Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311809995

Penatalaksanaan Gangguan Saluran Cerna dalam Kehamilan MEDICAL


REVIEW

Article · June 2014

CITATIONS READS

0 5,074

1 author:

Mohammad Adi Firmansyah


Jakarta Hospital & AsSyifa Hospital Tangerang
17 PUBLICATIONS   19 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Dengue and Hepatology View project

All content following this page was uploaded by Mohammad Adi Firmansyah on 22 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MEDICAL REVIEW

Penatalaksanaan Gangguan
Saluran Cerna dalam Kehamilan
M. Adi Firmansyah
PPDS Tahap Mandiri – Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo

ABSTRAK

Selama kehamilan, hampir semua sistem organ termasuk gastrointestinal mengalami perubahan
fisiologi. Keluhan gastrointestinal yang muncul pun beragam seperti mual, muntah, hiperemesis
gravidarum, hingga penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal reflux disease/GERD). Mual dan
muntah dialami sekitar 60%-70% perempuan pada trimester pertama kehamilan, hiperemesis terjadi
pada 0,5% kehamilan dan heartburn terjadi pada 50%-80% kehamilan. Patogenesis yang mendasari
gangguan gastrointestinal ini dikaitkan adanya perubahan hormon selama kehamilan, penurunan
tekanan sfingter esofagus bawah, penurunan motilitas lambung, efek mekanik uterus gravid hingga
faktor psikologis. Terapi yang diberikan tentunya harus memperhatikan manfaat dan risiko terutama
keamanan obat tersebut dalam kehamilan.

Kata kunci: kehamilan, mual, muntah, hiperemesis gravidarum, gerd

PENDAHULUAN

Secara fisiologis, tubuh wanita hamil akan melakukan adaptasi, antara lain dengan perubahan anato-
mi, fisiologi serta biokimiawi sebagai adaptasi tubuh terhadap kehamilannya. Hampir semua sistem
organ termasuk gastrointestinal mengalami perubahan fisiologi selama kehamilan. Keluhan gastroin-
testinal selama kehamilan antara lain muntah, hiperemesis gravidarum, penyakit refluks gastroesofa-
geal, dan konstipasi.1 Mual terjadi pada hampir 50%-90% kehamilan dan muntah sekitar 25%-55% ke-
hamilan Meski begitu keduanya bersifat self-limiting.2 Sebagian besar perubahan yang terjadi selama
kehamilan ini akan kembali normal setelah selesainya masa persalinan dan laktasi.

Secara umum, kehamilan lebih banyak mempengaruhi motilitas saluran cerna dibandingkan pe-
ngaruh terhadap fungsi sekresi dan absorbsi.1 Sekresi asam lambung dilaporkan juga mengalami
peningkatan pada kondisi kehamilan,3,4,5 meski laporan lainnya menyebutkan bahwa tidak terjadi pe-
ningkatan.6,7 Perubahan motilitas ini terjadi pada hampir seluruh saluran cerna dan dikaitkan dengan
peningkatan hormon selama kehamilan. Selain itu, uterus yang membesar dapat mengganggu waktu
pengosongan lambung dan juga mempengaruhi gambaran klinis gangguan saluran cerna seperti
apendisitis.7 Artikel ini akan membahas gangguan gastrointestinal terkait asam lambung yang terjadi
selama kehamilan yakni mual, muntah, hiperemesis gravidarum dan penyakit refluks gastroesofageal.

PERUBAHAN HORMON SELAMA KEHAMILAN

Tiga hormon yang berperan pada perubahan fisiologi gastrointestinal adalah hormon hCG (human
chorionic gonadotropin), progesterone dan estrogen. Hormon hCG yang disekresi oleh trofoblas dan
kemudian oleh plasenta mencapai puncaknya pada trimester pertama kehamilan. Hormon ini ber-
fungsi untuk menyokong corupus luteum sampai plasenta dapat menghasilkan progrestron untuk me-
nyokong implantasi. Kadar puncak hormon ini selama trimester pertama kehamilan diduga berperan
dalam patogenesis terjadinya keluhan mual dan muntah serta hiperemesis gravidarum. HcG memiliki
struktur yang mirip sekitar 85% dengan hormon TSH (thyroid stimulating hormone) sehingga dapat

46 MEDICINUS Vol. 27, No. 1 April 2014


medical review

berikiatan dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid dan merangsang produksi kelenjar tiroid meski ber-
sifat stimulator tiroid yang lemah. Diduga terjadinya hiperemesis bertalian langsung dengan kelenjar
tiroid yang hiperaktif bukan dari hCG yang berlebihan karena seiring dengan membaiknya emesis
maka hipertiroidnya juga membaik. Kondisi ini dikenal dengan istilah gestational transient thyrotoxi-
cosis.8,9

Progesteron dan estrogen memiliki efek yang kuat terhadap otot polos uterus untuk mempertahan-
kan miometrium dalam keadaan yang relatif relaksasi. Pengaruh ini juga terjadi pada otot polos sistem
organ lain termasuk gastrointestinal. Selain itu, progestron juga menyebabkan waktu pengosongan
lambung dan waktu transit intestinal memanjang sehingga dipikirkan menjadi faktor predisposisi ter-
jadi mual dan muntah.10

MUAL, MUNTAH, DAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Mual dan muntah dialami sekitar 60%-70% perempuan pada trimester pertama kehamilan. Gejala ini
merupakan bagian dari spektrum normal kehamilan trimester pertama dan umumnya membaik pada
usia kehamilan 12-16 minggu. Istilah morning sickness yang lazim digunakan sehari-hari sebenarnya
tidak terlalu tepat mengingat kondisi dapat terjadi pada setiap waktu bahkan dapat terjadi terus me-
nerus sepanjang hari. Namun begitu, sebagian besar perempuan hamil yang mengalami mual dan
muntah selama kehamilan umumnya dapat tetap cukup minum dan makan. Jika terjadi gejala mual
dan muntah yang berat serta persisten sehingga mengakibatkan dehidrasi, gangguan asam basa dan
elektrolit atau defisiensi nutrisi disebut sebagai hiperemesis gravidarum. Jika mual dan muntah dika-
takan sebagai spectrum normal dari kehamilan maka kondisi hiperemesis ini dikatakan sebagai kea-
daan yang ekstrim. Diperkirakan 0,5% perempuan hamil mengalami kondisi ini. Tidak seperti mual
dan muntah yang lebih ringan dan fisiologis, hiperemesis dapat berakibat buruk pada ibu hamil atau-
pun janin. Bila tidak ditatalaksana dengan adekuat dan tepat, hiperemesis dapat menyebabkan kom-
plikasi pada ibu seperti ensefalopati Wernicke (dikaitkan dengan 40% kematian janin), central pontine
myelinolisis, dan kematian.10,11,12

Patogenesis
Patogenesis mual dan muntah sejatinya masih diperdebatkan namun beberapa teori telah diajukan
seperti peningkatan hormon hCG. Pada sebuah studi komparatif, dilaporkan bahwa perempuan hamil
yang mengalami keluhan mual dan muntah didapatkan peningkatan kadar hormon hCG12 meski studi
lainnya tidak mendukung hal ini.13 Peranan hormon progesterone dan estrogen terhadap timbulnya
mual muntah tampaknya sebagai mediator terjadinya gangguan motilitas lambung. Sebuah studi
yang dilakukan Walsh dkk mendapati bahwa pada perempuan hamil yang mengalami mual muntah
terdapat gangguan irama lambung (gastric dysrithmia) melalui pengukuran elekrogastrografi. Peneli-
tian itu membandingkan dengan perempuan tidak hamil yang diberikan hormon progesterone dan
atau estrogen, yang juga mengalami gangguan irama lambung dan mengalami keluhan mual mun-
tah.14 Peranan sekresi asam lambung terhadap keluhan mual dan muntah tidak banyak dilaporkan.
Peningkatan sekresi asam lambung selama kehamilan tampaknya lebih berperan terhadap patogen-
esis timbulnya penyakit refluks gastroesofageal selama kehamilan.

Patogenesis hiperemesis gravidarum juga belum sepenuhnya jelas. Studi-studi menunjukkan hubun-
gan langsung antara beratnya hiperemesis (yang ditandai dengan hasil tes fungsi hati dan gangguan
elektrolit) dengan peningkatan kadar tiroksin, kadar homon hCG, dan kadar estriol. Selain itu, overaktif
aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, sistem imunitas yang overaktif, defisiensi vitamin, distensi saluran
pencernaan bagian atas, disfungsi otonom, gangguan pengosongan lambung dan faktor psikologi
juga dilaporkan berperan dalam terjadinya hiperemesis gravidarum.10,15 Infeksi Helicobacter pylori lebih
sering ditemukan pada perempuan hamil dengan komplikasi hiperemesis gravidarum. Hayakawa
dkk mendapati 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis ternyata positif terinfeksi Helicobacter
pylori dan pemberian antibiotik dapat mengurangi keluhan mual dan muntah pada pasien dengan
hiperemesis.17 Penurunan tekanan LES (lower esophageal sphincter), penurunan peristalsis gaster dan
lambatnya pengosongan lambung dapat memperberat gejala hiperemesis meski diduga kondisi ini

Vol. 27, No. 1 April 2014 MEDICINUS 47


medical review

bukan penyebab tersendiri. Gambar 1 menunjukkan betapa rumitnya patogenesis dari hiperemesis
gravidarum.

Diagnosis

Pada perempuan hamil, kondisi mual, muntah, produksi air liur berlebihan (ptyalism) dan hipere-
mesis biasanya terjadi antara minggu ke-6 dan ke-8 kehamilan dan membaik pada trimester kedua.
Jika keluhan muncul setelah 12 minggu sejak amenore biasanya tidak berkaitan dengan hiperemesis
gravidarum sehingga sebaiknya dipikirkan penyebab lain mual dan muntah ini. Karena hiperemesis
umumnya berulang maka anamnesis riwayat hiperemesis pada kehamilan sebelumnya akan mem-
bantu mengarahkan diagnosis. Kehilangan berat badan dan massa otot dapat terjadi pada kasus-kasus
yang berat. Begitu juga dengan gangguan cairan dan elektrolit, dehidrasi, keton uria dan asetonuria.
Idealnya, usia kehamilan secara pasti harus diketahui dengan bantuan ultrasonografi uterus yang juga
dapat membantu mengonfirmasi ada tidaknya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa. Tidak ada
pemeriksaan penunjang yang memberikan gambaran spesifik untuk hiperemesis. Umumnya yang da-
pat ditemui adalah abnormalitas fungsi hati, gangguan elektrolit, gangguan fungsi tiroid (penurunan
kadar TSHs, peningkatan T4 bebas), dan ketonuria. Pada saat hiperemesis perbaikan, umumnya abnor-
malitas hasil laboratorium kembali normal.10,11

Diagnosis banding hiperemesis gravidarum yang perlu dipikirkan adalah gastritis, ulkus peptikum,
hepatitis, pancreatitis, obstruksi usus, hiperparatiroidism, hipertiroidism, IBS, nefrolitiasis, infeksi salu-
ran kemih hingga uremia.10

Gambar 1. Faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis hiperemesis gravidarum (HG).15


Panah dengan garis sambung menunjukkan faktor yang telah diteliti. Garis putus-putus
menunjukkan masih hipotesis. ACTH=adrenocorticotropic hormon; GIT=gastrointestinal tract; LESP=lower esopha-
geal sphincter pressure

48 MEDICINUS Vol. 27, No. 1 April 2014


medical review

Tata Laksana berian metilprednisolon oral sebesar 94% pada 18


Umumnya, tata laksana mual dan muntah pasien dengan hiperemesis refrakter. Dosis metil-
disesuaikan dengan beratnya keadaan. Pasien prednisolon yang diberikan adalah 48 mg per hari
dapat dianjurkan untuk makan dengan porsi selama 3 hari yang kemudian dititrasi turun dalam
kecil namun sering (small but frequent) dan 2 minggu.16
juga menghindari makanan/minuman atau-
pun kondisi yang dapat mencetuskan mual dan Dukungan emosional hendaknya tidak dilupakan
muntah. Medikamentosa umumnya jarang di- dalam penatalaksanaan hiperemesis mengingat
gunakan. Namun pada kondisi mual dan mun- adanya peranan faktor psikologi dalam patoge-
tah sehingga timbul dehidrasi dan gangguan nesisnya. Sikap yang bersahabat dari dokter dan
asupan maka terapi cairan intravena dan atau staf medis akan membantu menentramkan hati
nutrisi parenteral dapat diberikan. Pemberian pasien. Pada beberapa kasus, psikoterapi suportif,
cairan infus dekstrose tidak dianjurkan karena terapi perilaku (misalnya cognitive behavioral the-
selain dapat mencetuskan ensefalopati Wer- rapy) hingga hipnoterapi dilaporkan membantu
nicke, pada hiperemesis umumnya terjadi gang- pengobatan hiperemesis.10,11
guan elektrolit sehingga cairan yang sesuai ada-
lah normal saline atau ringer lactate atau cairan PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL
Hartmann.10,11,15
Gejala heartburn atau disebut juga sebagai pi-
Suplementasi vitamin B1 (thiamin) hendaknya rosis diperkirakan terjadi pada 50%-80% perem-
diberikan pada perempuan hamil yang memer- puan hamil.18 Selain keluhan heartburn, perem-
lukan perawatan karena hiperemesis. Thiamin puan hamil juga dapat mengalami refluks yang
dapat diberikan per oral dalam bentuk tablet thi- sering ditandai dengan batuk persiten dan men-
amin hidroklorida 3 x 25–50 mg. Jika tidak dapat gi. Keluhan biasanya muncul saat akhir trimester
mentolerir pemberian oral maka dapat diberi- kedua bahkan dapat menetap hingga masa par-
kan secara intravena seminggu sekali dengan tus dan dapat menjadi prediktor berkembangnya
melarutkan 100 mg thiamin dalam 100 cc normal penyakit refluks gastroesofageal (gastroesopha-
saline dan diinfus dalam 30–60 menit. Sedang- geal reflux disease/GERD) yang berulang.17 Faktor
kan pemberian vitamin B6 (piridoksin) diketahui risiko terjadinya GERD ini pada kehamilan antara
dapat mengurangi mual namun tidak mengu- lain multiparitas, usia ibu saat hamil, peningkatan
rangi muntah secara signifikan.15 berat badan yang berlebihan, dan riwayat heart-
burn pada kehamilan sebelumnya.18 Meskipun
Obat antiemetik seperti antagonis dopamine terkadang keluhan dapat menjadi berat, namun
(metoclopramid dan domperidon misalnya esofagitis jarang terjadi dan biasanya GERD ini
Vometa®), fenotiazin (chlorpromazine dan membaik setelah masa melahirkan.
prochlorperazine) dan antihistamin (prometh-
azine) dari berbagai penelitian menunjukkan Patogenesis
kurangnya efek teratogenik. Antihistamin (H1
blockers) seperti ranitidin diketahui aman untuk Mekanisme yang mendasari terjadinya GERD
kehamilan sedangkan omeprazole termasuk ke- pada perempuan hamil dikaitkan dengan adanya
las C (tidak dianjurkan pada ibu hamil). Meski perubahan hormon yang mempengaruhi mo-
infeksi Helicobacter pylori berperan dalam pa- tilitas esofagus, penurunan tonus otot sfinger
togenesis hiperemesis gravidarum, tidak serta esofagus bawah (lower esophageal sphincter/LES),
merta menjadikan terapi eradikasi langsung dan pengosongan lambung. Kompresi lambung
diberikan. Hal ini terkait karena masalah kea- dan peningkatan tekanan intraabdominal akibat
manannya.10,11,15 Terapi alternatif seperti bubuk pembesaran uterus juga diyakini berperan dalam
jahe (powdered ginger root) diketahui memberi- terjadinya GERD ini. Namun secara umum, dua
kan efek signifikan dibandingkan plasebo dalam mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya
mengurangi gejala hiperemesis gravidarum.10,11 GERD adalah berkurangnya tekanan sfingter eso-
fagus bawah dan efek mekanik uterus gravid.17
Pada kasus-kasus mual dan muntah yang persis-
ten dengan pemberian terapi anti-emetik maka Penurunan tekanan LES diperkirakan sebagai aki-
pemberian kortikosteroid dapat dibenarkan. Sa- bat peranan hormon estrogen dan progesteron
fari dkk melaporkan tingkat keberhasilan pem- dan juga dikaitkan dengan efek mekanik dari

Vol. 27, No. 1 April 2014 MEDICINUS 49


medical review

uterus gravid meski hanya sedikit.18,19 Diduga tanil sebagai kategori C serta midazolam dan di-
bahwa kompetensi LES memang sudah ter- azepam sebagai kategori D. Karena alasan inilah,
ganggu sejak awal kehamilan meskipun belum maka sebaiknya esofagogastroduodenoskopi
menunjukkan gejala yang berarti. Hormon pro- sebaiknya dilakukan hanya pada kasus-kasus re-
gesterone saja ataupun kombinasi dengan es- frakter dengan obat-obatan atau bila ada kom-
trogen dapat menurunkan tekanan LES sepan- plikasi serius. EGD sebaiknya ditunda sampai
jang masa kehamilan, dimana titik nadirnya setelah melewati trimester pertama kehamilan.
terjadi sesaat sebelum melahirkan. Hal ini dikait-
kan karena pada saat tersebut, kadar hormon Tata Laksana
estrogen dan progesteron mencapai puncak-
nya. Selama kehamilan, LES sangat dipengaruhi Tujuan utama tata laksana adalah untuk me-
oleh tekanan ekstrinsik maupun faktor intrinsik. ngurangi refluks dan netralisasi volume lam-
Misalnya pembesaran uterus meningkatkan te- bung. Umumnya untuk gejala yang ringan,
kanan intra-abdominal dan tekanan intra gaster dapat dilakukan dengan modifikasi perilaku
serta mengubah posisi menempati sfingter eso- dan diet seperti menghindari berbaring atau
fagus bawah sehingga segmen intra-abdominal terlentang setelah makan, menghindari makan-
LES menjadi hilang. Faktor mekanik lain yang di- makanan tertentu yang mencetuskan sekresi
duga berperan adalah adanya perubahan struk- asam lambung (misalnya kopi, coklat, alkohol,
tur anatomi sekitar LES, terbentuknya hiatal her- makanan asam ataupun makanan berlemak,
nia, dan melambatnya pengosongan lambung. dan me-rokok), serta dengan meninggikan
Selain itu, dilaporkan juga bahwa kemampuan kepala saat berbaring.10,18 Pada gejala GERD se-
pembersihan esofagus menurun akibat menin- dang sampai berat, dapat dilakukan pemberian
gkatnya frekuensi kontraksi-kontraksi meski de- obat-obatan dengan mempertimbangkan man-
ngan amplitudo yang rendah.10 faat dan risikonya terhadap kehamilan. Antacid
dan sukralfat dianggap aman sebagai terapi lini
Diagnosis pertama bila digunakan pada trimester pertama
dan ketiga kehamilan.18,19 Antacid berbasis mag-
Gambaran klinis GERD pada kehamilan tidak nesium harus dihindari karena magnesium sulfat
jauh berbeda dengan kondisi populasi umum dapat mengganggu kotraksi otot persalinan dan
dimana heartburn menjadi gejala utama selain dapat menyebabkan kejang. Begitu juga dengan
regugirtasi, mual, muntah dan disfagia. Gam- antacid yang mengandung natrium-bikarbonat,
baran klasik heartburn biasanya berupa rasa pa- karena dapat menyebabkan alkalosis metabolik
nas substernal yang terjadi setelah makan atau pada ibu dan janin serta dapat mengakibatkan
pada keadaan posisi berbaring. Jangan lupa retensi cairan. Pada perempuan hamil dengan
bahwa gejala refluks kerap mirip dengan gejala anemia defisiensi besi yang mendapatkan pre-
batuk persisten, mengi ataupun nyeri dada. Ge- parat besi, pemberian antacid ini sebaiknya
jala-gejala GERD ini umumnya timbul pada akhir diberikan dengan waktu berbeda untuk meng-
trimester kedua dan dapat memburuk selama hindari interaksi yang dapat mengganggu ab-
trimester ketiga. Namun begitu, komplikasi yang sorbsi besi.10
ditimbulkan jarang berakibat serius. Komplikasi
yang dapat terjadi misalnya esofagitis, perdarah- Jika tidak ada respon, maka dapat dilanjutkan
an dan striktur. Gejala heartburn memiliki sensi- dengan pemberian antagonis reseptor H-2
tivitas dan spesifitas yang tinggi (hampir 90%) yakni ranitidine. Simetidin harus dihindari ka-
untuk mendiagnosis GERD sehingga seringkali rena adanya efek anti-androgenik. Penghambat
pemeriksaan penunjang radiologi tidak diper- pompa proton (proton pump inhibitor–PPI) se-
lukan selain karena alasan teratogenisitas ra- baiknya diberikan pada kasus-kasus dengan ge-
diasi. Meski manometri esofagus dan endoskopi jala persisten atau bila ada komplikasi.18,19 Ome-
aman dilakukan selama kehamilan namun ja- prazol tidak boleh diberikan selama kehamilan
rang dilakukan. Endoskopi hanya dilakukan bila karena termasuk kategori C (menimbulkan efek
dicurigai terjadi komplikasi seperti striktur atau teratogenik pada janin) sedangkan golongan
ulserasi. Sedasi yang digunakan dalam endosko- PPI lainnya termasuk kategori B.18 Tabel 1 berikut
pi misalnya midazolam, meperidine, fentanil, menunjukkan keamanan obat GERD dalam ke-
dan diazepam cukup aman digunakan meski- hamilan dan algoritma tata laksana GERD dalam
pun FDA mengkategorikan meperidine dan fen- kehamilan disajikan dalam gambar 2.

50 MEDICINUS Vol. 27, No. 1 April 2014


medical review

reference
1. Roy PK, Chelmow D. Gastrointestinal disease and pregnancy. http://www.
emedicine.medscape.com; 2011. [disitasi 1 September 2012]..
2. Koch KL. Gastrointestinal factors in nausea and vomiting of pregnancy.
Am J Obstet Gynecol 2002;186:198-203.
3. Lilja B, Svensson SE, Gastric secretion during pregnancy and lactation in
the rat. J Physiol 1967;190:261-72.
4. Crean GP, Rumsey RD. Hyperplasia of the gastric mucosa during preg-
nancy and lactation in the rat. J Physiol 1971;215:181-97.
5. Al-Amri SM. Twenty-four hour pH monitoring during pregnancy and at
postpartum: a preliminary study [abstrak]. Eur J Obstet Gynecol Reprod
Biol 2002;102:127-30.
6. Bianco A, Lockwood CJ, Barss VA. Maternal gastrointestinal tract adapta-
tion to pregnancy. Uptodate; 2012. [disitasi 1 September 2012]. Tersedia
di: http://www.uptodate.com.
7. Waldum HL, Straume BK, Lundgren R: Serum group I pepsinogens during
pregnancy [abstrak]. Scand J. Gastroenterology 1980; 15:61-63.
8. Glinoer D. The regulation of thyroid function in pregnancy: pathways of
endocrine adaptation from physiology to pathology. Endocrine Reviews
1997;18:404-34.
9. Fantz CR, Jack SD, Ladenson JH, Gronowski AM. Thyroid function during
pregnancy. Clinical Chemistry 1999;45:2250-8.
10. Fauzi A, Rani AA. Gangguan sistem gastrointestinal pada kehamilan.
Dalam: Laksmi PW, Alwi I, Setiati S, Mansjoer A, Ranita R; editor. Penyakit-
penyakit pada kehamilan: peran seorang internis. Jakarta: Pusat Penerbit
Ilmu Penyakit Dalam 2008; 91-102.
11. Malagelada JR, Malagelada C. Nausea and Vomiting. Dalam: Feldman M,
Friedman LS, Brandt LJ, editor. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal
and liver disease. Edisi ke-9. Philadelphia: Saunders 2010: 197-209.
12. Masson GM, Anthony F, Chau E. Serum chorionic gonadotrophin (hCG),
schwangerschaftsprotein 1 (SP1), progesterone and oestradiol levels in
patients with nausea and vomiting in early pregnancy [abstrak]. Br J Ob-
stet Gynaecol 1985;92:211-5.
13. Soules MR, Hughes CL Jr, Garcia JA, Livengood CH, Prystowsky MR, Al-
exander E. Nausea and vomiting of pregnancy: role of human chorionic
gonadotropin and 17-hydroxyprogesterone [abstrak]. Obstet Gynecol
1980;55:696-700.
14. Walsh JW, Hasler WL, Nugent CE, Owyang C. Progesterone and estrogen
are potential mediators of gastric slow-wave dysrhythmias in nausea of
pregnancy [abstrak]. Am J Physiol 1996;270:506-14.
15. Verberg MFG, Gillott DJ, Al-Fardan N, Grudzinskas N. Hyperem-
esis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update
2005;5:527–39.
16. Safari H, Alsulyman O, Gherman R, Goodwin TM. Experience with oral
methylprednisolone in the treatment of refractory hyperemesis gravidar-
um [abstrak]. Am J Obstet Gynecol 1998; 178:1054-8
17. Hayakawa S, Nakajima N, Karasaki-Suzuki M, Yoshinaga H, Arakawa Y, Sa-
toh K, et al. Frequent presence of Helicobacter pylori genome in the saliva
of patients with hyperemesis gravidarum. Am J Perinatol 2000;17:243-7.
18. Esposti SD, Reinus JF. Gastrointestinal and hepatic disorders in the preg-
nant patient. Dalam: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, editor. Sleisen-
ger and Fordtran’s gastrointestinal and liver disease. Edisi ke-9. Philadel-
phia: Saunders 2010: 625-38.
Gambar 2. Algoritme terapi GERD pada 19. Richter JE: Gastroesophageal reflux disease during pregnancy [abstrak].
Gastroenterol Clin North Am 2003; 32:235.
kehamilan.10

Vol. 27, No. 1 April 2014 MEDICINUS 51


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai