A. TUJUAN
Mahasiwa dapat atau mampu membuat tetes mata kloramfenikol.
B. DASAR TEORI
Definisi Tetes Mata (Guttae Ophthalmicae)
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara
meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitarkelopak mata dan bola mata. (FI III Hal. 10)
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakansediaan yang
dibuat dan dikemas sedekimian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV Hal. 13)
Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel- partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obatseperti yang tertera pada
suspensiones. (FI IV Hal. 14)
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan tetes mata adalah basa lemah.Bentuk garam yang
biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dannitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang
berupa asam lemah, biasanya digunakangaram natrium.
D. FormulasiFormula umum
o R/ Zat aktif
Bahan pembantu :
Pengawet
Pengisotonis
Antioksidan
Pendapar
Peningkat viskositas
Pensuspensi
Surfaktan
E. Teori Bahan Pembantu
1. Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutanobat tetes mata
hendaknya memiliki sifat sebagai berikut :
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliseroldan dapar.
Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata berdasarkan FI IV yaitu 0,6 –
2,0%.
3. Pendapar
Secara ideal, larutan obat tetes mata mempunyai pH dan isotonisitas yangsama
dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH7,4 banyak obat
yang tidak cukup larut dalam air, sebagian besar garamalkaloid mengendap sebagai
alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyakobat tidak stabil secara kimia pada pH
mendekati 7,4. Tetapi larutan tanpadapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi
walaupun terasa kurangnyaman. Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata
menurut FI IVyaitu 3,5 – 8,5.
Syarat dapar yaitu :
- Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan.
- Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapatmengubah pH air
mata.
4. Peningkat Viskositas
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkatviskositas
untuk sediaan tetes mata yaitu:
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri.
2. Perubahan pH yang dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkatviskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata dan
menyebabkan terbentuknya deposit pada kelompok mata, sulit bercampur dengan air
mata atau mengganggu difusi mata.
Viskositas untuk larutan tetes mata dipandang optimal jika berkisar antara 15 – 25
cps. Pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada, yaitu:
Saat ini wadah untuk larutan tetes mata berupa gelas telah digantikanoleh wadah
plastik fleksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built in dopper.
Farmakope eropa mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan tetes mata.
I. Labelling
MONOGRAFI BAHAN
CHLORAMPHENICOLUM
Kloramfenikol
BENZALKONIUM CHLORIDE
Benzalkonium Klorida
Pemerian : serbuk putih atai serbuk amorf putih kekuningan, gel kental atau
bongkahan gelatine. Bersifat higroskopis, bersabun jika disentuh, memiliki aroma
arimatik ringan dan saranya sangat pahit.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut dalam aseton, etanol
(95%), methanol, propanol, dan air.
Stabilitas :bersifat higroskopis, tidak stabil jika terpapar udara dan cahaya. Stabil
pada pH luas, dapat disimpan dalam waktu lama pada suhu kamar, dapat disterilkan
dengan autoklaf.
Inkompabilitas: tidak kompatibel dengan aluminium, surfaktan anionic, sitrat,
fluorescein, hidrogen piroksida, iodide, kaolin, lanolin, surfaktan nonionik dalam
konsentrasi tinggi, terabsorbsi berbagai membrane penyaringan, terutama yang bersifat
hidrofobik atau anionic.
Khasiat : zat pengawet, antimikroba (0,01%)
(Handbook of Pharmaceutical Excipient edisi 6, hal.56)
2. BAHAN
- Kloramfenikol
- Benzalkonium klorida
- PEG
- Aqua p.i
3. CARA KERJA
Hasil
Hasil
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
Hasil Perhitungan tonisitas
Penimbangan bahan
1. Kloramfenikol : 50 mg (dilebihkan 10%)
10
: 100 𝑥 50 𝑚𝑔 = 5 mg
: 50 mg + 5 mg = 55 mg
0.001
2. Benzolkonikum CL : 𝑥 10 𝑚𝑙 = 0.001 gr (dilebihkan 10%)
100
10
= 100 𝑥 0,001 𝑔𝑟 = 0.0001
10
= 100 𝑥 3 𝑔𝑟 = 0.3 gr
= 3 gr + 0.3 gr = 3.3 gr
10
4. Aquadest : 10 ml (dilebihkan 10%) = 100 𝑥 10 𝑚𝑙 = 1ml
= 10 ml + 1 ml = 11 ml
: 11 ml – 3.3561 gr
: 7, 6439 ml
Evaluasi
pH awal: 6
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan steril berupa sediaan tetes
mata dengan bahan aktif kloramfenikol yang dibuat dengan teknik aseptik. Proses aseptik
adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan tehnik yang dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik
dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan sediaan yang steril yang tidak dapat
dilakukan proses sterilisasi akhir, kerena ketidakmantapan zatnya (Depkes RI, 1979).
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata (Depkes
RI,1995). Kelebihan sediaan tetes mata adalah tidak menimbulkan gangguan penglihatan
jika dibandingkan dengan salep mata Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah
waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi dan
berhubungan dengan dosis, bahan obat yang keluar hanya dapat 2 atau 3 tetes. Sediaan
steril tetes mata, tidak harus dibuat bebas pirogen karena tetes mata memberikan efek
lokal dan tidak masuk ke dalam pembuluh darah.
Pada formulasi pembuatan obat tetes mata ini digunakan bahan - bahan yaitu
kloramfenikol, benzalkonium klorida, asam borat, PEG dan aqua pro injeksi.
Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang bersifat bakteriostatik, yang
mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan infeksi mata. Asam borat di
sini digunakan sebagai bahan buffer. Bahan pembuffer digunakan untuk meningkatkan
kenyamanan mata dan stabilitas umur pakai yang cukup. Nilai pH produk tetes mata
harus dicapai pada pH kurang lebih 7,4 yaitu nilai pH air mata normal (Deokes RI, 1995),
untuk meminimalkan ketidaknyamanan. Pemilihan sistem buffer berpengaruh pada
potensi iritasi. Iritasi mata menyebabkan refleks keluarnya cairan mata, sehingga dapat
mempercepat pembuangan obat pada mata dan menurunkan bioavailabilitasnya. Namun
dalam proses pembuatan sediaan tetes mata kali ini, asam borat tidak digunakan karena
pH awal sediaan tetes mata sudah memenuhi syarat yaitu didapatkan pH 6. Jika pH awal
tidak sesuai dengan pH standar sediaan tetes mata barulah ditambahkan dengan asam
borat. PEG (Polietilen Glikol) digunakan untuk melarutkan obat-obat (zat aktif) yang
tidak larut dalam air. Kelarutan kloramfenikol dalam air adalah larut dalam lebih kurang
400 bagian air (Depkes RI, 1979) yang berarti kloramfenikol sukar larut dalam air,
sehingga perlu ditambahkan polietilen glikol.
Pembawa sediaan tetes mata ini adalah air, dimana air mudah untuk ditumbuhi
jamur dan bakteri sehingga perlu dilakukan penambahan pengawet atau preservatif agar
zat aktif yang berkhasiat antibiotik tersebut dapat memberikan efek yang maksimal ketika
diteteskan pada mata yang sakit. Sedangkan jika tidak diberi pengawet, maka antibiotik
(kloramfenikol) tersebut lebih dahulu bekerja membunuh bakteri yang ada pada sediaan,
sehingga tetes mata tidak dapat memberikan efek yang maksimal. Pengawet atau
preservatif yang digunakan yaitu benzalkonium klorida.
Langkah awal yang dilakukan adalah menghitung tonisitas dari formula tersebut.
Dari perhitungan berdasarkan penurunan titik beku didapat bahwa formula tersebut
hipertonis, sehingga tidak perlu penambahan pengisotonis (NaCl). Jika larutan hipertonis
(tekanan osmotiknya lebih besar daripada darah) maka dapat terjadi hilangnya air dari sel
darah sehingga sel darah akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat reversible. Jika
larutan hipotonis (tekanan osmotik lebih kecil daripada darah) maka dapat terjadi
hemolisis yaitu eritrosit akan pecah. Hal ini karena air masuk kedalam eritrosit dengan
melewati membran semipermiabel sehingga terjadi peningkatan volume sel darah merah
yang jika terjadi berkelanjutan sel tersebut akan pecah. Pada peritungan jumlah bahan
perlu dilebihkan 10% dari volume awal. Hal ini dilakukan karena dimaksudkan untuk
mengganti kehilangan bahan pada waktu proses pembuatan, yaitu pada waktu
penyaringan atau adanya bahan yang tertinggal pada alat-alat praktikum. Kemudian alat-
alat yang akan digunakan harus disterilisasikan agar bebas dari mikroba dan bahan asing
lainnya dari lingkungan sekitar.
Dalam penimbangan bahan, kloramfenikol ditimbang sebanyak 1,1 gram untuk 20
sediaan. benzalkonium sebanyak 0,022 gram untuk 20 sediaan, PEG ditimbang sebanyak
66 gram untuk 20 sediaan. Aqua pro injeksi yang digunakan sebanyak 153 mL. Dalam
proses pembuatan kloramfenikol dan polietilen glikol dilarutkan dengan aqua pro injeksi
(larutan A), kemudian benzalkonim klorida dilarutkan dengan aqua pro injeksi (larutan
B), setelah itu larutan A dan B dicampurkan. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan pH awal,
pH yang dihasilkan harus 5-6. Hasil dari pemeriksaan pH awal didapatkan pH sebesar 6.
Kloramfenikol memiliki stabilitas pada suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas
maksimumnya dicapai pada pH 6. Pada suhu 25℃ dan pH 6, memiliki waktu paruh
hampir 3 tahun (Connors, 1992). Setelah pengecekan pH awal, sediaan ditambahkan
dengan sisa aqua pi. Obat tetes mata tidak boleh mengandung partikulat. Oleh karena itu,
sebelum dimasukkan ke dalam botol obat tetes mata, sediaan harus terlebih dahulu
disaring, penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel atau endapan yang ada
pada larutan. Kemudian dimasukkan dalam wadah botol tetes mata yang terbuat dari
plastik dengan volume 10 ml.
Dilakukan evaluasi terhadap sediaan yang meliputi uji pH, uji kejernihan dan uji
keseragaman volume. Uji pH dilakukan bertujuan untuk mengetahui pH pada sediaan
sesuai dengan pH dalam cairan mata atau tidak. Pada pengujian pH larutan, pH yang
didapat adalah 5. Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang
sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak
obat yang tidak cukup larut dalam air. Selain itu, banyak obat tidak stabil secara kimia
pada pH mendekati 7,4 (Depkes RI, 1995). Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5-10,5
masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Diluar rentang pH ini dapat
terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan lakrimasi. Rentang pH yang masih
dapat di toleransi oleh mata menurut beberapa pustaka yaitu : 4,5-9,0 menurut Art of
Compounding; 3,5-8,5 menurut Farmakope Indonesia edisi IV.
Pengaturan pH untuk mempertinggi stabilitas obat, misalnya perubahan warna,
efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut,
sehingga obat tersebut mempunyai aktivitas dan potensi. Selain itu untuk memberikan
kenyamanan pada saat pemakaian atau pemberian pada mata.
Pada uji kejernihan dilakukan dengan cara dibawah pencahayaan yang baik dan
menggunakan latar belakang hitam dan putih dengan melakukan aksi memutar. Tujuan
dilakukan kejernihan untuk mengetahui ada tidaknya partikel didalam sediaan. Dari
pemeriksaan yang dilakukan, diperoleh bahwa larutan tetes mata kloramfenikol yang
dibuat memenuhi syarat kejernihan dan bebas partikel asing.
Uji keseragaman volume dilakukan bertujuan untuk mengetahui volume sediaan
tetes mata apakah seragam atau tidak. Pada uji keseragaman volume terhadap 3 botol
didapat masing-masing volume yaitu 10 ml. Maka sediaan tetes mata telah memenuhi
syarat keseragaman volume.
E. KESIMPULAN
1. Pada sediaan dilakukan evaluasi yang meliputi uji pH, uji kejernihan, dan uji
keseragaman volume.
2. Hasil evalusasi pH sudah memenuhi syarat standard sediaan tetes mata.
3. Hasil evaluasi kejernihan sudah memenuhi syarat standard karena tidak terdapat
partikel pada sediaan.
4. Hasil evaluasi keseragaman volume sudah memenuhi syarat standard.
5. Dari semua hasil evaluasi, dapat dikatakan sediaan sudah layak untuk digunakan
sebagai obat tetes mata.
Daftar pustaka
Connors, K. A., G. L. Amidon dan V.J. Stella., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan
Farmasi, Edisi II, terjemahan Didik Gunawan, IKIP Semarang. Press, Semarang.
Penimbangan bahan
Pembuatan sediaan
Uji kejernihan
LAPORAN AKHIR
Kelompok : 1
Kelas : II C
PONTIANAK
2018