Anda di halaman 1dari 15

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

RESTORATIVE JUSTICE: SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBAHARUAN

HN
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
(Restorative Justice: a Review of Criminal Law Reform in Indonesia)

Septa Candra
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta

BP
Jl. KH Ahmad Dahlan Cirendeu Ciputat Tangerang Selatan 15419
Email: shev_tha1985@yahoo.com

Naskah diterima: 23 Juni 2013; revisi: 8 Juli 2013; disetujui: 23 Juli 2013

Abstrak

ing
Restorative Justice adalah merupakan suatu bentuk model pendekatan baru dalam penyelesaian perkara pidana. Model
pendekatan restorative justice ini sebenarnya telah digunakan dibeberapa negara dengan fokus pendekatannya kepada
pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian kasus hukum yang terjadi diantara mereka. Walaupun model
pendekatan ini masih banyak diperdebatkan dalam tataran teori oleh para ahli, namun dalam kenyataannya tetap tumbuh
dan eksis serta mempengaruhi kebijakan dan praktek hukum di banyak negara. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu
bagaimana mekanisme penerapan pendekatan restorative justice dalam penyelesaian kasus hukum di Indonesia dan
ind
bagaimana konsep restorative justice dapat menjadi bagian dari pembaharuan hukum pidana di masa yang akan datang.
Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dan bersifat kualitatif, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
dengan angka kejahatan yang relatif tinggi, patut pula untuk dipertimbangkan model restorative justice ini menjadi
bagian dari pendekatan dalam penyelesaian kasus-kasus hukum yang terjadi selama ini. Dalam perkembangannya prinsip
restorative justice sudah diintrodusir melalui sejumlah ketentuan dalam RUU KUHP dan diversi terhadap anak, terutama
untuk memberikan keseimbangan perhatian diantara stakeholders hukum pidana (pelaku, korban, masyarakat dan negara).
V
Tentunya, model pendekatan ini diharapkan dapat menjadi bagian dari pembaharuan hukum pidana Indonesia di masa
yang akan datang guna mencapai keadilan, kepastian dan kemanfaatan sebagai tujuan dari hukum itu sendiri.
Kata Kunci: Restorative justice, pembaharuan hukum pidana, masa depan
hts

Abstract
Restorative justice is a new approach model to solve criminal matters. Restorative justice model is an approach that has
actually been used in several countries with focus its approach to offenders, victims and the community in the process of
settlement of legal cases that have happened among them. Even though the model has still been widely debated in the
level of theory, but in fact, it still grows and exists, also influences policy and practice of the law in many countries. Based
ec

on the reasons, the focus of this study, namely: How is a mechanism of a restorative justice approach in solving legal cases
in Indonesia? How is the concept of restorative justice that can be a part of the reform of criminal law in the future? The
research applies descriptive analysis study and uses qualitative method. The result of the study shows that Indonesia
as a law state with criminal figures relatively high ought also to be considered that the model of restorative justice may
lR

become an approach for solving legal cases. Restorative justice principles in development have already been introduced
through a number of provisions in the Criminal Code Bill and diversion of children, especially to provide a balance among
stakeholders in criminal law (perpetrators, victims, community and nation). Of course, this model is expected to be a part of
the Indonesian criminal law reform in the future to bring justice, certainty and expediency as the purpose of the law itself.
Keywords: restorative justice, criminal law reform, future
na
Jur

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 263
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

A. Pendahuluan Bahkan juga berdampak pada masyarakat


dan negara dalam lingkup yang lebih luas.

HN
Konflik atau pertikaian dalam kehidupan
Dalam praktek peradilan pidana, korban hanya
masyarakat dewasa ini telah dan akan terus
diperlakukan atau diposisikan sebagai saksi
menjadi fenomena biasa dalam masyarakat, baik
(korban), tanpa berhak untuk ikut serta berperan
yang terkait antara dua individu maupun lebih.
aktif dalam sidang pengadilan. Aparat penegak
Situasi ini akan semakin mempersulit dunia

BP
hukum hanya mendudukkan korban sebagai
hukum dan peradilan apabila semua konflik,
instrumen dalam rangka membantu mereka
sengketa atau pertikaian itu diproses secara
untuk menghukum atau menjatuhkan pidana
hukum oleh peradilan. Oleh karena itu, perlu
bagi pelaku, tanpa pernah berlanjut pada apa
dicari upaya-upaya lain di luar prosedur peradilan
yang dapat mereka berikan untuk kepentingan

ing
pidana yang sudah ada, agar masyarakat tidak
korban.
hanya tergantung pada prosedur yang ada saat
Namun demikian, dalam konsep restorative
ini. Namun, tetap mendapatkan keadilan dan
justice meliputi pemulihan hubungan antara
penyelesaian masalah terutama untuk korban
pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan
sebagai pihak yang paling dirugikan (menderita),
di samping juga untuk pertanggungjawaban
ind ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama
antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat
pelaku. Salah satu bentuk solusi yang ditawarkan
menyampaikan mengenai kerugian yang
adalah proses penyelesaian dalam konteks
dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan
restorative justice (keadilan restoratif).
untuk menebusnya, melalui mekanisme
V
Konsep pendekatan  restorative justice me­
ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun
rupakan suatu pendekatan yang lebih menitik­
kesepakatan-kesepakatan lainnya.  Hal ini
hts

beratkan pada kondisi terciptanya keadilan


menjadi penting, karena proses pemidanaan
dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana
konvensional tidak memberikan ruang kepada
serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara
pihak yang terlibat, dalam hal ini korban
dan peradilan pidana yang berfokus pada
dan pelaku untuk berpartisipasi aktif dalam
pemidanaan diubah menjadi proses dialog
ec

penyelesaian masalah mereka. 


dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan
Pada akhir-akhir ini terlihat seolah-olah
atas penyelesaian perkara pidana yang lebih
hanya pengadilan saja tempat yang paling baik
adil dan seimbang bagi pihak korban dan
lR

untuk menyelesaikan masalah (konflik) hukum


pelaku.  Restorative justice itu sendiri memiliki
dan mencari keadilan. Sehingga, setiap indikasi
makna keadilan yang merestorasi, adapun
adanya tindak pidana, tanpa memperhitungkan
restorasi disini memiliki makna yang lebih luas
eskalasi perbuatannya, akan terus digulirkan ke
dari apa yang dikenal dalam proses peradilan
na

ranah penegakan hukum yang hanya menjadi


pidana konvensional adanya restitusi atau ganti
jurisdiksi para penegak hukum. Partisipasi
rugi terhadap korban.
aktif dari masyarakat seakan tidak menjadi
Hal ini berangkat dari pandangan bahwa
Jur

penting lagi, semuanya hanya bermuara pada


dalam suatu peristiwa kejahatan, penderitaan
putusan pengadilan dalam bentuk pemidanaan
orang yang telah menjadi korban tidak saja
(punishment) tanpa melihat esensinya. Padahal,
berakibat pada orang itu sendiri, tetapi juga
dalam suatu peradilan pidana, pihak-pihak
berdampak pada orang-orang di sekitarnya.

264 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

yang berperan adalah penuntut umum, hakim, B. Permasalahan


terdakwa, dan penasehat hukum serta saksi-

HN
Berdasarkan latar belakang masalah yang
saksi. Pihak korban diwakili oleh penuntut umum
telah dikemukakan di atas, ruang lingkup per­
dan untuk menguatkan pembuktian lazimnya
masalahan pokok pada penelitian ini adalah:
yang bersangkutan dijadikan saksi (korban).1
1. Bagaimana mekanisme penerapan pen­
Namun hal tersebut belum memberikan
dekatan restorative justice dalam penye­

BP
dampak atau manfaat yang nyata bagi korban
lesaian kasus hukum di Indonesia.
kejahatan.
2. Bagaimana pendekatan restorative justice
Padahal di banyak negara sudah mulai
dapat menjadi bagian dari pembaharuan
memikirkan alternatif lain untuk menyelesaikan
hukum pidana di masa yang akan datang.
konflik yang ada dalam masyarakat. Hal ini

ing
disebabkan karena ketidakpuasan dan frustasi
C. Metode Penelitian
terhadap penerapan hukum pidana yang ada
1. Cara pengumpulan data
selama ini, serta penerapan sistem peradilan
pidana (Criminal Justice System) yang tidak ind Dalam penelitian ini pengumpulan data
memberikan keadilan bagi individu, perlindungan dilakukan dengan cara studi dokumen, dengan
kepada korban, dan tidak memberikan manfaat mengadakan inventarisasi terhadap literatur-
kepada masyarakat. Apabila dilihat dari literatur yang berkaitan dengan tema penelitian.
sejarahnya, pendekatan model restorative justice Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data
sebenarnya merupakan pendekatan darurat berupa asas-asas, teori-teori hukum, konsep-
V
pada era 1960 dalam rangkat menyelesaikan konsep, doktrin serta kaidah hukum. Dalam
kasus-kasus pidana, yang tidak menggunakan studi literatur atau dokumentasi yang dilakukan,
hts

sistem peradilan pidana. Dengan pendekatan diarahkan kepada dua hal, yaitu: (1) Melakukan
restorative justice ini, pendekatan ini fokus pada inventarisasi dan telaah terhadap berbagai
partisipasi secara langsung dari pelaku, korban literatur yang ada guna memperkuat hasil
dan masyarakat dalam proses penyelesaian penelitian serta mendapatkan gambaran secara
ec

kasus-kasus pidana. Memang pendekatan ini komprehensif terhadap permasalahan dalam


dalam praktek masih mengalami perdebatan penelitian; (2) mengkaji secara teoritis/yuridis
secara teori, namun pandangan ini berkembang asas-asas, teori-teori hukum, konsep-konsep,
lR

dan mempunyai dampak terhadap kebijakan doktrin serta kaidah hukum yang terkait guna
hukum (legal policy) dan praktek penegakan mendapatkan hasil yang dimaksud.
hukum di beberapa negara. Restorative justice
dianggap sebagai bentuk pemikiran baru yang 2. Metode analisis data
na

dapat digunakan untuk merespon berbagai Data dan informasi yang sudah diperoleh,
kejahatan dan menjawab ketidakpuasan dari selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
kinerja sistem peradilan pidana pada saat ini. metode secara kualitatif. Hasil analisis
Jur

kualitatif ini kemudian akan disajikan secara


deskriptif analitis, yang tidak hanya mampu

1
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Saksi dan Korban (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 8.

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 265
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

mengemukakan dan menemukan kategori- tujuan pemidanaan dan syarat pemidanaan.


kategori yang berkaitan dengan suatu disiplin, Tujuan pemidanaan terdapat perlindungan

HN
tetapi dikembangkan dari suatu kategori yang masyarakat dan perlindungan atau pembinaan
ditemukan dan hubungannya dengan data yang pelakunya. Barda Nawawi Arief menyatakan
diperoleh. Adapun yang dimaksud kualitatif bahwa pidana pada hakekatnya hanya
adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan merupakan alat untuk mencapai tujuan yang

BP
data deskriptif analitis, yaitu apa yang ditemukan bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok
dalam praktek dan literatur diteliti dan dipelajari yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan
sebagai sesuatu yang utuh. atau pembinaan individu pelaku tindak pidana.
Bertolak dari keseimbangan tersebut, syarat
D. Pembahasan pemidanaan menurut konsep juga bertolak

ing
1. Tujuan pidana dan pemidanaan dari pokok pemikiran keseimbangan mono-
terhadap pelaku tindak pidana dualistik antara kepentingan masyarakat dan
kepentingan individu, antara faktor objektif dan
Sebelum membahas mengenai restorative
faktor subjektif.3
justice, perlu disinggung dalam tulisan ini
terlebih dahulu mengenai tujuan pidana
ind Garland mendefinisikan pidana adalah ”the
legal process whereby violators of criminal law
dan pemidanaan terhadap pelaku tindak
are condemned and sanctioned in accordance
pidana. Dikatakan demikian, karena salah satu
with specified legal categories and procedures”
bagian yang tidak terpisahkan dari hukum
(suatu proses hukum dimana merupakan
V
pidana adalah pemidanaan itu sendiri. Bukan
suatu celaan dan sanksi terhadap pelanggar
merupakan hukum pidana suatu peraturan yang
hukum pidana sesuai dengan kategorisasi
hts

hanya mengatur norma tanpa diikuti oleh suatu


dan aturan hukum yang telah ditetapkan).4
ancaman pidana. Pidana yang dijatuhkan bagi
Dengan demikian, pidana merupakan nestapa
mereka yang dianggap salah, merupakan sikap
yang dikenakan negara kepada seseorang yang
derita (suffering) yang harus dijalani, walaupun
melakukan pelangggaran terhadap ketentuan
demikian, sanksi pidana bukanlah semata-mata
ec

undang-undang. Pidana dijatuhkan secara


bertujuan untuk memberikan rasa derita.2
sengaja oleh negara terhadap terpidana agar
Pidana pada hakekatnya merupakan alat untuk
dirasakan sebagai nestapa. Penderitaan pidana
mencapai tujuan dan bagaimana merumuskan
lR

merupakan penebusan dosa dari si pembuat.


tujuan tersebut dalam konsep atau materi suatu
Dengan penebusan dosa, kesalahannya akan
undang-undang yang oleh pembentuknya ingin
dipulihkan keseimbangan nilai pada diri si
ditegakkan dengan mencantumkan pidana.
pembuat. Penebusan diri adalah kebutuhan
na

Selain ditegakkan, di dalamnya juga terdapat


fundamental dari sifat moral kita.5


2
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan (Jakarta: Sinar Grafika, 1993),
Jur

hlm. 1-2.

3
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 88

4
David Garland, Punishment in Modern Society, A Study in Social Theory (Oxford: Clarendon Press, 1990), hlm.
312.

5
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara (Semarang:
Badan Penerbit Undip, 2000), hlm. 159.

266 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

Disisi lain pidana juga merupakan suatu Persoalan pemidanaan bukanlah sekedar
”reaksi atas delik, dan berwujud suatu nestapa proses sederhana untuk memasukkan seseorang

HN
yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada ke dalam penjara. Pemidanaan pada dasarnya
pembuat delik itu”.6 Nestapa yang ditempakan merupakan gambaran dari sistem moral, nilai
kepada pembuat delik bukanlah suatu tujuan kemanusiaan dan pandangan filosofis suatu
yang terakhir dicita-citakan masyarakat, tetapi masyarakat manusia pada suatu zaman, sehingga

BP
nestapa hanyalah suatu tujuan yang terdekat. permasalahan mengenai sistem pemidanaan
Hukum pidana dalam usahanya untuk mencapai paling tidak harus meliputi tiga perspektif
tujuan-tujuannya tidaklah semata-mata dengan yaitu filosofis, sosiologis dan kriminologis.10
menjatuhkan pidana, tetapi dengan jalan Pemidanaan merupakan bagian terpenting
menggunakan tindakan-tindakan. Menurut dalam hukum pidana, karena merupakan puncak

ing
Roeslan Saleh, ”tindakan dapat dipandang dari seluruh proses mempertanggungjawabkan
sebagai suatu sanksi, tetapi tidak bersifat seseorang yang telah bersalah melakukan tindak
pembalasan, dan ditujukan semata-mata pada pidana. Andrew Ashworth mengatakan ”a
prevensi khusus, dan tindakan dimaksudkan ind criminal law without sentecing would merely be
untuk menjaga keamanan masyarakat terhadap a declaratory system pronouncing people guilty
ancaman bahayanya”.7 without any formal consequences following
Menurut Simons, pidana (straf) itu adalah form that guilt”.11 Dengan demikian, hukum
”suatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan
pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran seseorang bersalah tanpa ada akibat yang
V
terhadap suatu norma, yang dengan suatu pasti terhadap kesalahannya tersebut.
putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang Dengan demikian, konsepsi tentang kesalahan
hts

yang bersalah”.8 Sementara itu, Van Hamel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
mengartikan pidana sebagai: pengenaan pidana dan proses pelaksanaannya.
”Suatu penderitaan yang bersifat khusus, Jika kesalahan dipahami sebagai dapat
yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang dicela, maka di sini pemidanaan merupakan
ec

berwenang untuk menjatuhkan pidana atas


nama negara sebagai penanggungjawab perwujudan dari celaan tersebut.12
dari keterlibatan hukum umum bagi seorang Namun demikian, dalam hukum pidana juga
pelanggar, yakni semata-mata karena orang harus dipikirkan mengenai tujuan dan pedoman
tersebut telah melanggar suatu peraturan
lR

pemidanaan. Mengingat dimana rumusan


hukum yang harus ditegakkan oleh negara”.9
mengenai tujuan dan pedoman pemidanaan
na

6
Roeslan Saleh, Hukum Pidana Sebagai Konfrontasi Manusia dan Manusia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm.
5.
7
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia (Jakarta: Aksara Baru, 1983), hlm. 9.
8
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1984), hlm. 35.
Jur

9
Ibid., hlm. 34.
10
Eva Achjani Zulfa dan Indriyanto Seno Adji, Pergeseran Paradigma Pemidanaan (Bandung: CV. Lubuk Agung,
2011), hlm. 3.
11
Andrew Ashworth, Principles of Criminal Law (Oxford: Clarendon Press, 1991), hlm. 12.
12
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
Kesalahan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 125.

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 267
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

dalam sebuah aturan menempati posisi sentral hukum, merupakan koreksi dari dan reaksi
yang bertujuan memberi arah dan pegangan yang atas sesuatu yang bersifat tidak hukum.

HN
jelas bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Hal Dengan demikian, pada hakekatnya pidana
ini sesuai dengan hakekat dari undang-undang adalah selalu perlindungan terhadap masyarakat
itu sendiri yang sebenarnya merupakan sistem dan pembalasan atas perbuatan tidak hukum. Di
(hukum) yang bertujuan (purposive).13 Selain samping itu Roeslan Saleh juga mengemukakan

BP
itu, adanya tujuan dan pedoman pemidanaan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu
dimaksudkan sebagai fungsi pengendali/ bahwa pidana diterapkan sebagai sesuatu yang
kontrol, sekaligus memberikan dasar filosofis, akan membawa kerukunan dan pidana adalah
rasionalitas dan motivasi pemidanaan yang jelas suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang
dan terarah.14 dapat diterima kembali dalam masyarakat.

ing
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai Berkenaan dengan pedoman pemidanaan,
dengan pemidanaan tersebut G. Peter terdapat beberapa pedoman pemidanaan,
Hoefnagels, sebagaimana dikutif oleh Muladi yakni:16
dan Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa a. Pedoman bersifat umum, yang memberikan
tujuan pidana adalah untuk:
ind pengarahan kepada hakim mengenai hal-
a. penyelesaian konflik (conflict resolution); hal apa yang sepatutnya dipertimbangkan
b. mempengaruhi para pelanggar dan orang- dalam menjatuhkan pidana;
orang lain ke arah perbuatan yang kurang b. Pedoman yang bersifat khusus, yang khusus
lebih sesuai dengan hukum (influencing memberikan pengarahan kepada hakim
V
offenders and possibly other than offenders dalam memilih atau menjatuhkan jenis-jenis
toward more or less Law-conforming pidana tertentu;
hts

behavior). c. Pedoman bagi hakim dalam menerapkan


Sementara Roeslan Saleh mengemukakan sistem perumusan ancaman pidana yang
bahwa pada hakekatnya ada dua poros yang digunakan dalam perumusan delik.
menentukan garis-garis hukum pidana, yaitu:15 Namun demikian, dalam prakteknya
ec

a. Segi prevensi, yaitu bahwa hukum pidana terdapat fakta yang kesenjangan antara harapan
adalah hukum sanksi, suatu upaya untuk dan kenyataan. Seperti masih tingginya angka
dapat mempertahankan kelestarian hidup residivis (pengulangan) terhadap kejahatan,
lR

bersama dengan melakukan pencegahan serta banyaknya kejahatan yang menyebabkan


kejahatan; viktimisasi terhadap narapidana kejahatan
b. Segi pembalasan, yaitu bahwa hukum dalam lingkaran sistem peradilan pidana.17
pidana sekaligus merupakan pula penentuan Pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana (penjara)
na

di Lembaga Pemasyarakatan, seharusnya akan

13
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru),
Jur

(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), hlm. 136.


14
Ibid.
15
Roeslan Saleh, Suatu Reorientasi Dalam Hukum Pidana (Aksara Baru: Jakarta, 1978), hlm. 25.
16
Ibid., hlm. 137.
17
Dey Ravena, Sistem Pemasyarakatan (Pergeseran Paradigma Pembinaan Narapidana dalam Sistem Peradilan
Pidana di Indonesia), Disertasi, Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.

268 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

sadar atas semua kesalahannya dan kembali memperbaiki kesalahan yang disebabkan
menjadi orang baik di masyarakat. Akan tetapi, oleh tindak kejahatan dan dalam membangun

HN
pada kenyataannya sering sekali pelaku malah sistem nilai sosialnya. Keterlibatan komunitas
tidak bisa kembali menjadi orang baik, sehingga secara aktif memperkuat komunitas itu sendiri
tidaklah mengherankan apabila dikatakan dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk
penjara sebagai ”sekolah kejahatan”. menghormati dan rasa saling mengasihi

BP
Munculnya model hukuman restoratif antar sesama. Sehingga peranan pemerintah
dikarenakan sistem peradilan pidana dan berkurang dalam memonopoli proses peradilan.
pemidanaan yang sekarang berlaku menimbulkan Restorative justice membutuhkan usaha-usaha
masalah. Dalam sistem kepenjaraan sekarang yang kooperatif dari komunitas dan pemerintah
tujuan pemberian hukuman adalah penjeraan, untuk menciptakan sebuah kondisi dimana

ing
pembalasan dendam, dan pemberian derita korban dan pelaku dapat merekonsiliasikan
(suffering) sebagai konsekuensi perbuatannya. konflik mereka dan memperbaiki luka-luka
Indikator menghukum tergantung sejauhmana mereka.
narapidana tunduk pada peraturan penjara. ind
Jadi, pendekatannya lebih ke keamanan (security 2. Konsep Restorative Justice
approach). Selain pemenjaraan yang membawa Konsep Restorative Justice sebenarnya telah
akibat bagi keluarga narapidana, sistem yang muncul cukup lama, kurang lebih dari dua puluh
berlaku sekarang dinilai tidak melegakan tahun yang lalu sebagai alternatif penyelesaian
atau menyembuhkan korban. Apabila proses
V
perkara pidana, khususnya anak, dengan berbagai
hukumnya memakan waktu cukup lama. pertimbangannya. Sebagaimana dikemukakan
Sebaliknya, pemidanaan restoratif melibatkan
hts

oleh John Braithwaite bahwa, restorative justice


korban, keluarga, dan pihak-pihak lain dalam sebuah arah baru antara ”justice” dan ”walfare
menyelesaikan masalah. Di samping itu, model”, kemudian antara ”retribution” dan
menjadikan pelaku tindak pidana bertanggung ”rehabilitation”.18 Di Amerika Utara, Australia,
jawab untuk memperbaiki kerugian yang dan sebagian Eropa, keadilan restoratif sudah
ec

ditimbulkan oleh perbuatannya. Pada korban, diterapkan pada semua tahap proses peradilan
penekanannya adalah pemulihan kerugian aset, pidana konvensional yaitu tahap penyidikan dan
derita fisik, keamanan, harkat dan kepuasan penuntutan, tahap adjudikasi dan tahap eksekusi
lR

atau rasa keadilan. pemenjaraan.19 Dalam perkembangannya,


Restorative justice menempatkan nilai pertumbuhan dan penyebaran keadilan
yang lebih tinggi dalam keterlibatan yang restoratif mendapat dukugan Perserikatan
langsung dari para pihak. Korban mampu Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam Kongres Lima
na

untuk mengembalikan unsur kontrol, Tahunan yang ke-5 di Jenewa tahun 1975, PBB
sementara pelaku didorong untuk memikul mulai menaruh perhatian terhadap ganti rugi
tanggung jawab sebagai sebuah langkah dalam
Jur

John Brithwaite, Restorative Justice and Responsive Regulation (University Press, Oxford, 2002).
18

Eriyantouw Wahid, Keadilan Restoratif dan Peradilan Konvensional dalam Hukum Pidana (Jakarta: Universitas
19

Trisakti, 2009), hlm. 1

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 269
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

bagi korban kejahatan, sebagai alternatif bagi of the individual”.23 Berdasarkan pendapat
peradilan pidana retributif. tersebut, upaya penyelesaian konflik dan

HN
Konsep asli praktek keadilan restoratif sekaligus penyembuhan antara pelaku dan
berasal dari praktek pemeliharaan perdamaian korban caranya adalah dengan mempertemukan
yang digunakan suku bangsa Maori (penduduk atau mengenalkan pelaku dalam satu forum
asli suku di Selandia Baru). Bilamana timbul dengan korban ataupun keluarganya untuk

BP
konflik, praktek restoratif akan menangani menumbuhkan empati di kedua belah pihak.
pihak pelaku, korban, dan para stakeholders.20 Dengan demikian, dalam penyelesaian
Bahkan Jeff Christian, seorang pakar Lembaga konflik yang ditonjolkan bukan menegaskan
Pemasyarakatan Internasional dari Kanada kesalahan pelanggar kemudian menjatuhkan
mengemukakan bahwa sesungguhnya peradilan sanksi pidana, tetapi peran aktif pihak yang

ing
restoratif telah dipraktekkan banyak masyarakat berkonflik melalui mediasi atau konpensasi
ribuan tahun yang lalu, jauh sebelum lahirnya terhadap kerugian materiil dan immateriil dalam
hukum negara yang formalitas seperti sekarang bentuk restitusi atau konpensasi dan pemulihan
yang kemudian disebut hukum modern.21 keharmonisan hubungan kemanusiaan antar
Pada dasarnya restorative justice
ind para pihak-pihak (humanisasi). Van Ness, seperti
mengutamakan makna pertemuan antar dikutip oleh Mudzakkir, mengatakan bahwa
pihak berkepentingan dalam kejahatan dan keadilan restoratif (restorative justice) dicirikan
periode sesudahnya. Seperti dikemukakan oleh dengan beberapa preposisi, yaitu:
Achmad Ali yang mengutip pendapat Howard a. Kejahatan adalah konflik antar individu
V
Zher seorang perintis keadilan restoratif di yang mengakibatkan kerugian pada korban,
Amerika Serikat, mengartikan restorative masyarakat, dan pelaku itu sendiri;
hts

justice adalah ”suatu proses yang melibatkan b. Tujuan yang harus dicapai dari proses
pihak-pihak yang berkepentingan dari sebuah peradilan pidana adalah melakukan
pelanggaran khusus dan secara bersama-sama rekonsiliasi diantara pihak-pihak sambil saling
mengidentifikasi kerugian serta memenuhi memperbaiki kerugian yang ditimbulkan
ec

kewajiban dan kebutuhan serta menempatkan oleh kejahatan;


perubahan sebagai hak yang harus diterima”.22 c. Proses peradilan pidana harus memfasilitasi
Adrianus Meliala mengutip pendapat Morrison partisipasi aktif para korban, pelanggar dan
lR

tentang restoratif adalah ”is a form of conflict masyarakat, tidak semestinya peradilan
resolution and seeks to make it clear to offender pidana didominasi oleh negara dengan
that the behaviour id not condoned (welcomed), mengesampingkan lainnya.24
at the same time as being supportive resfectful
na

20
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, (Jakarta:
Gramedia, 2010), hlm. 196.
21
Ibid.
Jur

22
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence), (Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2009), hlm. 247.
23
Adrianus Maliala, Restorative Justice dan Penegakan Hukum, Bahan Kuliah Mahasiswa PTIK Ang 54/55, Jakarta,
2009.
24
Mudzakkir, ”Viktimologi: Studi Kasus di Indonesia” (makalah pada Penataran Nasional Hukum Pidana dan
Kriminologi ke XI, Tahun 2005, Surabaya).

270 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, Berdasarkan beberapa pendapat di atas,


seyogyanya sistem peradilan pidana dapat jelas sudah bahwa keadilan restoratif adalah

HN
dilakukan dengan berbagai pendekatan- sebuah konsep pemikiran yang merespon
pendekatan yang tetap menegakkan keadilan pengembangan sistem peradilan pidana dengan
baik bagi korban maupun pelaku kejahatan. menitikberatkan pada pelibatan masyarakat dan
Secara teoritis terdapat tiga model yang korban dalam penyelesaian perkara pidana yang

BP
menempatkan hubungan keadilan restoratif ada. Pelibatan ini terkait dengan tahapan-tahapan
dengan sistem peradilan pidana, yaitu:25 penegakan hukum pidana di tingkat penyidikan,
a. Sebagai bagian dari sistem peradilan terutama dalam proses penegakan hukum
pidana. kasus-kasus tertentu di Indonesia berdasarkan
Adalah masuk akal jika keadilan restoratif pada berat ringannya pidana yang dilakukan,

ing
sebagai suatu pemidanaan mengingat besar kecilnya kerugian yang ditimbulkan,
ciri dari pemidanaan adalah memaksa, kondisi latar belakang dan motif pelaku serta
menderitakan seiring dengan timbulnya rasa kondisi sosiologis masyarakat setempat. Lebih
bersalah dan penyesalan dalam diri pelaku; ind jauh lagi, apabila dilihat dari pengaturan
b. Di luar sistem peradilan pidana melalui tentang restorative justice secara internasional,
lembaga/institusi lain di luar sistem. jelaslah bahwa penggunaan restorative justice
Pandangan keadilan restoratif berbanding sebagai upaya penyelesaian perkara pidana,
terbalik dengan sistem peradilan pidana sudah diakui secara internasional. Konsep ini
yaitu mengharamkan sifat keras dari hukum juga sesuai dengan hukum yang hidup dalam
V
pidana atau disebut sebagai soft justice masyarakat Indonesia (hukum adat).
karenanya dia harus berada di luar sistem Di Indonesia sendiri, sebenarnya konsep
hts

peradilan pidana; restorative justice ini telah lama dipraktekkan


c. Di luar sistem peradilan pidana dengan tetap dalam masyarakat Indonesia, seperti masyarakat
melibatkan pihak penegak hukum. di Papua, Bali, Toraja, Minang Kabau, Kalimantan,
Ini merupakan gambaran dari sistem quasi Jawa Tengah dan masyarakat komunitas lain yang
ec

dimana titik berat disini adalah bahwa model masih kuat memegang kebudayaan. Apabila
penyelesaian dengan pendekatan restoratif terjadi suatu tindak pidana oleh seseorang
tetap harus berdampingan dengan sistem (termasuk perbuatan melawan hukum yang
lR

peradilan pidana karena pada dasarnya dilakukan oleh anak). Dalam prakteknya
model penyelesaian ini dapat dijadikan penyelesaiannya dilakukan dalam pertemuan
dasar dari strategi penanganan perkara atau musyawarah mufakat yang dihadiri oleh
pidana yang tujuannya diarahkan pada tokoh masyarakat, pelaku, korban (bila mau),
na

kebaikan pelaku, korban dan masyarakat. dan orangtua pelaku untuk mencapai sebuah
Di samping itu hal ini juga menjadikannya kesepakatan untuk memperbaiki kesalahan. Hal
sebagai bagian dari mekanisme yang sah demikian sebenarnya merupakan nilai dan ciri
Jur

dalam sistem hukum negara. dari falsafah bangsa Indonesia yang tercantum

Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif di Indonesia (Studi tentang kemungkinan penerapan pendekatan keadilan
25

restoratif dalam praktek penegakan hukum pidana), Disertasi, pada Universitas Indonesia, 2009, hlm. 180-183.

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 271
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

dalam sila keempat Pancasila, yaitu musyarawah nasional, melainkan wujud dari kemerdekaan
mufakat. Dengan demikian, restorative dan kedaulatan bangsa yang sesungguhnya.

HN
justice sebetulnya bukan hal yang baru bagi Bahkan pembaharuan hukum menentukan arah
masyarakat Indonesia. Dalam musyawarah pembentukan watak bangsa, dari satu kondisi
mufakat bertujuan untuk mencapai kedamaian, riil menuju pada kondisi ideal, sehingga RUU
sehingga antara pelaku dan korban tidak KUHP merupakan alat transformasi sosial dan

BP
ada ”dendam” dan korban dapat dipulihkan budaya masyarakat secara terencana.
(direstor). Musyawarah mufakat dalam konteks Hukum pidana sebagai salah satu bagian
restorative justice bisa dilakukan dengan independen dari hukum publik merupakan
cara, antara lain: mediasi, pembayaran ganti salah satu instrument hukum yang sangat
rugi, ataupun cara lain yang disepakati antara urgent eksistensinya sejak zaman dahulu.

ing
korban/keluarga korban dengan pelaku. Pihak Eksistensi hukum pidana sangat penting dalam
lain bisa ikut serta dalam masalah ini, misalnya menjamin keamanan masyarakat dari ancaman
polisi, pengacara atau tokoh masyarakat sebagai tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan
penengah. Apabila penyelesaian ini tidak ada merupakan lembaga moral yang berperan
sepakat antara korban/keluarga korban dengan
ind merehabilitasi para pelaku tindak pidana.
pelaku, maka selanjutnya penyelesaian masalah Sehingga hukum pidana terus berkembang
tersebut diproses secara mekanisme pengadilan sesuai dengan tuntutan perkembangan
yang ada (litigasi). masyarakat. Salah satu perkembangan tersebut
adalah munculnya ide penyelesaian konflik yang
V
3. Konsep Restorative Justice dalam tidak hanya berfokus pada proses hukum di
Pembaharuan Hukum Pidana di pengadilan, akan tetapi diselesaikan oleh para
hts

Indonesia pihak yang berkonflik dengan cara memulihkan


Pembaharuan hukum pidana materiil dalam keadaan yang ada. Prinsip inilah kemudian
bentuk Rancangan Undang-Undang Kitab dikenal dengan restorative justice yang
Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya diintrodusir dalam RUU KUHP melalui sejumlah
ec

akan disingkat RUU KUHP), merupakan upaya ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 12, Pasal 54, dan
mewujudkan cita negara hukum. Sehingga RUU Pasal 55, adanya mediasi dalam Pasal 145 huruf
KUHP merupakan manifestasi dari hal itu yang d, serta diversi terhadap anak dalam sistem
lR

berkepribadian Indonesia, yang bukan hanya peradilan pidana anak. Munculnya konsep ini
berpaham rule of law yang mengutamakan terutama untuk memberikan keseimbangan
perlindungan kepentingan perseorangan perhatian diantara stakeholders hukum pidana
(individualistis) model barat ataupun socialist yaitu pelaku, korban, masyarakat dan negara.
na

legality yang mengutamakan kepentingan Lebih lanjut, keseimbangan tersebut juga


negara. Pembaharuan hukum bukan hanya terlihat dalam hal pengaturan tentang pidana
memperbaiki hukum, tetapi mengganti (straf/punishment) dengan pengaturan tentang
tindakan (maatreegel/treatment /measures)
Jur

hukum yang ada dengan hukum yang lebih


baik. Sehingga RUU KUHP bukan sekedar dan dimungkinkannya sanksi gabungan antara
mengadakan perubahan-perubahan seperlunya pidana dan tindakan (double track system),
yang mengganti baju kolonial menjadi kemasan mengingat heterogenitas masalah kejahatan,

272 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

serta kesadaran tentang pentingnya terapi yang berkas penyidikan untuk selanjutnya diolah
tepat terhadap victimless crime. menjadi dasar tuntutan pemidanaan, tanpa

HN
Sebenarnya konsep restorative justice mengetahui dan mengerti kondisi permasalahan
merupakan wujud dari hukum adat yang sudah tersebut secara riil, dan sang pelaku berada di
sejak dahulu berkembang dalam masyarakat kursi pesakitan siap untuk menerima pidana
Indonesia. Sehingga diakuinya hukum adat (the yang akan dijatuhkan kepadanya.

BP
living law) dalam RUU KUHP bertujuan untuk Selain itu, dalam perkembangan hukum
memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam pidana pada saat ini juga dikenal mediasi
masyarakat, dengan memulihkan keadaan penal. Dalam praktek hukum pidana, mediasi
yang telah rusak atau proses dimana pihak- penal dianggap sebagai sebuah turunan
pihak berkepentingan memecahkan bersama dari restorative justice, karena tidak perlu

ing
cara mencapai kesepakatan pasca terjadi menjalankan hukum pidana melalui pengadilan.
suatu tindak pidana termasuk implikasinya Meskipun penyelesaian perkara di luar
dikemudian hari. Dengan demikian, restorative pengadilan (Alternative Dispute Resolution/
justice dalam penanganan tindak pidana tidak ind ADR) umum atau lazimnya diterapkan dalam
hanya dilihat dari kaca mata hukum semata, perkara perdata, tetapi tidak untuk perkara
tetapi juga dikaitkan dengan aspek-aspek moral, pidana. Sebab pada tataran asas, perkara pidana
sosial, ekonomi, agama dan adat istiadat lokal tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan,
serta berbagai pertimbangan lainnya. tetapi dalam prakteknya untuk hal-hal tertentu
Dalam proses acara pidana konvensional mungkin terjadi, bahkan boleh jadi penyelesaian
V
misalnya apabila telah terjadi perdamaian di luar pengadilan menjadi hal yang ideal.
antara pelaku dan korban, dan sang korban Dalam perkembangan wacana teoritik
hts

telah memaafkan sang pelaku, maka hal maupun perkembangan pembaharuan hukum
tersebut tidak akan bisa mempengaruhi pidana di berbagai negara ada kecenderungan
kewenangan penegak hukum untuk terus kuat untuk menggunakan mediasi penal sebagai
meneruskan perkara tersebut ke ranah pidana salah satu alternatif penyelesaian masalah di
ec

yang nantinya berujung pada pemidanaan sang bidang hukum pidana. Tidak bisa dipungkiri lagi,
pelaku. Proses formal pidana yang makan waktu bahwa praktik penegakan hukum di Indonesia
lama serta tidak memberikan kepastian bagi yang dalam perkara pidana diselesaikan di luar
lR

pelaku maupun korban tentu tidak serta merta pengadilan melalui diskresi aparat penegak
memenuhi maupun memulihkan hubungan hukum, belum lagi dalam praktik masyarakat
antara korban dan pelaku, konsep restorative juga melakukan bentuk-bentuk diskresi atas
justice ini menawarkan proses pemulihan yang perkara pidana (social discretion) melalui
na

melibatkan pelaku dan korban secara langsung mekanisme perdamaian, penyelesaian lembaga
dalam penyelesaian masalahnya. Proses pidana adat, dan lain sebagainya, yang kemudian
konvensional hanya menjadikan korban nantinya menyebabkan tuntutan untuk mempositifkan
Jur

sebagai saksi dalam tingkat persidangan bentuk-bentuk penyelesaian perkara di luar


yang tidak banyak mempengaruhi putusan pengadilan semakin menguat.
pemidanaan, tugas penuntutan tetap diberikan Sebagaimana telah dikemukakan sebe­
terhadap Jaksa yang hanya menerima berkas- lumnya, pada dasarnya restorative justice

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 273
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

mengembalikan konflik kepada pihak-pihak anak yang bermasalah dengan hukum sering
yang paling terkenal untuk mempengaruhi digabungkan dengan tahanan dan narapidana

HN
korban, pelaku dan kepentingan komunitas dewasa.
mereka dan memberikan keutamaan pada Diversi sendiri artinya adalah pengalihan
kepentingan-kepentingan mereka. Restorative penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah
justice juga menekan pada hak asasi manusia melakukan tindak pidana dari proses formal

BP
dan kebutuhan untuk mengembalikan dampak dengan atau tanpa syarat. Prinsip yang terdapat
dari ketidakadilan sosial dan dalam cara-cara dalam pelaksanaan program diversi ini adalah
yang sederhana memberikan pelaku keadilan proses pemidanaan tidak akan diteruskan bagi
daripada keadilan formal (hukum) korban tidak seorang anak jika ada alternatif penyelesaian
mendapatkan keadilan apapun. Kemudian lain untuk perkaranya, kecuali menyangkut

ing
restorative justice juga mengupayakan untuk kepentingan umum. Di samping itu, prinsip
merestore keamanan korban, penghormatan yang lain dalam program diversi ini ialah hanya
pribadi, martabat dan yang lebih penting adalah digunakan terhadap anak yang mengakui bahwa
sense of control.26 ia telah melakukan suatu kesalahan, dan tidak
ind boleh ada pemaksaan, serta pemenjaraan tidak
4. Konsep Restorative Justice dalam UU dapat menjadi bagian dari diversi, karena struktur
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem dan mekanisme diversi tidak mengijinkan
Peradilan Pidana Anak pencabutan kebebasan dalam segala bentuk.
Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun Penerapan diversi dapat dilakukan dalam
V
2012 yang disahkan pada tanggal 30 Juli 2012 semua tingkat pemeriksaan disidang pengadilan
sudah menganut paradigma restorative justice. sampai pada tahap pelaksanaan putusan.
hts

Dimana adanya ketentuan tentang diversi yang Penerapan ini dimaksudkan untuk mengurangi
dapat menjadi bentuk dari keadilan restoratif. dampak negatif keterlibatan anak dalam proses
Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang peradilan tersebut.
Nomor 3 Tahun 1997 belum lah mengenal konsep Diterimanya konsep diversi sebagai nilai dari
ec

tersebut. Hal mana tidak memberikan ruang restorative justice dalam UU Nomor 11 Tahun
terhdap kemungkinan diversi dan sifat hukuman 2012, antara lain bertujuan untuk mendorong
perampasan sebagai ultimum remidium yang anak-anak tidak perlu menjalani proses pidana.
lR

belum tercantum. Padahal, pada kenyataannya Sehingga melalui model diversi ini, diharapkan
jika anak-anak berada dalam penjara, hak-hak aparat penegak hukum untuk semua tingkatan
mereka yang dijamin dalam undang-undang wajib mengedepankan penyelesaian di luar
Perlindungan Anak banyak yang tidak terpenuhi. peradilan pidana. Akan tetapi, diversi juga
na

Di samping adanya bermunculan permasalahan dapat dilakukan oleh masyarakat dengan


lain ketika anak menjalani pembinaan di Lembaga cara mendamaikan kedua belah pihak yakni
Pemasyarakatan. Misalnya saja pada akhir- korban dan pelaku. Namun demikian, diversi
Jur

akhir ini terbatasnya jumlah rumah tahanan hanya dapat dilakukan dengan izin korban dan
dan Lembaga Pemasyarakatan, sehingga anak- keluarga korban, serta kesediaan dari pelaku

BPHN, Perencanaan Pembinaan Hukum Nasional Bidang Politik Hukum Pidana dan Sistem Pemidanaan, 2012.
26

274 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

dan keluarganya. Upaya untuk menyelesaikan anak secara otomatis langsung masuk dalam
perkara di luar pengadilan harus diutamakan, sistem peradilan pidana. Harus diupaya suatu

HN
bahkan proses mediasi pun masih dimungkinkan penyelesaian konflik melalui forum yang disebut
walaupun perkara tersebut sudah masuk di sebagai mediasi penal.
pengadilan. Majelis hakim yang mengadili harus Oleh karena itu, diversi melalui konsep
memfasilitasi jika diminta oleh pihak-pihak yang restorative justice menjadi suatu pertimbangan

BP
berperkara, dan jika disepakati untuk berdamai yang sangat penting dalam menyelesaikan
maka sidang langsung dihentikan. Disini lah perkara pidana yang dilakukan oleh anak.
terlihat bahwa hukum pidana sebagai ultimum Berdasarkan Pasal 40 Konvensi Hak Anak,
remidium benar-benar diterapkan. mengatakan bahwa, negara diwajibkan untuk
Diversi melalui konsep restorative justice mengkaji dan menetapkan undang-undang yang

ing
ini telah sesuai dan sejalan dengan tujuan dari dapat diterapkan secara khusus terhadap ana-
diversi yang terdapat di dalam The Beijing Rules anak yang disangka, dituduh, atau diakui telah
yakni: melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana,
1) Untuk menghindari penahanan; ind agar menyediakan langkah-langkah penanganan
2) Untuk menghindari cap/stigma sebagai tanpa melalui pengenaan tindakan hukum.
penjahat; Adapun faktor-faktor yang dapat menjadi
3) Untuk meningkatkan keterampilan hidup bahan pertimbangan dalam pelaksanaan diversi
bagi si pelaku anak; adalah:
4) Agar pelaku bertanggungjawab atas 1. Sifat dan kondisi perbuatan;
V
perbuatannya; 2. Pelanggaran yang sebelumnya dilakukan;
5) Untuk mencegah pengulangan tindak 3. Derajat keterlibatan anak dalam kasus;
hts

pidana; 4. Sikap anak terhadap perbuatan tersebut;


6) Untuk memajukan intervensi-intervensi 5. Reaksi orangtua dan/atau keluarga anak
yang diperlukan bagi korban dan pelaku terhadap perbuatan tersebut;
tanpa harus melalui proses formal; 6. Dampak perbuatan terhadap korban;
ec

7) Program diversi juga akan menghindarkan 7. Pandangan hakim tentang latar belakang
anak mengikuti proses sistem peradilan. dan penyebab perbuatan tersebut;
Munculnya ide diversi bermula pada suatu Dengan pelaksanaan diversi tersebut, dapat
lR

pemikiran tentang pemberian kewenangan mendatangkan manfaat antara lain:


kepada aparat penegak hukum untuk mengambil 1 Membantu anak-anak belajar dari
tindakan-tindakan kebijakan dalam menangani kesalahannya melalui intervensi sesegera
atau menyelesaikan masalah pelanggaran anak mungkin;
na

dengan tidak mengambil jalan formal antara 2 Memperbaiki kerugian baik fisik, psikis
lain menghentikan atau tidak meneruskan/ maupun materi karena kejadian tersebut,
melepaskan dari proses peradilan pidana atau baik kepada korban maupun keluarganya
Jur

mengembalikan/ menyerahkan kepada orang dan masyarakat;


tua, masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan 3 Kerjasama dengan pihak orang tua ataupun
pelayanan sosial lainnya. melalui diversi, wali;
tidak semua perkara pidana yang pelakunya

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 275
Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

4 Melengkapi dan membangkitkan anak bang dan eksis dalam kehidupan masyarakat,
untuk belajar membuat keputusan yang karena secara in concrito dapat membawa

HN
bertanggung jawab; kemanfaatan bersama dan menghindari
5 Diupayakan untuk dapat memberikan dampak buruk pidana penjara serta
restitusi pada korban; pemulihan bagi korban akan hak-haknya.
6 Membuat anak bertanggung jawab atas hanya saja belum secara formil menjadi

BP
perbuatannya dan memberikan kesempatan bagian dari sistem hukum (legal system)
untuk mempelajari akibat dan dampak yang Indonesia.
ditimbulkan akibat perbuatannya; 3. Dalam konteks pembaharuan hukum pidana
7 Memberikan pilihan bagi pelaku untuk tidak di Indonesia juga telah mengakomodir
mendapatkan stigma dari masyarakat; prinsip restorative justice sebagaimana

ing
8 Mengurangi beban anggaran dalam proses diatur dalam RUU KUHP nasional, dimana
pengadilan dan lembaga pemasyarakatan; rumusan tentang jenis-jenis pidana
9 Pencegahan terhadap terjadinya residivis (strafmaat) mengandung sifat restoratif.
anak. Begitu juga halnya dalam undang-undang
ind sistem peradilan pidana anak. Sehingga
E. Penutup sangat mungkin sekali konsep restorative
1. Kesimpulan justice ini dapat dijadikan bagian dari
pembaharuan hukum pidana di Indonesia di
Penelitian ini sangat penting untuk dijadikan
masa yang akan datang.
V
pertimbangan dalam praktik penyelesaian
perkara pidana yang terjadi selama ini, dengan 2. Rekomendasi
hts

pendekatan restorative justice ini, penegakan


hukum dari yang selama ini melulu menggunakan Bagi penegak hukum ke depannya juga
pendekatan retributif semata-mata akan harus merubah paradigma berpikirnya dalam
bergeser menjadi pendekatan restoratif. Dengan penyelesaian perkara pidana agar tidak selalu
pendekatan restoratif ini, penyelesaian perkara menggunakan pendekatan retributif yang
ec

pidana lebih mengutamakan hal-hal sebagai mengutamakan pidana penjara atau bentuk
berikut: pidana lainnya yang kadang-kadang justru
1. Dalam Penyelesaian perkara pidana di bertentangan dengan tujuan hukum pidana itu
lR

Indonesia selama ini sebenarnya dapat sendiri.


dilakukan dengan menggunakan pendekatan Bagi pembentuk undang-undang ke depan­
restorative justice, dimana mekanisme yang nya perlu memikirkan secara serius, serta
memfasilitasi untuk menjadikan pendekatan
na

digunakan dengan cara musyawarah mufakat


antara pelaku, korban/keluarga korban, restorative justice ini sebagai bagian dari sistem
masyarakat dan negara sebagai stakeholders hukum nasional, sehingga menjadi bagian dari
dari hukum pidana; mekanisme penyelesaian perkara dalam sistem
Jur

2. Bahwa sebenarnya mekanisme penyelesaian peradilan pidana Indonesia.


perkara pidana dengan pendekatan Perlu adanya upaya yang serius dari
restorative justice sudah lama diterapkan pemerintah untuk segera mungkin menye­
oleh masyarakat Indonesia. Bahkan berkem­ le­saikan proses pembahasan, pengesahan,

276 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 263-277


Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

dan pemberlakuan KUHP nasional yang baru Saleh, Roeslan, Hukum Pidana Sebagai Konfrontasi
yang sesuai dengan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Manusia dan Manusia (Jakarta: Ghalia Indonesia,

HN
1983).
Mengingat KUHP yang berlaku sekarang sudah Saleh, Roeslan, Stelsel Pidana Indonesia (Jakarta:
tidak cocok lagi dengan budaya bangsa Indonesia Aksara Baru, 1983).
yang berdasarkan pada hukum adat, hukum Saleh, Roeslan, Suatu Reorientasi Dalam Hukum
Pidana (Aksara Baru: Jakarta, 1978).
Islam serta nilai-nilai kebhinekaan lainnya.
Suparni, Niniek, Eksistensi Pidana Denda Dalam

BP
Sistem Pidana dan Pemidanaan (Jakarta: Sinar
Daftar Pustaka Grafika, 1993).
Wahid, Eriyantouw, Keadilan Restoratif dan Peradilan
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory)
Konvensional dalam Hukum Pidana (Jakarta:
dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) (Jakarta:
Universitas Trisakti, 2009).
Kencana Prenada Media, 2009).
Waluyo, Bambang, Viktimologi Perlindungan Saksi

ing
Ashworth, Andrew, Principles of Criminal Law
dan Korban (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).
(Oxford: Clarendon Press, 1991).
Zulfa, Eva Achjani dan Indriyanto Seno Adji,
Arief, Barda N, Bunga Rampai Kebijakan Hukum
Pergeseran Paradigma Pemidanaan (Bandung:
Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002)
CV. Lubuk Agung, 2011).
Arief, Barda N, Kebijakan Legislatif Dalam
Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana
Penjara (Semarang: Badan Penerbit Undip,
2000).
ind Makalah/Artikel/Hasil penelitian
Adrianus Maliala, ”Restorative Justice dan Penegakan
Arief, Barda N, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Hukum”, (Bahan Kuliah Mahasiswa PTIK Ang
Pidana, (Perkembangan Penyusunan Konsep 54/55, Jakarta, 2009).
KUHP Baru) (Jakarta: Kencana Prenada Media, Mudzakkir, ”Viktimologi: Studi Kasus di Indonesia”,
2008).
V
(makalah disampaikan pada acara Penataran
Brithwaite, John, Restorative Justice and Responsive Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi ke XI,
Regulation (University Press, Oxford, 2002). Tahun 2005, Surabaya).
hts

Garland, David, Punishment in Modern Society, A BPHN, Perencanaan Pembinaan Hukum Nasional
Study in Social Theory (Oxford: Clarendon Press, Bidang Politik Hukum Pidana dan Sistem
1990). Pemidanaan, 2012.
Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Dey Ravena, Sistem Pemasyarakatan (Pergeseran
Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Paradigma Pembinaan Narapidana dalam
Pidana Tanpa Kesalahan (Jakarta: Kencana Sistem Peradilan Pidana di Indonesia), Disertasi,
ec

Prenada Media Group, 2011). Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.


Lamintang, P.A.F, Hukum Penitensier Indonesia Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif di Indonesia
(Bandung: Armico, 1984). (Studi tentang kemungkinan penerapan
Supeno, Hadi, Kriminalisasi Anak, Tawaran Gagasan pendekatan keadilan restoratif dalam praktek
lR

Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan penegakan hukum pidana), Disertasi, pada
(Jakarta: Gramedia, 2010). Universitas Indonesia, 2009.
na
Jur

Restorative Justice: Suatu Tinjauan terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Septa Candra) 277

Anda mungkin juga menyukai