Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

PENGELOLAAN PERIOPERATIF DARI SISI ANESTESI PADA ORIF


FRAKTUR TROCHANTER FEMUR DEXTRA: LAPORAN KASUS
PENYUSUN:
Avidha Nur Fitriana, S.Ked J510195045
Muhammad Adrian Syah Putra, S.Ked J510195110

PEMBIMBING:
dr. Bambang Sutanto, Sp. An-KIC
dr. Ricka Lesmana Sp. An
dr. Febrian Dwi Cahyo Sp. An M.kes

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
MEI 2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : PENGELOLAAN PERIOPERATIF DARI SISI ANESTESI PADA ORIF FRAKTUR


TROCHANTER FEMUR DEXTRA: LAPORAN KASUS
Penyusun : Avidha Nur Fitriana S, Ked J510195045
Muhammad Adrian Syah Putra S, Ked J510195110
Pembimbing : dr. Bambang Sutanto, Sp. An-KIC
dr. Ricka Lesmana Sp. An
dr. Febrian Dwi Cahyo Sp. An M.kes
Surakarta, 25 Mei 2019

Penyusun

Avidha Nur Fitriana S,Ked Muhammad Adrian Syah Putra, S.Ked

Menyetujui,
Pembimbing Pembimbing Pembimbing

dr. Ricka Lesmana Sp. A dr.Bambang Sutanto, Sp. An-KIC dr. Febrian Dwi Cahyo Sp. An M.kes

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

ii
BURST FRAKTUR VERTEBRA LUMBAL I-II DENIS A FRANKLE D

Annisa Maulidya *, Fanni Asyifa **, Harminingtyas Kusuma D.***


* Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
** Bagian Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi, RS PKU Muhammadiyah Surakarta

Abstrak
Anestesi merupakan tindakan pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita ketika
pembedahan, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.
Anestesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran tanpa nyeri seluruh tubuh secara sentral yang
reversible disebut anestesi umum sedangkan jenis yang hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh
tertentu namun tetap sadar disebut anestesi regional. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total maupun parsial. Bisa disertai perdarahan
masif sehingga berakibat syok. Kami melaporkan kasus nyeri hebat di paha kanan dan kaki kanan
tidak bisa digerakkan akibat tertabrak motor. Pemeriksaan ekstremitas bawah didapatkan deformitas
dan sedikit oedema. Pemeriksaan penunjang angka leukosit (AL) 13.800/mm3. Gambaran rontgen
fraktur trochanter femur dextra comminutive dengan alignment jelek. Diberikan Intravena fluid drip
(IVFD) RL 20 tpm menggunakan IV cath no 20. Premedikasi inj Ketorolac 30 mg , dilakukan anestesi
spinal dengan lidokain 5% pada ORIF. Selama operasi diberikan midazolam, ondansetron dan
ketorolac. Tidak ada komplikasi pasca bedah hanya nyeri skala >7 diberikan ketorolac sebagai
analgetik.
Kata Kunci: Anestesi, Anestesi Umum, Anestesi regional, Fraktur
PENDAHULUAN tahun 2013 menyebutkan dari jumlah
Menurut WHO, rehabilitasi medik kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban
adalah ilmu pengetahuan kedokteran yang cedera atau sekitar delapan juta orang
mempelajari masalah atau semua tibdakan mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang
yang ditujukan untuk mengurangi atau paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian
menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, ekstremitas atas sebesar 36,9% dan
cacat dan atau halangan serta meningkatkan ekstremitas bawah sebesar 65,2%. Hasil Riset
kemampuan pasien mencapai integrasi sosial. Kesehatan Dasar tahun 2013 juga
Tujuan dari rehabilitasi medik yaitu untuk menyebutkan bahwa kejadian kecelakaan lalu
memfungsikan kembali dan mengembangkan lintas di daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2%
kemampuan fisik, mental dan sosial mengalami fraktur.
penyandang cacat agar dapat melaksanakan Burst Fractures merupakan fraktur
fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan yang terjadi ketika ada penekanan corpus
bakat, kemampuan, pendidikan dan vertebralis secara langsung, dan tulang
pengalaman. menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi
Fraktur adalah suatu keadaan rusaknya masuk ke kanalis spinalis. Terminology
kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus
dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan vertebralis kearah luar yang disebabkan
oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya adanya trauma, tepi tulang yang menyebar
keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian atau melebar itu akan memudahkan medulla
fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang
yang komplit dan fragmen tulang terpisah. yang mengarah ke medulla spinalis kemudian
Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres menekan medulla spinalis dan menyebabkan
yang berulang, kelemahan tulang yang paralisis atau gangguan syaraf parsial. Tipe
abnormal atau disebut juga fraktur patologis burst fractures ditegakkan dengan x-rays dan
(Solomon et al., 2010). Gambaran klasik CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan
fraktur meliputi adanya riwayat trauma, rasa menentukan apakah fraktur tersebut
nyeri dan bengkak di bagian tulang yang merupakan fraktur kompresi, burst fracture
patah, deformitas (angulasi, rotasi, atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan
diskrepansi), krepitasi, putusnya kontinuitas MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi
tulang, dan gangguan neurovaskular. trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan
Penyebab terjadinya fraktur seringkali akibat adanya perdarahan.
kecelakaan lalu lintas. Menurut Departemen LAPORAN KASUS
Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI)

3
Seorang pria, 64 tahun datang ke 2) Riwayat diabetes mellitu : tidak
Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan nyeri ada data
punggung bawah dan sulit digerakkan. Pasien 3) Riwayat penyakit paru kronis :
mengalami riwayat trauma terjatuh dari pohon tidak ada data
2 hari yang lalu. Spasien mengaku tidak 4) Riwayat penyakit jantung : tidak
sadarkan diri ketika terjatuh, setelah itu pasien ada data
mengalami nyeri hebat di paha kanan dan kaki 5) Riwayat hipertensi : tidak ada data
kanan tidak bisa digerakkan. Pasien tidak 6) Riwayat penyakit hati : tidak ada
memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Dan data
tidak pernah menggunakan obat-obatan. 7) Riwayat penyakit ginjal : tidak
Pada pemeriksaan didapatkan kondisi ada data
umum kesakitan, compos mentis, berat badan 8) Riwayat asma: tidak ada data
pasien 55 kg, tinggi badan 160 cm, tekanan d. Riwayat penggunaan obat:
darah 170/90 mmHg, nadi 80x/menit, 1) Riwayat alergi obat: tidak ada data
respiratory rate 20x/menit dengan SpO2 98%, 2) Riwayat pengobatan sebelumnya:
suhu 37,5oC. Jalan napas bebas, tidak ada disangkal
kesulitan menelan, membuka mulut maupun e. Riwayat anestesi/operasi :
pergerakan kepala leher. Pemeriksaan jantung, 1) Riwayat anestesi sebelumnya :
paru, abdomen dalam bentuk normal. Pada tidak ada data
pemeriksaan punggung didapatkan adanya 2) Riwayat operasi sebelumnya :
sedikit oedema, gerakan terbatas dan perabaan tidak ada data
hangat. Pemeriksaan penunjang didapatkan f. Riwayat kebiasaan
hasil angka hemoglobin 8,3 g/dL, lainnya 1) Riwayat merokok: tidak ada data
dalam batas normal. Gambaran MRI 2) Riwayat minum alcohol : tidak
didapatkan fraktur burst dengan bone marrow ada data
oedem pada corpus L1-2, yang disertai dengan 3) Riwayat konsumsi obat penenang:
protrusi/ subluxasi posterior margin corpus L1 disangkal
dan L2 ke intraspinal yang menyebabkan 4) Riwayatkonsumsi narkotika :
spinal canal stenosis dan kompresi thecal sac disangkal
dan struktur radikuler didalamanya. g. Riwayat Keluarga
PEMBAHASAN 1) Riwayat asma : tidak ada
1. IDENTITAS PASIEN data
Nama : Sdr. X 2) Riwayat diabetes mellitus : tidak
Jenis Kelamin : Laki-laki ada data
Usia : 64 tahun h. Riwayat Sosial Ekonomi
Diagnosis :Burst Fractures VL1- Pasien bekerja sebagai wiraswasta.
2 Saat ini, pasien sedang tidak bekerja
karena penyakit pasien. Pasien
2. ANAMNESIS memimiliki anak yang sudah
Anamnesis dilakukan secara berkeluarga dan sudak bekerja.
autoanamnesis. 3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keluhan utama a. Status Generalis (Saat Masuk Rumah
Nyeri punggung kanan dan sulit Sakit)
digerakkan . 1) Keadaan Umum: Sedang
b. Riwayat penyakit sekarang 2) Kesadaran: Compos mentis (GCS:
Seorang pasien, laki-laki, usia 64 tahun E4V5M6)
datang ke IGD dengan keluhan nyeri 3) Skala Nyeri: 4
punggung dan sulit digerakan. Pasien 4) Tekanan Darah : 170/90 mmHg
mengaku mengalami nyeri setelah 5) Nadi : 80 kali/menit
terjatuh dari pohon. Pasien datang 6) Respirasi: 20 kali/menit
dalam keadaan sadar penuh dan setelah 7) Suhu : 37,5 oC
itu pasien mengalami. Pasien belum b. Pemeriksaan Fisik
pernah di operasi maupun mendapatkan 1) Status Gizi
pengelolaan anestesi sebelumnya. a) BB : 55 kg
c. Riwayat penyakit dahulu atau penyulit b) TB : 160 cm
tindakan anestesi : 2) Jalan Napas
1) Riwayat alergi : tidak ada data

4
a) Kepala: Keterbatasan 2) Injeksi ketorolac 1 ampul/8jam
membuka mulut (-) b. Non Farmakologi
b) Leher : Gerakan Leher normal 1) Rehabilitasi Medik
(fleksidan ekstensi), deviasi 9. PROGRAM REHABILITASI MEDIK
trakea(-), kesulitan menelan(-) a. Fisioterapi
c) Respirasi Paru-paru : dbn 1) PROM excercise
3) Kardiovaskular : dbn 2) Strengthening excercise
4) Abdomen : dbn b. Terapi Okupasi
5) Sistem Saraf : dbn 1) Latihan activity daily living
6) Sistem Muskuloskeletal (ADL)
a) Ekstremitas atas : dbn c. Sosial medik
b) Ekstremitas bawah (paha 1) Memberi motivasi, dorongan
kanan): deformitas (-), edema semangat pada pasien untuk
(-), keterbatasan gerak (-), menjalani terapi
Nyeri gerak (-) 2) Memberi pengertian kepada
c) Vertebra : deformitas keluarga pasien untuk selalu
(-), edema (+), keterbatasan memberikan dukungan kepada
gerak (+), Nyeri gerak (+) pasien agar pasien merasa nyaman
c. System Neuromuskuloskeletal 3) Memberi motivasi kepada pasien
Status lokalis region vertebra dan keluarga untuk menjalani
L : skin intact, swelling (-), deformitas home program, mentaati nasehat
(-) dokter serta melakukan control
F : nyeri tekan (+), sensibilitas (+) secara rutin
M : nyeri gerak (+), ROM terbatas 10. INSTRUKSI REHABILITASI MEDIK
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Induksi Inhalasi : O2 3 liter/menit
a. Laboratorium : dengan nasal canul
1) Hemoglobin : 8,3 b. Anestesi spinal: Bupivakain 0,5%
2) Lain-lain dalam batas normal
b. Pemeriksaan MRI: 11. EDUKASI
Burst Fraktur Vertebra Lumbal 1-2 a. Menjelaskan kepada pasien dan
5. DIAGNOSIS keluarga mengenai penyakitnya, factor
a. Diagnosis Klinis resiko serta komplikasinya
b. Diagnosis Fungsional b. Menyarankan agar tetap control teratur
kerumah sakit
6. PROBLEM REHABILITASI MEDIK c. Mengajarkan latihan peningkatan
a. Fisioterapi : pasien tidak dapat koordinasi ADL
menggerakan anggota gerak bawah d. Memotivasi keluarga untuk
b. Terapi wicara : tidak ada memberikan support mental, dan
c. Okupasi terapi : keterbatasan memberikan suasana yang aman bagi
melakukan kegiatan
d. Sosiomedik : memerlukan bantuan penderita
untuk melakukan aktivitas
12. PROGNOSIS
7. GOAL REHABILITASI MEDIK 1. Obat
a. Jangka pendek a. Inj. Midazolam 3 mg IV
- Mengurangi nyeri b. Inj. Ondansetron 4 mg IV
- Meningkatkan mobilitas c. Inj. Ketorolac 30 mg IV
- Meningkatkan ROM d. Inj. Efedrin Hcl 5 mg IV
- Mencegah komplikasi 2. Infus
- Memperbaiki kekuatan a. Ringer Laktat 20 tpm
b. Jangka panjang Selama Operasi
Mempersiapkan pasien agar dapat Kebutuhan Cairan = Operasi berat x
melakukan aktivitas sehari-hari dan Operasi Berat badan
dapat bekerja kembali = 8 x 70 kg
8. TERAPI = 560 cc/jam
a. Farmakologi 3. Pemberian PRC
1) Injeksi cefixime
5
Berdasarkan data pasien yang
mengalami hipotensi saat operasi
berlangsung akibat perdarahan sebanyak
1000cc sehingga dilakukan transfusi PRC
dengan jumlah awal darah yang
ditransfusikan harus sebanyak 20 ml/kgBB
darah utuh, yang diberikan selama 3-4
jam.
= 20 ml/kgBB x berat badan pasien
= 20 ml/kgBB x 70 kg
= 1400 ml/kgBB
4. Pemantauan Sistem Saraf Pusat 8. Pasien diperbolehkan makan: apabila
a. Pemantauan tekanan darah pasien sudah sadar penuh dan pasien tidak
b. Pemantauan nadi mual dan muntah apabila makanan masuk
c. Pemantauan pernapasan secara oral.
d. Pemantauan refleks-refleks tubuh. 9. Pengelolaan nyeri 24 jam pertama:
5. Pemantauan Sistem Kardiovaskular a. Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
a. Pemantauan Warna Kulit PROYEKSI KASUS
b. Pemantauan Suhu Tubuh A. PRE OPERATIF
c. Pemantauan Produksi Urin Pasien seorang laki-laki, 53 tahun,
d. Pemantauan EKG (Muhiman et al, datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada
2010) panggul kanan dan sulit digerakan post
6. Pemantauan Perdarahan kecelakaan lalu lintas. Setelah diperiksa
Perdarahan durante operasi: 1000 ml dengan pemeriksaan fisik ditemukan
7. Komplikasi selama pembedahan : tidak deformitas (+) pada tungkai sebelah
ada kanan,edema (+), gerak aktif-pasif terbatas
karena nyeri. Pasien didiagnosis fraktur
A. PASCA OPERASI
trochanter femur comminutive.
1. Posisi : Supine
Pemeriksaan awal didapatkan KU sedang,
2. Pemantauan: Tekanan Darah, Nadi, Suhu,
TD 180/90 mmHg, N 110x/menit, suhu
RR, Saturasi O2 tiap 15 menit selama 2
37,5’ C, BB 70kg, TB 170 cm, rontgen
jam.
fraktur trochanter femur comminutive
3. Keadaan pasca operasi
dengan aligment jelek. Dari hasil
a. Mual/ muntah : Tidak ada
anamnesis, pemeriksaan fisik dan
b. Sianosis : Tidak Ada
pemeriksaan penunjang disimpulkan
c. Skala nyeri : >7
bahwa pasien masuk dalam ASA II.
4. Obat-Obatan pasca operasi
Berdasarkan pemeriksaan preoperatif,
a. Analgesik: Drip fentanyl 100mcg
pasien digolongkan pada PS ASA II sesuai
b. dalam infus RL 20 tpm
dengan klasifikasi penilaian status fisik
c. Inj. Ketorolac 30 mg / 8jam
menurut The American Society of
5. Terapi Cairan : Infus RL 20 tpm
Anesthesiologist yaitu PS. ASA 2 (Pasien
Pasca Bedah dengan gangguan sistemik ringan sampai
Kebutuhan air Kebutuhan cairan sedang, yang disebabkan baik oleh
dalam pasien dalam sehari keadaan yang harus diobati dengan jalan
keadaan basal = 50 cc/KgBB/hari pembedahan maupun oleh proses
= 50 cc x 70 patofisiologis). Dengan demikian, pasien
= 3500 cc/hari digolongkan kedalam PS ASA II.
Pada kasus ini dilakukan tindakan
6. Komplikasi pasca bedah : Tidak ada ORIF pada femur dextra dengan
7. Penilaian Pemulihan Kesadaran menggunakan jenis anestesi spinal (blok
(berdasarkan Skor Bromage) : subaraknoid). Hal ini sesuai dengan
indikasi anestesi blok subaraknoid yang
digunakan pada: bedah ekstremitas bawah,
bedah panggul, tindakan sekitar rektum
perineum, bedah obstetrik-ginekologi,
bedah urologi, bedah abdomen bawah,
pada bedah abdomen atas dan bawah

6
pediatrik biasanya dikombinasikan dengan Anastetik local dengan berat jenis lebih
anesthesia umum ringan. Anestesi blok besar dari LCS disebut hiperbarik.
subaraknoid banyak digunakan karena Anastetik local dengan berat jenis lebih
relatif murah, pengaruh sistemik minimal, kecil dari LCS disebut hipobarik. Sifat
menghasilkan analgesi adekuat dan hambatan sensoris lebih dominan
kemampuan mencegah respon stress lebih dibandingkan dengan hambatan
sempurna. Dengan demikian, pemilihan motorisnya, ekskresi melalui ginjal
jenis anestesi pada kasus ini sudah tepat. sebagian kecil dalam bentuk utuh, dan
Pada kasus ini ada premedikasi yang sebagian besar dalam bentuk
sebaiknya digunakan. Untuk membantu metabolitnya, konsentrasi 0,25 – 0,75 %.
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan Pada pasien digunakan obat anestesi
obat analgetik seperti ketorolac 30 mg. golongan amide yaitu lidocain
Penggunaan premedikasi pada pasien ini (hiperbarik). Berdasarkan teori lidocain
bertujuan untuk menimbulkan rasa lama kerjanya 1-2 jam, onset anestesinya
nyaman dan meredakan nyeri pada pasien juga lebih cepat (5 menit). Pada pasien
karena pasien merasa nyeri pada bagian digunakan lidocain 5% dengan dosis 75-
yang patah (Katzung,2011)(Naiborhu, 100mg untuk pembedahan ektremitas
2009). bawah (1-2ml).
Pemilihan teknik anestesi pada pasien Sebelum dilakukan tindakan operasi
ini dapat menggunakan regional anestesi pada pasien ini diputuskan menggunakan
maupun general anestesi. Untuk spinal anestesi. Penggunaan spinal
memberikan cairan pre operasi diberikan anestesi mempunyai manfaat berupa
terapi cairan basal yaitu kebutuhan cairan analgesi yang adekuat pasca operasi dan
dewasa dengan berat badan 70 kg = menghindari intubasi karena peningkatan
2cc/kgBB/jam = 140cc/jam infus respon simpatis akibat nyeri intubasi. Hal
kristaloid. Sebelum dilakukan operasi ini tidak seperti pada teknik general
pasien dipuasakan selama 6 jam sehingga anestesi yang mengharuskan intubasi dan
pasien diberikan terapi cairan pengganti ketika obat anestesi dihentikan, kemudian
puasa yaitu lama jam puasa x kebutuhan pasien diekstubasi maka pasien akan
cairan basal = 6 jam x 140 cc = 840 cc langsung merasakan nyeri. Lamanya
yang diberikan secara bertahap. Tujuan spinal anestesi tergantung dari obat yang
puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi digunakan dan adjuvantnya. Pada kasus ini
isi lambung karena regurgitasi atau digunakan obat lidokain 5% hiperbarik.
muntah pada saat dilakukannya tindakan Untuk pemeliharaan anestesi diberikan
anestesi akibat efek samping dari obat- secara inhalasi. Zat yang diberikan adalah
obat anastesi yang diberikan sehingga O2 (Oksigen) 3 liter/menit nasal canul.
refleks laring mengalami penurunan Pada pasien ini diberikan sedasi
selama anestesia. midazolam 3mg IV untuk menidurkan
B. DURANTE OPERATIF pasien selama operasi. Tujuan pemberian
Ada dua golongan besar obat anestesi sedasi ini untuk menghilangkan
regional berdasarkan ikatan kimia, yaitu kecemasan pasien.
golongan ester dan golongan amide. Pada Pasien ini didapatkan tekanan
Keduanya hampir memiliki cara kerja darah 70-90/30-50 selama 45 menit dalam
yang sama namun hanya berbeda pada durante operatif dapat diberikan Inj.
struktur ikatan kimianya. Mekanisme kerja Efedrin Hcl 5 mg IV adalah
anestesi lokal ini adalah menghambat sympathomimetic amine yang umumnya
pembentukan atau penghantaran impuls dipakai sebagai obat untuk merawat
saraf. Tempat utama kerja obat anestesi hypotensi yang berhubungan dengan
lokal adalah di membran sel. Kerjanya anesthesia (Saleh,2002).
adalah mengubah permeabilitas membran Pada pasien ini diberikan Ondancetron
pada kanal Na+ sehingga tidak terbentuk 4 mg IV sebagai antiemetik. Ondansetron
potensial aksi yang nantinya akan merupakan obat selektif pada reseptor
dihantarkan ke pusat nyeri (Samodro et antagonis 5 hidroksi triptamin (5HT3) di
al,2011). Berat jenis cairan cerebrospinalis otak dan juga aferen saraf vagal saluran
pada 37 derajat celcius adalah 1.003- cerna. Obat ini selektif dan kompetitif
1.008. Anastetik local dengan berat jenis untuk mencegah mual dan muntah setelah
sama dengan LCS disebut isobaric. operasi dan radioterapi. Obat anastesi akan
7
menyebabkan pelepasan serotonin dari sel- spontan dan adekuat serta kesadaran
sel mukosa enterochromafin dan dengan somnolen.
melalui lintasan yang melibatkan 5HT3 Pasien diperbolehkan pindah ke
dapat merangsang area post trema bangsal apabila Score Bromage <2,
menimbulkan muntah. Ondansetron dengan Bromage score sebagai berikut
memblok reseptor di gastrointestinal dan (Latief et al, 2009):
area postrema CNS. Pelepasan serotonin
akan diikat reseptor 5HT3 dan memicu
aferen vagus untuk mengaktifkan refleks
muntah. Serotonin juga diaktifkan akibat
manipulasi pembedahan yang merangsang
distensi gastrointestinal. Kerja obat ini
adalah dengan memblokade sentral pada
area post trema dan nukleus traktus
solitorius melalui kompetitif selektif di
reseptor 5HT3. Ondansetron juga
memblokade reseptor perifer pada ujung
saraf vagus yaitu dengan menghambat Di RR pasien mengalami nyeri pasca
ikatan serotonin dan reseptor pada ujung operasi dengan skala nyeri VAS > 7 yaitu
saraf vagus. termasuk dalam skala nyeri berat sehingga
Pasien juga diberikan Ketorolac 30 mg dalam pengelolaan nyerinya menurut
sebagai analgesik non opioid (NSAID). “Three Step Analgesic Ladder WHO”
Cara kerja ketorolak adaah menghambat sehingga pasien diberikan kombinasi
sintesis prostaglandin di perifer tanpa opioid kuat bisa disertakan NSAID. Pasien
mengganggu reseptor opioid di sistem ini diberikan injeksi ketorolac 30 mg
saraf pusat (Soenarjo et al, 2002). durante operasi dan drip fentanyl 100 mcg
Untuk mengganti kehilangan cairan dalam RL 500cc 20 tpm pada akhir
tubuh diberikan cairan kristaloid ringer operasi.
lactat untuk menjaga keseimbangan cairan Pasien diperbolehkan makan apabila
selama operasi. Selama operasi tanda vital pasien sudah sadar penuh. Hal ini
pasien juga dipantau setiap 5 menitt. bertujuan supaya makanan yang masuk
Pemberian maintenance cairan sesuai melalui oral tidak masuk ke saluran napas
dengan berat badan pasien yaitu yang bisa menyebabkan aspirasi. Pasien
kebutuhan cairan operasi (operasi berat) juga diperbolehkan makanan apabila tidak
8cc/kgBB/jam, sehingga 8cc x 70 kg = mual dan muntah. Hal ini bertujuan
560 cc/jam. Selama operasi pasien supaya makanan yang sudah masuk tidak
kehilangan darah sebanyak 1000 ml. Oleh dikeluarkan kembali.
karena itu, pasien mengalami hipotensi Pengelolaan nyeri pada pasien ini pada
sehingga dilakukan transfusi PRC dengan 24 jam pertama yaitu diberikan Inj.
jumlah awal darah yang ditransfusikan Ketorolac 30 mg / 6 jam. Hal ini bertujuan
harus sebanyak 20 ml/kgBB darah utuh, untuk mengurangi nyeri pasca operasi
yang diberikan selama 3-4 jam. pada 24 jam pertama sampai dengan
Perhitungan sebagai berikut: 20 ml/kgBB kurang dari 3 hari atau sebagai
x berat badan pasien, 20 ml/kgBB x 70 kg pengelolaan nyeri akut pasca operasi.
= 1400 ml/kgBB KESIMPULAN
C. PASCA OPERASI Pada kasus ini, pasien dilakukan ORIF
Setelah operasi selesai, pasien bisa dengan diagnosis fraktur Trochanter femur
diberikan analgetik berupa drip fentanyl dextra menggunakan anestesi spinal.
100mcg dalam infus RL 20 tpm. Penggunaan spinal anestesi mempunyai
Setelah pembedahan selesai manfaat berupa analgesi yang adekuat pasca
dilakukan, dilakukan pemantauan akhir operasi dan menghindari intubasi karena
TD, Nadi, dan SpO2. Pembedahan peningkatan respon simpatis akibat nyeri
dilakukan selama 120 menit dengan intubasi. Hal ini tidak seperti pada teknik
perdarahan ± 1000 cc. Pasien kemudian general anestesi yang mengharuskan intubasi
dibawa ke ruang pemulihan (Recovery dan ketika obat anestesi dihentikan, kemudian
Room). Selama di ruang pemulihan, jalan pasien diekstubasi maka pasien akan langsung
nafas dalam keadaan baik, pernafasan merasakan nyeri. Lamanya spinal anestesi

8
tergantung dari obat yang digunakan dan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada
adjuvantnya. Orang Dewasa di Rumah Sakit Umum
Pada kasus ini digunakan obat lidokain Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-
5% hiperbarik dengan adjuvant fentanyl 20 Jurnal Medika. 2017 Mei; 6(5):1-4.
mcg. Untuk pemeliharaan anestesi diberikan Dewoto HR, et al. Farmakologi dan Terapi.
secara inhalasi. Zat yang diberikan adalah O2 Edisi 5. Analgesik opioid dan
(Oksigen) 3 liter/menit nasal canul. Pada antagonisnya. Jakarta: Balai Penerbit
pasien ini diberikan sedasi midazolam 3mg IV FKUI. 2012; 210-218.
untuk menidurkan pasien selama operasi. Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan
Obat-obat yang diberikan selama anestesi Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
berlangsung adalah Ondancetron 4 mg IV medika.
sebagai antiemetik dan Ketorolac 30 mg IV. Katzung BG. Farmakologi dasar & klinik.
Setelah operasi pasien langsung dibawa ke Edisi 10. Jakarta: EGC; 2011: 423-430.
ruang recovery. Setelah operasi selesai, pasien Latief, S. A., Suraydi, K. A. & Dachlan, M.
diberikan analgetik berupa drip fentanyl R., 2009. Petunjuk Praktis
100mcg dalam infus RL 20 tpm. Pasien juga Anestesiologi. 2 ed. Jakarta: Bagian
mengalami nyeri pasca operasi dengan skala Anestesi dan Terapi Inensif FK UI.
nyeri VAS >7 yaitu termasuk dalam skala Muhiman, et al. Anestesiologi. Bagian
nyeri sedang sehingga pasien diberikan Anestesiologi dan Terapi Intensif
kombinasi opioid kuat ditambah NSAID. Fakultas Kedokteran Universitas
Pasien ini diberikan injeksi ketorolac 30 mg Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
durante operasi dan drip fentanyl 100 mcg 2010; 65-71.
dalam RL 500cc 20 tpm pada akhir operasi. Naiborhu FT. Perbandingan penambahan
Pasien diperbolehkan makan dan minum midazolam 1 mg dan midazolam 2 mg
setelah operasi jika sudah tidak mual dan pada bupivakain 15 mg hiperbarik
dipantau tensi, nadi, dan nadi tiap 15 menit terhadap lama kerja blokade sensorik
selama 1 jam dan dimonitoring kondisinya. anestesi spinal [Tesis]. Medan: Fakultas
Pengelolaan nyeri pada pasien ini pada 24 Kedokteran USU; 2009.
jam pertama yaitu diberikan Inj. Ketorolac 30 Said A, Kartini A, Ruswan M. Petunjuk
mg/8jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi praktis anestesiologi: anestetik lokal dan
nyeri pasca operasi pada 24 jam pertama anestesia regional. Edisi ke-2. Jakarta:
sampai dengan kurang dari 3 hari atau sebagai Fakultas Kedokteran UI; 2002.
pengelolaan nyeri akut pasca operasi. Saleh A. Perbandingan efektivitas pemberian
DAFTAR PUSTAKA efedrin intramuscular dengan infus
Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan kontinyu dalam mencegah hipotensi
Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya pada anestesi spinal [Skripsi]. Surakarta:
Medika Fakultas Kedokteran UNSEMAR; 2009.
Badan Penelitian dan Pengembangan Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH.
Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Mekanisme kerja obat anestesi lokal.
(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional Dalam: Jurnal Anestesiologi Indonesia.
2013. 2013;101-102 Bagian anestesiologi dan terapi intensif
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi. 2011;
Jakarta: Badan Penelitian dan 3(1): 48-59.
pengembangan Kesehatan Kementrian Soenarjo, et al. Anestesiologi. Bagian
Kesehatan RI. Anestesiologi dan Terapi Intensif FK
Desiartama A, Aryana I G N W. Gambaran UNDIP. Semarang. 2002.
Karakteristik Pasien Fraktur Femur

Anda mungkin juga menyukai