Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Kemih

Saluran Kemih dibagi atas dua bagian yakni bagian atas dan bagian

bawah. Saluran kemih bagian atas terdiri atas ginjal dan saluran yang disebut

ureter. Fungsi saluran ini adalah menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.

Masing-masing ginjal memiliki sebuah ureter. Saluran kemih bagian bawah terdiri

atas kandung kemih dan saluran yang disebut uretra. Fungsi uretra adalah

mengalirkan urin dari kandung kemih keluar tubuh.2,5

2.1.1. Saluran Kemih Bagian Atas

2.1.1.1. Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk seperti kacang dan terletak di

bagian posterior kiri dan kanan rongga abdomen. Ginjal dilindungi oleh lapisan

tebal yang terdiri dari otot perut bagian posterior dan lateral. Tulang iga ke-10,

ke- 11, serta iga ke-12 memberikan perlindungan tambahan di bagian atas

ruang retroperitoneal.6 Ginjal sebelah kanan letaknya lebih rendah

dibandingkan dengan ginjal sebelah kiri karena terdapat hati di sebelah kanan.

Ginjal pada orang dewasa memiliki panjang sekitar 10 cm, lebar 6 cm dengan

ketebalan 3 cm, serta memiliki berat sekitar 150 gram pada pria dan 135 gram

pada wanita.2,6

3
4

Ginjal terdiri dari lapisan luar yang disebut korteks, lapisan tengah yang

disebut medula, dan lapisan dalam yang terdiri dari kaliks dan pelvis. Korteks

adalah lapisan yang homogen dan terdapat bagian yang tertuju ke arah papila dan

forniks. Bagian ini disebut kolumna Bertin. Lapisan tengah terdiri atas beberapa

piramida yang dibentuk oleh tubulus pengumpul dan memiliki fungsi

mengalirkan urin ke kaliks minor dan ujung papila.2 Darah mengalir ke ginjal

dan difiltrasi oleh satuan unit fungsional terkecil yang dikenal dengan nefron.

Urin akan terbentuk pada akhir proses dan selanjutnya urin ini akan dialirkan

melalui ureter ke kandung kemih.5

Gambar 2.1 Permukaan Ginjal Tampak Posterior5

2.1.1.2. Ureter

Ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.

Memiliki panjang bervariasi tiap individu sekitar 30 cm dengan diameter 6 mm

dan memiliki bentuk seperti lengkungan huruf “S”. Hal ini mengakibatkan
5

terbentuknya daerah yang relatif sempit, yakni: (1) perbatasan antara ureter

dengan pelvis renalis atau dikenal dengan ureteropelvic junction, (2) persilangan

antara ureter dengan arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) saat ureter masuk ke

dalam kandung kemih. Ureter masuk dari belakang kandung kemih dengan sudut

tertentu untuk mencegah kembalinya urin ke ginjal. Ureter terdiri atas tiga lapisan,

yakni: mukosa yang dilapisi sel epitel transisional, otot polos sirkuler, dan otot

polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot ini menyebabkan gerakan

yang dapat mengalirkan urin masuk ke dalam kandung kemih.2,5

2.1.2. Saluran Kemih Bagian Bawah

2.1.2.1. Kandung Kemih

Kandung kemih adalah organ berongga yang dilapisi oleh otot dan terletak

di posterior tulang pubis. Lapisan mukosa kandung kemih bagian dalam adalah

epitel transisional. Di atas lapisan ini terdapat lapisan otot detrusor yang saling

beranyaman dan berfungsi dalam kontraksi kandung kemih.5 Ketika kosong,

kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis, ketika penuh, kandung kemih

dapat terllihat naik di atas simfisis pubis dan dapat diperkusi serta dipalpasi

dengan mudah.2

Pada bagian bawah kandung kemih terdapat daerah berbentuk segitiga yang

disebut trigon. Urin dari ureter masuk ke dalam kandung kemih melalui bagian

atas trigon dan keluar dari kandung kemih menuju uretra melalui bagian bawah

trigon.5 Leher kandung kemih berbentuk seperti corong yang memanjang dan

berhubungan langsung dengan uretra. Sfingter internal yang terdapat di leher


6

kandung kemih adalah bagian otot yang menebal. Sfingter ini dibentuk dari

jalinan dan kumpulan serat-serat otot detrusor bagian distal yang selanjutnya akan

membentuk uretra. Sfingter ini menutup dengan kuat dalam keadaan normal untuk

mencegah agar urin tidak mengalir keluar dari kandung kemih.2

2.1.2.2. Uretra

Uretra adalah saluran yang berfungsi membuang urin dari kandung kemih

ke luar tubuh. Pada pria, uretra terhubung dengan sistem saluran yang membawa

sperma. Panjang uretra pria sekitar 20-25 cm. Pada bagian bawah uretra, terdapat

sfingter eksterna yang terdiri dari dua kelompok otot yang membungkus sekeliling

uretra. Otot yang pertama berasal dari otot pelvis dan berfungsi untuk

menghambat urin yang keluar ketika terjadi kenaikan tekanan secara mendadak,

misalnya ketika sedang batuk, bersin, atau mengangkat beban berat. Otot yang

kedua berasal dari dinding uretra itu sendiri. Komponen ini memberikan

kemampuan untuk menghambat menetesnya urin secara terus menerus.5

Uretra wanita, memiliki panjang 4 cm, lebih pendek daripada pria. Wanita

juga memiliki sfingter eksterna yang terdiri dari dua kelompok otot. Namun, otot

yang berfungsi paling penting dalam menghentikan urin adalah otot pelvis.

Sfingter eksterna dipengaruhi oleh saraf somatis sehingga hanya terbuka ketika

seseorang memerintahkannya dengan sadar.5


7

2.2. Batu Saluran Kemih

2.2.1. Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

Proses pembentukan batu saluran kemih melibatkan berbagai macam jalur

yang rumit dan panjang. Proses ini dimulai ketika filtrat glomerular melintasi

nefron. Suatu larutan yang mengandung ion atau molekul garam dalam bentuk

terlarut dinyatakan sebagai produk konsentrasi. Suatu larutan garam dinyatakan

jenuh ketika penambahan garam lebih banyak tidak dapat melarutkan garam

tersebut. Produk konsentrasi pada keadaan jenuhnya disebut produk kelarutan

termodinamik (thermodynamic solubility product), Ksp, yakni titik ketika

komponen kristal terlarut pada keadaan tertentu berada dalam keseimbangan. Jika

kristal garam ditambahkan pada larutan jenuh ini, akan terjadi pengendapan

kristal, kecuali variabel tertentu seperti pH atau temperatur diubah.6 Batu saluran

kemih merupakan agregat polikristalin yang terdiri dari berbagai jenis kristaloid

dan matriks organik. Pembentukan batu saluran kemih melibatkan urin yang

supersaturasi. Keadaan supersaturasi bergantung pada pH urin, jenis ion,

konsentrasi zat terlarut,dan pembentukan senyawa (complexation).2

Pada urin, meskipun produk konsentrasi zat yang dapat menyebabkan

pembentukan batu, seperti kalsium oksalat, melebihi nilai Ksp, kristalisasi tidak

terjadi karena terdapat senyawa inhibitor yang menyebabkan kalsium oksalat

dalam jumlah besar tetap dalam keadaan terlarut sehingga mencegah terjadinya

pengendapan dan kristalisasi. Namun, jika konsentrasi garam ditingkatkan hingga

mel ebihi titik tertentu, akan terjadi pengendapan dan kristalisasi. Keadaan ini

disebut formation product (Kf). Supersaturasi yang terjadi di atas titik ini
8

menyebabkan keadaan yang tidak stabil sehingga nukleasi spontan dapat terjadi.2,6

Namun, jika terdapat senyawa inhibitor, pengendapan senyawa kalsium oksalat

hanya terjadi jika supersaturasi melebihi titik jenih kelarutan 7-11 kali lebih

tinggi.6 Inhibitor, seperti sitrat, dapat mengganggu stabilitas nuklei, sedangkan

promoter, seperti phospholipid, lemak, cell debris, dapat mempermudah terjadinya

nukleasi dengan cara memberikan tempat pengikatan bagi senyawa kristal lainnya

sehingga nuklei menjadi stabil.6,7

2.2.2. Jenis Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni:

menurut sifatnya terhadap sinar X, menurut etiologinya, dan menurut komponen

penyusunnya.8 Berikut ini adalah tabel pengelompokan batu saluran kemih:

Tabel 2.1 Jenis Batu Saluran Kemih Menurut Komposisi8


9

2.2.2.1.Batu Kalsium

a) Hiperkalsiuria

Hiperkalsiuria adalah kelainan yang paling sering dijumpai pada penderita

batu kalsium. Konsentrasi kalsium urin yang tinggi menyebabkan peningkatan

saturasi garam kalsium dan mengurangi aktivitas senyawa inhibitor seperti sitrat

dan sulfat. Hiperkalsiuria didefiniskan sebagai jumlah kalsium yang dikeluarkan

melalui urin lebih besar dari 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada pria

dan 6 mmol/hari pada wanita.6

Kalsium yang berasal dari makanan diabsorpsi dari usus halus sebanyak 30-

40 % dan 10% melalui usus besar setiap harinya. Penyarapan kalsium dapat

bervariasi tergantung dari jumlah kalsium yang dimakan. Ketika asupan kalsium

sedikit, penyerapan meningkat, sedangkan ketika asupan kalsium banyak,

penyerapan berkurang. Jalur transelular yang bergantung pada vitamin D (vitamin

D-dependent trancellular pathway) mengatur jalur utama penyerapan kalsium

melalui saluran cerna ketika asupan kalsium sedikit dan menerima feedback

negatif ketika asupan kalsium melimpah.6

Gambar 2.2 Patofisiologi Pembentukan Batu Kalsium7


10

b) Hiperoksaluria

Hiperoksaluria adalah keadaan oksalat yang terdapat di urin lebih dari 40

mg/hari yang dapat menyebabkan saturasi kalsium-oksalat di urin sehingga dapat

menyebabkan pembentukan batu kalsium oksalat.2 Kerusakan di sel tubulus ginjal

yang diakibatkan oleh lipid peroxidation dan radikal bebas memiliki peran dalam

pembentukan kristal oksalat. Kerusakan membran membantu fiksasi dan

pertumbuhan kristal kalsium oksalat.6

Diare kronik dapat mengubah metabolisme oksalat. Malabsorpsi

menyebabkan peningkatan lemak dan empedu di saluran cerna. Kalsium yang

terdapat di saluran cerna dapat mengikat lemak sehingga menyebabkan reaksi

penyabunan (saponifikasi). Hal ini akan menyebabkan jumlah kalsium yang

berikatan dengan oksalat di saluran cerna menurun. Oksalat yang tidak terikat ini

akan diabsorpsi melalui dinding saluran cerna secara pasif, terlebih lagi dengan

adanya garam empedu. Peningkatan kecil dalam penyerapan oksalat akan

menyebabkan pembentukan kalsium oksalat secara signifikan di ginjal. Hal ini

akan menyebabkan potensi nukleasi heterogen dan pertumbuhan kristal.2

Orang yang mengalami peningkatan kadar oksalat urin tidak secara otomatis

membentuk batu kalsium oksalat. Ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti

kelainan metabolisme, peran bakteri Oxalobacter formigenes,anion transporter

Slc26a6,dehidrasi, hipositraturia, kadar inhibitor yang rendah, dan malabsorpsi.2,9

c) Hipositraturia

Hipositraturia adalah sebuah keadaan dimana kadar sitrat urin kurang dari

320 mg/hari atau kurang dari 0,6 mmol/hari pada pria atau 1,03 mmol/hari pada
11

wanita. Keseimbangan asam basa memiliki peranan penting dalam mengatur

eksresi sitrat. Pada keadaan metabolik asidosis, terjadi penurunan kadar sitrat urin

akibat peningkatan penyerapan tubulus dan penurunan sintesis sitrat di sel

peritubular.6

Sitrat dapat membentuk senyawa dengan kalsium sehingga menurunkan

konsentrasi ion kalsium dan menurunkan aktivitas produk sehingga dapat

menurunkan potensi pembentukan kristal. Sitrat dapat menurunkan agglomerasi,

nukleasi spontan, dan pertumbuhan kristal kalsium oksalat. Sitrat juga dapat

menurunkan kadar mononatrium urat, suatu substansi yang dapat menyerap

inhibitor dan membantu nukleasi heterogen, sehingga dapat mengecilkan batu

kalsium oksalat.2

2.2.2.2. Batu Struvit

Batu struvit terdiri atas magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) dengan

rumus kimia magnesium ammonium phosphate hexahydrate (MgNH4O) dan

terdapat pula serpihan kalsium fosfat dalam bentuk karbonat apatit (Ca10 [PO4]6

• CO3). Batu ini sering ditemukan pada wanita dan dapat terbentuk dengan

cepat.2,6 Teori yang berkembang saat ini berawal dari Brown (1901) yang

menyatakan bahwa terdapat suatu bakteri yang dapat memecah urea sehingga

mampu menimbulkan keadaan yang mendukung terbentuknya batu. Beliau

kemudian menemukan bajteru yang disebut Proteus vulgaris dari batu tersebut.

Teori ini terus berkembang dan ditemukanlah suatu enzim pada bakteri yang

mampu menghidrolisa urea. Nama enzim ini adalah urease dan pertama kali

diisolasi dari bakteri Canavalia ensiformis. Kini, ilmuwan menyimpulkan bahwa


12

batu MAP hanya dapat jika terdapat hubungan dengan infeksi saluran kemih yang

diakibatkan oleh bakteri pemecah urea6

2.2.2.3. Batu Asam Urat

Batu asam urat hanya terjadi pada <5% kasus batu saluran kemih dan

biasanya terdapat pada pria. Pasien dengan rematik, penyakit myeloproliferatif,

atau penurunan berat badan yang cepat, dan pasien yang mendapat terapi obat

sitotoksik memiliki insiden yang tinggi terjasinya batu asam urat. Sebagian besar

pasien yang mengalami batu asam urat tidak mengalami hiperuricemia.

Peningkatan asam urat lebih disebabkan karena dehidrasi dan memakan makanan

yang mengandung banyak purin. Pasien yang mengalami batu asam urat memiliki

pH<5,5. Ketika pH urin berada di atas konstanta disosiasi (pKa 5,75), asam urat

akan berdisosiasi menjadi ion urat yang lebih larut dalam air. Oleh karena itu,

pengobatan lebih ditekankan pada pemberian cairan (volume urin >2L) dan pH

urin diusahakan di atas 6.2

2.3. Tatalaksana Batu Saluran Kemih

2.3.1 Penatalaksanaan Konservatif

Penatalaksanaan konservatif diberikan pada pasien tanpa riwayat batu saluran

kemih. Penatalaksanaan non-farmakologis dapat mengurangi insiden rekuren batu

per 5 tahun sampai 60%. Penatalaksanaan konservatif berupa:6,8

1. Konsumsi cairan minimal 8-10 gelas per hari dengan tujuan menjaga volume

urin agar berjumlah lebih dari 2 liter per hari.


13

2. Mengurangi konsumsi protein hewani sekitar 0,8 – 1,0 gram/kgBB/hari untuk

mengurangi insiden pembentukan batu

3. Diet rendah natrium sekitar 2-3 g/hari atau 80-100 mEq/hari efektif untuk

mengurangi eksresi kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria

4. Mencegah penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan pembentukan batu

seperti calcitrol, suplemen kalsium, diuretic kuat dan probenecid

5. Mengurangi makanan yang berkadar oksalat tinggi untuk mengurangi

pembentukan batu. Makanan yang harus dikurangi seperti teh, bayam, coklat,

kacang-kacangan dan lain-lain.

Gambar 2.3 Algoritma penatalaksanaan non-invasiv batu saluran kemih6


14

1. Batu kalsium6,8

Absorptive hypercalciuria tipe I dapat diberikan diuretik tiazid 25-50 mg

untuk menurunkan kadar kalsium dalam urin sampai 150 mg/hari. Hal ini terjadi

melalui turunnya volume urin yang mengakibatkan kompensasi meningkatnya

reabsorpsi natrium dan kalsium di tubulus proksimal. Alternatif lain yang dapat

diberikan yaitu chlorthalidone 25-50 mg, indapamide 1,25-2,5 mg/hari.

Pada AH tipe II, dilakukan restriksi diet kalsium 600 mg/hari. Restriksi diet

natrium juga penting untuk menurunkan hiperkalsiuria. Tiazid dan suplemen

kalium sitrat juga dapat diberikan apabila penatalaksanaan konservatif tidak

efektif. Pada AH tipe III, diberikan orthophospate yang akan menurunkan kadar

1,25(OH)2D3 dan meningkatkan kadar inhibitor dalam urin. Tiazid juga diberikan

pada renal hiperkalsiuria untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus. Hal

ini akan menormalkan kadar kalsium dalam serum dan menurunkan kadar hormon

paratiroid. Diet natrium juga dikurangi menjadi 2 g/hari dan menjaga natrium

urin dibawah 100 mEq/hari.

Pada hiperoksalouria primer, pyridoxine dapat menurunkan produksi oksalat

endogen. Dosis pyridoxine yang dianjurkan adalah 100-800 mg/hari.

Orthophospate oral juga dapat diberikan dalam dosis 4 kali sehari. Magnesium

oral, suplemen kalium sitrat dan konsumsi cairan yang ditambah dapat membantu

terapi (Turk et al, 2013). Pasien dengan hipositraturia diberikan kalium sitrat

untuk meningkatkan pH intraselular dan produksi sitrat. Selain kalium sitrat,

konsumsi jus lemon setiap hari yang dilarutkan dalam 2 liter air akan

meningkatkan kadar sitrat dalam urin.


15

2. Batu asam urat6

Pasien dengan batu asam urat, penatalaksanaan harus dilakukan adalah

penatalaksanaan konservatif dibantu dengan pemberian obat-obatan. Pemberian

acetazolamide 250-500 mg pada malam hari akan berguna untuk mengontrol pH

urin. Allupurinol diberikan apabila kadar asam urat dalam darah diatas 800

mg/hari dan pH urin diatas 6,5. Suplementasi kalium sitrat berguna untuk menjaga

pH urin tetap bersifat alkali sekitar 6,5. Kadar pH dalam urin harus tetap dijaga

agar tidak naik sampai keatas 7, untuk mengurangi resiko terbentuknya batu

kalsium fosfat.

3. Batu sistin8

Pasien dengan batu sistin harus meningkatkan konsumsi cairan agar

mendapatkan urin sekitar 3,5 liter setiap harinya untuk disolusi maksimal dari batu

sistin. Alkalinisasi urin menggunakan kalium sitrat atau sodium bikarbonat

digunakan untuk menjaga pH urin 7,5-8,5. Urin yang alkali akan meningkatkan

larutnya sistin dalam urin.

Bila pengobatan diatas tidak berhasil dan kadar sistin dalam urin diatas 3

mmol per hari, maka dapat diberikan tiopronin. Dosis tiopronin yang digunakan

adalah 250 mg per hari. Tiopronin dianggap lebih baik dari pendahulunya yaitu D-

penicillamine yang dianggap menimbulkan banyak efek samping.8


16

2.1.4.3 Modalitas terapi6,8

Terapi yang bisa dilakukan untuk batu saluran kemih menurut European

Association of Urology tahun 2018 adalah:8

1. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prinsip kerja alat ESWL adalah menggunakan gelombang kejut. Gelombang

kejut adalah gelombang tekanan yang berenergi tinggi yang dapat dialirkan

melalui udara maupun air. Ketika berjalan melewati dua medium yang berbeda,

energi tersebut dilepaskan, menyebabkan batu terfragmentasi. Gelombang kejut

tidak menyebabkan kerusakan bila melewati substansi dengan kepadatan yang

sama. Oleh karena air dan jaringan tubuh memiliki kepadatan yang sama,

gelombang kejut tidak merusak kulit dan jaringan dalam tubuh. Batu saluran

kemih memiliki kepadatan akustik yang berbeda, dan bila dikenai gelombang

kejut, batu tersebut akan pecah, Setelah batu terfragmentasi, batu akan keluar dari

saluran. Terdapat beberapa mekanisme dalam pemecahan batu melalui ESWL

yang bergantung pada energi yang digunakan yakni generator elektrohidrolik,

generator elektromagnetik dan generator piezoelektrik.

2. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

Teknik PCNL dilakukan melalui akses pada lower calyx, selanjutnya

dilakukan dilatasi menggunakan balloon dilator atau Amplatz dilator dengan

bantuan fluoroscopy dan batu dihancurkan menggunakan elektrohidrolik,

ultrasonic atau litotripsi laser. Indikasi melakukan PCNL adalah batu staghorn,

batu ginjal dengan ukuran diatas 3 cm, batu sistin, adanya abnormalitas ginjal dan
17

saluran kemih bagian atas, kegagalan pada ESWL dan uretroscpy, dan batu pada

ginjal hasil transplantasi. Kontraindikasi PCNL adalah pada penerima terapi

antikoagulan, infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol, tumor ganas ginjal, dan

kehamilan. Faktor-faktor yang mengakibatkan PCNL tidak optimal seperti

obesitas dan splenomegaly

3. Ureterorenoscopy (URS)

URS merupakan baku emas untuk penatalaksanaan batu ureter tengah dan

distal. Penggunaan uretroskop dengan kaliber yang kecil dan balloon dilatation

meningkatkan stone-free rate secara dramatis. Terdapat variasi pada lithotries

yang dapat ditempatkan pada ureteroscope termasuk elektrohidrolik, probe

ultrasonic, laser dan system pneumatic seperti Swiss lithoclast. Lithotrites

elektrohidrolik memiliki tenaga 120 volt yang dapat menghasilkan gelombang

kejut. Lithotrites ultrasonik memiliki sumber energi piezoceramic yang dapat

mengubah energi listrik menjadi gelombang ultrasonik 25.000 Hz, sehingga dapat

efektik mengakibatkan fragmentasi pada batu tersebut. URS efektif digunakan

pada batu ureter dengan tingkat keberhasilan 98-99% pada batu ureter distal, 51-

97% pada batu mid ureter dan 58-88% pada batu ureter atas. URS memiliki

komplikasi seperti abrasi mukosa, perforasi ureter, dan striktur ureter.

4. Retrograde Intra-renal Surgery (RIRS)

Perbaikan teknis termasuk miniaturisasi endoskop, peningkatan

mekanisme defleksi, peningkatan kualitas optik dan peralatannya, dan adanya alat

sekali pakai telah menyebabkan peningkatan penggunaan URS batu ginjal dan
18

batu ureter. Kemajuan teknologi tersebut dicapai untuk Retrograde Intra-renal

Surgery (RIRS).

Retrograde intrarenal surgery (RIRS) adalah sebuah prosedur dapat

berupa diagnostik maupun operatif hingga ke dalam ginjal. Untuk prosedur ini,

operator tidak perlu membuat sayatan, karena scope yang digunakan akan masuk

melalui lubang alami tubuh. Pada scope tersebut sudah dilengkapi dengan

working channel, sehingga instrument dapat masuk melaui portal yang sama

dengan telescope. Teknologi Flexiblescope akan mempermudah operator untuk

bermanuver guna mencapai organ target dari tubuh pasien. Scope digital

menunjukkan waktu operasi yang lebih singkat karena peningkatan kualitas

gambar.

Batu yang tidak dapat diekstraksi secara langsung harus dihancurkan. Jika

sulit untuk mengakses batu yang perlu disintegrasi dalam kutub ginjal bawah.

Cara ini mungkin membantu untuk menempatkan mereka ke lokasi calyx yang

lebih mudah diakses.

5. Laparoscopi

Kemajuan dalam SWL dan operasi endourologi (URS dan PNL) telah

secara signifikan mengurangi indikasi untuk laparoskopi. Laparoskopi

diindikasikan pada beberapa kasus yang kompleks yang tidak bisa dilakukan

dengan tatalaksana PNL dan RIRS. Ketika kasus seperti itu terjadi operasi terbuka

atau laparoskopi mungkin merupakan pilihan pengobatan yang valid.


19

Beberapa penelitian telah melaporkan pengeluaran batu dengan

laparoscopi. Prosedur ini biasanya disediakan untuk kasus khusus. Ketika terdapat

dokter yang mempunyai keahlian untuk melakukan laparoskopi, laparoskopi

ureterolithotomy dapat dilakukan untuk tatalaksana batu ureter proximal besar

sebagai alternatif untuk URS atau SWL. Prosedur yang lebih invasif ini telah

menghasilkan Stone Free Rates (SFR) yang tinggi dan tingkat prosedur tambahan

yang lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai