekat
dan stop loss di resistance terdekat.

Apa yang terjadi selanjutnya?


Ya… ya… sederhana memang, tapi ingat: tidak selamanya skenarionya seperti ini. Terkadang bounce
yang terjadi gagal dan harga malah berbalik dan menembus MA dengan sadisnya. Itulah sebabnya Anda
perlu menempatkan stop loss. Nantinya, dengan strategi ditambah manajemen resiko yang baik (akan
dipelajari nanti pada level yang lebih tinggi), strategi yang sederhana pun bisa menghasilkan profit
yang konsisten.
Nah, ada pengembangan dari penggunaan MA sebagai entry point. Salah satu pengembangan yang
populer adalah mengkombinasikan dua buah MA di dalam satu grafik. Kombinasi yang cukup populer
adalah kombinasi SMA 20 dan SMA 50. Strategi ini kita sebut sebagai “double MA”.
Double MA Strategy

Idenya adalah memanfaatkan celah yang merupakan area di antara dua MA (apakah nanti Anda
akan menggunakan SMA ataupun SMA, sama saja. Hanya saja dalam contoh ini kami menggunakan
SMA). Dari gambar di atas Anda bisa melihat bahwa sell dilakukan ketika harga masuk ke dalam area
yang dimaksud.

Kalau Anda akan melakukan transaksi dengan strategi double MA maka minimal dua kondisi berikut
harus terpenuhi:

1. Kedua MA harus memiliki arah kemiringan yang sama. Jika akan BUY, maka kemiringan kedua MA
harus ke atas (naik). Sebaliknya, jika akan SELL, maka kemiringan kedua MA harus ke bawah (turun).
2. Harga sudah berada di dalam celah yang merupakan area di antara dua MA.

Contoh di bawah ini adalah menggunakan strategi double MA untuk melakukan Buy.
Double MA Buy Strategy

Oke, Anda sudah tahu bahwa celah MA tersebut bisa Anda manfaatkan untuk entry. Pertanyaannya
kemudian adalah: kapan persisnya Anda bisa buy atau sell?

Untuk sementara, Anda gunakan saja dulu area tersebut. Jadi ketika harga masuk dan candlestick
ditutup di area tersebut, maka pada saat itulah Anda melakukan transaksi. Nantinya, akan ada alat
bantu tambahan yang bisa membantu Anda untuk menentukan timing kapan harus melakukan aksi.
Itu akan dipelajari di tingkat yang lebih lanjut. Stay tune!
Double MA Crossover
Perpotongan antara dua MA bisa Anda jadikan sinyal atau indikasi awal bahwa tren akan berubah
arah. Hal tersebut juga bisa Anda pergunakan sebagai sinyal untuk entry.
Double MA Crossover Sell

Gambar di atas memperlihatkan SMA yang diplot di grafik 1 jam-an untuk currency pair GBP/USD.
Pergerakan dari tanggal 27 Mei 2011 hingga lebih kurang 31 Mei 2011 adalah naik. Sekitar tanggal 1
Juni 2011, terjadi crossover (perpotongan) antara SMA 20 dan SMA 50. Setelah terjadi pullback
sedikit, terlihat GBP/USD meluncur turun mulai tanggal 1 Juni 2011 hingga 2 Juni 2011.

Jika Anda melakukan sell ketika kedua SMA itu berpotongan, maka pada tanggal 2 Juni Anda sudah
memperoleh setidaknya 100 pips. Yummy!

Kalau buy bagaimana? Sederhana saja, perpotongan dari bawah ke atas merupakan sinyalnya.
Double MA Crossover Buy

Perpotongan dua MA tersebut juga bisa Anda manfaatkan sebagai exit point jika Anda seandainya
telah melakukan Buy berdasarkan strategi double MA sebelumnya. Jadi, selain sebagai entry point,
perpotongan dua MA juga bisa digunakan sebagai exit point.

COMMODITY CHANNEL INDEX


Commodity Channel Index (CCI) adalah indikator teknikal yang dikembangkan oleh Donald Lambert.
Awalnya indikator ini memang dikembangkan untuk menganalisis pergerakan komoditi, namun
ternyata berkembang menjadi salah satu indikator yang populer dan banyak digunakan para trader
untuk menganalisis pergerakan indeks saham maupun mata uang.

Kali ini kita akan membahas penggunaan CCI sebagai alat bantu dalam melakukan analisis teknikal.
Diharapkan, indikator ini akan meningkatkan kemampuan Anda dalam trading.
Commodity Channel Index

Gambar di atas memperlihatkan indikator CCI yang diplot pada grafik. CCI memiliki tiga komponen,
yaitu:

 Garis CCI
 Area overbought (jenuh beli)
 Area oversold (jenuh jual)

Sederhananya, ketika garis CCI mengarah ke atas, itu artinya pasar sedang dalam keadaan bullish
(harga sedang naik). Sebaliknya, ketika garis CCI mengarah ke bawah artinya pasar sedang dalam
keadaan bearish (harga sedang turun). Semakin curam kemiringan garis CCI menunjukkan bahwa
tekanan bullish atau bearishnya semakin kuat.

Kemudian ada area overbought dan area oversold. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
overbought artinya adalah jenuh beli. Ketika CCI masuk ke area overbought maka diperkirakan harga
sudah terlalu tinggi sehingga ada kemungkinan harga akan mengalami penurunan. Pada CCI, area
overbought ini berada di atas level 100.

Sebaliknya, oversold artinya adalah jenuh jual. Jadi ketika CCI masuk ke area oversold maka
diperkirakan harga pada saat itu sudah cukup rendah sehingga ada kemungkinan harga akan naik.
Pada CCI, area oversold ini berada di bawah level -100.
Dalam contoh di atas, grafik AUD/USD terlihat bullish, namun CCI terlihat mulai bergerak turun di
area overbought. Ini merupakan salah satu indikasi bahwa tekanan bullish mulai berkurang. Dengan
demikian, ada kemungkinan harga akan mengalami koreksi turun.

CCI juga bisa Anda manfaatkan sebagai konfirmasi sinyal buy dan sell. Caranya cukup
sederhana. Sinyal sell adalah ketika garis CCI turun dari area overbought dan turun ke bawah level
100. Sebaliknya, sinyal buy adalah ketika garis CCI naik dari area oversold dan naik ke atas level -100.
Namun perlu diingat bahwa sinyal yang valid adalah sinyal yang searah dengan tren. Ini berarti sinyal
sell biasanya valid jika muncul pada saat downtrend dan sinyal buy biasanya valid jika muncul pada saat
uptrend. Memang kadang kalah sinyal yang berlawanan dengan arah tren juga bisa dimanfaatkan,
akan tetapi hasilnya biasanya tidak semaksimal sinyal yang searah dengan tren.
CCI sell signal
CCI buy signal

Jadi, tetap saja Anda harus mencermati dulu tren yang tengah berlangsung di pasar. Yang pertama
kali harus Anda amat adalah price action-nya dulu (yang terlihat dari grafik), baru kemudian
indikatornya. Ingatlah selalu bahwa indikator hanya bersifat membantu Anda untuk menemukan
momen yang tepat.

Menemukan Divergence

Selain memberikan informasi oversold dan overbought, CCI juga bisa Anda pergunakan untuk
menemukan divergence. Divergence biasanya diikuti oleh koreksi harga.

Ada dua jenis divergence, yaitu bearish divergence dan bullish divergence.

Bearish divergence terjadi pada saat uptrend. Ketika bearish divergence ini terkonfirmasi maka
cenderung akan terjadi koreksi turun.
CCI bearish divergence

Konfirmasi bearish divergence yang paling mudah adalah ketika garis CCI turun melewati garis level
0.00. Pola atau formasi candlestick juga bisa dipergunakan sebagai konfirmasi (akan dipelajari pada
level yang lebih lanjut). Namun perlu diingat bahwa bearish divergence biasanya cenderung hanya
akan diikuti oleh koreksi turun saja, sehingga target pergerakannya pun tidak akan jauh. Dalam hal
ini, trend line atau support terdekat bisa Anda pergunakan sebagai target pergerakan terjauhnya.
CCI bullish divergence

Konfirmasi bullish divergence adalah ketika garis CCI naik dan melewati garis level 0.00. Seperti
halnya bearish divergence, bullish divergence pun biasanya hanya diikuti oleh koreksi naik (meskipun
tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada pergerakan yang lebih panjang). Oleh sebab itu,
bijaksanalah dalam memanfaatkan divergence

STOCHASTIC OSCILLATOR

Stochastic oscillator (lebih sering disebut sebagai stochastic saja) merupakan salah satu indikator
yang juga bisa membantu Anda untuk menemukan momentum yang baik untuk menentukan entry
point. Indikator ini pertama kali dikembangkan oleh seorang dokter yang juga adalah trader saham
dan analis teknikal yang bernama George Lane di tahun 1950-an.

Stochastic juga merupakan salah satu indikator yang populer di kalangan para trader karena mudah
dimengerti dan digunakan. Di samping itu, dengan metode yang baik, indikator ini juga bisa
menghasilkan profit dengan konsistensi yang cukup baik. Itulah sebabnya indikator ini masih populer
hingga saat ini.
Indikator ini memiliki dua garis: yaitu garis %K dan garis %D. Demi kemudahan untuk
membedakannya, biasanya keduanya diberi warna yang berbeda. Warna yang biasa digunakan
adalah warna biru muda untuk %K dan warna merah untuk %D. Selain itu, %D juga biasanya
ditampilkan sebagai garis putus-putus. Tentu saja warna-warna itu nantinya bisa Anda ganti sesuai
selera, yang penting nanti Anda bisa membedakan mana yang %K dan mana yang %D.
Stochastic

Komponen lain adalah area overbought dan oversold. Pada stochastic, area overbought ini berlokasi
di atas level 80, sedangkan area oversold berlokasi di bawah level 20.

Di awal telah dikatakan bahwa stochastic bisa membantu Anda menemukan momen entry yang baik.
Yang menjadi sinyal adalah crossover (persilangan/perpotongan) antara garis %K dan %D. Sinyal
sell yang baik sering muncul ketika stochastic telah berada di area overbought. Sebaliknya, sinyal buy
yang baik seringkali muncul ketika stochastic telah berada di area oversold.
Stochastic signal

Stochastic biasanya bekerja dengan baik pada saat market berada dalam keadaan sideway. Oleh
karena itu, Anda harus berhati-hati menerjemahkan sinyal buy ataupun sell dari stochastic pada saat
market trending.

Kalau begitu, stochastic tak berguna ketika market trending dong?

Tidak sepenuhnya demikian, sebab masih ada cara mempergunakan stochastic meskipun market
sedang trending.

Ketika market sedang trending, Anda masih bisa menggunakan stochatic sebagai referensi.
Syaratnya: sinyal yang muncul harus searah dengan tren yang sedang berlangsung. Jadi pada saat
downtrend, yang dicari adalah sinyal sell. Sebaliknya pada saat uptrend, yang Anda cari adalah sinyal
buy.
Stochastic signal buy
Stochastic signal sell

Nah, petuah bijaknya adalah: buy-lah engkau pada saat uptrend dan sell-lah engkau pada saat
downtrend.

Menemukan divergence dengan stochastic

Selain memberikan informasi overbought dan oversold, stochastic juga bisa dimanfaatkan untuk
mencari bullish divergence dan bearish divergence. Caranya mirip dengan mencari pola divergence
pada CCI.
Stochastic bullish divergence

Di atas adalah contoh bullish divergence yang diperoleh dengan menggunakan stochastic pada grafik
AUD/USD. Bullish divergence akan memperoleh konfirmasi ketika stochastic naik melampaui level
50.
Stochastic bearish divergence

Di atas ini adalah contoh bearish divergence yang terlihat pada grafik AUD/USD dengan
menggunakan stochastic. Konfirmasi bearish divergence adalah ketika stochastic turun melewati level
50.

Bagaimana, cukup sederhana kan? Yang perlu Anda lakukan sekarang adalah memperbanyak
latihan dengan mengamati stochastic.

RELATIVE STRENGTH INDEX (RSI)

Relative Strength Index (selanjutnya akan kita sebut sebagai RSI), memiliki kemiripan dengan stochastic dalam
hal membantu untuk mengenali kondisi overbought dan oversold. Indikator ini dikembangkan oleh J. Welles
Wilder, Jr dan diperkenalkan pada tahun 1978. Wilder junior sendiri adalah seorang insinyur mesin yang lebih
dikenal sebagai seorang analis teknikal yang melahirkan beberapa indikator teknikal yang terkenal selain RSI.

RSI memiliki nilai dari 0 (nol) hingga 100 (seratus). RSI bisa membantu Anda untuk memperkirakan
keadaan overbought dan oversold. Pasar dianggap overbought jika RSI berada di bawah 30 dan
dianggap overbought bila RSI berada di atas 70.
RSI

Pada umumnya RSI digunakan untuk mencari sinyal buy dan sell, seperti halnya indikator yang lain.
Sinyal sell dicari ketika RSI sudah memasuki area overbought, sebaliknya sinyal buy dicari ketika RSI
sudah memasuki area oversold.

Konfirmasi sinyal sell adalah ketika RSI turun dari area overbought dan berada di bawah 70,
sedangkan konfirmasi buy adalah ketika RSI naik dari area oversold dan berada di atas 30.
RSI SIGNAL

RSI tidak seagresif stochastic. RSI termasuk indikator yang jarang memunculkan sinyal buy atau sell.
Oleh sebab itu RSI mungkin tidak cocok bagi trader yang agresif, yaitu trader yang ingin melakukan
transaksi sebanyak dan sesering mungkin.

Namun karena RSI jarang memunculkan sinyal, biasanya kemunculan sinyal diikuti oleh pergerakan
yang cukup panjang. Oleh karena itulah RSI cocok bagi trader yang cenderung kalem, yang sangat
sabar menanti sinyal RSI untuk melakukan transaksi.

Ada beberapa tips yang bisa Anda gunakan dalam menggunakan RSI untuk mengantisipasi
munculnya fake signal. Kita sebut saja sebagai “jurus enam langkah RSI”.
Aturan untuk buy:
1. RSI harus berada di area oversold (di bawah 30).
2. Tunggu sampai RSI lepas dari area oversold (naik ke atas 30).
3. Sebagai penguat, pastikan ada candlestick bullish ketika RSI lepas dari area oversold.
4. Tunggu sampai candlestick tersebut selesai (close).
5. Entry (buy) pada pembukaan candlestick berikutnya.
6. Tempatkan stop loss sedikit di bawah swing low yang terakhir.

Ilustrasi langkah-langkah di atas adalah sebagai berikut:

Langkah 1 – 3:
Langkah 4 – 6:
Dan kejadian selanjutnya ternyata:
Tips: jangan tempatkan stop loss persis di swing low terakhir. Sebagai antisipasi, jauhkan sedikit di bawah
swing low tersebut.

Seiring pengalaman dan banyaknya latihan, Anda nanti akan lebih mengenal karakteristik pasar
sehingga bisa memperkirakan di mana sebaiknya stop loss Anda tempatkan.

Aturan untuk sell:


1. RSI harus berada di area overbought (di atas 70).
2. Tunggu sampai RSI lepas dari area overbought (turun ke bawah 70).
3. Sebagai penguat, pastikan ada candlestick bearish ketika RSI lepas dari area overbought.
4. Tunggu sampai candlestick tersebut selesai (close).
5. Entry (sell) pada pembukaan candelstick berikutnya.
6. Tempatkan stop loss sedikit di atas swing high yang terakhir.

Praktek dari jurus-jurus di atas adalah sebagai berikut:

Langkah 1 – 3:
Langkah 4 – 6:
Dan… voila!
Divergence dengan RSI, why not?

RSI juga bisa mengenali saat terjadi divergence. Caranya sama dengan mengenali divergence pada
indikator lain semisal stochatic dan CCI.

Contoh bullish divergence dengan menggunakan RSI:


RSI bullish divergence

Yang berikut ini adalah contoh bearish divergence dengan RSI:


RSI bearish divergence

Baiklah, demikian pembahasan kita mengenai RSI. Berlatihlah terus, agar kepekaan Anda semakin
terasah!

MOVING AVERAGE CONVERGENCE DIVERGENCE (MACD)

Pada akhir tahun 1970-an, ada seorang dokter di Amerika Serikat yang juga aktif di perdagangan
saham mengembangkan sebuah indikator teknikal yang bernama Moving Average Convergence
Divergence (MACD). Ia adalah Prof. Gerald Appel.

MACD merupakan salah satu indikator teknikal yang bisa membantu Anda untuk mengidentifikasi
perubahan arah. Selain itu, MACD bisa memberikan informasi apakah tren yang berlangsung cukup
kuat atau tidak.

Dari namanya mungkin Anda sudah bisa menebak bahwa dasar yang digunakan MACD adalah
Moving Average. Benar sekali. Tapi kita tidak akan membahas dasar teori dan perhitungannya.
Dalam chapter ini kita akan membahas cara membaca MACD untuk menemukan peluang, karena
itulah tujuan kita mempelajari analisis teknikal: mencari uang dari pasar finansial. Ya kan?
MACD

MACD standar yang merupakan bawaan dari platform Metatrader memiliki komponen-komponen
sebagai berikut:

1. Zero Line
2. Histogram, yang berupa garis-garis vertikal
3. MACD Signal Line, yang biasanya ditampilkan sebagai garis merah putus-putus.

Histogram merupakan indikator apakah tren yang terjadi cukup kuat atau tidak. Jika histogram
semakin panjang, itu artinya momentum bertambah besar (tren turun bertambah kuat). Tetapi jika
histogram semakin pendek, itu merupakan indikasi bahwa momentumnya semakin berkurang. Hal
tersebut biasanya akan diikuti oleh koreksi.

MACD juga bisa dimanfaatkan untuk mencari entry signal. Caranya adalah dengan memperhatikan
histogram dan MACD signal line. Ketika MACD signal line “melepaskan diri” dari histogram, itulah
yang menjadi sinyalnya.

Sinyal buy adalah ketika MACD signal line lepas dari histogram di bawah zero line, sedangkan sinyal
sell adalah ketika MACD signal line lepas dari histogram di atas zero line.
MACD Signal

MACD ini memiliki kelemahan. Pengaturan standar dari MACD seringkali memunculkan fake signal.
Untuk itu Anda harus lebih berhati-hati menggunakan MACD ini dan disarankan untuk dipakai di time
frame yang agak panjang, misalnya grafik 4 jam-an atau grafik harian.

Menemukan Divergence

Bagaimana cara menemukan divergence dengan menggunakan MACD?

Pada dasarnya, caranya sama dengan mengenali divergence pada indikator lain seperti stochastic,
CCI, atau RSI.

Pada MACD, yang Anda perhatikan adalah puncak-puncak dan lembah-lembah histogram.

Bullish divergence adalah ketika lembah grafik makin rendah namun lembah histogram makin tinggi.
Pada saat tersebut histogram berada di bawah zero level. Konfirmasi dari bullish divergence adalah
ketika histogram naik ke atas zero level. Gambar di bawah ini adalah salah satu contoh kejadian
bullish divergence pada MACD.
MACD bullish divergence

Bearish divergence adalah ketika puncak grafik makin tinggi namun puncak histogram makin rendah.
Pada saat tersebut histogram berada di atas zero level. Konfirmasi dari bearish divergence adalah
ketika histogram turun ke bawah zero level. Di bawah ini adalah contoh bearish divergence yang
terlihat pada MACD.
MACD bearish divergence

CANDLESTICK PATTERN

Anda telah mengenal candlestick chart sebagai salah satu jenis chart yang populer di kalangan para
trader. Konon, chart jenis ini pertama kali digunakan di Jepang sekitar abad ke-17 untuk
memperhitungkan pergerakan harga beras. Munehisa Homma adalah seorang pedagang beras pada
masa itu yang dianggap sebagai pelopor metode tersebut. Menurut Steve Nison, metode tersebut
kemungkinan dimulai setelah tahun 1850-an. Steve Nison sendiri adalah salah seorang yang
diketahui mempopulerkan metode analisis menggunakan pola candlestick (candlestick pattern) ke
“dunia barat” melalui bukunya “Japanese Candlestick Charting Techniques”.

Teknik analisis dengan menggunakan candlestick pattern sebenarnya “mengubah” candlestick


menjadi semacam “indikator”. Dengan mengenali pola-pola tertentu, Anda bisa memperkirakan ke
mana harga akan bergerak selanjutnya.

Perlu diingat bahwa pola candlestick biasanya hanya diikuti oleh koreksi jangka pendek saja. Pola-
pola tersebut berguna bagi para trader yang ingin memanfaatkan peluang koreksi. Meskipun
demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa pola candlestick bisa diikuti oleh reversal (pembalikan
arah) untuk jangka waktu yang lebih panjang.

Pada chapter ini, Anda akan mempelajari beberapa pola candlestick yang mudah-mudahan nantinya
akan bisa Anda manfaatkan dalam trading.

SINGLE CANDLESTICK PATTERN (POLA DASAR)


Kita mulai dari pola dasar candlestick dulu. Pola-pola dasar yang akan kita bahas adalah marubozu,
long candle, spinning tops, doji, hammer/hanging man dan inverted hammer/shooting star.
a. Marubozu
Marubozu adalah candlestick yang tidak memiliki shadow. Kalaupun ada, shadownya sangat-sangat
pendek sehingga sepintas lalu tidak terlihat. Sebaliknya, body marubozu ini relatif panjang.
Kemunculan marubozu menandakan bahwa tekanan bearish atau bullish sangat besar pada periode
waktu tersebut.
Ada dua jenis marubozu, yaitu bullish marubozu dan bearish marubozu. Bullish marubozu adalah
marubozu yang berupa candlestick bullish panjang dan tidak memiliki shadow. Sebaliknya, bearish
marubozu adalah candlestick bearish panjang yang tidak memiliki shadow.
Sekedar mengingatkan, pada umumnya bullish candlestick direpresentasikan dengan warna putih
(kosong) sedangan bearish candlestick direpresentasikan dengan warna hitam. Oleh karena
itu bullish marubozu juga sering disebut sebagai white marubozu, sedangkan bearish marubozu disebut
sebagai black marubozu.
Marubozu
Tadi sudah dikatakan bahwa kemunculan marubozu berarti menandakan bahwa tekanan bearish atau bullish
yang kuat. Dengan demikian, kemunculan bullish marubozu menjadi pertanda bahwa pada saat itu tekanan
bullish sangat kuat. Sebaliknya, kemunculan bearish marubozu menandakan bahwa pada saat itu tekanan bearish
sangat kuat. Oleh karena itu Anda perlu berhati-hati jika pola ini muncul.
b. Long Candle
Long candle adalah candlestick yang relatif panjang. Patokan utamanya adalah panjang body-nya.
Ada dua jenis long candle: long bullish candle dan tentu saja long bearish candle. Bedanya dengan
marubozu, long candle masih memiliki shadow yang terlihat dengan jelas.
Long candle
c. Spinning Tops
Spinning tops adalah candlestick yang memiliki upper shadow dan lower shadow yang panjang namun
memiliki body yang kecil. Warna body dari spinning tops ini tidak terlalu penting, karena kemunculan
pola seperti ini mencerminkan “keragu-raguan pasar”, apakah mau bullish atau bearish.
Body yang kecil itu menggambarkan bahwa sebenarnya kekuatan bullish dan bearish sama
besarnya. Itulah yang dimaksud dengan “keragu-raguan pasar”.

Bila spinning tops ini muncul di ujung sebuah uptrend, maka ada kemungkinan pasar akan berbaik
arah menjadi downtrend. Begitu pula jika spinning tops ini muncul di ujung downtrend, maka ada
kemungkinan akan terjadi pembalikan arah menjadi uptrend.
Namun demikian, spinning tops membutuhkan konfirmasi dari candlestick berikutnya agar Anda bisa
memperkirakan arah pergerakan selanjutnya.

Pada dasarnya spinning tops adalah pola netral. Meskipun spinning tops muncul di ujung uptrend,
tidak serta-merta pembalikan arah akan terjadi. Peluang balik arah akan semakin besar jika spinning
tops yang muncul di ujung uptrend diikuti oleh candlestick bearish yang cukup panjang. Demikian
pula halnya dengan spinning tops yang muncul di ujung downtrend, membutuhkan bullish candlestick
sebagai konfirmasi.

d. Doji
Doji juga merupakan pola netral. Dibutuhkan konfirmasi candlestick berikutnya agar Anda bisa
memperkirakan arah pasar selanjutnya. Bentuk doji ini mirip dengan spinning tops, hanya saja ia
tidak memiliki body karena harga open sama dengan harga close-nya. Atau, body-nya sangatlah kecil
sehingga sepintas sulit terlihat dan hanya terlihat sebagai garis yang tipis.

Sama seperti spinning tops, doji juga menggambarkan pertarungan yang seimbang antara bull
dengan bear.

Ada empat jenis doji, yaitu long-legged doji, dragonfly doji, gravestone doji dan four price doji.
Doji
Long-legged doji mudah dikenali dari shadow-nya yang panjang. Yang jelas, kedua shadow dapat
dilihat dengan jelas dan memiliki panjang yang hampir sama, atau paling tidak perbedaan panjangnya
tidak terlalu jauh.
Dragonfly doji memiliki harga open, close dan high yang sama atau hampir sama. Bentuknya seperti
huruf “T”. Namun ada kalanya letak “body” agak sedikit ke bawah sehingga dragonfly doji ini memiliki
bentu seperti salib. Istilah dragonfly ini diambil karena doji ini memiliki bentuk mirip seperti capung.
Gravestone doji memiliki harga open, close dan low yang sama atau hampir sama. Doji ini diberi nama
gravestone karena bentuknya yang mirip batu nisan. Ada kalanya juga posisi “body” agak sedikit ke
atas sehingga bentuknya menyerupai salib terbalik.
Four price doji merupakan doji yang memiliki harga open, close, high dan low yang sama.
Kemunculan doji biasanya menunjukkan bahwa tekanan bullish atau bearish mulai berkurang. Jadi
jika doji muncul pada saat uptrend, itu merupakan pertanda bahwa tekanan bullish menurun,
sebaliknya jika doji muncul pada saat downtrend artinya tekanan bearish mulai berkurang. Namun
sekali lagi, diperlukan konfirmasi dari candlestick berikutnya untuk action. Ingat selalu bahwa doji
adalah pola netral.
e. Hammer & Hanging Man
Hammer dan hanging man sebenarnya adalah “saudara kembar”. Keduanya memiliki bentuk yang
sama: sama-sama memiliki body yang mungil dan lower shadow yang panjang. Upper shadow nyaris
tidak terlihat, bahkan hammer/hanging man yang sempurna sama sekali tidak memiliki upper shadow.
Hammer & hanging man

Hammer/hanging man yang bagus memiliki lower shadow yang panjanganya minimal 1,5 (satu
setengah) kali panjang body-nya. Beberapa referensi yang lain menyebutkan lower shadow paling
tidak dua hingga tiga kali lebih panjang daripada body-nya.
Yang membedakan hammer dan hanging man adalah lokasinya. Hammer selalu berlokasi di lembah,
sementara hanging man selalu berada di puncak.
Kemunculan hammer merupakan isyarat atau sinyal bullish, sedangkan kemunculan hanging man
merupakan sinyal bearish. Namun munculnya hammer atau hanging man tidak lantas merupakan
sinyal yang kuat. Hammer akan menjadi sinyal bullish yang kuat jika didukung oleh kemunculan
bullish candle setelahnya. Hanging man pun akan menjadi sinyal bearish yang lebih kuat jika
didukung oleh kemunculan bearish candle setelahnya.

Dalam prakteknya, pola candlestick seringkali digabungkan dengan indikator dan tool analisis yang
lain, seperti stochastic atau Fibonacci retracement.

f. Inverted Hammer & Shooting Star


Inverted hammer dan shooting star juga adalah saudara kembar. Bentuk mereka mirip dengan hammer
dan hanging man yang terbalik. Keduanya memiliki body yang juga imut dan upper shadow yang
biasanya memiliki panjang sekitar 1,5 (satu setengah) hingga tiga kali panjang body-nya. Lower
shadow nyaris tidak terlihat, bahkan bentuk yang sempurna tidak memiliki lower shadow sama sekali.
Inverted hammer & shooting star

Disebut inverted hammer jika letaknya berada di lembah, sedangkan jika terlihat di puncak maka
disebut sebagai shooting star.
Inverted hammer merupakan sinyal bullish dan membutuhkan konfirmasi candlestick bullish yang
muncul setelahnya. Sedangkan shooting star merupakan sinyal bearish yang juga membutuhkan
konfirmasi candlestick bearish yang muncul setelahnya.
DUAL CANDLESTICK PATTERN
Setelah Anda mempelajari pola dasar yang merupakan single candlestick pattern, sekarang Anda akan
naik setingkat untuk mempelajari dual candlestick pattern. Pola yang akan Anda pelajari
adalah engulfing, dark cloud cover, piercing line dan tweezer.
a. Engulfing pattern
Ada dua jenis engulfing pattern, yaitu bullish engulfing dan bearish engulfing. Berdasarkan namanya
Anda tentu sudah bisa menebak implikasi apa yang ditimbulkan oleh kedua pola tersebut.
Engulfing
Gambar di atas memperlihatkan bullish engulfing dan bearish engulfing. Kalau Anda lihat, suatu pola
engulfing bisa dikenali ketika adda candlestick yang panjangnya melebihi candlestick sebelumnya.
Tapi tidak cukup hanya “lebih panjang”. Candlestick yang lebih panjang tersebut harus terlihat seolah-
olah “meliputi” candlestick sebelumnya.

Pola bullish engulfing merupakan pola yang mengindikasikan adanya potensi bullish. Pada gambar di
atas terlihat bahwa bullish candlestick yang muncul lebih panjang daripada bearish candlestick
sebelumnya. Harga low dari bullish candlestick tersebut tidak perlu lebih rendah daripada harga low
bearish candlestick sebelumnya, namun harga high-nya harus lebih tinggi daripada harga high
candlestick sebelumnya. Harga close dari bullish candlestick tersebut juga sebaiknya lebih tinggi
daripada harga high candlestick sebelumnya, namun hal ini bukan merupakan suatu keharusan.

Bearish engulfing adalah kebalikan dari bullish engulfing. Pola ini mengindikasikan adanya potensi
bearish. Pola ini ditandai dengan kemunculan bearish candlestick yang lebih panjang daripada bullish
candlestick sebelumnya.

Agar lebih mudah, Anda hafalkan saja dengan menggunakan tanda lebih besar (>) dan lebih kecil (<)
seperti ini:

Bullish engulfing:

- Panjang Bullish candlestick > panjang bearish candlestick sebelumnya

- Harga high bullish candlestick > harga high bearish candlestick sebelumnya
- Harga close bullish candlestick > harga high bearish candlestick sebelumnya (bukan
keharusan)

Bearish engulfing:

- Panjang bearish candlestick > panjang bullish candlestick sebelumnya

- Harga low bearish candlestick < harga low bullish candlestick sebelumnya

- Harga close bearish candlestick < harga low bullish candlestick sebelumnya (bukan
keharusan)

b. Harami
Pola harami ini bisa dikatakan kebalikan dari pola engulfing. Bedanya, pada harami candlestick yang
muncul lebih kecil daripada candlestick sebelumnya.
Harami

Perhatikan bahwa bullish harami ditandai dengan kemunculan bullish candlestick yang lebih kecil
daripada candlestick sebelumnya yang merupakan candlestick bearish. Sedangkan bearish harami
ditandai dengan kemunculan bearish candlestick yang lebih kecil daripada candlestick sebelumnya.
Bullish harami merupakan pola bullish, sedangkan bearish harami merupakan pola bearish.

c. Dark Cloud Cover & Piercing Line


Dark cloud cover dan piercing line juga merupakan pola double candlestick yang cukup populer. Dark
cloud cover merupakan pola bearish, sebaliknya piercing line adalah pola bullish.
Piercing line & dark cloud cover
Piercing line terjadi di lembah dan merupakan pola bullish seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Pola ini terdiri dari sebuah candlestik bullish dan sebuah candlestick bearish. Suatu pola bisa disebut
sebagai piercing line jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Harga low candlestick bullish lebih rendah daripada harga low candlestick bearish sebelumnya.
 Harga close candlestick bullish lebih tinggi daripada harga close candlestick bearish sebelumnya.
 Panjang body candlestick bullish minimal setengahnya panjang body candlestick bearish sebelumnya.
Dark cloud cover terjadi di puncak dan merupakan pola bearish. Persyaratan pola ini adalah sebagai
berikut:
 Harga high candlestick bearish lebih tinggi daripada harga high candlestick bullish sebelumnya.
 Harga close candlestick bearish lebih rendah daripada harga close candlestick bullish sebelumnya.
 Panjang body candlestick bearish minimal setengahnya panjang body candlestick bullish sebelumnya.
d. Tweezer
Ada dua macam pola tweezer, yaitu tweezer top dan tweezer bottom. Pola ini merupakan pola yang
cukup jarang muncul. Kata tweezer bisa berarti “penjepit” jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Kono, nama ini diberikan karena bentuk pola ini mirip dengan penjepit.
Tweezer
Mudah saja mengenali pola ini. Tweezer bottom merupakan bentuk hammer yang berdampingan,
sedangkan tweezer top merupakan inverted hammer (shooting star, karena berada di atas) yang
berdampingan.
TRIPLE CANDLESTICK PATTERN
Pola candlestick yang juga populer adalah pola candlestick yang terdiri atas tiga buah candlestick.
Kita akan membahas pola triple candlestick yang populer saja.

a. Morning star & evening star


Kita mulai dari pola triple candlestick yang paling populer, yaitu morning star dan evening star. Pola-
pola ini populer karena kemunculannya biasanya diikuti oleh koreksi yang lebih panjang daripada
pola-pola yang lain.
Morning & evening star
Morning star merupakan indikasi bullish, sedangkan evening star memiliki indikasi bearish.
Morning star dapat Anda kenali memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Candlestick pertama merupakan candlestick bearish, yang mana adalah bagian dari sebuah downtrend.
2. Candlestick ke-dua adalah candlestick yang memiliki body yang lebih kecil, bisa merupakan
candlestick bullish ataupun bearish. Hal ini menunjukkan bahwa mulai ada “keragu-raguan” di pasar.
3. Candlestick ke-tiga adalah candlestick bullish yang lebih panjang daripada candlestick ke-dua.
Panjangnya tidak perlu sama dengan candlestick pertama, namun posisi harga close-nya harus melebihi
setengah dari body candlestick pertama. Inilah konfirmasi terbentuknya pola morning star.
Nah, kalau evening star merupakan kebalikan dari morning star tadi:
1. Candlestick pertama merupakan candlestick bullish, yang mana adalah bagian dari sebuah uptrend.
2. Candlestick ke-dua adalah candlestick yang memiliki body yang lebih kecil, bullish ataupun bearish
tidak penting.
3. Candlestick ke-tiga adalah candlestick bearish yang lebih panjang daripada candlestick ke-dua.
Panjangnya tidak perlu sama dengan candlestick pertama, namun posisi harga close-nya harus melebihi
setengah dari body candlestick pertama. Inilah konfirmasi terbentuknya pola evening star.
Ada kalanya candlestick yang ke-2 adalah sebuah doji. Nama polanya pun akan dimodifikasi
menjadi morning doji star atau evening doji star.
b. Three white soldiers & three black crows
Three white soldires & black crows
Pola three white soldires adalah tiga buah candlestick bullish yang muncul berurutan pada saat
downtrend, yang merupakan sinyal bullish. Pola ini merupakan salah satu pola yang dianggap sinyal
bullish yang kuat, terutama jika muncul pada saat downtrend memasuki fase konsolidasi. Fase
konsolidasi dalam sebuah tren sendiri adalah ketika harga cenderung bergerak sideways.
Candlestick yang pertama dalam pola ini tentunya adalah sebuah candlestick bullish. Candlestick ke-
2 haruslah juga sebuah candlestick bullish yang body-nya lebih panjang daripada candlestick
pertama. Selain itu, jarak antara harga close dan high candlestick yang ke-2 ini juga tidak boleh
terlalu jauh. Upper shadow-nya harus sangat pendek atau tidak ada sama sekali.

Pola ini akan lengkap dengan kemunculan candlestick ke-3 yang panjangnya paling tidak sama
dengan candlestick ke-2 atau lebih panjang. Shadow-nya juga harus sangat pendek atau tidak ada
sama sekali. Akan semakin baik jika candlestick yang ke-3 adalah sebuah white marubozu.
“Lawan” dari three white soldiers adalah three black crows. Pola tersebut adalah pola bearish, yang
merupakan kemunculan tiga candlestick bearish secara berurutan pada saat uptrend.

Candlestick yang pertama dalam pola ini adalah sebuah candlestick bearish. Candlestick ke-2
haruslah juga sebuah candlestick bearish yang body-nya lebih panjang daripada candlestick pertama.
Lower shadow-nya harus sangat pendek atau tidak ada sama sekali.

Konfirmasi pola ini adalah kemunculan candlestick ke-3 yang panjangnya paling tidak sama dengan
candlestick ke-2 atau lebih panjang. Shadow-nya juga harus sangat pendek atau tidak ada sama
sekali. Jika candlestick yang ke-3 adalah sebuah black marubozu, maka pola ini akan semakin bagus.

Nah, cukup di sini dulu pembahasan kita mengenai pola candlestick. Sebenarnya masih banyak pola
candlestick yang tidak dibahas di sini, karena kita hanya membahas pola yang sering muncul dan
populer saja. Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih banyak pola candlestick, Anda bisa
berkonsultasi dengan Tim Edukasi kami.
Mau Lihat Penggunaan Candlestick secara live? Nonton Videonya ” The Hidden Power of Candlestick

PRICE PATTERN

Pattern artinya pola. Dengan demikian, price pattern artinya lebih kurang adalah pola yang muncul dari
pergerakan harga. Inilah implementasi dari salah satu prinsip dasar analisis teknikal yang
berbunyi history repeats itself (sejarah selalu berulang). Ternyata, dari masa ke masa para trader
menyadari bahwa pergerakan harga membentuk pola-pola tertentu yang cenderung berulang.
Berdasarkan “pengalaman sejarah” itulah maka para trader di kemudian bisa memperkirakan
pergerakan harga selanjutnya ketika sebuah pola muncul.
Pada dasarnya ada dua jenis pattern, yaitu reversal pattern dan continuation pattern.
Reversal pattern adalah suatu pola yang mengisyaratkan akan adalanya “pembalikan” arah tren. Jika
pada saat uptrend atau downtrend kemudian pola ini muncul, maka diperkirakan harga akan bergerak
berlawanan dengan arah tren sebelumnya.
Continuation pattern merupakan pola yang memberikan indikasi bahwa harga akan cenderung
meneruskan pergerakan sesuai dengan tren sebelumnya. Misalnya, kalau pola ini muncul pada saat
uptrend maka setelah pola ini “terkonfirmasi” maka harga cenderung akan bergerak naik meneruskan
uptrend tersebut. Demikian pula jika pola ini muncul pada saat downtrend, maka harga pun akan
cenderung akan turun meneruskan downtrend tadi.
Kita akan memulai pembahasan kita dari reversal pattern terlebih dahulu.
Reversal pattern
a. Double top & double bottom
Anda akan memahami kata “top” sebagai “puncak” dan “bottom” sebagai “lembah”. Dengan
demikian, “double top” artinya adalah “dua puncak” sedangkan “double bottom” artinya adalah “dua
lembah”.

Pola double top dan double bottom memang terlihat seperti dua puncak dan dua lembah yang
berdampingan. Kedua pola ini cukup mudah dikenali dan juga memiliki akurasi yang cukup tinggi.
Double top

Gambar di atas adalah ilustrasi dari pola double top. Pola ini biasanya muncul di ujung uptrend dan
memiliki indikasi bearish. Perhatikan bahwa ada enam titik yang ditandai pada gambar tersebut. Anda
bisa mengatakan bahwa ada potensi akan terbentuk pola double top jika harga telah bergerak turun
dari titik (3). Ingat, baru potensi. Ketika titik (4) tembus, barulah Anda bisa mengatakan bahwa pola
double top sudah terbentuk, dengan kata lain: “terkonfirmasi”. Perhatikan pula bahwa konfirmasi
double top ini sebenarnya adalah tembusnya garis ”base”.
Jika pola tersebut sudah ter-“konfirmasi”, maka pergerakan harga selanjutnya adalah potensial
bearish. Gambar panah menunjukkan potensi jauhnya potensi bearish yang mungkin terjadi. Jarak
yang mungkin akan ditempuh pergerakan harga adalah sejauh level puncak ke base. Jadi jika
misalnya jarak antara level puncak ke base adalah 100 pips, maka harga akan berpotensi turun 100
pips juga setelah base ditembus.
Namun ada kalanya pullback akan terjadi kembali ke area base sebelum target pergerakan bearish
tecapai. Biasanya, pullback berpotensi akan terjadi ketika harga sudah “setengah jalan” menuju
target. Jika seandainya target pergerakan adalah 100 pips, maka biasanya pullback akan berpotensi
terjadi ketika harga sudah turun sekitar 50 – 60 pips setelah base tembus. Namun jika pullback yang
terjadi “kebablasan” hingga tembus lagi ke atas base, maka pola ini dikatakan sudah tidak valid
lagi atau fail (gagal).
Double bottom

Double bottom secara sederhana adalah kebalikan dari double top. Pola ini biasa muncul di ujung
downtrend dan memiliki indikasi bullish. Ketika base tembus dan pola ini terkonfirmasi, maka harga
berpotensi bullish, Cara memperkirakan target peregerakan bullish-nya sama persis dengan double
top, hanya saja arahnya ke atas. Double bottom dikatakan fail jika pullback yang terjadi berlanjut
hingga tembus kembali ke bawah base.
b. Triple top & triple bottom
Kedua pola ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan double top dan double bottom. Hanya
saja, triple top memiliki tiga puncak dan triple bottom memiliki tiga lembah. Cara mengenali
konfirmasinya pun sama, yaitu tembusnya garis base. Demikian juga dengan cara memperkirakan
target pergerakan setelah pola tersebut terkonfirmasi.

Di bawah ini adalah ilustrasi dari triple top dan triple bottom.
Triple top
Triple Bottom
Dari kedua gambar di atas terlihat bahwa ada kemungkinan pullback akan terjadi ke base dari titik (7),
namun perlu diingat bahwa pullback semacam ini (meskipun cukup sering) tidak selalu terjadi. Selalu,
jika base tembus lagi pada saat pullback.
Catatan: ketiga titik lembah atau puncak tidak harus berada pada level yang sama persis, namun perbedaannya
juga tidak boleh terlalu signifikan. Dengan kata lain, jika dilihat sekilas, ketiga titik lembah tersebut terlihat
selevel. Demikian juga pada pola double top dan double bottom, level puncak dan lembahnya tidak harus
sama persis.
c. Head and shoulders & inverse head and shoulders
Pola ini juga merupakan pola reversal yang cukup populer karena akurasinya yang cukup tinggi.
Dinamakan head and shoulders karena memang bentuk polanya seolah-olah membentuk kepala dan
bahu. Terkadang pola ini sering di-“salahpersepsikan” sebagai triple top atau triple bottom, namun
ada faktor kunci yang membedakan pola ini dengan triple top atau triple bottom.

Mari kita perhatikan pola dasar head and shoulders di bawah ini:
Head and shoulders

Kalau Anda perhatikan dengan seksama, terlihat bahwa titik (3) pola ini lebih tinggi daripada titik (1)
dan (5). Pada pola triple top, ketiga titik ini cenderung selevel. Titik puncak yang lebih tinggi itulah
yang menjadi head-nya, sementara titik (1) dan (5) adalah titik shoulders-nya.
Pola head and shoulders ini menjadi pola reversal bearish jika muncul di ujung sebuah uptrend.
Konfirmasinya adalah ketika garis neckline sudah tembus (titik ke-6). Jika pola ini sudah terkonfirmasi,
maka harga cenderung akan bergerak turun sejauh jarak dari puncak head ke neckline. Pada gambar
di atas, direpresentasikan dengan panah merah.
Pullback juga sering (ingat: tidak selalu) terjadi kembali ke area neckline sebelum harga kembali
bergerak turun untuk mencapai target pergerakan harga. Pola ini dikatakan fail jika pullback terjadi
hingga tembus ke atas neckline.
Kebalikan dari pola head and shoulders adalah pola inverse head and shoulders. Pola ini merupakan
pola reversal bullish yang biasanya muncul di ujung sebuah downtrend. Konfirmasinya sama persis
dengan head and shoulders. Jika pola ini sudah terkonfirmasi, maka harga cenderung akan bergerak
naik sejauh jarak dari puncak head ke neckline.

Gambar di bawah ini akan membantu untuk menjelaskan pola inverse head and shoulders:

Inverse head and shoulders


Continuation Pattern
a. Triangles
Dari namanya, Anda mungkin sudah bisa mengira-ngira bentuk pola ini. Ya, pola ini memang memiliki
bentuk yang mirip dengan segitiga. Pola ini terjadi karena pasar bergerak sideways dan pertarungan
antara bull dan bear seimbang, sehingga akhirnya grafik pergerakan harga mengerucut dan
membentuk mirip segitiga.
Ada tiga jenis triangle:
 Symmetrical triangle
 Ascending triangle
 Descending triangle
Kita akan bahas satu per satu mulai dari symmetrical triangle.
Symmetrical triangle
Meskipun artinya adalah segitiga simetris, namun pada kenyataannya bentuknya tidaklah selalu
simetris. Symmetrical triangle adalah pola triangle yang memiliki garis support (lower line) dan
resistance (upper line) yang konvergen (kemiringannya berlawanan menuju satu titik). Agar lebih
mudah dipahami, mari kita lihat gambar di bawah ini:
Dari gambar di atas Anda bisa melihat bahwa pola ini terbentuk ketika pasar sedang bergerak
sideways setelah mengalami “rally” bullish. Istilahnya adalah “berkonsolidasi”. Contoh di atas
memperlihatkan sebuah symmetrical triangle yang terbentuk pada saat uptrend.
Sebuah symmetrical triangle paling tidak harus memiliki empat reversal point (titik pembalikan) yang
terdiri dari dua titik puncak dan dua titik lembah. Gambar di atas memperlihatkan sebuah symmetrical
triangle yang memiliki enam reversal point, yaitu titik 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Konfirmasi dari pola ini
adalah tembusnya upper line (garis bagian atas). Ketika pola ini sudah terkonfirmasi maka pergerakan
selanjutnya adalah naik. Cara memperkirakan targetnya adalah dengan berpatokan pada baseline dari
symmetrical triangle tersebut, yaitu jarak dari A ke titik 1. Jadi, kalau misalnya baseline-nya
sepanjang 100 pips, maka pergerakan selanjutnya pun diperkirakan akan sejauh 100 pips.

Cara lain yang bisa dipergunakan untuk memperkirakan target pergerakan adalah dengan menarik
garis yang sejajar dengan lower line, di mana garis tersebut dimulai dari titik 1.

Sebagaimana pola yang lain, pullback kemungkinan bisa saja akan terjadi. Pada gambar di atas
terlihat pullback terjadi dari titik 7 kembali ke titik 8 yang berada di area upper line.

Jika Anda perhatikan lagi, garis upper line dan lower line bertemu di satu titik. Titik tersebut kita sebut
sebagai apex. Anda perlu memperhatikan apex tersebut karena tembusnya upper line yang
merupakan konfirmasi dari pola symmetrical triangle tidak boleh terlalu dekat dengan apex.
Sebagai aturan umum, harga harus sudah menembus upper line pada jarak kira-kira 2/3 (dua-per-tiga)
hingga ¾ (tiga-per-empat) dari panjang polanya. “Panjang pola” yang dimaksud adalah jarak dari
baseline ke apex. Jadi, kalau penembusan terjadi kurang dari 2/3 atau lebih dari ¾ panjang pola,
kemungkinan besar tidak valid.

Selain terjadi pada saat uptrend, symmetrical triangle juga bisa terjadi pada saat downtrend.
Sebenarnya sama saja, hanya saja posisinya berada di bawah. Kalau pada contoh di atas Anda
menantikan tembusnya upper line sebagai konfirmasi dan harga cenderung akan bergerak naik,
maka jika polanya terjadi pada saat downtrend Anda akan menantikan tembusnya lower line dan
harga cenderung akan bergerak turun. Hanya itu perbedaannya.
Ascending triangle

Pada dasarnya, ascending triangle tidak jauh berbeda dengan symmetrical triangle dari sisi
menganalisanya. Perbedaan kedua pola tersebut hanya pada bentuknya.

Ascending triangle merupakan continuation pattern yang biasanya muncul pada saat uptrend.
Kemunculan pola ini merupakan pertanda bahwa tekanan bullish semakin melebihi tekanan bearish
secara bertahap.
Seperti halnya symmetrical triangle, pola ascending triangle juga minimal harus memiliki empat
reversal point. Gambar di atas menunjukkan ascending triangle yang memiliki enam reversal point.
Konfirmasi dari pola tersebut adalah tembusnya upper line yang kemudian berpotensi untuk diikuti
oleh pergerakan bullish. Cara memperkirakan target pergerakan harga juga mirip dengan symmetrical
triangle, hanya saja baseline-nya bukan berpatokan pada titik 1, melainkan berpatokan pada titik 2.

Meskipun pada dasarnya ascending triangle adalah continuation pattern, namun ia juga bisa menjadi
reversal pattern jika terjadi pada saat downtrend. Pada keadaan seperti itu, tembusnya upper line
merupakan konfirmasi bahwa ascending triangle merupakan pola reversal. Perhatikan gambar berikut
untuk mempermudah pemahaman Anda:
ascending triangle reversal

Pola seperti ini populer dengan nama ascending triangle bottom.


Descending triangle
Kita sudah membicarakan symmetrical triangle dan ascending triangle. Sepertinya Anda sudah tidak
akan kesulitan lagi untuk memahami jenis triangle yang ke-3, yaitu descending triangle.

Sederhana saja, descending triangle adalah kebalikan dari ascending triangle. Sederhana kan?
Dengan demikian, kalau ascending triangle adalah pola bullish, maka descending triangle adalah pola
bearish. Descending triangle merupakan continuation pattern yang muncul pada saat downtrend.
Bagaimana, sederhana kan?
Descending triangle juga bisa berubah menjadi pola reversal jika muncul pada saat uptrend.
Namanya mengalami modifikasi menjadi descending triangle top. Jadi ceritanya akan seperti pada
gambar di bawah ini:

Descending triangle reversal


b. Flag & pennant
Kita akan membicarakan flag terlebih dahulu. Flag sebenarnya adalah channel kecil yang muncul
setelah rally. Arah channelnya berlawanan dengan arah rally-nya. Jadi, jika ada down channel kecil
yang muncul setelah rally bullish, itu disebut sebagai bullish flag. Sebaliknya, up channel kecil yang
muncul setelah rally bearish disebut dengan bearish flag.

Mari kita perhatikan gambar berikut:


Ya, begitulah bentuk dasar flag.
Sekarang Anda sudah tahu mengapa pola ini disebut sebagai flag: karena bentuknya mirip dengan
bendera (flag) dan tiangnya (flagpole). Flag direpresentasikan oleh channel kecil sedangkan flagpole-
nya adalah titik a ke b yang terlihat pada gambar di atas.
Pada bearish flag, tembusnya lower line dari up channel adalah konfirmasinya. Harga cenderung
akan bergerak turun jika bearish flag sudah terkonfirmasi.

Sebaliknya, pada bullish flag, konfirmasinya adalah tembusnya upper line dari down channel.
Proyeksi pergerakan harga selanjutnya adalah bullish jika bullish flag telah terkonfirmasi.

Cara menentukan target pergerakan harga juga sederhana. Anda cukup mengukur panjang flagpole-
nya saja. Sepanjang flagpole itulah jarak yang termungkinkan untuk ditempuh oleh pergerakan harga.
Misalnya, jika panjang flagpole-nya adalah 100 pips, maka harga cenderung akan bergerak sejauh
100 pips setelah pola flag-nya terkonfirmasi.

Tetapi pada prakteknya, kebanyakan trader berhenti (menutup posisinya) setelah harga bergerak
“setengah jalan” sebelum mencapai target. Misalnya jika target adalah sejauh 100 pips, maka mereka
cenderung untuk berhenti di 50 – 60 pips.

Syarat umum dari flag adalah sebagai berikut:

1. Terjadi rally sebelum channel kecil terbentuk.


2. Channel yang terjadi arahnya harus berlawanan dengan arah rally sebelumnya.
3. Panjang channel (flag) paling tidak sepertiga panjang flagpole.
OK, kita akan membahas pennant sekarang. Pennant pada dasarnya adalah pengembangan dari pola
symmetrical triangle. Hanya saja, pennant didahului oleh rally yang panjang dan cukup curam. Bisa
dikatakan bahwa pennant merupakan hasil kawin silang antara symmetrical triangle dengan flag.
Oleh karena pennant mirip dengan symmetrical triangle dan flag, maka dengan sendirinya aturan-
aturan yang berlaku pada symmetrical triangle dan flag juga berlaku pada pennant.

Di bawah ini adalah ilustrasi yang menggambarkan bentuk pennant.


Pennant

c. Wedge formation
Wedge hampir mirip dengan pennant. Hanya saja, kemiringan kedua garis segitiga-nya searah, dalam
arti keduanya mengarah ke atas atau ke bawah. Derajat kemiringannya memang berbeda, namun
searah. Gambar di bawah ini akan memperjelas definisi wedge.
Kita bisa mengenali wedge dengan memeprhatikan kemiringannya yang mengarah ke atas atau ke
bawah. Sebagai aturan umum; hampir mirip dengan flag; kemiringan wedge sebagai continuation
pattern arahnya berlawanan dengan tren yang sedang berlangsung. Dengan demikian, falling
wedge adalah pola bullish sedangkan rising wedge adalah pola bearish.
Catatan:

Meskipun pada dasarnya wedge adalah pola continuation, namun wedge bisa juga berfungsi sebagai
pola reversal, akan tetapi kejadian ini jarang terjadi. Falling wedge bisa menjadi pola reversal bullish
jika terjadi di ujung sebuah dowtrend. Sebaliknya, jika rising wedge muncul pada saat uptrend, maka
ia bisa jadi akan menjadi pola reversal bearish.

d. Rectangle formation
Rectangle formation memiliki banyak nama, namun pola ini sangat mudah dikenali. Pola ini
merepresentasikan jeda yang terjadi di mana harga bergerak sideways di antara dua garis horizontal
yang sejajar.
Rectangles
Rectangle terkadang disebut sebagai trading range atau area kongesti. Apa pun namanya, pola ini
merepresentasikan periode konsolidasi pada sebuah tren, dan biasanya dilanjutkan dengan
pergerakan yang searag dengan tren sebelumnya.
Sebuah rectangle minimal harus memiliki empat reversal point. Pada contoh gambar di atas, Anda
bisa melihat contoh rectangle yang memiliki enam reversal point. Konfirmasi bullish rectangle adalah
pecahnya garis resistance atau upper line, sedangkah konfirmasi bearish rectangle adalah tembusnya
garis support atau lower line.
e. Continuation head and shoulders pattern
Sebelumnya, kita telah membahas mengenai pola head and shoulders sebagai pola reversal. Pada
pola continuation head and shoulders, pola yang terbentuk benar-benar sama persis dengan pola head
and shoulders. Yang membedakan adalah poin-poin berikut ini:
1. Pola head and shoulders muncul pada saat downtrend. Tembusnya neckline merupakan konfirmasi pola
continuation head and shoulders.
2. Pola inverse head and shoulders muncul pada saat uptrend. Tembusnya neckline merupakan konfirmasi
pola continuation inverse head and shoulders.
Continuation head and shoulders
Jadi tidak perlu bingung. Yang perlu Anda ingat hanyalah bahwa pola inverse head and shoulders
memiliki implikasi bullish, sedangkan pola head and shoulders memiliki implikasi bearish, terlepas dari
pada saat tren apa pola tersebut muncul. Mudah kan?

MEMADUKAN INDIKATOR

Anda tentu masih ingat dasar-dasar analisis teknikal yang telah Anda pelajari di awal-awal modul
edukasi ini, seperti support/resistance dan trend line. Anda juga telah mempelajari macam-macam
indikator teknikal, jenis-jenis pola candlestick dan price pattern. Sekarang Anda akan melanjutkan
petualangan dengan berbagai alat bantu analisis teknikal tersebut.

Memadukan indikator yang satu dengan yang lain bisa membantu Anda untuk menemukan perspektif
yang lain pada pergerakan harga. Pemaduan ini juga bisa membuat indikator “saling melengkapi”.
Hal seperti ini biasa disebut sebagai “sistem trading”. Misalnya, moving average yang pada dasarnya
adalah indikator tren dilengkapi dengan stochastic yang merupakan osilator untuk menentukan timing
buy atau sell.

Dalam chapter ini, Anda akan melihat contoh-contoh penggunaan indikator yang digunakan bersama-
sama dengan indikator lain. Kita tidak akan membahas terlalu banyak, yang akan kita bahas hanya
sistem yang sederhana dan populer saja, sebagai dasar untuk membangun sistem trading.
Biasanya, para trader mengkombinasikan dua hingga tiga indikator yang berbeda dalam sistem
trading mereka. Keputusan untuk buy atau sell diambil ketika ketiga indikator tersebut telah
“mengkonfirmasikan” sinyal yang sama.

Baiklah, tanpa perlu berpanjang-lebar, kita mulai petualangan kita.

1. Pemanfaatan pattern

Ini adalah sistem yang sangat sederhana. Anda hanya perlu mengenali pola yang muncul untuk
memperkirakan pergerakan harga selanjutnya. Tentu saja, untuk bisa mengenali kemunculan pola,
Anda harus memperbanyak latihan agar pengamatan Anda semakin jeli.

2. Fibonacci retracement + candlestick/price pattern

Teknik ini bisa dikatakan cukup sederhana. Yang Anda butuhkan hanyalah trend line dan sedikit
bantuan dari Fibonacci retracement dan sedikit bantuan dari candlestick dan/atau price pattern.

Sistem ini berpatokan pada tren. Oleh karena itu, tentu saja pemahaman yang baik mengenai tren itu
sendiri mutlak diperlukan. Sistem ini juga menggunakan strategi bounce trading yang memanfaatkan
level acuan Fibonacci retracement.

Yang pertama kali harus Anda lakukan adalah menentukan tren. Langkah selanjutnya, tarik Fibonaci
retracement berdasarkan swing terakhir yang Anda lihat di chart. Kemudian, perhatikan area acuan
Fibonacci retracement tersebut, yaitu 38.2%, 50% dan 61.8%.
fibonacci + pattern

Selanjutnya, cari bounce (pantulan) dari area acuan Fibonacci tadi. Konfirmasi yang bisa Anda
pergunakan adalah pola candlestick atau pattern.
Jadi, Anda harus menunggu pullback ke area acuan Fibonacci lalu mencari apakah ada konfirmasi
pattern bullish/bearish. Pattern/pola tersebut bisa candlestick (morning/evening star, engulfing, dll)
atau price pattern seperti double top, double bottom, dan lain-lain.

3. Fibonacci retracement + stochastic oscillator + CCI

Masih dengan Fibonacci retracement, tapi kali ini kita akan memadukannya dengan stochastic dan
CCI. Penggunaannya juga cukup mudah. Kita menunggu sampai pullback terjadi ke area acuan
Fibonacci, lalu tunggu sinyal buy/sell dari stochastic dan CCI. Sinyal harus muncul dari kedua
indikator tersebut untuk memperoleh konfirmasi sinyal yang kuat.

OK. Sistem trading yang dijelaskan di atas hanya beberapa contoh yang bisa Anda pergunakan.
Anda bisa bereksperimen untuk memadukan beberapa indikator hingga menjadi sistem trading yang
sesuai dengan style trading Anda.

MEMBANGUN TRADING PLAN

Anda sudah hampir selesai mempelajari modul edukasi ini. Selamat! Sebentar lagi Anda akan siap
untuk terjun langsung di dunia trading dan berhadapan langsung dengan pasar sesungguhnya.
Sebelum Anda terjun langsung ke medan pertempuran sesungguhnya, ada baiknya Anda menyimak
baik-baik isi chapter ini.

Salah satu hal penting yang perlu Anda tanamkan di benak Anda jika memang ingin menjadi trader
yang sukses adalah: jadilah diri sendiri. Sederhana namun dalam ya?

Apa maksud kalimat tersebut?

Oke. Sebagian besar di antara Anda mungkin adalah trader pemula. Merupakan hal yang lazim jika
Anda mencontoh trader lain atau mengikuti cara trading orang lain yang Anda anggap lebih senior
daripada Anda. Hal itu tidak salah, namun jangan pernah mengikuti pendapat orang lain secara
mutlak.

Setiap trader bisa memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap pasar. Demikian pula cara
berpikir, toleransi resiko dan target, tentu berbeda-beda pula. Hanya karena seseorang memiliki
metode trading yang bisa mereka jalankan dengan baik dan sukses, belum tentu metode tersebut
cocok pula bagi Anda. Dengan kata lain, belum tentu Anda pun bisa mejalankan metode trading
tersebut dengan baik dan sukses pula.

Milikilah trading plan Anda sendiri, yang sesuai dengan karakter Anda sebagai trader, dan senantiasa
meng-update-nya sejalan dengan pengalaman Anda mempelajari pasar. Kata orang bijak: “If you fail
to plan, then you have already planned to fail.”
Membangun trading plan dan menjalankannya dengan baik sangat erat kaitannya dengan disiplin.
Namun disiplin saja tidak cukup. Benar, tidak cukup. Anda harus memiliki kedisiplinan yang super-
ketat. Ya, super-ketat! Memiliki kedisplinan yang super-ketat adalah karakter yang paling penting dari
seorang trader sukses.

Kedisiplinan yang super-ketat itu Anda butuhkan untuk menjalankan trading plan yang Anda bangun
tadi. Trading plan itu sendiri merupakan panduan mengenai apa yang harus Anda lakukan, mengapa,
kapan dan bagaimana Anda akan melakukannya. Trading plan melingkupi kepribadian Anda sebagai
trader, target pribadi, manajemen resiko dan sistem trading yang akan Anda aplikasikan.

Jika Anda menjalankan trading plan dengan disiplin yang super-ketat, maka Anda akan bisa
meminimalisir kesalahan yang terjadi dalam trading dan dengan sendirinya akan meminimalisir resiko
(perhatikan kata “meminimalisir”. Kita tidak menggunakan kata “menghilangkan”). Emosi Anda
biasanya akan menguasai diri Anda ketika uang Anda berada di dalam bahaya. Seringkali orang akan
membuat keputusan yang irasional di saat-saat seperti itu. Trader yang baik tidak boleh membuat
keputusan yang irasional. Trading plan yang baik (dan kedisiplinan super-ketat) akan menjaga Anda
dari membuat keputusan yang buruk di saat sulit.

Dengan trading plan yang baik, setiap keputusan yang keluar telah diperhitungkan dengan matang,
sehingga Anda akan terhindar dari membuat keputusan yang gegabah dalam situasi yang sulit. Yang
perlu dilakukan hanyalah tetap pada rencana semula, yaitu trading plan. Ada kalimat dalam bahasa
Inggris yang bisa menggambarkannya dengan mudah: “Stick to the plan!”
Mengapa Anda Perlu Trading Plan?
Telah disebutkan sebelumnya bahwa trading plan akan melindungi Anda dari membuat keputusan
yang gegabah. Selain itu, trading plan akan membuat trading Anda lebih sederhana dibandingkan jika
Anda sama sekali tidak memliki trading plan.

Pernahkah Anda menggunakan fasilitas Google Navigation yang berfungsi seperti GPS? Dengan
Google Navigation, Anda akan dipandu jika ingin bepergian ke suatu tempat yang belum Anda
ketahui sebelumnya. Anda tinggal memasukkan lokasi Anda sekarang dan memasukkan lokasi tujuan
Anda. Lalu Google Navigation akan memberikan rute terbaik dan petunjuk arah untuk bisa sampai ke
lokasi tujuan Anda tersebut. Anda akan diberi petunjuk rute mana tempuh, misalnya “…in one
hundred meters, turn left… continue straight….” dan seterusnya. Anda tinggal mengikutinya sehingga
Anda bisa meminimalisir resiko tersesat.

Trading plan Anda berfungsi mirip dengan rute dan petunjuk arah tersebut. Ia akan menunjukkan di
mana Anda sekarang berada dan membantu Anda untuk mencapai tujuan Anda sebagai trader, yaitu
profit yang konsisten.

Trading tanpa trading plan hampir sama buruknya dengan bepergian tanpa tahu arah dan lokasi
tujuan. Tujuan Anda trading adalah meraih profit yang konsisten, namun itu adalah omong kosong
belaka jika Anda tidak tahu bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Walhasil, alih-alih memperoleh
profit yang konsisten, Anda justru dengan konsisten menghancurkan akun trading Anda.

Dengan adanya trading plan, Anda akan tahu apa yang harus Anda lakukan. Anda juga akan segera
tahu kalau ternyata Anda berjalan ke arah yang salah. Anda akan memiliki standar untuk mengukur
performa trading Anda. Anda pun akan senantiasa tahu apa yang harus Anda lakukan jika Anda
ternyata “salah arah”.

Trading plan juga akan membantu mengurangi potensi stress dan emosional dalam trading. Bisa sih,
trading tanpa trading plan, namun gaya trading Anda akan serampangan. Buy dan sell hanya
berdasarkan insting atau sinyal yang tidak jelas. Itu sih bukan trading namanya. Itu sama saja dengan
gambling.

Memiliki trading plan memang tidak mutlak akan memberikan garansi bahwa Anda akan sukses.
Tetapi paling tidak, dengan memiliki trading plan Anda akan bisa mengevaluasi apa yang salah
dengan trading Anda jika Anda gagal.

Pada kenyataannya, kegagalan dalam trading disebabkan oleh karena tidak memiliki trading
plan atau tidak menjalankan trading plan dengan baik. Ini fakta.

Mayoritas trader pemula tidak memiliki trading plan. Melalui program ini, Anda akan mencoba untuk
menjadi minoritas yang justru bisa bertahan di dunia trading.

Kenali Karakter Anda

Langkah pertama untuk yang diperlukan untuk membangun trading plan adalah mengenali karakter
Anda sendiri. Dasar trading plan Anda adalah karakter Anda sendiri karena Andalah yang akan
menjalankan trading plan tersebut. Dengan mengetahui karakter pribadi Anda, maka Anda akan
mengetahui trader seperti apa Anda ini. Hal tersebut disebut dengan profil trader.
Jika Anda telah mengetahui profil Anda sebagai trader, Anda akan bisa mengetahui metode trading
seperti apa yang cocok dengan karakter Anda. Strategi, sistem, atau metode yang tidak cocok
dengan karakter Anda justru akan mengurangi peluang Anda untuk meraih kesuksesan.

Tetapkan Tujuan

Tetapkan tujuan Anda sebagai seorang trader. Akan lebih baik jika Anda pun memiliki motivasi
tertentu yang bisa memacu semangat dan memperkuat komitmen Anda. Seseorang tidak akan
sukses sebagai seorang trader jika ia tidak memiliki komitmen serius. Ia akan dengan cepat digilas
oleh pasar.

Ingatlah bahwa tujuan Anda melakukan trading tentunya adalah untuk memperoleh profit yang
konsisten. Jika tujuan Anda melakukan trading hanya untuk bersenang-senang menguji nyali, maka
tujuan tersebut tidak akan bisa berjalan bersama dengan tujuan untuk meraih profit konsisten
tersebut. Pada saat tertetu mungkin Anda akan menikmati masa-masa menegangkan ketika transaksi
Anda diombang-ambingkan oleh pasar. Namun percayalah, Anda akan sulit untuk bisa menunjukkan
“wajah bersenang-senang” itu ketika akun Anda amblas dilibas pasar. Jika memang “bersenang-
senang menguji nyali” yang Anda cari, silakan melakukan “rekreasi” semacam bungee jumping atau
terjun payung, bukannya trading.

Tetapkan Target

Sebaiknya Anda tetapkan target keuntungan Anda dengan angka yang eksplisit dan spesifik.
Misalnya, $100 per hari, $1,000 per bulan, 20% per bulan, 50% per bulan dan sebagainya. Target
yang jelas pada gilirannya akan membantu Anda menentukan strategi yang akan Anda terapkan.
Anda pun akan bisa mengevaluasi perkembangan trading Anda, apakah membaik atau sebaliknya.

Risk Capital
Dunia trading adalah dunia yang keras. Kerugian demi kerugian mungkin saja akan menerpa Anda.
Karena itulah Anda perlu menetapkan batasan resiko. Istilahnya adalah risk capital.
Risk capital adalah sejumlah uang yang jika seandainya ”hilang” pun Anda masih akan merasa baik-
baik saja. Jika dalam perjalanan trading Anda mengalami loss, maka risk capital inilah yang pertama
kali akan pergi meninggalkan akun Anda. Jadi, meskipun uang tersebut hilang, Anda tidak akan
kehilangan rumah Anda dan keluarga Anda pun akan baik-baik saja. Dengan demikian, besarnya risk
capital ini harus sesuai dengan kemampuan Anda.

Maka dari itu, jangan trading dengan menggunakan uang yang sedianya akan dipergunakan untuk
membayar tagihan atau membiayai keperluan hidup sehari-hari. Bayangkan jika seandainya uang
tersebut lenyap karena trading Anda merugi, bisa-bisa Anda tidak makan nantinya.

Tentukan Strategi

Strategi ini berkaitan dengan risk management, money management dan sistem trading. Pada
chapter terdahulu Anda sudah mempelajari mengenai sistem trading ini. Nah, pada chapter
selanjutnya Anda akan mempelajari money management dan risk management agar sistem trading
Anda bisa berjalan seimbang dengan kekuatan modal Anda.
Sebagai contoh, dalam strategi trading ditetapkan jumlah dana yang digunakan setiap kali transaksi,
besaran resiko untuk setiap transaksi, target yang ingin dicapai serta sinyal trading apa yang
digunakan.

Anda akan mempelajarinya di chapter selanjutnya.

RISK MANAGEMENT & MONEY MANAGEMENT

Sekarang Anda sudah tiba di mata pelajaran yang sangat penting: risk management alias manajemen
resiko. Resiko merupakan bagian yang tak perpisahkan dari setiap bisnis. Tidak ada bisnis yang
bebas dari resiko. Ingatlah hal ini. Dengan demikian, pengetahuan mengenai manajemen resiko dan
manajemen modal yang baik mutlak diperlukan.

Manajemen resiko adalah mengenai meminimalkan resiko dengan tujuan memaksimalkan peluang
keuntungan. Dengan menerapkan manajemen resiko yang baik, Anda akan memiliki kontrol penuh
atas uang Anda. Dibantu dengan manajemen modal yang baik, manajemen resiko akan membantu
Anda untuk “menjinakkan” pasar yang liar.

Trading itu ibarat permainan catur. Anda tidak bisa memprediksi seratus persen akurat langkah apa
yang akan diambil oleh lawan Anda. Begitu juga dengan trading. Anda tidak akan bisa mengetahui
dengan pasti ke mana harga akan bergerak bahkan dalam satu jam ke depan. Salah satu penyebab
kegagalan para trader pemula adalah ketidaktahuan mengenai dasar manajemen resiko yang baik.

Dalam chapter ini, Anda akan mempelajari mengenai manajemen resiko juga manajemen modal
sebagai salah satu pilar dari 3M (Mind, Method, Money).

Risk Management Tools

Ada tiga metode risk management tools, yaitu: cut loss, switching, dan averaging.

1. Cut Loss

Teknik ini dilakukan dengan cara menutup transaksi yang merugi sesegera mungkin dengan tujuan
untuk menghindari resiko kerugian yang lebih besar.

Berikut ilustrasinya:
cut loss

2. Switching
Teknik dilakukan dengan cara menutup posisi yang rugi dan segera mengambil posisi baru yang
searah dengan pergerakan harga selanjutnya. Idenya adalah untuk me-recovery kerugian yang
diakibatkan oleh posisi transaksi sebelumnya. Teknik ini lebih efektif apabila dilakukan ketika terjadi
perubahan arah harga yang cepat dan drastis.

Berikut ilustrasinya:
switching

Lakukanlah teknik ini bila Anda sudah benar-benar yakin bahwa pasar akan bergerak cukup kencang,
sebab dengan melakukan teknik ini berarti Anda membuka satu posisi baru lagi yang tentu dibayangi
resiko kerugian jika ternyata pasar berbalik arah lagi. Kematangan analisis dan tingkat kesiapan
mental turut mempengaruhi kesuksesan teknik ini.

3. Averaging

Averaging (atau disebut juga sebagai ‘cost-averaging’) merupakan teknik manajemen resiko yang
cukup ekstrim karena pada dasarnya teknik ini mencoba untuk “melawan” pasar. Ide dasarnya adalah
pasar tidak mungkin bergerak ke satu arah saja untuk selamanya.

Berikut ilustrasinya:
averaging

Ingat: teknik ini sangat beresiko. Teknik ini sangat tidak dianjurkan bagi para trader yang memiliki
dana minim.
Pengembangan Strategi Averaging

Setidaknya ada tiga teknik yang dikembangkan dari strategi averaging, yaitu pyramiding, martingale
dan anti-martingale.

a. Pyramiding

Pyramiding merupakan kebalikan dari cost-averaging. Jika pada cost averaging satu posisi terbuka
ditambahkan setiap kali mengalami kerugian, maka dalam pyramiding posisi terbuka tersebut justru
ditambahkan setiap kali mendapatkan keuntungan.

Berikut ilustrasinya:
Pyramiding

Teknik ini akan efektif jka digunakan pada saat pasar berada dalam keadaan trending. Teknik ini tidak
akan efektif bila Anda gunakan jika pasar berada dalam keadaan sideways.
b. Martingale
Jika tadi Anda sudah mempelajari teknik averaging yang merupakan teknik yang ekstrim, maka teknik
martingale ini merupakan teknik yang lebih ekstrim lagi. Dengan teknik ini, Anda bukan saja akan
menambah posisi baru setiap mengalami kerugian namun juga melipatgandakan jumlah transaksinya.

Berikut ilustrasinya:
Martingale

Berbeda dengan teknik pyramiding, teknik ini justru lebih efektif jika digunakan pada saat pasar dalam
keadaan cenderung sideways.
c. Anti-martingale

Teknik ini mirip dengan teknik pyramiding, hanya saja jumlah transaksinya dilipatgandakan setiap
penambahan keuntungan. Teknik ini juga akan lebih efektif jika digunakan pada saat pasar dalam
keadaan trending.

Berikut ilustrasinya:
Anti Martingale

Money Management
Money management ini sebenarnya merupakan bagian dari trading plan. Mengingat tingginya resiko
yang akan Anda hadapi di pasar, maka Anda harus memiliki strategi pengelolaan dana yang tepat.

“OK. Saya paham bahwa manajemen modal itu penting. Lalu bagaimana semestinya saya mengelola
modal saya?”

Apakah pertanyaan itu yang sekarang ada di benak Anda?

Sebenarnya ada banyak cara mengelola uang Anda, namun kuncinya tetaplah pembatasan resiko.
Berikut ini adalah salah satu metode manajemen modal yang bisa Anda terapkan.

Anggaplah Anda memiliki dana sebesar $10,000 di akun Anda. Lalu Anda tetapkan resiko maksimal
untuk setiap transaksi, katakanlah 5% per trade. Ini artinya adalah kerugian maksimal yang mungkin
akan Anda derita setiap transaksi adalah sebesar 5% x $10,000 = $500. Jadi, resiko untuk setiap
transaksi yang Anda lakukan tidak boleh lebih dari $500.

Seandainya transaksi pertama Anda mengalami kerugian, maka dana Anda masih tersisa sebesar
$9,500. Nah, jika Anda ingin melakukan transaksi lagi dengan pembatasan resiko 5% per trade, maka
resiko maksimum untuk transaksi selanjutnya adalah sebesar 5% x $9,500 = $475. Demikian
seterusnya: pembatasan resiko sebesar 5% itu berdasarkan modal terakhir yang dimiliki.

Selain itu, ada baiknya Anda juga membatasi resiko maksimum dari modal Anda. Misalnya dengan
dana $10,000 itu tadi Anda membatasi resiko sebesar 50%, maka sebaiknya Anda berhenti trading
atau melakukan evaluasi jika Anda mengalami kerugian hingga $5,000.
Model manajemen modal yang dijelaskan di atas bisa kita sederhanakan dengan menggunakan tabel
sebagai berikut.

Modal Awal : $10,000

Resiko Maksimum dari Modal Awal : $5,000 (50% dari modal awal)

Resiko per trade : 5%

Misalkan transaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Trade Loss (USD) Balance (USD

1 500.00 9500.00

2 475.00 9025.00

3 451.25 8573.75

4 428.69 8145.06
5 407.25 7737.81

6 386.89 7350.92

7 367.55 6983.37

8 349.17 6634.20

9 331.71 6302.49

10 315.12 5987.37

11 299.37 5688.00

Total 4312.00 (Loss)

Berdasarkan manajemen modal di atas, Anda memiliki peluang untuk melakukan 11 kali transaksi
sebelum mencapai resiko 50% dengan asumsi bahwa ke-11 transaksi tersebut loss semua. Masing-
masing kerugian sebesar 5% dari Balance terakhir.

Risk-to-reward ratio
Setelah menetapkan pembatasan resiko, barulah kemudian tatapkan target profit Anda. Jika Anda
menetapkan batasan resiko sebesar 5% seperti contoh di atas, maka sebaiknya target profit tidak
lebih kecil daripada alokasi resikonya. Misalnya, jika resiko per transaksi Anda adalah sebesar 5%,
maka Anda bisa menargetkan profit sekitar 6% atau 10% misalnya. Boleh saja jika Anda hanya
menargetkan profit sebesar 5%, namun yang perlu Anda ingat adalah jangan sampai resiko menjadi
lebih besar daripada peluang. Dengan kata lain, tidaklah bijaksana jika Anda menargetkan
keuntungan hanya 4% sementara resiko Anda sebesar 5%.

Perbandingan antara resiko dengan potensi keuntungan ini biasa disebut dengan istilah “risk-to-
reward ratio”. Misalnya, jika resiko transaksi Anda 5% namun target keuntungan Anda adalah 10%,
maka “risk-to-reward ratio” Anda adalah 1:2.

Win-loss ratio

Sebagaimana yang telah Anda ketahui, tidak mungkin ada analisis yang selalu tepat. Ada saat-saat
ketika prediksi Anda meleset. Pada keadaan seperti itu, sangat mungkin Anda akan mengalami
kerugian.

Mari kita refresh lagi ingatan kita mengenai sistem trading. Sistem trading yang Anda gunakan
haruslah sistem trading yang sudah Anda pelajari dan kuasai. Lebih penting lagi, sistem trading yang
Anda gunakan haruslah sistem trading yang sudah terbukti profitable, dengan kata lain sistem bahwa
tersebut memiliki akurasi yang cukup baik.

Apa artinya “akurasi yang cukup baik”?


Dengan istilah yang sederhana, tingkat akurasi suatu sistem trading bisa diukur melalui “win-loss
ratio”.

Apa itu “win-loss ratio”?

“Win-loss ratio” adalah perbandingan antara transaksi profit dibandingkan dengan transaksi yang
merugi. Sebagai contoh: sistem trading Anda menghasilkan lima kali profit dan lima kali loss dalam 10
kali transaksi berturut-turut. Ini artinya bahwa sistem trading yang Anda miliki memiliki win-loss ratio
1:1.

Tentu saja win-loss ratio 2:1 lebih baik daripada1:1, namun perlu disadari bahwa akurasi bukanlah
segalanya dalam trading. Dengan bantuan money management dan risk-to-reward ratio yang baik,
win-loss ratio 1:1 pun masih bisa menghasilkan akumulasi profit.

Bagaimana bisa?

Mari kita lihat skenario yang disajikan tabel berikut ini:

Modal Awal : $10,000

Resiko Maksimum dari Modal Awal : $5,000 (50% dari modal awal)

Resiko per trade : 5%


Target profit per trade : 6%

Hasil (misal):

Trade P/L (USD) Balance (USD

1 -500.00 9500.00

2 -475.00 9025.00

3 541.50 9566.50

4 573.99 10140.49

5 -507.02 9633.47

6 578.01 10211.47
7 -510.57 9700.90

8 -485.04 9215.85

9 552.95 9768.81

10 480.00 10248.81

Total 248.81 (Profit)

Sebagai catatan, resiko per trade sebesar 5% tersebut di atas adalah angka maksimum. Bisa saja
nantinya transaksi yang Anda lakukan hanya mengalokasikan resiko sebesar 4% atau lebih kecil lagi,
tergantung pada situasi pasar atau kekuatan sinyal yang muncul dari sistem trading Anda.

Nah, pertanyaannya sekarang mungkin adalah: berapa lot per trade?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda harus kembali lagi ke money management yang telah
ditetapkan sebelumnya.

Misalnya Anda memiliki modal sebesar $10,000 dengan pembatasan resiko per transaksi adalah 5%
($500).
Lalu sistem trading Anda menunjukkan sinyal buy atau sell, dengan batasan stop loss berdasarkan
analisis teknikal (support/resistance) sejauh 50 pips dari level entry Anda. Dengan asumsi bahwa 1
pip adalah setara dengan $1 (mini account), artinya stop loss sebesar 50 pips tersebut senilai dengan
$50.

Padahal, resiko per transaksi yang sudah Anda tetapkan adalah sebesar $500 (5% dari $10,000).
Dengan demikian, Anda bisa melakukan transaksi sebanyak 10 lot mini account (perhitungannya:
$500 dibagi $50).

Contoh lain: batasan stop loss berdasarkan support/resistance adalah sejauh 100 pips dari level entry
Anda. Artinya resiko yang dihadapi adalah sebesar $100 (asumsi 1 pip = $1).

Padahal, resiko per transaksi sudah ditetapkan sebesar $500 (5% dari 10,000). Berdasarkan situasi
tersebut, berapa lot yang boleh Anda pergunakan untuk transaksi?

Benar. Anda hanya boleh melakukan transaksi sebesar 5 (lima) lot saja. Perhitungannya adalah:
$500 (resiko per transaksi) dibagi $100 (stop loss).

PSIKOLOGI TRADING

Aktivitas trading di level mana pun pada umumnya melibatkan emosi. Bisa jadi Anda adalah seorang
trader yang memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa, namun percayalah bahwa hal tersebut tidak
akan terlalu berguna dalam trading jika Anda tidak mampu menguasai emosi Anda. Bahkan, jangan
terkejut jika Anda menemui seorang trader yang kecerdasannya biasa-biasa saja namun bisa
mendulang profit lebih banyak dan lebih konsisten daripada Anda karena ia memiliki penguasaan
emosi yang baik.

Pada kenyataannya, banyak sekali trader yang menemui kegagalan karena tidak mampu menguasai
emosi. Beruntung Anda menemukan kami yang telah sudi mengingatkan Anda tentang pentingnya
penguasaan emosi dalam trading.

Ada beberapa pameo yang sebenarnya sudah sangat masyhur di kalangan para trader, namun
sayangnya banyak sekali yang mengabaikan. Berikut ini adalah beberapa nasihat bijak yang
sebaiknya Anda turuti ketika Anda memutuskan untuk terjun ke dalam dunia trading.

Plan your trade, trade your plan

Trading plan adalah semacam aturan yang Anda terapkan untuk diri Anda sendiri. Rencanakan
dengan baik setiap strategi trading Anda, dan eksekusi rencana itu ketika tiba waktunya tanpa ragu.
Dalam chapter sebelumnya sudah dibahas mengenai pentingnya menjalankan trading plan dengan
tingkat kedisiplinan yang tinggi. Jangan pernah sekalipun Anda membiarkan diri Anda melanggar
aturan yang sudah Anda buat sendiri. Percayalah bahwa jika sekali saja – bahkan hanya sekali –
Anda membiarkan aturan itu dilanggar, itu akan menjadi kebiasaan. Tanpa Anda sadari, tiba-tiba
Anda sudah berada di bibir jurang kehancuran.

3M’s of successful trading: Mind, Method, and Money


“Mind” erat kaitannya dengan faktor psikologi, termasuk ketika nantinya Anda menerapkan trading
plan dan manajemen resiko. Termasuk juga apakah nanti Anda akan berani menahan posisi terbuka
yang sedang mengalami profit? Termasuk juga apakah nanti Anda akan berani menerapkan stop loss
pada setiap transaksi Anda dan tidak tergoda untuk membatalkan stop loss tersebut?

“Method” (metode) berhubungan erat dengan sistem trading dan strategi yang Anda gunakan.
Metode yang Anda gunakan sebaiknya adalah metode yang sudah teruji keampuhannya. Bukan
berarti metode yang 100% selalu profit, namun – sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya –
memiliki win-loss ratio yang baik.

“Money” adalah uang. Tentang bagaimana kita mengelola modal kita dengan menerapkan
manajemen modal yang baik, yang juga sudah dibahas dalam modul pembelajaran ini.

Ketiga “M” ini merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Harus serasi antara metode
yang digunakan dengan kemampuan modal, dan harus memiliki keberanian untuk mengeksekusi
transaksi berdasarkan trading plan Anda.

Don’t be greedy

Semua orang (normal) pasti setuju bahwa serakah itu tidak baik. Itulah gunanya target profit, yaitu
untuk mencegah Anda untuk menjadi terlalu bernafsu dalam memburu “ikan besar” namun
membuang semua “ikan kecil” dari ember Anda. Ketika harga sudah menyentuh target profit Anda,
sudahlah. Terima itu. Meskipun harga ternyata masih melanjutkan pergerakannya. Anda masih
memiliki banyak waktu untuk mencari peluang lain.
Demikian pula ketika pasar dengan bengisnya menghajar level stop loss Anda. Sudahlah. Terima
saja. Jangan terpengaruh untuk membatalkan stop loss Anda ketika harga semakin mendekati level
tersebut. Ingatlah bahwa stop loss itu pada dasarnya adalah penyelamat akun Anda dari potensi
kerugian yang semakin besar.

Cut your losses early, let your profits run

Jangan lakukan sebaliknya. Ini sangat penting, karena banyak sekali trader yang justru melakukan
sebaliknya. Pahami bahwa tidak mengapa sesekali mengambil satu langkah mundur untuk
mengambil dua langkah maju. Mungkin saat ini terdengar aneh bagi Anda, namun di luar sana
banyak sekali trader yang kuat berlama-lama menahan posisi loss ratusan pips namun dengan
segera menutup posisi yang sedang profit meskipun baru beberapa pips saja. Kalau ini yang Anda
lakukan, ibaratnya Anda mengambil satu langkah maju namun kemudian mundur sembilan langkah.

Don’t bet the farm

Jangan overtrade. Jangan tergoda untuk melakukan transaksi dalam jumlah besar tanpa didukung
oleh perhitungan dan manajemen modal yang baik. Banyak sekali trader yang melakukan hal itu
hanya untuk satu tujuan: supaya cepat menghasilkan profit dalam waktu singkat. Mereka tidak ingat
bahwa semakin besar jumlah transaksi yang dilakukan maka potensi kerugiannya pun akan semakin
besar pula.

Intuition: friend or foe?


Intuisi itu kawan atau lawan?

Konon, trader yang berpengalaman akan memiliki “insting pasar” yang lebih tajam.

Apakah benar?

Lalu apakah boleh menggunakan insting dalam trading?

Sepertinya kata yang lebih tepat adalah “intuisi” daripada “insting”. Insting itu lebih kepada
kemampuan hewan dalam bertahan hidup. Ada seekor kucing dipelihara seseorang sejak bayi.
Tanpa induknya, karena anak kucing itu ditemukan terlantar di tempat sampah. Namun pada
perkembangannya si anak kucing itu tetap tahu bagaimana caranya makan, membersihkan badan
dan menutupi kotorannya dengan pasir, tanpa pernah diajari oleh pemiliknya. Ia tahu bagaimana
melakukan hal-hal tersebut secara alamiah. Itulah insting.

Apakah ada orang yang diberkati dengan “insting pasar”? Entahlah. Namun sejauh ini bahkan trader
terhebat pun memperoleh kemampuan dari belajar dan berdasarkan pengalaman bertahun-tahun
menggeluti pasar. Pengalaman itu memperkuat “intuisi”-nya sebagai trader. Mungkin saja ia bisa
memperkirakan pergerakan harga selanjutnya dengan akurat, namun pada saat itu intuisi-lah yang
bekerja. Intuisi yang diperoleh dari pengalaman mengamati pasar selama bertahun-tahun.

Lalu apakah boleh trading hanya menggunakan intuisi? Itu terserah Anda. Namun sangat tidak
disarankan trading tanpa bantuan analisis yang obyektif.

Anda mungkin juga menyukai