PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) atau eczema atopic adalah penyakit inflamasi kulit
kronis dan residif yang ditandai dengan gejala eritema, Papula, vesikel, krusta,
skuama dan pruritus hebat, serta didasari oleh faktor herediter dan lingkungan.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopic oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh immunoglobulin E (IgE) dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rhinitis, atau keduanya dikemudian hari yang
dikenal dengan allergic march. 1
Sekitar 10-20% anak dan 1-3% dewasa di dunia menderita penyakit ini dan
insidensnya cenderung meningkat di berbagai belahan dunia. Onset DA sering pada
masa anak-anak mulai dari lahir sampai usia 5 tahun. Meskipun DA penyakit kronis,
60- 70% penderitanya sembuh sebelum usia dewasa. 3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Probiotik
2.1.1. Definisi probiotik
Definisi probiotik menurut The Joint Food and Agriculture Organization (FAO)
and World Health Organization (WHO) adalah mikroorganisme hidup yang jika
diberikan kepada inang manusia dalam jumlah adekuat dapat memberikan manfaat
kesehatan kepada inangnya. Beberapa kriteria agar suatu mikroorganisme dapat
diterima sebagai suatu probiotik antara lain : 4
Penentuan genus dan spesies mikroorganisme
Tes in-vitro untuk menentukan potensi probiotik, seperti resistensi terhadap
asam lambung, kemampuan antimikrobial probiotik untuk menghadapi bakteri
patogen, atau kemampuan probiotik untuk mengurangi adhesi bakteri
patogen ke permukaan sel
Strain probiotik tersebut terbukti aman dikonsumsi dan tidak terdapat
kontaminasi pada bentuk sediaan pemberiannya
Telah dilakukan percobaan in-vivo untuk menentukan peran dan manfaatnya
pada inang hewan atau manusia sehat.
2
menghasilkan zat bakteriostatik atau bakterisida.4
Beberapa probiotik memiliki kemampuan mensintesis sejumlah zat nutrisi
seperti biotin, folat, asam nikotinat, dan tiamin yang bermanfaat bagi tubuh.
Probiotik juga diketahui dapat mempengaruhi fisiologi tubuh dan
memberikan manfaat bagi inangnya, seperti meningkatkan absorpi ion oleh
sel epitelial saluran cerna dan mengurangi toksisitas akibat garam empedu.
3
Gambar 1. Mekanisme peningkatan fungsi barrier mukosa epitel intestinal oleh
bakteri probiotik terhadap penyakit.
4
juga diketahui dapat langsung mempengaruhi aktivitas sel B dan meningkatkan
sistem imun humoral berupa IgA yang berperan meningkatkan imunitas mukosa
saluran cerna. Peran probiotik terhadap perkembangan sistem imun menguatkan teori
’hipotesis higienitas’. Hipotesis higienitas menjelaskan bahwa berkurangnya
paparan saluran cerna terhadap antigen mikrobiologi pada masa awal kehidupan
4
dapat menyebabkan kelainan imunitas yang mencetuskan kejadian atopi.
Hubungan erat antara mikroflora usus dan perkembangan sistem imun,
khususnya dalam menjaga keseimbangan respons Th-1 dan Th-2 menjadi dasar
pemikiran pemberian suplemen probiotik untuk mencegah atau mengatasi penyakit
alergi dan atopi.
Gambar 2. Hubungan antara probiotik dengan TLR dan stimulasi respons imun.
5
2.2.Dermatitis Atopik
2.2.1. Definisi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disetai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau riwayat penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial).
kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).6,7 Prevalensi DA pada usia dewasa
sebesar 2-4 % dan pada anak sebesar 20%. Sebanyak 60% kasus DA dimulai pada
usia 1 tahun pertama,lebih dari 90% terjadi saat usia 5 tahun.pada anak usia dini
insidens berdasarkan jenis kelamin sama, sedangkan pada anak usia > 6 tahun anak
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan anak lelaki. 2
6
akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk
terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus.3
Riwayat atopi
Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu “atopos” yang berarti
“out of place” atau “di luar dari tempatnya”, dan ditujukan pada
penderita dengan penyakit yang diperantarai oleh IgE. Penyakit yang
berkaitan dengan atopi diturunkan secara genetik dan dipengaruhi
faktor lingkungan dan riwayat keluarga dijadikan sebagai prediktor
terbaik yang dihubungkan dengan penyakit yang berkaitan dengan
atopi yang akan timbul di kemudian hari. Hubungan antara kelainan
atopi orang tua dan anaknya bervariasi mengikut jenis kelainan
atopi yang diderita orang tuanya. Anak yang lahir dari keluarga
dengan riwayat atopi pada kedua orang tuanya mempunyai risiko
hingga 50% sampai 80% untuk mendapat kelainan atopi dibanding
dengan anak tanpa riwayat atopi keluarga (risiko hanya sebesar 20%).
Risiko akan menjadi lebih tinggi jika kelainan alergi diderita oleh ibu
dibanding ayah.3
Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah
adanya peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat.
Aktivitas limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari
IL-4. Sementara produksi IL-4 dipengaruhi oleh aktivitas sel T helper
dan Sel T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel
langerhans pada penderita dermatitis atopik. bersifat abnormal, yakni
dapat secara langsung menstimulasi sel T helper tanpa adanya antigen,
sehingga sel langerhans akan meningkatkan produksi IgE. Secara
normal antigen yang masuk ke dalam kulit akan berikatan dengan IgE
yang menempel pada permukaan sel langerhens menggunakan FcεRI.
7
FcεRI merupakan receptor pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada
orang yang menderita dermatitis atopik jumlah FcεRI lebih banyak
daripada orang normal. Sehingga terdapat korelasi antara kadar
FcεRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcεRI maka
kadar IgE semakin tinggi pula.3
2. Faktor Eksogen
Iritan
Kulit penderita dermatitis atopik ternyata lebih rentan terhadap
bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung
pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan
3
pakaian wol.
Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan
3
dermatitis atopik misalnya hewan peliharaan dan mikroorganisme.
Alergen
Penderita dermatitis atopik mudah mengalami alergi terutama terhadap
beberapa alergen, antara lain:
Alergen hirup, yaitu asap rokok, debu rumah dan tungau
debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan
disfungsi sawar kulit dengan meningkatnya kadar IgE RAST
3
(IgE spesifik).
Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia
kurang dari 1 tahun karena sawar usus belum bekerja
3
sempurna.
8
Gambar 3. Kulit individu dengan dermatitis atopik berbeda dibandingkan dengan
kulit sehat 3
9
late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam beberapa menit kontak
dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami degranulasi,
melepaskan mediator preformed dan mediator newly synthesized pada individu
sensitif.
Mediator-mediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus.
Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang
menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2.3
Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi,
termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins,
eosinophil, peroxidase, major basic protein and eosinophil-derived neurotoxin),dan
mereka merupakan sumber dari interleukin-3 (IL-3), IL-5, IL-13 dan
granulocyte/macrophage colony-stimulating factor.3
Neuropeptides juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi.3
2.2.3. Penegakan Diagnosis Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik sering menjadi manifestasi pertama atopi pada pasien
yang kemudian juga menderita rinitis alergika, asma, atau keduanya. Pola ini
sering disebut juga atopic march.
Alergi makanan juga sering timbul bersamaan dengan DA selama 2 tahun
pertama kehidupan yang akan membaik pada usia pra sekolah. Rinitis alergika dan
asma pada anak-anak DA dapat bertahan atau membaik sejalan dengan bertambah
nya usia. DA, rinitis alergika dan asma disebut juga trias atopik. Pasien yang
mengalami DA sebelum usia 2 tahun, 50% akan mengalami asma pada tahun-tahun
berikutnya.3
Tidak ada uji diagnostik spesifik untuk DA, diagnosis hanya ditegakkan
berdasarkan kriteria spesifik dari anamnesis pasien dan manifestasi klinis. Gatal,
garukan, lesi eksematosa, kronik dan kambuhan, adalah ciri khas DA. Dermatitis
atopik memiliki 3 fase, yaitu fase bayi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, anak-anak
10
pada usia 2 sampai 12 tahun, dan dewasa. Pada fase bayi, lesi terdapat di pipi,
dahi, skalp, pergelangan tangan, dan ekstensor lengan dan tungkai. Pada fase
anakanak, lesi terdapat pada fleksor lengan dan tungkai, pergelangan tangan, dan
pergelangan kaki. Sedangkan pada fase dewasa, lesi terdapat pada fleksor lengan dan
tungkai (antekubiti dan poplitea), wajah terutama daerah periorbita dan leher. Pada
anak yang lebih besar dan dewasa, lesi kulit sering berupa likenifi kasi atau
penebalan.3
Tabel 1. Tabel 2
11
Dermatitis atopik dapat memiliki manifestasi lain, misalnya iktiosis vulgaris
berupa hiperlinearis palmaris dan plantaris disertai skuama poligonal seperti sisik
ikan terutama pada tungkai bawah, keratosis pilaris berupa papul folikular pada
permukaan ekstensor lengan atas, bokong, dan paha bagian anterior, xerosis atau
kulit kering yang sering berupa fissura yang menyebabkan iritasi dan infeksi
semakin mudah terjadi karena sawar kulit yang sudah terganggu, keratokonus, dan
kelainan sekitar mata termasuk hiperpigmentasi periorbital, lipatan infraorbital
Dennie-Morgan, katarak subkapsular anterior, dan lain-lain. Faktor-faktor yang
dapat memicu eksaserbasi gejala DA adalah suhu panas, keringat, kelembapan,
bahan-bahan iritan misalnya sabun dan deterjen, infeksi misalnya Staphylococci,
virus, Pityrosporum, Candida, dan dermatofi ta, makanan, bahan-bahan yang
terhirup (inhalan), alergen kontak, stres emosional. Meskipun masih kontroversi,
alergi makanan terdapat pada sepertiga anak-anak DA. Secara umum, makin muda
usia pasien DA dan makin berat penyakitnya, makin besar kemungkinan peran
alergi makanan pada eksaserbasi penyakit ini. 3
Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau gambaran histologik yang spesifik
untuk menegakkan diagnosis DA. Dengan demikian, anamnesis dan pemeriksaan
fisik menjadi dasar penegakan diagnosis DA. Peningkatan kadar IgE ditemukan
pada 80% pasien DA, tetapi hasil serupa juga dapat ditemukan pada keadaan atopik
12
lain. Uji tusuk kulit (skin prick test/SPT) atau pemeriksaan IgE spesifik yang
hasilnya positif hanya menunjukkan adanya sensitisasi terhadap alergen
bersangkutan, tetapi tidak berarti secara langsung menjadi penyebab. Hasil positif
dapat digunakan sebagai panduan dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan
pencetus pada pasien. Pemeriksaan biopsy kulit juga tidak spesifik dan hanya
menunjukkan hiperkeratotik dengan inflamasi perivascular.3
13
terutama di area tempat tidur atau tempat bermain anak dan tidak memelihara
binatang atau boneka berbulu, terutama pada anak-anak DA yang juga memiliki asma
dan/atau rinitis.3
Dampak pemberian ASI untuk pencegahan DA masih diperdebatkan
karena belum terdapat kesamaan metodologi dan kriteria hipoalergenisitas maupun
DA antara berbagai penelitian. Namun pada bulan Januari 2008 The American
Academy of Pediatrics Committee on Nutrition and Section on Allergy and
Immunology menyatakan belum terdapat cukup bukti yang mendukung peranan
pembatasan diet pada ibu hamil dan menyusui terhadap timbulnya DA pada anak.
Komite ini juga melaporkan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan pada
bayi berisiko DA dapat menurunkan insidens DA pada dua tahun pertama kehidupan
dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Peranan probiotik untuk
pencegahan DA juga masih kontroversi. Rautava et al. melaporkan bahwa terjadinya
DA pada 2 tahun pertama kehidupan berkurang secara bermakna jika ibu mendapat
probiotik selama 4 minggu sebelum melahirkan dan selama menyusui. Tetapi
Taylor et al. menyatakan bahwa suplementasi probiotik dini tidak menurunkan risiko
DA pada bayi berisiko. Masih dibutuhkan penelitian jangka panjang untuk
membuktikan peranan probiotik.3
Perbaikan sawar kulit dengan perawatan kulit yang baik sangat penting untuk
mengontrol DA. Fungsi sawar kulit diperbaiki dengan hidrasi yang baik dan aplikasi
pelembab. Disarankan berendam di air hangat selama kurang lebih 10 menit,
memakai sabun dengan pelembab (moisturizing cleanser), diikuti aplikasi pelembab
segera setelah mandi. Untuk mengeringkan kulit disarankan menggunakan handuk
lembut dengan menekan lembut saja dan tidak menggosok kulit. Emolien
melembutkan kulit dan mengurangi gatal, menciptakan lapisan minyak di atas
kulit yang dapat memerangkap air di bawahnya. Perbaikan sawar ini mencegah
penetrasi bahan-bahan iritan, alergen dan bakteri. Emolien dapat berupa losion, krim,
dan ointment. Ointment paling efektif sebagai emolien, tetapi banyak orang lebih
14
menyukai krim atau losion. Produk emolien yang kaya ceramide sangat berguna
mempertahankan kelembapan kulit. Jika memakai tabir surya, emolien
diaplikasikan setengah jam sebelum memakai tabir surya. Dermatitis atopik ringan
sering kali membaik hanya dengan pemakaian emolien, tetapi pada keadaan
inflamasi akut, dibutuhkan tambahan steroid topikal yang dapat digunakan
sebelum penggunaan emolien agar efektivitasnya tidak berkurang.3
Steroid topikal masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi DA. Namun
steroid topical tidak dapat menggantikan peranan emolien yang diaplikasikan
berulang untuk memperbaiki sawar kulit. Potensi steroid yang digunakan bersifat
individual, bergantung pada derajat dermatitis, lokasi dermatitis, luas permukaan
kulit yang terkena, dan usia pasien. Risiko efek samping bergantung pada potensi
steroid yang digunakan, jumlah steroid yang digunakan, penggunaan oklusi, luas
area yang terlibat, dan keutuhan kulit. Penetrasi steroid paling tinggi pada wajah
dan genitalia, paling rendah pada telapak tangan dan telapak kaki. Antiinflamasi lain
sebagai lini kedua adalah takrolimus dan pimekrolimus topikal untuk anak berusia 2
tahun atau lebih dan dewasa. Preparat tar memiliki efek antiinflamasi dan antipruritik,
dapat digunakan sendiri atau bersama steroid. Preparat tar berbentuk sampo, sabun
cair, dan krim, tidak terlalu iritatif dibandingkan preparat tar berbentuk gel yang
dapat mengandung alkohol.3
Pada pasien DA yang ekstensif dan refrakter, fototerapi menggunakan
UVA atau UVB atau kombinasi psoralen dengan UVA dapat menjadi pilihan.
Pilihan terapi lain untuk DA berat atau refrakter adalah kompres basah dan oklusi,
imunosupresan sistemik misalnya cyclosporin, dan antimetabolite.3
Tidak jarang ditemukan infeksi sekunder pada pasien DA yang ditandai oleh
lesi krusta atau eksematosa dengan atau tanpa pustula. Keadaan ini dapat diatasi
dengan antibiotika topikal atau sistemik bergantung pada luas infeksinya. Selain itu,
infeksi virus juga sering terjadi, misalnya infeksi herpes simpleks (HSV). Infeksi
HSV pada DA seringkali lebih luas dibandingkan infeksi HSV pada non DA. Pada
15
keadaan ini dibutuhkan antiviral sistemik untuk menghindari perburukan yang
mengancam jiwa.3
Antihistamin oral digunakan untuk mengontrol gatal. Antihistamin sedatif
misalnya hydroxyzine, diphenhydramine, chlorpheniramine, lebih disarankan
dibandingkan anti histamin non-sedatif karena efek sedatifnya lebih bermanfaat
dibandingkan efek antipruritiknya. Pasien sering menggaruk di saat tidur sehingga
dengan efek sedasi antihistamin pasien terhindar dari lesi kulit akibat garukan yang
justru akan memperberat kondisi DAnya. Efek sedasi ini akan memperbaiki kualitas
tidur tetapi dapat menghambat kemampuan konsentrasi pasien.
Kortikosteroid sistemik hanya di berikan untuk penanganan akut DA yang
berat. Penggunaan steroid sistemik jangka panjang tidak disarankan karena potensi
efek samping yang besar.3
16
keparahan dermatitis atopik. Campuran strain probiotik spesifik mencegah
dermatitis atopik pada bayi. Berdasarkan studi dengan prebiotik, ada pengurangan
jangka panjang dalam kejadian dermatitis atopik. Suplementasi dengan prebiotik
8
dan probiotik tampaknya bermanfaat untuk mengurangi keparahan dermatitis atopik.
Suplemen dan campuran probiotik tertentu dapat membantu dalam
pengobatan DA pada orang dewasa di atas usia 18 tahun. Tinjauan sistematis
menunjukkan ada sejumlah penelitian dalam penggunaan probiotik pada orang
dewasa dengan penyakit dermatologis seperti DA. Probiotik dianggap bermanfaat
bagi sistem kekebalan tubuh dengan mengurangi adhesi bakteri patogen, membantu
menjaga barrier mukosa dan untuk mengurangi permeabilitas usus, membantu
perkembangan jaringan limfoid terkait usus (GALT), merangsang produksi IgA, dan
menurunkan regulasi sitokin Th2 melalui stimulasi IL-12 dan IFNy. DA telah
dikaitkan dengan 'hipotesis hygiene'. Paparan awal agen mikroba dapat membantu
dalam pematangan respon sel Th1. Selain itu, ini mengurangi respon sel Th2 yang
berkontribusi pada pengembangan penyakit alergi. Pada wanita hamil dan bayi baru
lahir, probiotik dianggap mencegah dan mengobati DA dengan mempromosikan
diferensiasi sel T naif menjadi sel Th1 matang. Pada orang dewasa, mekanismenya
9
tidak jelas, meskipun tampaknya ada beberapa model teori yang mungkin.
Pemberian probiotik diharapkan dapat menimbulkan respon imun selular
dengan menurunkan Th2 sehingga stimulasi ke limfosit B yang diharapkan dapat
menurunkan kadar IgE total. Keadaan tersebut akan mengurangi pertemuan antara
IgE spesifik alergen, alergen, dan reseptor FcE di sel mast sehingga tidak terjadi
degranulasi sel mast yang memproduksi mediator penting alergi. Hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat perbedaan perubahan IgE total antara kelompok probiotik
dan plasebo. Kadar IgE total pada kelompok probiotik mengalami penurunan
lebih banyak dibandingkan dengan plasebo dan penurunan kadar IgE total kelompok
probiotik. Dari hasil analisis tersebut, terdapat pengaruh pemberian probiotik pada
1
anak dengan dermatitis atopik terhadap penurunan kadar IgE total.
17
Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang
bermanfaat dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga
menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan perkembangan respon
alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13
dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF) sehingga
menurunkan produksi IgE dan eosinofil. Penurunan kadar IgE diduga akibat
peningkatan rasio IFN-γ: IL4. Pemberian kombinasi probiotik berperan sebagai
aktivator yang kuat untuk sistem imun innate karena mempunyai molekul spesifik
peptidoglikan dan lipoteichoic acid pada dinding sel yang akan berinteraksi
dengan toll-like receptor (TLR)2 dan TLR4. Interaksi menghasilkan aktivasi sel T
pada sistem imun dengan cara polarisasi ke arah sel Th1 maupun Treg. Sitokin
yang berperan dalam stimulasi Th1 yaitu IFN-γ akan menekan respon imun Th2
dengan menurunkan sintesis IL-4.1
18
mendapatkan insidens dermatitis atopi signifikan lebih sedikit pada observasi bulan
ke-10 dan ke-18 postpartum dibandingkan 36 bayi dari ibu hamil yang tidak
mendapat suplementasi probiotik (kontrol). Penurunan insiden ini mungkin
disebabkan oleh ingesti bifidobacterium yang mensekresi sejumlah enzim yang
dapat mempengaruhi jalur metabolisme. Selain itu, penelitian Yap juga
menunjukkan pada tinja anak dermatitis atopi didapatkan kadar bifidobacterium
rendah bermakna dibandingkan pada anak tanpa dermatitis atopi.9-11
19
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis atopik (DA) atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit
kronis dan residif yang ditandai dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta,
skuama dan pruritus yang hebat, serta didasari oleh faktor herediter dan lingkungan.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh imunoglobulin E (IgE) dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang
dikenal dengan allergic march. Manfaat suplementasi probiotik dalam mencegah
dan mengatasi penyakit alergi, terutama pada penyakit dermatitis atopi dan rinitis
alergi. Pemberian probiotik diharapkan dapat menimbulkan respon imun selular
dengan menurunkan Th2 sehingga stimulasi ke limfosit B yang diharapkan dapat
menurunkan kadar IgE total. Keadaan tersebut akan mengurangi pertemuan antara
IgE spesifik alergen, alergen, dan reseptor FcE di sel mast sehingga tidak terjadi
degranulasi sel mast yang memproduksi mediator penting alergi.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
2013.
11. Meneghin F, Fabiano V, Mameli C, Zuccotti GV. Probiotics and atopic
dermatitis in children. Pharmaceuticals. 2012;5(7):727-44.
22