Anda di halaman 1dari 11

PTERYGIUM DAN ASTIGMATISME

Abstrak
Pendahuluan : : Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva
yang bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak
di bagian sentral atau daerah kornea. Pterigium dapat tidak memberikan keluhan
atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan
1
astigmat yang akan memberikan keluhan gangguan penglihan. Astigmatisme
adalah adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu
titik.

Tujuan : Untuk melaporkan hasil dari laporan kasus pterygium dan astigmatisme
Laporan Kasus : Seorang pasien perempuan umur 43 tahun datang ke poliklinik
mata RSUD Datu Beru Takengon tanggal 19 februari 2019 dengan keluhan utama
mata terasa mengganjal sejak 5 tahun yang lalu. Awalnya pasien merasakan ada
sesuatu pada mata yang membuat tidak nyaman kemudian semakin lama semakin
mengganggu penglihatan pasien yang berangsur-angsur memburuk seiring
berjalannya waktu, keluhan juga disertai mata merah dan penglihatan berbayang.
Pemeriksaan oftalmologi, VOD : 6/60, VOS 1/60. Pada mata kiri ditemukan
selaput berbentuk segitiga antara limbus dan pupil berwarna putih kemerahan tidak
ditemukan adanya injeksi konjungtiva ataupun injeksi siliar, kornea jernih dan lensa
jernih.
Kesimpulan : Diagnosis ditegakkan dari anamnesis yaitu ditemukana adanya
pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari
konjungtiva menuju ke kornea sejak 5 tahun yang lalu, juga ditemukan keluhan
mata merah dan penglihatan berbayang.
Kata Kunci :Kelainan pada mata, Pterygium, astigmatisme

1
I. PENDAHULUAN

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat


degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau daerah kornea.
Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan
bewarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. 1
Astigmatisme adalah adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar
dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik
tetapi lebih dari satu titik. Astigmatisme mencegah berkas cahaya jatuh sebagai
suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian
kornea atau lensa kristalina. Etiologinya yaitu adanya kelainan kornea dimana
permukaan luar kornea tidak teratur dan adanya kelainan pada lensa dimana
terjadi kekeruhan pada lensa. 2
Prevalensi pterigium di Indonesia pada kedua mata ditemui 3,2% sedangkan
pterigium pada salah satu mata 1,9%. Prevalensi pterigium pada kedua mata
tertinggi di Provinsi Sumatera Barat (9,4%), terendah di Provinsi DKI Jakarta
(0,4%). Prevalensi pterigium pada salah salah satu mata tertinggi di Provinsi Nusa
Tenggara barat (4,1%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,2%).3
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga
merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi.1 Beberapa faktor resiko
pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata,
infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal
film baik secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi
vitamin A juga berpotensi timbulnya pterigium.3

Pterigium bisa terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan
wanita. Kejadian berulang lebih sering pada umur muda dari pada umur tua. Jarang
sekali orang menderita pterigium umurnya di bawah 20 tahun. Terjadinya pterigium
sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun dapat pula

2
disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu
atau iritan yang lain.3
UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang
terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-ß
dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase,
migrasi sel, dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami
degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi
fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansi propia yang akhirnya menembus
kornea. 4
Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang
disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan
inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat
yang diperlukan untuk pertumbuhan pterigium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis
dan kadang terjadi displasia. 6
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala
dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi,
inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik.
Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan oleh karena itu banyak penelitian
yang menunjukkan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau
disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterigium ditandai dengan
degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh
epitel. 4
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan
mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan
keluhan gangguan penglihan. Pterigium dapat disertai keratitis pungtata dan dellen
(penipisan kornea akibat kering) dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak
diujung pterigium.1

Secara klinis Pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
yaitu Pinguekula dan Pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa

3
kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura inter
palpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. 5

II. LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan umur 43 tahun datang ke poliklinik mata RSUD


Datu Beru Takengon tanggal 19 februari 2019 dengan keluhan utama mata terasa
mengganjal sejak 5 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan ketika melihat garis
lurus menjadi sedikit miring dan berbayang. Awalnya pasien merasakan ada sesuatu
pada mata yang membuat tidak nyaman kemudian semakin lama semakin
mengganggu penglihatan pasien yang berangsur-angsur memburuk seiring
berjalannya waktu, keluhan juga disertai mata merah. Anggota keluarga lain pun
tidak ada yang memiliki keluhan serupa seperti pasien. Pada pemeriksaan Status
Generalis, didapatkan: Keadaan umum baik, Kesadaran compos mentis, Nadi :
84x/menit, RR: 24x/menit, Suhu : 36,6 ° C, TD : 110/70 mmHg, Sistem
Kardiovaskular dalam batas normal, sistem respirasi dalam batas normal, Kulit
dalam batas normal, ekstremitas dalam batas normal.

Status Ophtalmikus
Pemeriksaan OD OS

Visus 6/15 6/6


Koreksi C-1,00 axis 850 Tidak dikoreksi
Posisi Orthoforia Orthoforia

Palpebra Superior Hiperemis (-), Edema Hiperemis (-), Edema (-),


(-), Laserasi (-) Laserasi (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), Edema Hiperemis (-), Edema (-),
(-), Laserasi (- ) Laserasi (-)
Conj.Tars. Superior Hiperemis (-), Edema Hiperemis (-), Edema (-),
(-), Laserasi (-), Laserasi (-), Anemis (-)
Anemis (-)

4
Conj. Tars. Inferior Hiperemis (-), Edema Hiperemis (-), Edema (-),
(-), Sekret (-), Anemis Sekret (-), Anemis (-)
(-)
Conj. Bulbi Inj. Konjungtiva (-), Inj. Konjungtiva (-), Inj.
Inj. Siliar (-) Siliar (-), Hiperemis (-)
,Hiperemis (-) Berselaput bentuk segitiga
berselaput bentuk (+)
segitiga (+)
Cornea jernih, sikatrik (-), jernih, sikatrik (-) benda
benda asing (-) asing (-)
COA Hifema (-) Hifema (-)

Pupil Bulat, RC (+), ø 3-4 Bulat, RC (+), ø 3-4 mm


mm
Iris Warna coklat, regular Warna coklat, regular

Lensa Jernih Jernih

5
III. PEMBAHASAN

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat


degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau daerah kornea.
Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan
bewarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. 1
Astigmatisme adalah adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar
dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik
tetapi lebih dari satu titik. Astigmatisme mencegah berkas cahaya jatuh sebagai
suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian
kornea atau lensa kristalina. 2 Etiologinya yaitu adanya kelainan kornea dimana
permukaan luar kornea tidak teratur dan adanya kelainan pada lensa dimana
terjadi kekeruhan pada lensa. 7
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut :
a. Astigmatisme Miopia Simpleks : titik A berada tepat di depan retina,
sedangkan titik B berada pada retina ( dimana titik A adalah titik fokus
dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias
terlemah). Pola ukuran lensa koreksi jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl –Y atau
Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.
b. Astigmatisme Hiperopia Simpleks : titik A berada tepat pada retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina
c. Astigmatisme Miopia Kompositus : titik A berada tepat di depan retinayt,
sedangkan titik B berada diantara titik A dan retina. Pola ukuran lensa
koreksi jenis ini adalah Sph -X Cyl –Y
d. Astigmatisme Hiperopia Kompositus : titik B berada tepat di belakang
retina, sedangkan titik A berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran
lensa koreksi jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y
e. Astigmatisme Mixtus : titik A berada tepat di depan retina, sedangkan titik
B berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi jenis ini adalah Sph
+X Cyl –Y atau Sph –X Cyl +Y

6
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka didapatkan diagnosis
pasien yaitu Pterigium derajat II pada mata kanan + astigmatisme miopia simpeks
OD. Dengan diagnosis banding Pseudopterigium dan; Pinguecula. Diagnosis dapat
ditegakkan tanpa harus dilakukan pemeriksaan lanjut. Bila dari hasil anamnesis
didapatkan faktor risiko dan paparan yang mendukung terjadinya pterigium serta
pemeriksaan fisik mendapatkan gambaran selaput putih pada kornea, maka sudah
3
dapat didiagnosis pterigium. Pterygium dinilai tergantung pada sejauh mana
keterlibatan kornea; Grade-I melintasi limbus, Grade-II pertengahan antara limbus
dan dan pupil, Grade-III mencapai batas pupill , Grade-IV menutupi batas pupil.5
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi yaitu:
1) Pterigium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di
depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)
2) Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran, tetapi tidak pernah hilang.
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti mata sering berair
dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat timbul astigmatisme
akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil
dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. Pterigium memiliki tiga
bagian : 8
a. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea
yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan
lapisan Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron line/Stocker’s line) dapat dilihat
pada bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering.
b. Bagian whitish.Terletak langsung setelah cap, merupakan sebuah lapisan
vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
c. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area
paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya
koreksi pembedahan.
Penegakan diagnosis pada pterigium umumnya pada anamnnesis
didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata sering berair,

7
ganguan penglihatan berbayang. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat
mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan
pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma
sebelumnya. Pada Pemeriksaan fisik mata, inspeksi pterigium terlihat sebagai
jaringan fibrovaskular pada permukaan konjuntiva. Pterigium dapat memberikan
gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.
Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea
nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah temporal. 6
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah
topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme
ireguler yang disebabkan oleh pterigium. Pada pasien ini didapatkan mata sebelah
kiri terasa perih, gatal, kemerahan dan terasa mengganjal dan semakin lama
pandangan menjadi kabur dan pemeriksaan fisik pada mata kiri ditemukan selaput
berbentuk segitiga dari arah nasal mencapai pupil berwarna putih kemerahan
menandakan bahwa pterigium pada pasien ini telah memasuki grade IV .8
1
Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium.
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada
orangtua, terutama yang matanya sering mendapatkan rangsangan sinar matahari,
debu, dan angin panas. Yang membedakan pterigium dengan pinguekula adalah
bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan elastic kuning, jarang
bertumbuh besar, tetapi sering meradang. Pseudopterigium merupakan perlekatan
konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada
proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea.
Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit
peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada
kornea dan biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara
horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9.6
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren, terutama pada
pasien yang muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes
mata dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmatisme iregular atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan. 1

8
Lindungi mata dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri
air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea
) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Pemberian vasokonstriktor perlu kontrol
dalam 2 minggu dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada perbaikan. Pterigium
dapat tumbuh menutupi seluruh kornea.1

Indikasi pembedahan meliputi gangguan penglihatan, cacat kosmetik,


pembatasan motilitas, peradangan berulang dan gangguan pada pemakaian lensa
kontak. Manajemen bedah meliputi eksisi sederhana dengan teknik bare sklera,
eksisi dengan tindakan tambahan seperti iradiasi beta pasca operasi, tetes thiotepa,
mitomycin C intraoperatif dan pasca operasi dan berbagai teknik auto grafting
konjungtiva. Laporan tentang tingkat kekambuhan sangat bervariasi, sebanyak 5%
untuk eksisi pterigium dengan auto grafting dan sebanyak 89% untuk eksisi
sederhana.5 Tindakan bedah kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi adalah
suatu tindakan bedah plastik yang dilakukan bila pterigium telah mengganggu
penglihatan dan mengurangi resiko kekambuhan.1

Pengobatan definitif pada pasien dengan pterigium grade II dengan


astigmatisme adalah dengan melakukan tindakan operasi. Indikasi pembedahan
meliputi gangguan penglihatan, cacat kosmetik, pembatasan motilitas, peradangan
berulang dan gangguan pada pemakaian lensa kontak.4

Pasien tidak dirawat inap, pasien melakukan rawat jalan sampai menunggu
jadwal operasi namun saat ini pasien masil belum siap untuk dilakukan tindakan
operasi. Pasien diminta untuk mulai menggunakan kaca mata berwarna hitam
apabila beraktivitas di luar rumah untuk melindungi mata dari paparan sinar
ultraviolet, debu maupun udara kering. Selain itu pasien juga diberikan pengobatan
secara medikamentosa yaitu obat vitamin mata berry vission 1 x 1 tab .
Komplikasi pada pterigium ini dapat menyebabkan astigmatisme.
Menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh
pterigium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea
Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat “tear
meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterigium.

9
Astigmat yang ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat “with the rule” dan
ireguler astigmat.

Prognosis pterygium untuk penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi


adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari pertama post operasi dapat ditoleransi,
kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.1
Rekurensi Pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga
untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan anti
metabolit atau anti neoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva.3

IV. KESIMPULAN

Pterigium ialah pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat


degeneratif dan invasif. Pertumbuhan terdapat pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Diagnosa dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesa positif terhadap faktor risiko dan paparan serta
pemeriksaan fisik yang cukup untuk membuat suatu diagnosa pterigium.
Pengobatan definitif pada pasien dengan pterigium grade II dengan astigmatisme
adalah dengan melakukan tindakan operasi. Tidak ada pengobatan medikamentosa
yang spesifik untuk pterigium.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi ketujuh.2008. Jakarta: FK UI.


2. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
Jakarta Selatan.
3. Erry, Mulyani Ully, Susilowati. Distribusi dan Karakteristik Pterigium di
Indonesia. Buletin penelitian sistem kesehatan. Vol. 14. No.1 januari 2011.
4. Efstathios T. Pathogenetic Mechanism and Treatment Options for
Ophthalmic Pterygium: Trends and Perspectives (Review). International
Journal of Melecular Medicine. 2009;13(2):1-10.
5. Sadiq MN, Arif AS dkk. Use Of Supero Temporal Free Conjungtivo Limbal
Autograft In The Surgical Management Of Pterigium: Our Technique And
Results. J Ayub Med Coll Abbotabad 2009;21(4).
6. Lestari DJ, Sari D dkk. Pterigium Derajat IV Pada Pasien Geriatri. Majority.
Vol.7 no. 1. November 2017
7. Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan
Presbiopia. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara . Abdimas
Talenta 1 (1) 2016: 13-19. http://jurnal.usu.ac.id/abdimas.
8. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi Ke-17. Jakarta : EGC. 2010.

11

Anda mungkin juga menyukai