Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) atau eczema atopic adalah penyakit inflamasi kulit
kronis dan residif yang ditandai dengan gejala eritema, Papula, vesikel, krusta,
skuama dan pruritus hebat, serta didasari oleh faktor herediter dan lingkungan.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopic oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh immunoglobulin E (IgE) dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rhinitis, atau keduanya dikemudian hari yang
dikenal dengan allergic march. 1

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang ditandai oleh terganggunya


integritas barrier kulit, peradangan tinggi respon terhadap stimulan, dan antimikroba
berkurang respons yang memicu peradangan abnormal pada kulit. Mekanisme dan
etiologi yang mendasari AD masih belum diketahui.1

Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang


bermanfaat dan menghambat respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar
interleukin-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM-CSF sehingga menurunkan
produksi IgE dan eosinofil. 2

Sekitar 10-20% anak dan 1-3% dewasa di dunia menderita penyakit ini dan
insidensnya cenderung meningkat di berbagai belahan dunia. Onset DA sering pada
masa anak-anak mulai dari lahir sampai usia 5 tahun. Meskipun DA penyakit kronis,
60- 70% penderitanya sembuh sebelum usia dewasa. 3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Probiotik
2.1.1. Definisi probiotik
Definisi probiotik menurut The Joint Food and Agriculture Organization (FAO)
and World Health Organization (WHO) adalah mikroorganisme hidup yang jika
diberikan kepada inang manusia dalam jumlah adekuat dapat memberikan manfaat
kesehatan kepada inangnya. Beberapa kriteria agar suatu mikroorganisme dapat
diterima sebagai suatu probiotik antara lain : 4
 Penentuan genus dan spesies mikroorganisme
 Tes in-vitro untuk menentukan potensi probiotik, seperti resistensi terhadap
asam lambung, kemampuan antimikrobial probiotik untuk menghadapi bakteri
patogen, atau kemampuan probiotik untuk mengurangi adhesi bakteri
patogen ke permukaan sel
 Strain probiotik tersebut terbukti aman dikonsumsi dan tidak terdapat
kontaminasi pada bentuk sediaan pemberiannya
 Telah dilakukan percobaan in-vivo untuk menentukan peran dan manfaatnya
pada inang hewan atau manusia sehat.

2.1.2. Manfaat probiotik


Manfaat probiotik pada manusia dapat dibagi ke dalam beberapa kategori
berdasarkan mekanisme kerjanya, antara lain fungsi mikrobiologi, fungsi nutrisi,
fungsi fisiologi, dan fungsi imunologi. Fungsi mikrobiologi probiotik berperan
mencegah perlekatan atau invasi agen patologis pada tubuh inang.4
Probiotik berperan menempati daerah atau lingkungan hidup agen patologis
atau bersifat antagonis terhadap agen patologis secara langsung dengan cara

2
menghasilkan zat bakteriostatik atau bakterisida.4
 Beberapa probiotik memiliki kemampuan mensintesis sejumlah zat nutrisi
seperti biotin, folat, asam nikotinat, dan tiamin yang bermanfaat bagi tubuh.
 Probiotik juga diketahui dapat mempengaruhi fisiologi tubuh dan
memberikan manfaat bagi inangnya, seperti meningkatkan absorpi ion oleh
sel epitelial saluran cerna dan mengurangi toksisitas akibat garam empedu.

2.1.3. Mekanisme probiotik terhadap sistem imun


Probiotik secara fungsional memiliki bermacam-macam mekanisme kerja, yaitu :
 Aktivitas antimikroba sebagai antagonis langsung terhadap mikroba
patogen melalui inhibisi kompetitif dalam adhesi ke epitel mukosa saluran
pencernaan dan toksin-toksin bakteri tertentu.
 Kolonisasi bakteri dengan menciptakan lingkungan mikro yang tidak
menguntungkan mikroba-mikroba patogen (anaerob).
 Efek daya tahan tubuh :
 Efek tambahan
 Ekspresi sitokin
 Stimulasi fagositosis oleh leukosit
 IgA sekretori
 Efek anti mutagenic
 Efek anti genotoksik
 Pengaruh pada aktivitas enzim dengan memproduksi enzim-enzim usus
seperti mucin, bakteriosin, atau molekul-molekul antimikroba yang lain
 Transport enzim
 Menstimulasi pertahanan tubuh dengan mekanisme interaksi dengan
reseptor melalui jalur bebas hambatan dan jalur intercellular, aktivasi
makrofag dan natural killer cell, meningkatkan jaringan limfoid usus,
5
immunoglobulin, dan sitokin spesifik

3
Gambar 1. Mekanisme peningkatan fungsi barrier mukosa epitel intestinal oleh
bakteri probiotik terhadap penyakit.

Mikroflora pertama kali diperkenalkan ke saluran pencernaan anak dari


ibu pada saat persalinan per vaginam dan pengaruh luar seperti penggunaan
antibiotik selama kehamilan. Pentingnya pengenalan probiotik terhadap sistem
imun anak, diketahui dari kerentanan bayi yang lahir melalui operasi caesar
terhadap penyakit imunologi, seperti celiac disease dan asma, yang diduga
dipengaruhi oleh kelainan respons dan fungsi sel T helper. Hubungan antara
probiotik dan sistem imun diduga melalui kemampuan probiotik melekat pada
permukaan sel epitel intestinal dan kemampuannya melakukan stabilisasi mikroflora
usus, probiotik berperan penting dalam regulasi imunitas intestinal dan sistemik.
Adhesi probiotik, terutama bakteri asam laktat, pada dinding epitel intestinal
mempercepat pengenalan bakteri ini kepada plak Peyeri yang kemudian
mengaktifkan proliferasi sel dendritik. Keberadaan bakteri asam laktat juga diketahui
menstimulasi sekresi IL-10 dan IL-12 oleh sel dendritik yang kemudian merangsang
polarisasi Th-1 dan mencegah penyakit yang dimediasi Th2. Beberapa probiotik

4
juga diketahui dapat langsung mempengaruhi aktivitas sel B dan meningkatkan
sistem imun humoral berupa IgA yang berperan meningkatkan imunitas mukosa
saluran cerna. Peran probiotik terhadap perkembangan sistem imun menguatkan teori
’hipotesis higienitas’. Hipotesis higienitas menjelaskan bahwa berkurangnya
paparan saluran cerna terhadap antigen mikrobiologi pada masa awal kehidupan
4
dapat menyebabkan kelainan imunitas yang mencetuskan kejadian atopi.
Hubungan erat antara mikroflora usus dan perkembangan sistem imun,
khususnya dalam menjaga keseimbangan respons Th-1 dan Th-2 menjadi dasar
pemikiran pemberian suplemen probiotik untuk mencegah atau mengatasi penyakit
alergi dan atopi.

Gambar 2. Hubungan antara probiotik dengan TLR dan stimulasi respons imun.

Molekul biologis aktif probiotik berupa peptidoglycan dan teichoic acid


merupakan pathogen-associated molecular patterns (PAMPs) akan dikenali PRRs
(pattern recognition receptors) dalam hal ini TLR2 dan TLR4. TLR2 dan TLR4 akan
menginduksi transkripsi dari beberapa sitokin proinflamasi dalam merespon
stimulasi oleh probiotik yang berfungsi membantu menjembatani sistem
imunitas innate ke sistem adaptif dengan menginduksi berbagai molekul efektor dan
ko-stimulator.

5
2.2.Dermatitis Atopik
2.2.1. Definisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disetai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau riwayat penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial).
kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).6,7 Prevalensi DA pada usia dewasa
sebesar 2-4 % dan pada anak sebesar 20%. Sebanyak 60% kasus DA dimulai pada
usia 1 tahun pertama,lebih dari 90% terjadi saat usia 5 tahun.pada anak usia dini
insidens berdasarkan jenis kelamin sama, sedangkan pada anak usia > 6 tahun anak
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan anak lelaki. 2

2.2.2. Etiopatogenesis Dermatitis Atopik


Faktor endogen yang berperan, meliputi disfungsi sawar kulit, riwayat atopi, dan
hipersensitivitas akibat peningkatan kadar IgE total dan spesifik. Faktor eksogen pada
dermatitis atopik, antara lain adalah bahan iritan, alergen dan hygiene lingkungan.
Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen
cenderung menjadi faktor pencetus.3,7
1. Faktor Endogen
 Disfungsi sawar kulit
Penderita dermatitis atopik rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut
disebabkan kelainan struktur epidermis formasi protein (filaggrin) dan
hilangnya ceramide di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat
air di ruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai kelainan
fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan
peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal, sehingga kulit

6
akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk
terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus.3
 Riwayat atopi
Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu “atopos” yang berarti
“out of place” atau “di luar dari tempatnya”, dan ditujukan pada
penderita dengan penyakit yang diperantarai oleh IgE. Penyakit yang
berkaitan dengan atopi diturunkan secara genetik dan dipengaruhi
faktor lingkungan dan riwayat keluarga dijadikan sebagai prediktor
terbaik yang dihubungkan dengan penyakit yang berkaitan dengan
atopi yang akan timbul di kemudian hari. Hubungan antara kelainan
atopi orang tua dan anaknya bervariasi mengikut jenis kelainan
atopi yang diderita orang tuanya. Anak yang lahir dari keluarga
dengan riwayat atopi pada kedua orang tuanya mempunyai risiko
hingga 50% sampai 80% untuk mendapat kelainan atopi dibanding
dengan anak tanpa riwayat atopi keluarga (risiko hanya sebesar 20%).
Risiko akan menjadi lebih tinggi jika kelainan alergi diderita oleh ibu
dibanding ayah.3
 Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah
adanya peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat.
Aktivitas limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari
IL-4. Sementara produksi IL-4 dipengaruhi oleh aktivitas sel T helper
dan Sel T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel
langerhans pada penderita dermatitis atopik. bersifat abnormal, yakni
dapat secara langsung menstimulasi sel T helper tanpa adanya antigen,
sehingga sel langerhans akan meningkatkan produksi IgE. Secara
normal antigen yang masuk ke dalam kulit akan berikatan dengan IgE
yang menempel pada permukaan sel langerhens menggunakan FcεRI.

7
FcεRI merupakan receptor pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada
orang yang menderita dermatitis atopik jumlah FcεRI lebih banyak
daripada orang normal. Sehingga terdapat korelasi antara kadar
FcεRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcεRI maka
kadar IgE semakin tinggi pula.3
2. Faktor Eksogen
 Iritan
Kulit penderita dermatitis atopik ternyata lebih rentan terhadap
bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung
pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan
3
pakaian wol.
 Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan
3
dermatitis atopik misalnya hewan peliharaan dan mikroorganisme.
 Alergen
Penderita dermatitis atopik mudah mengalami alergi terutama terhadap
beberapa alergen, antara lain:
 Alergen hirup, yaitu asap rokok, debu rumah dan tungau
debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan
disfungsi sawar kulit dengan meningkatnya kadar IgE RAST
3
(IgE spesifik).
 Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia
kurang dari 1 tahun karena sawar usus belum bekerja
3
sempurna.

8
Gambar 3. Kulit individu dengan dermatitis atopik berbeda dibandingkan dengan
kulit sehat 3

Gambar 4. Mekanisme alergi.


Pada individu yang memiliki predisposisi alergi, paparan pertama alergen
menimbulkan aktivasi sel-sel allergen-specific T helper 2 (TH2) dan sintesis IgE,
yang dikenal sebagai sensitisasi alergi. Paparan alergen selanjutnya akan
menimbulkan penarikan sel-sel inflamasi dan aktivasi serta pelepasan mediator-
mediator, yang dapat menimbulkan early (acute) allergic responses (EARs) dan

9
late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam beberapa menit kontak
dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami degranulasi,
melepaskan mediator preformed dan mediator newly synthesized pada individu
sensitif.
Mediator-mediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus.
Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang
menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2.3
Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi,
termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins,
eosinophil, peroxidase, major basic protein and eosinophil-derived neurotoxin),dan
mereka merupakan sumber dari interleukin-3 (IL-3), IL-5, IL-13 dan
granulocyte/macrophage colony-stimulating factor.3
Neuropeptides juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi.3
2.2.3. Penegakan Diagnosis Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik sering menjadi manifestasi pertama atopi pada pasien
yang kemudian juga menderita rinitis alergika, asma, atau keduanya. Pola ini
sering disebut juga atopic march.
Alergi makanan juga sering timbul bersamaan dengan DA selama 2 tahun
pertama kehidupan yang akan membaik pada usia pra sekolah. Rinitis alergika dan
asma pada anak-anak DA dapat bertahan atau membaik sejalan dengan bertambah
nya usia. DA, rinitis alergika dan asma disebut juga trias atopik. Pasien yang
mengalami DA sebelum usia 2 tahun, 50% akan mengalami asma pada tahun-tahun
berikutnya.3
Tidak ada uji diagnostik spesifik untuk DA, diagnosis hanya ditegakkan
berdasarkan kriteria spesifik dari anamnesis pasien dan manifestasi klinis. Gatal,
garukan, lesi eksematosa, kronik dan kambuhan, adalah ciri khas DA. Dermatitis
atopik memiliki 3 fase, yaitu fase bayi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, anak-anak

10
pada usia 2 sampai 12 tahun, dan dewasa. Pada fase bayi, lesi terdapat di pipi,
dahi, skalp, pergelangan tangan, dan ekstensor lengan dan tungkai. Pada fase
anakanak, lesi terdapat pada fleksor lengan dan tungkai, pergelangan tangan, dan
pergelangan kaki. Sedangkan pada fase dewasa, lesi terdapat pada fleksor lengan dan
tungkai (antekubiti dan poplitea), wajah terutama daerah periorbita dan leher. Pada
anak yang lebih besar dan dewasa, lesi kulit sering berupa likenifi kasi atau
penebalan.3

Tabel 1. Tabel 2

Tabel 1 memperlihatkan tempat predileksi DA menurut fasenya. Tanpa


memandang usia, gatal pada DA umumnya berlangsung sepanjang hari dan lebih
berat pada malam hari sehingga mengganggu tidur dan mempengaruhi kualitas
hidup. Diagnosis DA ditegakkan jika terdapat paling sedikit 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor (tabel 2).3

11
Dermatitis atopik dapat memiliki manifestasi lain, misalnya iktiosis vulgaris
berupa hiperlinearis palmaris dan plantaris disertai skuama poligonal seperti sisik
ikan terutama pada tungkai bawah, keratosis pilaris berupa papul folikular pada
permukaan ekstensor lengan atas, bokong, dan paha bagian anterior, xerosis atau
kulit kering yang sering berupa fissura yang menyebabkan iritasi dan infeksi
semakin mudah terjadi karena sawar kulit yang sudah terganggu, keratokonus, dan
kelainan sekitar mata termasuk hiperpigmentasi periorbital, lipatan infraorbital
Dennie-Morgan, katarak subkapsular anterior, dan lain-lain. Faktor-faktor yang
dapat memicu eksaserbasi gejala DA adalah suhu panas, keringat, kelembapan,
bahan-bahan iritan misalnya sabun dan deterjen, infeksi misalnya Staphylococci,
virus, Pityrosporum, Candida, dan dermatofi ta, makanan, bahan-bahan yang
terhirup (inhalan), alergen kontak, stres emosional. Meskipun masih kontroversi,
alergi makanan terdapat pada sepertiga anak-anak DA. Secara umum, makin muda
usia pasien DA dan makin berat penyakitnya, makin besar kemungkinan peran
alergi makanan pada eksaserbasi penyakit ini. 3
Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau gambaran histologik yang spesifik
untuk menegakkan diagnosis DA. Dengan demikian, anamnesis dan pemeriksaan
fisik menjadi dasar penegakan diagnosis DA. Peningkatan kadar IgE ditemukan
pada 80% pasien DA, tetapi hasil serupa juga dapat ditemukan pada keadaan atopik

12
lain. Uji tusuk kulit (skin prick test/SPT) atau pemeriksaan IgE spesifik yang
hasilnya positif hanya menunjukkan adanya sensitisasi terhadap alergen
bersangkutan, tetapi tidak berarti secara langsung menjadi penyebab. Hasil positif
dapat digunakan sebagai panduan dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan
pencetus pada pasien. Pemeriksaan biopsy kulit juga tidak spesifik dan hanya
menunjukkan hiperkeratotik dengan inflamasi perivascular.3

2.2.4. Penatalaksanaan Dermatitis Atopik

Tatalaksana DA yang efektif meliputi kombinasi penghindaran pencetus,


pengurangan gatal menjadi seminimal mungkin, perbaikan sawar kulit, dan obat anti
inflamasi. Untuk tatalaksana yang optimal, dibutuhkan kerja sama yang baik tidak
hanya oleh pasien tetapi juga orang-orang terdekat pasien.3
Penghindaran pencetus bersifat individual berdasarkan riwayat pasien dan
dapat mem pertimbangkan hasil uji IgE spesifik. Pencetus dapat berupa aero-
alergen, alergi makanan, infeksi, suhu, kelembaban, bahanbahan iritan, dan stres
emosional. Kebiasaan yang dapat menjadi pencetus diantaranya terlalu sering mandi
atau cuci tangan, menjilat bibir, berkeringat, atau berenang. Kontak dengan
deodoran, kosmetik atau pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat mencetuskan
DA. Pencetus lain adalah pajanan panas berlebihan termasuk mandi air panas,
memakai baju berlapis-lapis, dan penggunaan handuk panas. Hindari penggunaan
handuk kasar karena dapat menyebabkan iritasi dan memicu gatal. Intoleransi
terhadap wol sangat khas pada penderita DA sehingga bahan ini harus dihindari.
Beberapa jenis makanan dapat mencetuskan DA, misalnya kacang, telur, ikan,
produk makanan laut, susu, dan cokelat. Tetapi penghindaran total terhadap makanan
tertentu terutama pada anak-anak, memerlukan petunjuk ahli gizi agar diet tidak
terlalu ketat yang akan mengakibatkan kurang gizi. Faktor pencetus lain adalah
aeroalergen, misalnya kutu debu rumah dan rambut binatang. Meskipun sulit
dihindari, tetapi dapat diusahakan dengan menghindari penggunaan karpet

13
terutama di area tempat tidur atau tempat bermain anak dan tidak memelihara
binatang atau boneka berbulu, terutama pada anak-anak DA yang juga memiliki asma
dan/atau rinitis.3
Dampak pemberian ASI untuk pencegahan DA masih diperdebatkan
karena belum terdapat kesamaan metodologi dan kriteria hipoalergenisitas maupun
DA antara berbagai penelitian. Namun pada bulan Januari 2008 The American
Academy of Pediatrics Committee on Nutrition and Section on Allergy and
Immunology menyatakan belum terdapat cukup bukti yang mendukung peranan
pembatasan diet pada ibu hamil dan menyusui terhadap timbulnya DA pada anak.
Komite ini juga melaporkan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan pada
bayi berisiko DA dapat menurunkan insidens DA pada dua tahun pertama kehidupan
dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Peranan probiotik untuk
pencegahan DA juga masih kontroversi. Rautava et al. melaporkan bahwa terjadinya
DA pada 2 tahun pertama kehidupan berkurang secara bermakna jika ibu mendapat
probiotik selama 4 minggu sebelum melahirkan dan selama menyusui. Tetapi
Taylor et al. menyatakan bahwa suplementasi probiotik dini tidak menurunkan risiko
DA pada bayi berisiko. Masih dibutuhkan penelitian jangka panjang untuk
membuktikan peranan probiotik.3
Perbaikan sawar kulit dengan perawatan kulit yang baik sangat penting untuk
mengontrol DA. Fungsi sawar kulit diperbaiki dengan hidrasi yang baik dan aplikasi
pelembab. Disarankan berendam di air hangat selama kurang lebih 10 menit,
memakai sabun dengan pelembab (moisturizing cleanser), diikuti aplikasi pelembab
segera setelah mandi. Untuk mengeringkan kulit disarankan menggunakan handuk
lembut dengan menekan lembut saja dan tidak menggosok kulit. Emolien
melembutkan kulit dan mengurangi gatal, menciptakan lapisan minyak di atas
kulit yang dapat memerangkap air di bawahnya. Perbaikan sawar ini mencegah
penetrasi bahan-bahan iritan, alergen dan bakteri. Emolien dapat berupa losion, krim,
dan ointment. Ointment paling efektif sebagai emolien, tetapi banyak orang lebih

14
menyukai krim atau losion. Produk emolien yang kaya ceramide sangat berguna
mempertahankan kelembapan kulit. Jika memakai tabir surya, emolien
diaplikasikan setengah jam sebelum memakai tabir surya. Dermatitis atopik ringan
sering kali membaik hanya dengan pemakaian emolien, tetapi pada keadaan
inflamasi akut, dibutuhkan tambahan steroid topikal yang dapat digunakan
sebelum penggunaan emolien agar efektivitasnya tidak berkurang.3
Steroid topikal masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi DA. Namun
steroid topical tidak dapat menggantikan peranan emolien yang diaplikasikan
berulang untuk memperbaiki sawar kulit. Potensi steroid yang digunakan bersifat
individual, bergantung pada derajat dermatitis, lokasi dermatitis, luas permukaan
kulit yang terkena, dan usia pasien. Risiko efek samping bergantung pada potensi
steroid yang digunakan, jumlah steroid yang digunakan, penggunaan oklusi, luas
area yang terlibat, dan keutuhan kulit. Penetrasi steroid paling tinggi pada wajah
dan genitalia, paling rendah pada telapak tangan dan telapak kaki. Antiinflamasi lain
sebagai lini kedua adalah takrolimus dan pimekrolimus topikal untuk anak berusia 2
tahun atau lebih dan dewasa. Preparat tar memiliki efek antiinflamasi dan antipruritik,
dapat digunakan sendiri atau bersama steroid. Preparat tar berbentuk sampo, sabun
cair, dan krim, tidak terlalu iritatif dibandingkan preparat tar berbentuk gel yang
dapat mengandung alkohol.3
Pada pasien DA yang ekstensif dan refrakter, fototerapi menggunakan
UVA atau UVB atau kombinasi psoralen dengan UVA dapat menjadi pilihan.
Pilihan terapi lain untuk DA berat atau refrakter adalah kompres basah dan oklusi,
imunosupresan sistemik misalnya cyclosporin, dan antimetabolite.3
Tidak jarang ditemukan infeksi sekunder pada pasien DA yang ditandai oleh
lesi krusta atau eksematosa dengan atau tanpa pustula. Keadaan ini dapat diatasi
dengan antibiotika topikal atau sistemik bergantung pada luas infeksinya. Selain itu,
infeksi virus juga sering terjadi, misalnya infeksi herpes simpleks (HSV). Infeksi
HSV pada DA seringkali lebih luas dibandingkan infeksi HSV pada non DA. Pada

15
keadaan ini dibutuhkan antiviral sistemik untuk menghindari perburukan yang
mengancam jiwa.3
Antihistamin oral digunakan untuk mengontrol gatal. Antihistamin sedatif
misalnya hydroxyzine, diphenhydramine, chlorpheniramine, lebih disarankan
dibandingkan anti histamin non-sedatif karena efek sedatifnya lebih bermanfaat
dibandingkan efek antipruritiknya. Pasien sering menggaruk di saat tidur sehingga
dengan efek sedasi antihistamin pasien terhindar dari lesi kulit akibat garukan yang
justru akan memperberat kondisi DAnya. Efek sedasi ini akan memperbaiki kualitas
tidur tetapi dapat menghambat kemampuan konsentrasi pasien.
Kortikosteroid sistemik hanya di berikan untuk penanganan akut DA yang
berat. Penggunaan steroid sistemik jangka panjang tidak disarankan karena potensi
efek samping yang besar.3

2.2.5. Prognosis Dermatitis Atopik


Sebagian besar pasien DA akan membaik dengan tatalaksana yang tepat.
Meskipun demikian, pasien dan orang tua pasien harus memahami bahwa penyakit
ini tidak dapat sembuh sama sekali. Eksaserbasi diminimalkan dengan strategi
pencegahan yang baik. Sekitar 90% pasien DA akan sembuh saat mencapai
pubertas, sepertiganya menjadi rinitis alergika dan sepertiga yang lain berkembang
menjadi asma. Prognosis buruk jika riwayat keluarga memiliki penyakit serupa,
onset lebih awal dan luas, jenis kelamin perempuan, dan bersamaan dengan rinitis
alergika dan asma.3

2.3.Efek Probiotik terhadap Dermatitis Atopik

Pada salah satu penelitian menyimpulkan bahwa berdasarkan studi yang


tersedia, suplementasi dengan probiotik tertentu (Lactobacillus rhamnosus GG)
tampaknya menjadi pendekatan yang efektif untuk pencegahan dan pengurangan

16
keparahan dermatitis atopik. Campuran strain probiotik spesifik mencegah
dermatitis atopik pada bayi. Berdasarkan studi dengan prebiotik, ada pengurangan
jangka panjang dalam kejadian dermatitis atopik. Suplementasi dengan prebiotik
8
dan probiotik tampaknya bermanfaat untuk mengurangi keparahan dermatitis atopik.
Suplemen dan campuran probiotik tertentu dapat membantu dalam
pengobatan DA pada orang dewasa di atas usia 18 tahun. Tinjauan sistematis
menunjukkan ada sejumlah penelitian dalam penggunaan probiotik pada orang
dewasa dengan penyakit dermatologis seperti DA. Probiotik dianggap bermanfaat
bagi sistem kekebalan tubuh dengan mengurangi adhesi bakteri patogen, membantu
menjaga barrier mukosa dan untuk mengurangi permeabilitas usus, membantu
perkembangan jaringan limfoid terkait usus (GALT), merangsang produksi IgA, dan
menurunkan regulasi sitokin Th2 melalui stimulasi IL-12 dan IFNy. DA telah
dikaitkan dengan 'hipotesis hygiene'. Paparan awal agen mikroba dapat membantu
dalam pematangan respon sel Th1. Selain itu, ini mengurangi respon sel Th2 yang
berkontribusi pada pengembangan penyakit alergi. Pada wanita hamil dan bayi baru
lahir, probiotik dianggap mencegah dan mengobati DA dengan mempromosikan
diferensiasi sel T naif menjadi sel Th1 matang. Pada orang dewasa, mekanismenya
9
tidak jelas, meskipun tampaknya ada beberapa model teori yang mungkin.
Pemberian probiotik diharapkan dapat menimbulkan respon imun selular
dengan menurunkan Th2 sehingga stimulasi ke limfosit B yang diharapkan dapat
menurunkan kadar IgE total. Keadaan tersebut akan mengurangi pertemuan antara
IgE spesifik alergen, alergen, dan reseptor FcE di sel mast sehingga tidak terjadi
degranulasi sel mast yang memproduksi mediator penting alergi. Hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat perbedaan perubahan IgE total antara kelompok probiotik
dan plasebo. Kadar IgE total pada kelompok probiotik mengalami penurunan
lebih banyak dibandingkan dengan plasebo dan penurunan kadar IgE total kelompok
probiotik. Dari hasil analisis tersebut, terdapat pengaruh pemberian probiotik pada
1
anak dengan dermatitis atopik terhadap penurunan kadar IgE total.

17
Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang
bermanfaat dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga
menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan perkembangan respon
alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13
dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF) sehingga
menurunkan produksi IgE dan eosinofil. Penurunan kadar IgE diduga akibat
peningkatan rasio IFN-γ: IL4. Pemberian kombinasi probiotik berperan sebagai
aktivator yang kuat untuk sistem imun innate karena mempunyai molekul spesifik
peptidoglikan dan lipoteichoic acid pada dinding sel yang akan berinteraksi
dengan toll-like receptor (TLR)2 dan TLR4. Interaksi menghasilkan aktivasi sel T
pada sistem imun dengan cara polarisasi ke arah sel Th1 maupun Treg. Sitokin
yang berperan dalam stimulasi Th1 yaitu IFN-γ akan menekan respon imun Th2
dengan menurunkan sintesis IL-4.1

Peran probiotik dalam mencegah penyakit alergi kulit telah didukung


oleh beberapa penelitian. Analisis feses anak dan hubungannya dengan penyakit
atopi menunjukkan bahwa rendahnya jumlah Bifidobacterium (probiotik) dan
tingginya jumlah Enterobacteriaceae dan Clostridium pada tinja berhubungan
dengan kejadian dermatitis pada anak. Sebuah meta-analisis terhadap Randomized
Clinical Trials (RCTs) yang dipublikasi pada tahun 2012 untuk menilai manfaat
suplementasi probiotik pada ibu hamil atau anak-anak dalam mencegah penyakit
atopi kulit menunjukkan penurunan insidens dermatitis atopi dan dermatitis atopi
terkait IgE sekitar 20% pada anak yang pada masa awal kehidupan atau masa
prenatal atau keduanya mendapat suplementasi probiotik. Meta-analisis ini
menjelaskan bahwa berkurangnya kemampuan probiotik untuk menurunkan
insidens penyakit atopi kulit pada anak-anak diduga berhubungan dengan
peningkatan prevalensi penyakit atopi kulit pada anak di mana pada masa
awal kehidupan anak terjadi penurunan paparan mikroflora normal kemampuan
koloni mikroflora untuk mempengaruhi sistem imun. Studi lebih lanjut pada
130 bayi dari ibu hamil yang mendapat suplementasi probiotik Bifidobacterium

18
mendapatkan insidens dermatitis atopi signifikan lebih sedikit pada observasi bulan
ke-10 dan ke-18 postpartum dibandingkan 36 bayi dari ibu hamil yang tidak
mendapat suplementasi probiotik (kontrol). Penurunan insiden ini mungkin
disebabkan oleh ingesti bifidobacterium yang mensekresi sejumlah enzim yang
dapat mempengaruhi jalur metabolisme. Selain itu, penelitian Yap juga
menunjukkan pada tinja anak dermatitis atopi didapatkan kadar bifidobacterium
rendah bermakna dibandingkan pada anak tanpa dermatitis atopi.9-11

Penelitian terkait peran probiotik sebagai terapi penyakit atopi kulit


menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa penelitian menunjukkan manfaat nyata
probiotik dalam menurunkan gejala, sedangkan penelitian lain menunjukkan
tidak terdapat manfaat yang bermakna.

Pemberian kombinasi probiotik Bifidobacterium bifidum, Lactobacillus


acidophilus, Lactobacillus casei, dan Lactobacillus salivarius selama 8 minggu
pada anak yang menderita dermatitis atopi menghasilkan penurunan gejala
dermatitis berdasarkan SCORing Atopic Dermatitis (SCORAD) index, penurunan
kadar IgE serum, interleukin (IL)-5, IL-6, dan interferon γ secara bermakna
dibandingkan kelompok plasebo. Literature review yang menilai efektivitas
beberapa probiotik seperti Lactobacillus sp. dan Bifidobacterium sp. mendukung
pemberian probiotik sebagai terapi adjuvan untuk mengatasi dermatitis atopi,
sebagian besar literatur yang ditelaah menunjukkan manfaat bermakna probiotik
pada penyakit dermatitis atopi, terutama dalam perbaikan paramater inflamasi,
meski tidak ada bukti efektivitas probiotik dalam menurunkan beratnya gejala.9-11

Lactobacillus rhamnosus GG (LGG) dan Bifidobacteria sp adalah jenis


probiotik yang paling banyak diteliti manfaatnya untuk mengatasi dermatitis
atopi pada anak. Pada studi literatur, dosis probiotik paling sering untuk pasien
dermatitis atopi anak adalah 5 x 109 cfu (colony forming unit), terendah 108 cfu
dan tertinggi 1010 cfu. Konsentrasi probiotik yang dianjurkan adalah lebih dari 109
cfu.9-11

19
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis atopik (DA) atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit
kronis dan residif yang ditandai dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta,
skuama dan pruritus yang hebat, serta didasari oleh faktor herediter dan lingkungan.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh imunoglobulin E (IgE) dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang
dikenal dengan allergic march. Manfaat suplementasi probiotik dalam mencegah
dan mengatasi penyakit alergi, terutama pada penyakit dermatitis atopi dan rinitis
alergi. Pemberian probiotik diharapkan dapat menimbulkan respon imun selular
dengan menurunkan Th2 sehingga stimulasi ke limfosit B yang diharapkan dapat
menurunkan kadar IgE total. Keadaan tersebut akan mengurangi pertemuan antara
IgE spesifik alergen, alergen, dan reseptor FcE di sel mast sehingga tidak terjadi
degranulasi sel mast yang memproduksi mediator penting alergi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardentry, Harsono G, Soebagyo B. Pengaruh Pemberian Probiotik


pada Anak dengan Dermatitis Atopik terhadap Kadar Imunoglobulin E
Total. Sari Pediatri , Vol. 19, No. 2, Agustus 2017.
2. Agustin T. Tatalaksana Terkini Dermatitis Atopik dalam Diagnosis dan
tatalaksana terkini untuk Luka dan Kulit Kering pada Anak. PERDOSKI.
Hal.218. 2018.
3. Monita Theresia. Tatalaksana Dermatitis Atopik. CDK-222/ Vol.41 no.
11.2014.
4. Kusuma KB. Probiotik dan perannya pada penyakit Alergi pada Anak. CDK-
253/ Vol. 44 No.6.2017.
5. Vasiljevic.T.Shah NP. Probiotics From Metchnikoff to bioactives.
International Dairy Journal; 2008:18.714-28.
6. Adhi Djuanda, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6, cetakan ketiga.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 138. 2013.
7. Harting M, dkk. Dermal hypertrophies. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. h.147-58.
8. Foolad N, Armstrong A.W. Prebiotics and probiotics: the prevention and
reduction in severity of atopic dermatitis in children. Beneficial Microbes,
2014; 5(2): 151-160.
9. Notay M, et al. Systematic Review : Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics
for the Treatment and Prevention of Adult Dermatological Diseases.
2017. Am J Clin Dermatology DOI: 10.1007/s40257-017-0300-2.
10. Foolad N, et al. Effect of Nutrient Supplementation on Atopic Dermatitis in
Children: A Systematic Review of probiotics, prebiotics, Formula, and fatty
acids. Evidence-Base Dermatology : Review. American Medical Association.

21
2013.
11. Meneghin F, Fabiano V, Mameli C, Zuccotti GV. Probiotics and atopic
dermatitis in children. Pharmaceuticals. 2012;5(7):727-44.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Skabies: Laporan Kasus
    Skabies: Laporan Kasus
    Dokumen24 halaman
    Skabies: Laporan Kasus
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Obat Pustu
    Obat Pustu
    Dokumen7 halaman
    Obat Pustu
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Ikterus Neunaterum
    Ikterus Neunaterum
    Dokumen34 halaman
    Ikterus Neunaterum
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • PPK Ca Testis 2018
    PPK Ca Testis 2018
    Dokumen6 halaman
    PPK Ca Testis 2018
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • CP BPH Fix
    CP BPH Fix
    Dokumen8 halaman
    CP BPH Fix
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • PPK Batu Ureter 2018 1
    PPK Batu Ureter 2018 1
    Dokumen4 halaman
    PPK Batu Ureter 2018 1
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Bronkitis Kronis LP
    Bronkitis Kronis LP
    Dokumen11 halaman
    Bronkitis Kronis LP
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • LAPSUS ASMA Bronkhial
    LAPSUS ASMA Bronkhial
    Dokumen40 halaman
    LAPSUS ASMA Bronkhial
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • PPK Striktur Uretra 2018
    PPK Striktur Uretra 2018
    Dokumen3 halaman
    PPK Striktur Uretra 2018
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan TB Dokship RSB
    Penyuluhan TB Dokship RSB
    Dokumen2 halaman
    Penyuluhan TB Dokship RSB
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Referat Chorea
    Referat Chorea
    Dokumen16 halaman
    Referat Chorea
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Sepsis
    Sepsis
    Dokumen6 halaman
    Sepsis
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Caisson Disease PPT FIX
    Caisson Disease PPT FIX
    Dokumen16 halaman
    Caisson Disease PPT FIX
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Pasien Trauma
    Anamnesis Pasien Trauma
    Dokumen6 halaman
    Anamnesis Pasien Trauma
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Nyeri Kepala
    Anamnesis Nyeri Kepala
    Dokumen8 halaman
    Anamnesis Nyeri Kepala
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Tumor Otak
    Anamnesis Tumor Otak
    Dokumen8 halaman
    Anamnesis Tumor Otak
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Epilepsi
    Anamnesis Epilepsi
    Dokumen7 halaman
    Anamnesis Epilepsi
    Alvionita naomy agustina Letelay
    Belum ada peringkat