Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang
merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai
tanggung-jawab dalam memastikan efektivitas dan keamanan dari suatu obat.
Dalam dunia farmasi, terdapat beberapa cabang ilmu yang harus dipelajari. Bukan
hanya ilmu meracik obat, tapi seorang farmasis juga harus memahami bagaimana
sifat fisika dari obat tersebut sehingga dikenal dengan ilmu Farmasi Fisika.
Farmasi Fisika merupakan suatu ilmu yang menggabungkan antara ilmu
Fisika dengan ilmu Farmasi. Ilmu Fisika mempelajari tentang sifat sifat fisika
suatu zat. Sedangkan ilmu Farmasi adalah ilmu tentang obat-obat yang
mempelajari cara membuat, memformulasi senyawa obat menjadi sediaan yang
dapat beredar di pasaran. Gabungan dari kedua ilmu tersebut akan menghasilkan
suatu sediaan farmasi yang berstandar baik, berefek baik, dan mempunyai
kestabilan yang baik pula.
Salah satu fenomena dalam fisika yang kerap muncul di bidang farmasi
yaitu kompleksasi obat dalam tubuh. Kompleksasi obat adalah suatu metode yang
digunakan untuk menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat
pengompleks. Sedangkan senyawa pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk
karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masing
dapat berdiri sendiri (Martin,1993).
Dalam bidang farmasi, senyawa kompleks ini digunakan untuk menambah
kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari senyawa obat tak dapat
larut dengan baik pada pelarut tertentu sehingga diperlukan penambahan senyawa
pengkompleks.
Mengingat pentingnya prinsip reaksi kompleks dalam bidang farmasi
maka dilakukanlah percobaan ini, dimana akan digunakan sampel Paracetamol
yang memiliki sifat sukar larut dengan Na Edta sebagai zat pengkompleks.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Praktikum
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan suatu zat dengan
penambahan zat pengompleks.
1.2.2 Tujuan Praktikum
Menetapkan kelarutan Paracetamol dalam air dengan penambahan Na Edta
sebagai zat pengompleks menggunakan metode spektrofotometer uv-vis
1.3 Manfaat Percobaan
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan
Paracetamol dalam air dengan penambahan Na Edta sebagai zat pengompleks
menggunakan metode spektrofotometer uv-vis
1.4 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan dari parasetamol dalam larutan dengan penambahan
Na Edta dengan dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks
yang terjadi antara parasetamol dengan Na Edta yang di ukur dengan
menggunakan spektrofotometer uv-vis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kompleksasi
II.1.1 Pengertian Kompleksasi
Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme donor-
akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang
berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul
netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang
elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil
bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat
juga berupa atom netral (Martin, 1990).
Kompleks terbentuk dari suatu reaksi ion logam yaitu kation dengan suatu
anion atau molekul netral. Ion logam di dalam kompleks disebut atom pusat dan
kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang
terbentuk oleh atom logam, pusat disebut bilangan koordinasi dari logam, salah
satu contoh reaksi kompleks adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida untuk
membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil (Martin, 1990).
Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya
van der Waals dari dispersi, dipolar, dan tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen
memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler, dan
kovalen koordinat penting dalam kompleks logam (Martin, 1990).
Pada tahun 1921, Emery dan Wright meneliti kerja pengompleks dari
kafeina dengan sejumlah senyawa termasuk natrium benzoat dan natrium salisilat.
Pada tahun 1930 Labes menentukan tetapan kesetimbangan antara kafeina dan ion
salisilat, dan dalam tahun 1937, Chambon meneliti kompleks kafeina natrium
benzoat dengan metode distribusi (Martin, 1990).
II.1.2 Atom Pusat
Atom pusat merupakan atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada
di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di
sebut sebagai asam Lewis, Umumnya berupa logam (terutama logam-logam
transisi). Atom pusat merupakan atom unsur transisi yang dapat menerima
pasangan elektron bebas dari ligan karena ion-ion dari unsur logam transisi
memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima pasangan elektron pada
pembentukan ikatan dengan molekul atau anion tertentu membentuk ion
kompleks. Pasangan elektron bebas dari ligan menempati orbital-orbital kosong
dalam subkulit 3d, 4s, 4p dan 4d atom pusat.
Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat ditandai
oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom
pusat. Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, 1990).
II.1.3 Ligan
Ligan adalah molekul netral atau anion yang mempunyai pasangan electron
bebas (dapat dilihat dari struktur Lewisnya). Contoh : NH3, CN-. Ligan atau
gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang
berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut
sebagai basa Lewis yang memiliki pasangan electron bebas. Di dalam ligan
terdapat atom donor yaitu atom yang memiliki pasangan elektron bebas atau atom
yang terikat melalui ikatan π. Melalui atom donor tersebut suatu ligan melakukan
ikatan kovalen koordinasi dengan atom pusat yang ada.
G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi karena
penumbangan atau pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada atom
pusat, inilah yang disebut dengan ikatan-datif. Teori Medan Ligan menjelaskan
bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan
oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian
tingkatan energi orbital-orbital-d atom pusat, yang lalu menghasilkan energi untuk
menstabilkan kompleks itu (Energi Stabilitas Medan Ligan) (Svehla, 1990).
Ligan dapat dengan baik diklasifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat
kepada ion logam, yaitu :
1. Monodentat adalah ligan yang menyumbangkan 1 PEB ke atom pusat.
Seperti ion-ion halida atau molekul-molekul H2O atau NH3.
2. Bidentat adalah bila molekul atau ion ligan mempunyai dua atom, yang
masing-masing mempunyai satu pasangan elektron menyendiri, maka
molekul itu mempunyai dua atompenyumbang, dan adalah mungkin untuk
membentuk dua ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama. Contoh :
C2O42-.
3. Multidentat adalah ligan yang menyumbangkan lebih dari dua PEB ke atom
pusat. misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam
etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen-
penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam molekul, dapat
merupakan heksadentat.
II.1.4 Kompleksasi Obat
kompleksasi obat dalam tubuh. Kompleksasi obat adalah suatu metode yang
digunakan untuk menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat
pengompleks. Menurut Martin (1993), senyawa pengompleks yaitu senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-
masingnya dapat berdiri sendiri.
Banyak bahan obat yang mempunyai senyawa dengan kelarutan dalam air
yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut salam
cairan organik. Dalam bidang farmasi, prinsip kompleksasi ini digunakan untuk
menambah kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari senyawa obat
tak dapat larut dengan baik pada pelarut tertentu sehingga diperlukan penambahan
senyawa pengompleks.
Pada sebagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini
dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar, dan untuk membuat kation
tidak dapat bereaksi. Untuk analisis kuantitatif yang penting adalah tetapan
stabilitas (kestabilan) dan tetapan disosiasi. Pada pembentukan dan penguraian
senyawa kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua. Disosiasi
pertama merupakan disosiasi menjadi kation dan anion kompleks atau menjadi
anion dan kation kompleks, yang biasanya terjadi secara sempurna (Roth, 1994).
Pembentukan kompleks dalam analisa kualitatif sering terlihat dan dipakai
untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum yang
muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna larutan dan kenaikan
larutan (Svehla, 1990).
Makin besar tetapan disosiasi, makin banyak ion dalam larutan, dan makin
tidak stabil kompleks yang terjadi. Selain itu diketahui juga bahwa banyak
senyawa kompleks yang terdisosiasi secara bertahap. Ion kompleks tunggal hanya
terdapat pada larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, 1995).
II.1.5 Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi
dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah
optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar, 2007).
II.1.6 Prinsip Kerja Spektrofotometri
Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu
daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya
yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum
elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar
gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang
mikro (Marzuki, 2012).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak
umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul
dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka
mengandung elektron, baik yang dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi
ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi
tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam
satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energi tinggi, atau
panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas, 2011).
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca
langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun
grafik yang sudah diregresikan (Yahya S, 2013).
Secara sederhana instrument spektrofotometeri yang disebut
spektrofotometer terdiri dari:

Fungsi masing-masing bagian (Yahya S, 2013):


a. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis
dengan berbagai macam rentang panjang gelombang.
b. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi
cahaya monokromatis. Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau
penyebar cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau
cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada
gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar.
c. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel UV-VIS dan UV-
VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat
dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika
memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca
dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada
spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi
panjang dengan lebar 1 cm. Untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk
pasta) biasanya dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel
dalam bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida. Sel ini akan
dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang dianalisis, jika sampel
yang dimiliki sangat sedikit dan harganya mahal.
d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detektor yaitu Detektor
foto (Photo detector), Photocell, misalnya CdS, Phototube, Hantaran foto,
Dioda foto, dan Detektor panas.
e. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat
listrik yang berasal dari detektor. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam spektrofotometri adalah:
1) Pada saat pengenceran alat-alat pengenceran harus betul-betul bersih
tanpa adanya zat pengotor.
2) Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril.
3) Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan.
4) Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan tidak
keruh.
5) Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus berwarna.
II.1.7 Hukum Lambert-Beer
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A), sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-
beer atau Hukum Beer, berbunyi (Sri Suyono, 2013) :
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah, dan sebagainya)
yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk
menghitung banyaknya cahaya yang dihamburkan (Sri Suyono, 2013) :
T = It Io atau %T = It Io x 100 %
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
A= - log T = -log It Io
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah
intensitas cahaya setelah melewati sampel.
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai (Sri Suyono,
2013) :
A= a . b . c atau A = ε . b . c
Dimana :
A : Absorbansi
b / l : Tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya
1 cm)
c : Konsentrasi larutan yang diukur
ε : Tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang
diukur dalam molar)
a : Tetapan absorbtivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur
dalam ppm).
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit (Sri Suyono, 2013) :
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan).
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus Struktur :
Berat molekul : 46,07 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap
dan mudah terbakar, berbau khas panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Kegunaan : Membersihkan alat-alat
Khasiat : Sebagai antiseptik (menghambat pertumbuhan
bakteri).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
II.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 18,02 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan.
Khasiat : Sebagai sumber energi
Kegunaan : Zat pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap.
II.2.3 Na Edta (Annisa, 2011; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : DINATRIUM ADESAT

Nama Lain : Diantium Etilen Diaminterta Asetat


Rumus Molekul : C10H16N2O8

Rumus Struktur :

Berat Molekul : 372,24

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau

Kelarutan : Larut dalam air

Kegunaan : Sebagai zat pengompleks

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.2.4 Paracetamol (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Paracetamol
Berat molekul : 151,16 g/mol
Rumus molekul : C8H9NO2
Rumus struktur :

Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, rasa


pahit, berbau, serbuk Kristal dengan sedikit rasa
pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian
propilengikol P, larut dalam larutan alkali
hidroksida.
Kegunaan : Sebagai sampel
Khasiat : Analgetik (menghilangkan atau mengurangi
nyeri) dan sebagai anti piretik (menurunkan
demam).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, pada suhu ruangan 25-30 derajat celcius.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Farmasetika Dasar dilaksanakan pada hari Jum’at, 27 September
2019, pukul 07.00 WITA, di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, di Universitas Negeri Gorontalo.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Batang pengaduk, Gelas beaker 100 ml, Gelas ukur 10 ml, Kuvet kuarsa
UV-VIS, Lap kasar, Lumpang dan Alu, Neraca analitik, Pipet Mikro, Pipet tetes,
Spektrofotometer UV-VIS, Sudip dan Vial 10 buah.
III.2.2 Bahan
Alkohol 70%, Aquadest, Kertas perkamen, Label, Na Edta, paracetamol
dan Tisu.
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Larutan Standar
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dilakukan perhitungan pengenceran paracetamol dengan konsntrasi 1000
ppm dalam 10 ml aquades
4. Ditimbang paracetamol 0,01 g dan dimasukkan kedalam gelas beker
5. Ditambahkan aquades 10 ml dan diaduk, dimasukkan kedalam vial
6. Diambil 1 ml larutan paracetamol dan dibuat dalam konsentrasi 10 ppm,
20 ppm, dan 30 ppm
7. Dimasukkan tiap larutan kedalam kuvet berbeda
8. Diukur dalam spektrofotometer
9. Dilihat dan dicatat nilai absorbansi tiap larutan

III.3.2 Larutan Sampel


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Diambil 1 ml larutan standar dan ditambahkan aquades hingga 10 ml
4. Dilakukan sebanyak tiga kali dan dimasukkan kedalam tiga vial berbeda
5. Ditambahkan Na Edta 0,2 g, 0,4 g, 0,6 g, kedalam tiga vial berbeda dan
diberi label
6. Dimasukkan tiap larutan kedalam kuvet berbeda
7. Diukur dalam spektrofotometer
8. Dilihat dan dicatat nilai absorbansi tiap larutan
III.3.3 Larutan Blanko
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dimasukkan aquades kedalam kuvet
4. Diukur menggunakan spektrofotometer
5. Dilihat nilai absorbansinya dan dinolkan nilai absorbansinya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Larutan Standar

No Sampel Absorbansi
1. 10 ppm 1,698
2. 20 ppm 2,572
3. 30 ppm 3,355

4.1.2 Kurva Larutan Standar

Kurva Baku
4
3.355 y = 0,0833x + 0,8727
Absorbansi

3
2.572 R² = 0,9988
2
1.698
absorbansi
1
0 Linear
(absorbansi)
0 10 20 30 40
Kosentrasi (Ppm)

4.1.3 Larutan Sampel


No Sampel Absorbansi
1. PCT + Na Edta 0,2 g 2,402
2. PCT + Na Edta 0,4 g 2,468
3 PCT + Na Edta 0,6 g 2,503

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pengenceran Paracetamo
Dik : N1 = 1.000.000 Ppm
N2 = 1.000 Ppm
V2 = 10 Ml
Dit : V1 …. g ?
Peny : V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 1.000.000 = 10 × 1.000
10.000
V1=
1.000.000
= 0,01 g
4.2.2 Konsentrasi Sampel
1. PCT 0,01 g + Na Edta 0,2 g
Dik : y = 0.0833x + 0,8727
a = 0,8727
b = 0,0833
y = 2,402
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
2,402 = 0,0833x + 0,08727
0,0833 x = 2, 402 – 0,8727
1,5293
x =
0,0833
x = 18,36
x
Konsentrasi = x 100%
ml
18,36
= x 100%
10 ml
= 183,6
2. PCT 0,01 g + Na Edta 0,4 g
Dik : y = 0.0833x + 0,8727
a = 0,8727
b = 0,0833
y = 2,468
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
2,468 = 0,0833 x + 0,08727
0,0833 x = 2, 468 – 0,8727
1,5953
x =
0,0833
x = 19,15
x
Konsentrasi = x 100%
mL
19,15
= x 100%
10 mL
= 191,5
3. PCT 0,01 g + Na Edta 0,6 g
Dik : y = 0.0833x + 0,8
a = 0,8727
b = 0,0833
2,436+2,432+2,641
y =
3
= 2,503
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
2,503 = 0,0833 x + 0,08727
0,0833 x = 2,503 – 0,8727
1,6303
x =
0,0833
x = 19,57
x
Konsentrasi = x 100%
mL
19,57
=
10 mL
= 195,7

Anda mungkin juga menyukai