Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 STATUS PASIEN


1. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : RT.18, Setia Budi

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


Status Perkawinan : Sudah Menikah
Jumlah Anak :4
Jumlah Saudara : 1 (Anak pertama)
Status Ekonomi Keluarga : Cukup
Kondisi Rumah :

Rumah pasien merupakan rumah permanen dengan ukuran ± 19 x 7m yang dihuni


oleh 4 orang yaitu pasien, anak,cucu, dan menantu laki - laki nya. Rumah pasien terdiri
dari 1 ruang tamu dan keluarga , 3 kamar tidur, 1 ruang dapur, dan 1 kamar mandi.
Rumah pasien disertai ventilasi di bagian depan dan samping rumah, atap terbuat dari
seng , lantai rumah terbuat dari semen. Dinding berupa tembok yang terbuat dari batu
bata dan semen. Pintu dan jendela rumah terdapat di depan, dan samping. Pencahayaan
di dalam rumah pasien tergolong baik. Pencahayaan alamiah cukup dan pencahayaan
buatan untuk penerangan malam hari digunakan lampu pijar.
Sumber air berasal dari PDAM, air yang digunakan untuk masak, mandi dan
mencuci juga berasal dari air PDAM. Sedangkan air untuk minum berasal dari air
PDAM yang dimasak sampai mendidih serta dari air minum isi ulang. Jamban yang
digunakan keluarga merupakan jamban dengan leher angsa, dengan kondisi jamban y
pencahayaan toilet kurang. Lingkungan sekitar rumah merupakan lingkungan padat
penduduk. Untuk pembuangan air limbah dialirkan langsung ke septic tank. Sampah
biasanya dibuang di tempat pembuangan sampah rapi, Kondisi dapur rumah pasien
rapi, barang-barang terletak beraturan, pencahayaan dapur kurang.
 Kondisi Lingkungan di sekitar rumah :
Pasien tinggal di daerah padat penduduk. Rumah pasien berada dipinggir jalan.
Keadaan lingkungan rumah pasien cukup bersih.
 Aspek Perilaku dan Psikologis di Keluarga
Pasien merupakan pensiunan tantara yang tinggal Bersama anak sulung, cucu
dan menantunya. Hubungan dengan keluarga sangat baik. Pasien mendapatkan
kasih sayang dan perhatian yang penuh dari anak dan menantu nya. Kebutuhan
sehari-hari pasien terpenuhi dengan baik. Selain kebutuhan sandang pangan dan
papan, pasien juga di fasilitasi kendaraan aberupa motor agar bisa mengikuti
kegiatan di sekitar lingkungan rumahr.
Menurut penjelasan anak pasien, pasien merupakan seseorang yang cukup
memperhatikan kebersihan serta kesehatan dirinya. Selalu mandi 2x sehari,
berolahraga, dan menyukai buah-buahan dan sayuran. Namun diakui oleh pasien
dalam hal menjaga kesehatan gigi dan mulut pasien kurang memperhatikan.
Menggosok gigi setiap mandi. Kadang-kadang menggosok gigi setelah makan
dan sebelum tidur.

3. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pilek sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang berobat ke Puskesmas Pakuan baru dengan keluhan pilek sejak 3 hari
yang lalu yang terasa menyumbat. Ingus pasien keluar terus menerus. Ingus kental dan
berwarna putih. Pasien mengeluh ingus tersebut bau busuk sehingga di hidung pun terasa
berbau busuk. Bersin-bersin (-)
Satu hari sebelum pilek, pasien demam. Demam dirasa tidak terlalu tinggi dan menetap
sepanjang hari. anak pasien mengaku meberikan obat penurun panas yang di beli di
apotik. Dan demam turun dengan pemberian obat. Menggigil (-). Sebelumnya, pasien
mengaku sakit gigi sekitar 3 hari sebelum demam. Pasien sudah meminum obat dan saat
sekarang gigi tersebut sudah tidak terasa sakit. Sakit gigi tersebut timbul akibat adanya
gigi berlubang pada geraham bawah.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluh rasa nyeri dan berat di wajah . Keluhan
ini timbul terutama saat pasien menunduk, saat membaca, bila terlalu lama menunduk
maka pipi pasien terasa nyeri. Nyeri kepala (-),
Batuk (-), bau mulut (-)

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga yang mengalami keluhan yang sama (-)

Riwayat makan, alergi, dan obat-obatan :


Alergi makanan (-), riwayat asma (-), alergi obat (-)

4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

2. Pengukuran Tanda Vital :


Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 81 x per menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37.7°C
Respirasi : 21 x/menit, reguler
BB : 48 kg
TB : 164 cm

Pemeriksan Organ:
Kepala :
Bentuk : Simetris, normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, konjungtiva hiperemis -/- , sklera
ikterik -/-
Telinga : Dalam Batas Normal
Hidung : Napas cuping hidung -/-
sekret mukopurulen di meatus media (+)
(+/+), mukosa edema (-), hiperemis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), Mukosa basah (+), faring hiperemis (-),
Nyeri ketuk gigi geraham 2 kiri atas, geraham 1 kanan atas
Thoraks:
Paru :
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus kiri dan kanan normal
 Perkusi : Sonor
 Auskustasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
 Inspeksi : cembung, jaringan parut (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-),hepar
dan lien tidak teraba , turgor baik
 Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan tambahan : pemeriksaan sinus


Inspeksi : edema pipi (-/-) , edema kelopak mata (-/-)
Palpasi : nyeri ketok pipi (+/+)

5. Pemeriksaan laboratorium :
 WBC : 9,1 x 103
 RBC : 4.81 x 106
 HGB : 14.3 g/dl
 HCT : 43.2 %
 PLT : 164 x 103
6. Usulan pemeriksaan penunjang :
- Rontgen sinus
- Ct-scan

7. Diagnosa Kerja :
Sinusitis maxilaris akut (J.32.9)

8. Diagnosa Banding :
1. Sinusitis frontal akut (J.32.6)
2. Rinitis simplek (J.32.1)
3. Rinitis atrofi (J.32.3)

9. Manajemen
a. Promotif
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita serta komplikasinya
- Edukasi perubahan life style terutama dalam menjaga kebersihan diri dan
kebersihan lingkungan
b. Preventif
- Jangan lupa untuk selalu membersihkan gigi dan mulut untuk menghindari infeksi
- Konsumsi makanan yang mengandung vitamin untuk membantu meningkatkan
sistem imun tubuh
c. Kuratif
Non farmakologi
 Konsul ke dokter gigi
 Istirahat dan menjalani pengobatan
 Kompres hidung
 Pencucian rongga hidung
 Diatermi
Farmakologi
1. Resep puskesmas
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Amoxicillin tab 3x500mg
- Vit.C 1x1
2. Resep ilmiah
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Ampisilin tab 3x500 mg
- Ephedrin HCL tab 3x1/2 tab

Obat tradisional
- Bahan-bahan :
Jahe dan madu
- Cara pemakaian :
Jahe yang sudah dicuci direbus hingga mendidih. Air rebusan kemudian
ditambahkan satu sendok madu. Diminum saat masih hangat, 2x sehari.
d. Rehabilitasi
- Menjalankan pengobatan sesuai anjuran dokter
- Menjaga selalu kebersihan diri dan lingkungan.
- Mengonsumsi makanan bergizi dan mengandung vitamin untuk meningkatkan
daya tahan tubuh

Resep puskesmas Resep Ilmiah


Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru
dr.M.Herpian Nugrahadil dr.M.Herpian Nugrahadil
SIP :G1A217114 SIP :G1A217114

Jambi, September 2019 Jambi, September 2019

Pro :Tn.D Pro :Tn.D


Umur :76 tahun Umur :76 tahun
BB : 48 kg BB : 48 kg
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru
dr.M.Herpian Nugrahadil dr.M.Herpian Nugrahadil
SIP :G1A217114 SIP :G1A217114

Jambi, September 2019 Jambi, September 2019

Pro :Tn.D Pro :Tn.D


Umur :76 tahun Umur :76 tahun
BB : 48 kg BB : 48 kg

Pro :
Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.1
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan
tulang di bawahnya., terutama pada daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen,
nafas bau, post nasal drip. Sementara itu, sinus maksila disebut juga antrum High-more
merupakan sinus paranasal yang terbesar dan merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh
karena :1,2
1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar.
2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi
dapat menyebabkan sinusitis maksila.
4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang
sempit, sehingga mudah tersumbat.

2.2 Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila gejala berlangsung
4 sampai 8 minggu sedangkan kronis berlangsung lebih dari 2 bulan.Tetapi apabila dilihat
dari gejala, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang
akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik
mukosa sinus masih reversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau
polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik,
akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.1,3
Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat
ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai
dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.4

2.3 Faktor Predisposisi


Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di
hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan factor predisposisi terjadinya
sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obtruksi ostium sinus
serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri.
Sebagai factor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang
dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.1,5

2.4 Etiologi
Sinusitis maksilaris disebabkan oleh beberapa faktor pejamu yaitu genetik, kondisi
kongenital, alergi dan imun, abnormalitas anatomi. Faktor lingkungan yaitu infeksi bakteri,
trauma, medikamentosa, tindakan bedah. Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan
infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran
hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma,
berenang atau menyelam.1
Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan udara pada
hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang menyebabkan
common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti cold inflames dan
membrane mukosa hidung bengkak,pembengkakan membran dapat menyebabkan obtruksi
sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup,
sehingga tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan
berkembang biak.6,7

2.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel
respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan
viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel
untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan.8,9
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
terjadinya hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.8,10
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
(anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan
pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan
mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama
sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang
alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila
sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta
abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya
sinusitis maksila.8,11
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.

2.5 Gejala klinis


Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri kepala, wajah terasa
bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak (sewaktu naik atau turun
tangga), nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, sekret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan berbau busuk.6,12,13
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris kronik berupa hidung
tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di belakang hidung, hidung berbau, pada sekitar
mata pipi atau dahi sakit lunak dan bengkak, sakit kepala, indra pembau berkurang, susah
bernafas, mudah lelah , dan batuk.6,7,13,14

Kriteria Saphiro dan Rachel


a. Gejala Mayor:
1. Rhinorea purulen
2. Drainase Post Nasal
3. Batuk

b. Gejala Minor:
Demam
Nyeri Kepala
Foeter ex oral

Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan
2 atau lebih gejala minor.1

2.6 Pemeriksaan
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan inspeksi luar,
palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transiluminasi, radiologi dan Ct Scan (gold
standard).
1. Inspeksi
Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan
mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut.
2. Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksilaris.
3. Transiluminasi
Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan kiri. Sinus yang sakit
akan tampak lebih gelap.
4. Pemeriksaan radiologi
Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam sinus. Jika cairan
tidak penuh akan tampak gambaran air fluid level.

5. CT scan
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus maksilaris adalah
pemeriksaan CT scan. Potongan CT scan yang rutin dipakai adalah koronal.1,2,14
6. Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat
melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal
penyebab sinusitis.Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan
septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya
polip atau tumor.1

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan
mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM
sehingga drainase dan ventilasi sinus pulih secara alami.1

Jenis terapi medikamentosa yang digunakan pada orang dewasa antara lain: 15-18
1. Antibiotika
Jenis antibiotika yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara lain:
a. Amoksisilin + asam klavulanat
b. Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
c. Florokuinolon : ciprofloksasin
d. Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
e. Klindamisin
f. Metronidazole

2. Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis α-adrenergik


3. Analgetik
4. Steroid oral/topical
5. Pencucian rongga hidung
6. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan secret semakin kental
7. Imunoterapi

Terapi Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan sederhana dengan
peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih endoskopi.19
1. Sinus maksila:
a. Irigasi sinus (antrum lavage)
b. Nasal antrostomi
c. Operasi Caldwell-Luc
2. Sinus etmoid: Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral
3. Sinus frontal:
a. Intranasal, ekstranasal
b. Frontal sinus septoplasty
c. Fronto-etmoidektomi
4. Sinus sfenoid :
a. Trans nasal
b. Trans sfenoidal
5. FESS (functional endoscopic sinus surgery), dipublikasikan pertama kali oleh
Messerklinger tahun 1978. Indikasi tindakan FESS adalah:
a. Sinusitis (semua sinus paranasal) akut rekuren atau kronis
b. Poliposis nasi
c. Mukokel sinus paranasal
d. Mikosis sinus paranasal
e. Benda asing
f. Osteoma kecil
g. Tumor (terutama jinak, atau pada beberapa tumor ganas)
h. Dekompresi orbita / n.optikus
i. Fistula likuor serebrospinalis dan meningo ensefalokel
j. Atresia koanae
k. Dakriosistorinotomi
l. Kontrol epistaksis
m. Tumor pituitari, ANJ, tumor pada skull base

2.8 Komplikasi
Komplikasi sinusitis maksilaris adalah selulitis orbita, osteomielitis dan fistula
oroantral.7 Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.1
BAB III
ANALISA KASUS

ANALISIS PASIEN SECARA HOLISTIK


a. Hubungan diagnosis penyakit dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didiagnosa dengan sinusitis
maksilaris akut. Penyakit terjadi karena infeksi mikroorganisme yang dapat berasal dari
saluran nafas. Dihubungkan dengan keadaan rumah pasien yang cukup rapi dan bersih,
maka tidak ditemukan adanya hubungan antara diagnosis dan keadaan rumah ataupun
lingkungan rumah.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Dilihat dari keadaan keluarga dan hubungannya di rumah pasien, tidak tampak adanya
masalah. Antar orang dalam keluarga saling menghargai dan membantu satu sama lain.
Kemudian dalam keluarga yang tinggal 1 rumah dengan pasien, tidak ditemukan ada
yang sedang sakit. Maka tidak terdapat hubungan antara diagnosis dengan keadaan
keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar

Dari hasil anamnesis dan penjelasan anak pasien, pasien merupakan seseorang yang
cukup memperhatikan kebersihan dan kesehatannya. Namun dalam kebiasaaan menjaga
kebersihan gigi mulut kurang diperhatikan pasien. Tidak selalu setiap setelah makan dan
sebelum tidur pasien menggosok gigi. Sehingga terdapat hubungan antara perilaku
kesehatan pasien dengan diagnosis.

d. Analisis kemungkinan faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien

Dari hasil anamnesis dan kunjungan rumah pasien maka dapat disimpulkan faktor resiko
yang mendukung kemungkinan diagnosis adalah adanya infeksi pada gigi pasien yang
menyebabkan infeksi sekunder pada sinus.

e. Analisis untuk mengurangi paparan

Untuk mengurangi paparan maka diberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai :
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta olahraga untuk mewujudkan hidup
yang sehat dan bersih.
- Selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi setiap setelah
makan dan sebelum tidur.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang faktor-faktor yang dapat
memicu penyakitnya seperti penurunan sistem imun oleh karena itu diminta untuk
selalu mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin untuk membantu daya
tahan tubuh.

f. Edukasi yang diberikan kepada pasien atau keluarga

 Harus menjaga kebersihan baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar
 Selalu menjaga kebersihan mulut dengan menggosok gigi setiap habis makan dan
sebelum tidur
 Selalu membersihkan rumah dan seluruh ruangan nya agar terhindar dari pertikel-
pertikel debu yang dapat memicu kekambuhan penyakit
 Mengkonsumsi makan-makanan yang kaya vitamin dan mineral untuk
memperkuat system imun tubuh
 Membuka pintu dan jendela rumah di pagi hari agar sirkulasi udara dan
pencahayaan di dalam rumah menjadi baik sehingga kuman tidak gampang
tumbuh dan udara rumah menjadi segar
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, dkk. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: FK UI. 2015
2. S., H., & S., R. Penyakit telinga hidung tenggorok dalam buku ajar ilmu penyakit
telinga hidung tenggorok untuk mahasiswa fakultas kedokteran gigi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. 2003
3. Rudack dan Sachse.’Chronic Rhinosinusitis – Need for Futher Clasification?
Inflamation Research’. New York. Vol 53 . 2004. p ; 111.
4. Lewis, K., Salyers, A. A., Taber, H. W., & Wax, R. G. Bacterial resistance to
antimicrobials. New York: Marcel Decker.2002.
5. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis and
nasal polyps. Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1-139.
6. Busquets JM, Hwang PH. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification, diagnosis and
treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head & Neck Surgery –
Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006;
406-416.
7. Mulyarjo. Terapi medikamentosa pada rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati S, eds. Naskah lengkap perkembangan
terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 59-65.
8. Chiu AG, Becker DG. Medical management of chronic rhinosinusitis. In Brook I, eds.
Sinusitis from microbiology to management. New York: Taylor & Francis, 2006;
219-229.
9. Siswantoro. Tatalaksana bedah pada rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S, Kentjono
WA, Harmadji S, JPB Herawati S, eds. Naskah lengkap perkembangan terkini
diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 67-74.
LAMPIRAN

Tampak luar rumah pasien

Ruang Tamu dan Keluarga

Kamar mandi
DOKUMENTASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Anda mungkin juga menyukai