Anda di halaman 1dari 30

TUGAS TERSTRUKTUR

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA


” Matematika Sekolah”

OLEH :

Delva Nora
1610248083

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd

PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2017

Delva_Nora (1610248083) Page 1


BAB X
MATEMATIKA SEKOLAH

A. Pengertian Matematika Sekolah


Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diaajrkan di sekolah
adapun pengertian tentang matematika sebagai berikut:
1. Menurut Reyt.,et al. (1998:4) bahwa :
a. Study of patterns and relationships yaitu matematika adalah studi pola dan
hubungan, dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan
satu dengan yang lain yang membentuknya.
b. Way of thinking (cara berpikir) yaitu memberikan strategi untuk mengatur,
menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam masalah
sehari-hari
c. An art (suatu seni) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi
internal
d. A language sebagai bahasa yang dipergunakan secara hati-hati dan
didefinisikan dalam term dan symbol yang akan meningkatkan kemampuan
untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan riil, dan matematika
itu sendiri.
e. A tool (sebagai alat) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam
menghadapi kehidupan sehari-hari.
2. Menurut R. Soedjadi (1999 ;7-8) dalam buku kiat pendidikan matematika di
Indonesia menyatakan bahwa :
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk, dan

Delva_Nora (1610248083) Page 2


f. Matemtika adalah pengetahuan tentang atran-atuan yang ketat.
Dari kedua pendapat tersebut dapat saya simpulkan bahwa matematika
merupakan bahasa atau alat yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
tentang bilangan dan kalkulasi bahkan ruang dan bentuk yang logis, tersusun
secara teratur dan konsisten.
Sedangkan pengertian matematika sekolah menurut ahli sebagai berikut :
1. Erman Suherman (1993:134) mengemukakan bahwa matematika sekolah
merupakan bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa
sekolah (formal), yaitu SD, SLTP, dan SLTA.
2. Menurut R.Soedjadi (1995:1) matematika sekolah adalah bagian atau unsur
dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorentasi
pada pendidikan dan perkembangan IPTEK.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah
matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan
intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan
kemampuan berpikir bagi para siswa dan menyesuaikan dengan perkembangan
IPTEK.
Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah tidak lah sepenuhnya
sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena
memiliki perbedaan- perbedaan dalam hal (a) penyajiannya, (b) pola pikirnya, (c)
keterbatasan semestanya, dan (d) tingkat keabstrakannya. Akan dibahas satu
persatu tentang tersebut sebagai berikut:
a. Penyajian Matematika Sekolah
Buku-buku matematika yang tidak untuk jenjang persekolahan dan sudah
memuat cabang-cabang matematika tertentu, biasanya sudah langsung memuat
definisi kemudian teorema atau bahkan diawali dengan aksioma. Namun tidak
demikian dengan matematika sekolah, penyajian atau pengungkapan butir-butir
matematika yang akan disampaikan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan
intelektual peserta didik (siswa). Penyajiannya dengan mengaitkan butir yang akan
disampaikan dengan realitas disekitar siswa atau disampaikan dengan
pemakaiannya. Jadi penyajiannya seringkali tidak langsung berupa butir-butir

Delva_Nora (1610248083) Page 3


matematika. Hal tersebut akan lebih terasa pada matemtika informal yang biasa
diterapkan pada jenjang TK biasanya dalam bentuk permainan ataupun nyanyian.
Contoh-1( TK )
Menurut Muhammad Arifin, dalam pendidikan, guru merupakan pilar
penting. Tidak sekedar mentransfer ilmu, tetapi harus memahami psikolo anak,
khususnya guru-guru Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Usia Dini
(PAUD). Usia rata-rata anak TK berkisar antara 4-6 tahun, pada usia tersebut anak-
anak berada pada masa bermain bukan belajar. Karena hal tersebut matematika
yang diajarkan pada jenjang pedidikan TK lebih bersifat informal. Seperti anak-
anak diajak ke tempat bermain jungkat-jungkit, ketika anak sedang bermain guru
dapat mengajarkan matematika dengan bertanya siapa yang “lebih berat” atau
“lebih ringan” atau guru juga dapat mengajukan pertanyaan siapa yang “lebih
tinggi” dan siap yang “lebih rendah”. Kegiatan seperti ini telah mengajar dan
membekali siswa pengetahuan matematika yang akan digunakannya pada jenjang
pendidikan lebih lanjut.
Contoh-2 (SD)
Pembelajaran tentang materi perkalian diajarkan tentang pengertian
perkalian dengan menggunakan penjumlahan berulang dan menggunakan alat
peraga, kelereng misalnya. Dengan mengelompokkan kelereng menjadi 4
kelompok yang setiap kelompok berisi 3 buah kelereng, kemudian guru
menjelaskan bahwa 3 + 3 + 3 + 3 = 12, artinya bahwa terdapat 4 kali 3 nya yang
keseluruhannya berjumlah 12, dapat ditulis dengan “4 x 3 = 12”. Setelah
memahami makna perkalian barulah siswa diminta untuk menghafal perkalian-
perkalian dasar.
Contoh-3 (SMP)
Dalam materi segiempat : untuk mencari keliling sebuah persegi panjang
siswa diajak dan diarahkan untuk mengelilingi sebuah bangun datar berbentuk segi
empat. Sebelumnya siswa telah memahami tentang sifat-sifat segi empat, kemudian
guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, bagaimana mengelilingi bangun ini jika
dimulai dari titik A, setelah siswa mengelilingi bangun datar tersebut guru
menanyakan sisi apa saja yang dilalui untuk mengelilingi persegi panjang tersebut?

Delva_Nora (1610248083) Page 4


Setelah itu dapat disimpulkan bahwa mencari keliling sebuah persegi panjang
adalah “2p + 2l”.
Contoh-4 (SMA)
Penyajian matematika di SMA berbeda dengan penyajian matematika di
TK, SD dan SMP. Hal ini didasarkan pada tahap perkembangan intetktual siswa
SMA yang semestinya sudah berada pada tahap operasional formal. Misalnya
dalam materi peluang, sebuah uang logam dilempar sebanyak 2 kali, atau
menggunakan bantuan kongkrit seperti diagram pohon, jadi tidak langsung
disajikan dalam bentuk pengertian apa itu kejadian, apa itu peluang ataupun yang
lainnya.
b. Pola Pikir Matematika Sekolah
Matematika sebagai ilmu yang deduktif aksiomatis, dimana dalil-dalil atau
prinsip-prinsip harus dibuktikan secara deduktif. Tetapi mengingat kemampuan
berpikir siswa SD, penerapan pola deduktif tidak dilakukan secara ketat. Hal itu
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soedjadi (1995:1) bahwa struktur sajian
matematika tidak harus menggunakan pola pikir deduktif semata, tetapi dapat juga
digunakan pola pikir induktif.
Prinsipnya matematika sekolah adalah untuk pembangunan pola pikir anak
dalam memecahkan masalah. Jika anak belajar pada level pengetahuannya, anak
tidak akan terlalu takut terhadap Matematika. Kalau anak belajar tidak sesuai
dengan levelnya, anak ketakutan dan terjadi penumpukan materi yang tidak
dikuasai. Belajar Matematika seharusnya diawali dengan pemberian motivasi.
Guru, terutama, harus dapat menggambarkan kepada anak didiknya manfaat belajar
Matematika dalam kehidupan. Belajar Matematika juga dimulai dengan hal yang
mudah dan beranjak ke materi lebih sulit. Metode belajar Matematika juga harus
bervariasi.
Hakekat matematika adalah salah satunya berpola pikir dedutif yaitu dari
hal yang umum ke hal yang khusus. Sifat atau teorema yang ditemukan secara
induktif harus dibuktikan kebenarannya dengan langkah langkah deduktif sesuai
dengan strukturnya. Tidaklah demikian halnya dalam matematika sekolah.

Delva_Nora (1610248083) Page 5


Meskipun siswa pada akhirnya tetap diharapkan mampu berpikir deduktif, namun
dalam proses pembelajarannya dapat digunakan pola pikir induktif.
Pola pikir induktif yang digunakan dalam matematika sekolah adalah untuk
menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa. Seperti pada contoh-
contoh yang telah disajikan pada bagian a juga dapat digunakan pada bagian ini.
Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) untuk memperkenalkan konsep suatu bangun
datar misalnya persegi, guru dapat menunjukkan berbagai bentuk bangun geometri
atau gambar datar kepada siswa dengan mengatakan “ini namanya persegi”
kemudian menunjukkan bangun lain yang bukan persegi dengan mengatakan “ini
bukan persegi”. Dengan demikian siswa menangkap pengertian persegi secara
intuitif dan visual, sehingga dia dapat membedakan mana bangun persegi dan yang
bukan persegi.
Hal tersebut merupakan langkah induktif atau mengikuti pola pikir induktif.
Namun selanjutnya dapat juga ditanamkan pola pikir deduktif sederhana, misalnya
siswa SD tersebut diajak kesuatu tempat yang terdapat bangun-bangun geometri,
kemudian guru dapat menanyakan kepada siswa yang mana merupakan bangun
persegi, jika siswa dapat menunjukkan bangun persegi dengan benar, berarti siswa
tersebut telah menggunakan pola pikir deduktif sederhana.
Dalam pembelajaran matematika sangat banyak topik-topik matematika
yang disajikan atau penyajiannya perlu menggunakan pola pikir induktif yang pada
akhirnya diarahkan pada pola pikir deduktif.
c. Keterbatasan Semesta
Pembelajaran Matematika di sekolah sangat terbatas sehingga kebutuhan
anak terhadap Matematika belum seluruhnya terpenuhi. Pola pembelajaran
Matematika di sekolah diakui masih kurang menyenangkan bagi anak. Hal itu
dikarenakan pembelajaran Matematika di sekolah seolah-olah direduksi hanya
persoalan hitung-menghitung.
Keterbatasan matematika sekolah akibatnya adalah unsur atau elemen untuk
matematika sekolah dipilih sesuai dengan aspek kependidikan sehingga terjadi
penyederhanaan dari konsep matematika yang kompleks. Semesta pembicaraan
dalam matematika sekolah juga memperhatikan bagaimana kondisi intelektual

Delva_Nora (1610248083) Page 6


siswa sesuai dengan umur atau jenjang pendidikannya, sehingga semakin
meningkat umur atau jenjang pendidikan yang ditempuh siswa maka semakin maka
semesta pembicaraan matematika juga semakin diperluas.
Contoh-1 : SD
Dalam hal pembelajaran tentang bilangan, dimulai dari kelas 1 SD sampai
dengan kelas 5 SD seperti, pada kelas 1 SD siswa dikenalkan dengan bilangan
cacah berkisar antara ( 0-100 ), kemudian diperluas hingga bilangan yang lebih dari
100 (𝑛 > 100 ) bahkan mencapai ribuan, puluh ribuan, jutaan dan lain sebagainya.
Kemudian semakin meningkat kelasnya semakin diperluar lagi seperti bilangan-
bilangan tersebut dijumlahkan, dikurangkan, dikali bahkan dibagi.
Contoh-2 : SMP
Dari SD sampai SMA belajar tentang segiempat, pada tingkat SD diajarkan
mengenal bentuk segiempat, SMP dan SMA juga dikenalkan dengan segiempat.
Namun didalami terbatas pada segiempat yang konveks, dan pada segiempat yang
konkaf tidak diberi nama dan lain sebagainya.
d. Tingkat Keabstrakan Matematika Sekolah
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa objek matematika adalah
abstrak yang meliputi fakta, konsep, operasi atau ralasi dan prinsip. Sifat abstrak
objek matematika tersebut tetap ada pada matematika sekolah. Hal tersebut
menyebabkan sulitnya seorang guru mengajarkan metamatika sekolah.
Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari objek
matematika sehingga memudahkan siswa memahami materi pembelajran
matematika tersebut. Dengan kata lain seorang guru harus menyajikan matematika
agar fakta, konsep, operasi dan prinsip dalam matematika terlihat konkret dengan
menyesuaikan perkembangan penalaran siswa.
Pada jenjang Sekolah Dasar sifat konkret objek matematika diusahakan
lebih tinggi daripada Sekolah Menengah. Semakin tinggi jenjang sekolahnya
semakin besar atau semakin tinggi sifat abstraknya yang pada dasarnya
pembelajaran tetap diarahkan kepada pencapaian kemampuan berpikir abstrak para
siswa.

Delva_Nora (1610248083) Page 7


Contoh-1 (SD)
Fakta “3” misalnya, tidak langsung kepada simbol tiga tersebut, akan tetapi
diawali dengan yang konkret seperti kelereng yang banyaknya tiga. Setelah siswa
memehami makna 3 baru dikenalkan dengan simbolnya. Demikian juga halnya
dengan bangun-bangun geometri, diawali dengan memperkenalkan bentuk bangun
tersebut seperti segiempat yang dibentuk dari kertas berbentuk segiempat atau
segitiga yang dibentuk dari tiga buah lidi dan lain sebagainya. Setelah dikenalkan
bentuk nyatanya baru digambarkan.
Contoh-2 (SMP)
Dalam menetukan keliling persegi panjang. Diawali dengan mengajak
siswa menegelilingi sebuah bentuk persegi panjang. Setelah itu baru disajikan
rumusnya.
Contoh-3 (SMA)
Dalam menjelaskan irisan sebuah bidang datar dengan bangun dimensi tiga,
dapat diawali dengan peraga yang menunjukkan pemotongan bidang dengan
sebuah kubus. Baru beralih kepada gambar dan lain sebagainya.
Beberapa perbedaan antara matematika sebagai ilmu dengan matematika
sekolah dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Beberapa perbedaan matematika sebagai ilmu dengan matematika
sekolah
Matematika
Perbedaan Dalam Matematika Sekolah
Sebagai Ilmu
Penyajian biasanya Dimulai dari Dimulai dengan contoh-contoh
definisi/kadang yang terkait dengan realitas di
aksioma – teorema sekitar siswa/ pemakaiannya, baru
– contoh – contoh mengarah ke definisi, aksioma/sifat
secara informal & secara berangsur-
angsur menuju formal
Pola pikir yang Murni deduktif – Induktif – tapi harus mengarah ke
digunakan aksiomatik deduktif
Semestanya Tidak dibatasi Dibatasi sesuai dengan tarap

Delva_Nora (1610248083) Page 8


perkembangan berpikir siswa
Keabstra-kan materinya Tetap abstrak Diupayakan mulai dari konkrit –
semi konkrit – semi abstrak -
abstrak

B. Tujuan Pendidikan Matematika


Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi
aspek-aspek: Bilangan, Aljabar, Geometri dan Pengukuran, Statistika dan Peluang
Selanjutnya akan dikemukakan semacam klasifikasi atau pengelompokan tujuan
pembelajaran matematika yang dalam pembahasan ini akan difokuskan pada
pembahasan yang berhubungan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajaran matematika.
Secara umum tujuan matematika sekolah dapat digolongkan menjadi :
1. Tujuan yang bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan
membentuk kepribadian siswa.
2. Tujuan yang bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan
masalah dan menerapkan matematika.
Secara lebih terinci, tujuan pembelajaran matematika dipaparkan pada buku
standar kompetensi mata pelajaran matematika sebagai berikut:
a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba.
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik,
peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Dalam Garis-garis besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yang
dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa:

Delva_Nora (1610248083) Page 9


1. Mempersiapkan siswa agar sanggup mengahadapi perubahan keadaan dalam
kehidupan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efesien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
Sedangkan dalam GBPP Matematika yang khusus untuk Pendidikan dasar
dewasaini dikemukakan bahwa Tujuan Khusus pengajaran matematika di Sekolah
dasar adalah:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan
bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih
lanjut pada tingkat Sekolah Menengah Pertama.
4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
Selanjutnya pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah:
1. Memiliki kemampuan yang dapat dialigunakan melalui kegiatan matematika.
2. Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk Sekolah Menengah
Atas.
3. Mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari
matematika sekolah dassr untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,
cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai matematika.
Dalam GBPP Matematika untuk SMA adalah sebagai berikut:
1. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi
2. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagi peningkatan matematika
Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luar
(dunia kerja) maupun kehidupan sehari-hari.

Delva_Nora (1610248083) Page 10


3. Siswa mempunyaipandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika, sikap kritis, objektif, terbuka, kreatif dan inovatif.

C. Pola Deduktif dan Induktif


Karakteristik matematika adalah berpola pikir deduktif. Dalam
pembelajaran matematika pola deduktif tersebut tetap penting dan merupakan salah
satu tujian yang bersifat formal yang memberikan takanan pada penataan penalaran
siswa. Meskipun pola pikir deduktif sangat penting, namun dalam pembelajaran
matematika terutama pada jenjang SD dan SMP masih sangat diperlukan pola pikir
induktif. Hal ini menunjukkan bahwa penyajian matematika pada jenjang
pendidikan SD dan SMP perlu dimuulai dengan contoh-contoh, yaitu hal-hal yang
khusus selanjutnaya secara bertahap menuju kepada kesimpulan yang umum.
Hal tersebut dapat dilihat pada contoh tentang mencari luas persegi panjang. Pada
jenjang SMP untuk menyajikan topik-topik tertentu harus menggunakan pola pikir
induktif namun pengenalan pola pikir deduktif sudah dapat dimulai secara terbatas.
Kemudian pada jenjang SMA penggunaan pola pikir induktif mulai dikurangi
dalam setiap topik-topik pembelajaran matematika.

D. Matematika Informal
Pengertian Pendidikan menurut Para Ahli
1. John Dewey.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental
secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
2. M.J. Longeveled
Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu
anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
3. Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah
tabiat (behavior) manusia.
4. Ki Hajar Dewantara

Delva_Nora (1610248083) Page 11


Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas adalah pendidikan merupakan
usaha manusia dalam meningkatkan pengetahuan tentang alam sekitarnya yang
diawali dengan proses belajar untuk mengetahui suatu hal kemudian mengolah
informasi tersebut untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan
memajukan kesempurnaan hidup yang selara.
Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia
(Peserta Didik) untuk dapat membuat manusia (Peserta Didik) itu mengerti, paham,
dan lebih dewasa serta mampu membuat manusia (Peserta Didik) lebih kritis dalam
berpikir.
Menurut Shirley (1986:34) dalam Marsigit menjelaskan bahwa matematika
dapat digolon gkan menjadi formal dan informal, terapan dan murni. Berdasarkan
pembagian tersebut, kegiatan matematika dapat dibagi menjadi empat macam.
Setiap golongan matematika mempunyai ciri yang berbeda-beda, yaitu:
1. Matematika formal-murni, termasuk matematika yang dikembangkan pada
universitas dan matematika yang diajarkan di sekolah;
2. Matematika formal-terapan, yaitu yang dikembangkan di dalam pendidikan
maupun di luar, seperti seorang ahli statistik yang bekerja di industri.
3. Matematika informal-murni, yaitu matematika yang dikembangkan di luar
institusi kependidikan; mungkin melekat pada budaya matematika murni.
4. Matematika informal-terapan, yaitu matematika yang digunakan dalam segala
kehidupan sehari-hari, termasuk kerajinan, kerja kantor dan perdagangan.
Berdasarkan golongan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa cakupan
matematika luas. Kita bisa belajar matematika tidak hanya di bangku sekolah,
namun di luar pendidikan formal pun bisa. Seorang anak kecil pun telah mampu
melakukan matematika, mungkin dengan cara mengelompokkan berdasarkan pola,
berhitung dan lain sebagainya.

Delva_Nora (1610248083) Page 12


Lingkungan pendidikan sendiri dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Informal
3. Pendidikan Non Formal
Namun pada bab ini hanya akan membahas tentang pendidikan informal
yang terdiri dari lingkungan informal, masalah lingkungan informal dan pengaruh
lingkungan informal.
a. Lingkungan Informal (Masyrakat)
Lingkungan informal (masyarakat) adalah lingkungan atau tempat
berkumpulnya individu satu dengan individu lainnya dalam satu lingkungan, baik
dalam lingkungan desa satu ataupun dengan desa lainnya.
1. Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:
Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik dilembagakan maupun
yang tidak dilembagakan.
2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat,
baik langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peranan dan fungsi
edukatif.
3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang
maupun yang dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja
dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari
pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya.
Dengan kata lain,manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam
bekerja, bergaul, dan sebagainya.
b. Masalah Lingkungan Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat, selain yang bentuknya formal ada juga yang tidak formal. Masalah
yang sring terjadi dalam pendidikan informal adalah kurangnya kesadaran
masyarakat tentang pemahaman pendidikan, sehingga pergaulan dalam masyarakat
menjadi rudak dan individu tersebut tidak bisa mengartikan betapa pentingnya
pendidikan bagi dirinya sendiri kelak maupun bagi masyarakat sekitar.

Delva_Nora (1610248083) Page 13


c. Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan pendidikan yang ketiga yang tidak kalah penting dan menjadi
penentu berhasil tidaknya pendidikan pada lingkungan pendidikan non formal dan
formal adalah pendidikan informal (pendidikan masyarakat). Di sini mereka akan
bergaul langsung dengan masyarakat yang mempunyai beraneka ragam sifat dan
kepribadian. Mereka dituntut untuk bisa mengaplikasikan hasil dari pendidikan
keluarga dan sekolah. Di dalam lingkungan pendidikan informal seorang individu
akan diberikan pembelajaran mengenai bagaimana menentukan sikap,
bermusyawarah dan sebagainya.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur,
dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan
yang tetap¸ seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan informal
pada umumnya dilaksanakkan tidak dalam lingkungan fasik sekolah, maka
pendidikan informal diidentik dengan pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu
pendidikan informal dilakukan diluar sekolah, maka sasasran pokok adalah angota
masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut program pendidikan informal harus dibuat
sedermikian rupa agar bersifat luess tetapi lugas, mnamun tetap menarik minap
para konsumen pendidikan. Berdasakan penelitian dilapangan, pendidikan informal
sangat dibutuhakan oleh angota masyarat yang belum sempat mendapat
kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena sudah perlanjur lewat umur
atau terpaksa putus sekolah, karena suatu hal. Akhirnyan tujuan terpenting dari
pendidikan informal adalah program-program yang didasarkan kepada masyarakat
harus sejalan dan trintegrasi dengan program-program pembagunan yang di
butuhkan oleh rakyat.
Ketiga lingkungan pendidikan baik Formal, Non Formal dan Informal
sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan dan keberhasilan pendidikan
seorang individu. Dari uraian di atas jelas pembelajaran yang didapatkan dari
seorang individu tidak hanya berasal dari satu lingkungan pendidikan saja,
melainkan dari ketiga lingkungan pendidikan sehingga antara yang satu dengan
yang lain saling menyempurnakan dan akhirnya akan menghasilkan didikan yang

Delva_Nora (1610248083) Page 14


ideal atau dalam istilah lain akan dihasilkan seorang insan kamil (manusia yang
sempurna yang berguna bagi bangsa dan agama).
Contoh pendidikan informal dan matematika informal adalah sebagai
berikut :
1. Pendidikan informal : seorang anak yang mulai belajar berjalan tidak mustahil
sering terjatuh. Orang tua yang bijaksana tidak akan melarang anak untuk tidak
berjalan lagi akan tetapi memotivasi anak tersebut dengan memegang
tangannya dan perlahan-lahan melepaskannya hingga anak tersebut bisa
berjalan sendiri.
2. Anak-anak TK mendapatkan pengetahuan matematika tidak dengan mengikuti
struktur matematika seperti dengan bermain jungkat-jungkit.
Pada contoh 2, pengetahuan matematika yang diperoleh dengan cara tersebut
dimasukkan dalam kurikulum TK antara lain “klasifikasi dan seriasi (kemampuan
mengurutkan objek-objek dari yang kecil hingga terbesar)”. Keduanya dapat
dicapai melalui pendidikan informal.
Dapat pemakalah simpulkan bahwa matematika informal merupakan cara
memperoleh pengetahuan matematika dengan tanpa mengikuti struktuk-struk
matematika itu sendiri. Matematika informal sangat dibutuhkan pada anak usia
dini.
E. Abstrak – Konkret- Abstrak
Objek matematika adalah abstrak, oleh karena itu bilangan adalah konsep
abstrak, segi tiga adalah konsep abstrak. Kata “ bilangan “ dan “ segitiga “ adalah
nama suatu konsep. Bilangan dan segitiga itu hanya ada di pikiran manusia.Selain
itu juga telah dikemukakan bahwa ke- abstrakan objek matematika itulah yang
merupakan objek dasar yang berakibat seorang guru tidak mudah mengajar
matematika.
Dalam bab ini telah ditunjukan suatu diagram yang menunjukan gambaran
proporsional dari pembelajaran yang memerlukan konkret menuju ke abstrakan,
sesuai dengan jenjang sekolah tersebut. Sesuai dengan keperluan dapat dilakukan
penggolongan yang lebih cermat, khususnya kalau akan mengajarkan sesuatu topik.

Delva_Nora (1610248083) Page 15


Kecermatan itu misalnya, konkret – semi konkret/semi abstrak – abstrak,
atau dapat lebih cermat lagi, seperti contoh dibawah ini.Seorang guru
memperkenelkan gajah beserta anggota tubuhnya. Guru tersebut mengajak
siswanya pergi ke kebun binatang yang memiliki gajah. Ini menunjukkan gajah
secara konkret. Kemudian didalam kelas guru melanjutkan penjelasan dengan
menggunakan “ patung gajah “. Tentu saja langkah itu masih cukup konkret meski
sudah lebih abstrak daripada gajah langsung di kebun binatang. Bila guru tersebut
selanjutnya menggunakan “ gambar gajah “ untuk lebih memantapkan tentang
gajah, berarti guru tersebut sudah melangkah lebih abstrak. Demikian selanjutnya
jika hanya menggunakan “ tulusan gajah “ atau bahkan “ kata gajah “ saja berarti
sudah abstrak. Jadi untuk menjelaskan segala sesuatu tentang gajah dapat
ditempuh. Gajah benar- patung gajah- gambar gajah- tulisan gajah- kata gajah.
Manakah yang akan dipakai sebagai titik tolak sangat tergantung dari sifat
topik yang akan disampaikan/ dipelajari serta keadaan lingkungan tempat
belajarnya.Analog dengan uraian diatas guru matematika dituntut memikirkan dan
melakukan usaha yang kreatif agar dapat “ meng- konkret- kan “ objek matematika
yang abstrak itu sehingga dapat ditangkap atau dipahami oleh siswa. Namun untuk
pelajaran matematika harus diakhiri dengan kemampuan melakukan abstraksi. Jadi,
abstrak- konkret- abstrak. (ini tugas penting guru matematika dan bukan tugas
matematikawan).
Berikut ini dijelaskan beberapa contoh:
1. ( Aritmetik )
Menjelaskan bilangan dan oprasinya, di SD, yang berupa konsep abstrak
menggunakan peraga atau bebda konkret. Setelah paham seterusnya hanya
menggunakan simbol atau tulisan saja.
Usaha awal menjelaskan pecahan, yang abstrak itu, biasanya digunakan benda
sebenarnya yang dipotong- potong. Selanjutnya setelah siswa memahami, benda itu
juga ditinggalkan, dan hanya digunakan simbol- simbol saja. Masih banyak contoh
lain dalam aritmetik.

Delva_Nora (1610248083) Page 16


2. ( Geometri )
Dalam hal geometri, yang umumnya tidak mudah bagi siswa, banyak juga
yang memerlukan abstrak- konkret- abstrak. Hal ini juga diawali dengan
abstraknya konsep-konsep geometri itu sendiri.
Menjelaskan pengertian segitiga, daerah segitig, sudut dalam segitiga, jenis
segitiga dan sebagainya. Dapat diawali dengan “ segitiga dari kertas/karton “
diikuti segitiga dari “ tiga lidi/kawat “ dilanjutkan dengan gambar segitiga yang
lebih abstrak.
Pada tingkat SMA atau Perguruan tinggi dapat diakhiri dengan menyusun
definisi dari segitiga. Menjelaskan pengertian “kubus” dan unsur-unsurnya yang
abstrak itu, dapat dimulai dari “ kotak kapur” atau “kubus dari kayu” kemudian
diikuti dengan “ jaring-jaring kubus “ dari karton untuk menunjukkan pengertian
kubus yang sebenarnya.
Kemudian dilanjutkan dengan gambar kubur untuk membiasakan
memahami unsur-unsurnya serta kedudukan unsur-unsur kubur tersebut dan secara
bertahap terarah kepada tercapainya kemampuan spasial.
Kemampuan spasial menurut para ahli:

a. Piaget dan Inhelder (dalam Tambunan, 2006) menyebutkan bahwa


kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi
hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam
ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk
menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan
untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak
(kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial
(kemampuan untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi
secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang).
b. Sementara Howard Gardner (1993: 173) mengungkapkan dalam bukunya yang
berjudul Frames of Mind bahwa kemampuan spasial adalah suatu kemampuan
untuk menangkap ataupun membayangkan dunia ruang secara akurat, serta
mampu melakukan perubahan melalui penglihtan dan menciptakan bayangan
dari benda.

Delva_Nora (1610248083) Page 17


c. Senada dengan Howard Gardner, Armstrong (2009:7) menyebutkan bahwa
kemampuan spasial adalah kemampuan untuk melihat dunia visual-spasial
secara akurat dan kemampuan untuk melakukan perubahan dengan penglihatan
atau membayangkan. Kemampuan ini berkaitan dengan warna, garis, bangun,
bentuk, ruang, serta hubungannya. Hal ini termasuk kemampuan untuk
membayangkan, menggambarkan ide visual-spasial dan menjelaskan secara
akurat susunan keruangan.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan visual


manusia dalam mengamati objek serta membayangkannya yang berkaitan dengan
warna, garis bangun, ruang dan dapat menjelaskannya secara akurat.
Howard Gardner (1993) mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga
kelompok umum yaitu:

1. Kemampuan melihat dan membayangkan bentuk dari benda,


2. Kemampuan melihat serta menciptakan perbedaan, keseimbangan dan
komposisi dalam tayangan visual/ruang, dan
3. Kemampuan menciptakan gambaran-gambaran visual ruang dari dunia dan
mentransfer semua gambaran-gambaran itu secara abstrak

Delva_Nora (1610248083) Page 18


RANGKUMAN MATERI

1. Matematika sekolah merupakan bagian matematika yang dipelajari pada


jenjang TK, SD, SMP, dan SMA yang merujuk pada kebutuhan kurikulum dan
kemampuan intektual siswa.
2. Metematika mempunya karakteristik yang agak berbeda dengan matematika
sebagai ilmu, dilihat dari :
a. Penyajiannya, maksudnya adalah penyajian matematika menyesuaikan
tingkat pendidikan, seperti pada TK penyajiannya lebih kepada bermain
sambil belajar (informal)
b. Keterbatan semestanya, maksudnya adalah matematika memiliki semesta
yang terbatas, harus mengikuti jenjang-jenjang pendidikan. Semakin
tinggi jenjang pendidikannya maka semesta matematika semakin
diperluas.
c. Pola Pikir matematik, maksudnya adalah pola pikir matematika sekolah
lebih kepada pola induktif, artinya diawali dari hal yang khusus ke yang
umum, namun pada akhirnya tetap diarahkan apad pola deduktif.
d. Tingkat keabstrakannya, maksudnya adalah matematika sekolah dalam
proses pembelajaran disajikan harus sekonkret-konkretnya kemudian akan
arahkan menuju abstraknya.
4. Matematika Sekolah memiliki tujuan untuk membangun pengetahuan siswa
tentang matematika secara utuh serta menjadikan siswa memiliki sikap
logis, kritis, kreatif, inofatif dan menghargai matematika itu sendiri
sehingga dapat digunakan dalam kehidupan hidup sehari-hari.
5. Matematika informal, maksudnya adalah matemtika dapat diperoleh dalam
pembelajaran diluar kelas seperti pembelajaran anak TK yang bermain
jungkat-jungkit yang diajarkan tentang siapa yang lebih berat dan siapa
yang lebih ringan dan juga siapa yang lebih tinggi dan siapa yang lebih
rendah.

Delva_Nora (1610248083) Page 19


Pertanyaan-Pertanyaan Tentang Matematika Sekolah

No Nama Kelompok Pertanyaan Jawaban Pemakalah


1 Farida 3 Jelaskan Berdasarkan pendapat Shirley
perbedaan (1986: 34) menjelaskan bahwa
antara matematika dapat digolongkan
matematika menjadi formal dan informal,
informal murni terapan dan murni. Sehingga
dan dapat dibagi menjadi 4 macam
matematika yaitu:
informal a. matematika formal-murni,
terapan, dan termasuk matematika yang
berikan dikembangkan pada
contoh! Universitas dan matematika
yang diajarkan di sekolah;
b. matematika formal-terapan,
yaitu yang dikembangkan
dalam pendidikan maupun di
luar, seperti seorang ahli
statistik yang bekerja di
industri.
c. matematika informal-murni,
yaitu matematika yang
dikembangkan di luar institusi
kependidikan; mungkin
melekat pada budaya
matematika murni.
d. matematika informal-
terapan, yaitu matematika yang
digunakan dalam segala
kehidupan sehari-hari,

Delva_Nora (1610248083) Page 20


termasuk kerajinan, kerja
kantor dan perdagangan.
Dari pendapat Shirley (1986:
34) tersebut dapat disimpulkan
bahwa:
1. matematika matematika
informal-murni lebih kepada
matematika murni bukan
matematika yang dipelajari
sekolah seperti pada
matematika yang dipelajari di
universitas
contoh: Dalam geometri
terdapat teorema-teorema
dalam konsep urutan,
kemudian kita buktikan
teorema tersebut dengan
menggunakan urutan-urutan
dalam konsep urutan yang
telah ada dan menggunakan
aksioma atau definisi yang ada,
kita membuktikan teorema
tersebut terlepas dari apakah
terdapat kegunaannya dalam
kehidupan sehari-hari atau
tidak.
2. matematika informal-terapan
merupakan matematika yang
berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, seperti
perdagangan, pengukuran

Delva_Nora (1610248083) Page 21


dalam pembuatan pakaian,
mengukur suhu dan lain
sebagainya yang terdapat
dalam kehidupan sehari-hari.
Diakses dari:
http://marsigitphilosophy.blogs
pot.co.id/2008/12/matematika-
dilihat-dari-berbagai-
sudut.html
2 Uswatun 2 Bagaimana Menurut Ebbutt dan Straker
Khasanah peranan (1995) hakekat matematika
filsafat dalam sekolah mencakup 4 hal yaitu:
Matematika a). Kegiatan penulusuran
Sekolah pola/hubungan; b). Kegiatan
problem solving; c). Kegiatan
investigasi; dan terakhir d).
Kegiatan komunikasi.
Penerapan hakekat matematika
sekolah tersebut merupakan
salah satu peran filsafat dalam
pembelajaran matematika di
sekolah.
Berdasarkan pendapat Ebbutt
dan Straker (1995) bahwa
dalam menemukan pola-pola
dalam pelajaran matematika,
penyelesaian permasalahan-
permasalahan matematika
membutuhkan pemikiran-
pemikiran yang mendalam agar
permasalahan tersebut dapat

Delva_Nora (1610248083) Page 22


terselesaikan.
Contoh:
Dalam pelajaran geometri
ruang, untuk dapat
menggambarkan bentuk ruang
pada kertas maka memerlukan
percobaan-percobaan dan
pemikiran yang tinggi agar
dapat tergambar pada kertas
tersebut, seperti itulah filsafat
berperan dalam matematika
sekolah.
Diakses dari:
http://filsafatrosmini.blogspot.c
o.id/2016/12/peran-filsafat-
dalam-pembelajaran.html
3 Ahmad 1 Bagaimana Berdasarkan Lampiran
zaki hubungan Permendikbud nomor 59 tahun
Amani tujuan 2014, pembelajaran
matematika matematika SMA memiliki
sekolah tujuan sebagai berikut:
dengan tujuan a.Dapat memahami konsep
kurikulum matematika, yaitu menjelaskan
2013 tentang keterkaitan
pola pikir antar konsep dan menggunakan
tingkat tinggi konsep maupun algoritma,
bagi siswa. secara
luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan
masalah.
b.Menggunakan pola sebagai

Delva_Nora (1610248083) Page 23


dugaan dalam penyelesaian
masalah, dan
mampu membuat generalisasi
berdasarkan fenomena atau
data.
c.Menggunakan penalaran
pada sifat, melakukan
manipulasi matematika
baik dalam penyederhanaan,
maupun menganalisa
komponen yang ada
dalam pemecahan masalah.
d.Mengomunikasikan gagasan,
penalaran serta mampu
menyusun bukti
matematika dengan
menggunakan kalimat lengkap,
simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau
masalah, dan lain sebagainya
(Kemendikbud, 2014: 328)
Contoh:
Dalam pelajaran geometri
ruang, untuk dapat
menggambarkan bentuk ruang
pada kertas maka memerlukan
percobaan-percobaan,
penalaran dan pemikiran yang
tingkat tinggi agar dapat
tergambar pada kertas tersebut,

Delva_Nora (1610248083) Page 24


seperti itulah filsafat berperan
dalam matematika sekolah.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tujuan matematika
sekolah sejalan dengan tujuan
kurukulum 2013.

4 Indah Jelaskan Menurut (Martin, 2009: 3)


Prestika Pengertian bahwa Filsafat pendidikan
Filsafat matematika pada intinya dapat
Pendidikan dikatakan sebagai sebuah
Matematika maksud adan tujuan untuk
pendidikan matematika, sebuah
teori pembelajaran matematika,
dan sebuah teori pengajaran
matematika yang menerapkan
teori pembelajaran dalam
membangun tujuan tersebut.
Berdasarkan pendapat (Martin,
2009: 3)bahwa Filsafat
pendidikan matematika
termasuk filsafat yang
membicarakan proses
pendidikan matematika.
Filsafat pendidikan matematika
mempersoalkan permasalahan-
permasalahan sebagai berikut :
a. Sifat-sifat dasar matematika
b. Sejarah matematika
c. Psikologi belajar matematika
d. Teori mengajar matematika

Delva_Nora (1610248083) Page 25


e. Psikologis anak dalam
kaitannya dengan pertumbuhan
konsep matematis.
f. Pengembangan kurikulum
matematika sekolah
g. Penerapan kurikulum
matematika di sekolah.
Diakses dari:
http://erniayda.blogspot.co.id/2
012/11/filsafat-pendidikan-
matematika.html
5 Melva Y. 6 Jelaskan apa Menurut Jean Piaget (1896)
yang dimaksud Untuk keperluan
dengan pola pegkonseptualisasian
deduktif dan pertumbuhan kognitif
pola induktif /perkembangan intelektual
dalam Piaget membagi perkemabngan
matematika ini ke dalam 4 periode yaitu :
sekolah Ø Periode Sensori motor (0-2,0
tahun)
Pada periode ini tingksh laku
anak bersifat motorik dan anak
menggunakan system
penginderaan untuk mengenal
lingkungannya untu mengenal
obyek.
Ø Periode Pra operasional (2,0-
7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa
melakukan sesuatu sebagai
hasil meniru atau mengamati

Delva_Nora (1610248083) Page 26


sesuatu model tingkah laku dan
mampu melakukan simbolisasi.
Ø Periode konkret (7,0-11,0
tahun)
Pada periode ini anak sudah
mampu menggunakan operasi.
Pemikiran anak tidak lagi
didominasi oleh persepsi,
sebab anak mampu
memecahkan masalah secara
logis.
Ø Periode operasi formal
(11,0-dewasa)
Periode operasi fomal
merupakan tingkat puncak
perkembangan struktur
kognitif, anak remaja mampu
berpikir logis untuk semua
jenis masalah hipotesis,
masalah verbal, dan ia dapat
menggunakan penalaran ilmiah
dan dapat menerima
pandangan orang lain.
Piaget mengeukakan bahwa
ada 4 aspek yang besar yang
ada hubungnnya dengan
perkembangan kognitif :
a.Pendewasaaan/kematangan,
merupakan pengembanagn dari
susunan syaraf.
b.Pengalaman fisis, anak harus

Delva_Nora (1610248083) Page 27


mempunyai pengalaman
dengan benda-benda dan
stimulus-stimulusdalam
lingkungan tempat ia beraksi
terhadap benda-benda itu.
c.Interaksi social, adalah
pertukaran ide antara individu
dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu
system pengaturan sendiri yang
bekerja untuk menyelesaikan
peranan pendewasaan,
penglaman fisis, dan interksi
social.
Dari teori piaget tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pola pikir
matematika Sekolah
menggunakan pola pikir dari
induktif ke pola deduktif.
Artinya pembelajaran
matematika sekolah dikenalkan
dari hal yang kongkrit menuju
hal yang abstrak. Terutama
pada tingkat SD dan SMP
memerlukan pembelajaran
yang diawali dengan contoh-
contoh kongkrit terlebih dalulu
karena umur pada masa SD,
mereka dapat melakukan
sesuatu dengan melihat bentuk
konkrit terlebih dahulu baru

Delva_Nora (1610248083) Page 28


mengkonstruksikannya dalam
bentuk yang lebih abstrak.
Contoh:sebelum belajar
tentang bangun ruang, guru
dapat mengawalinya dengan
menunjukkan media berbentuk
bangun ruang atau
menyebutkan benda-benda
yang berbentuk bangun ruang
tersebut.
Diakses dari:
https://ilmuwanmuda.wordpres
s.com/piaget-dan-teorinya/

Delva_Nora (1610248083) Page 29


DAFTAR PUSTAKA

Soedjadi, R., 1998/1999, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi


Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Ridwan, Tahir. 2016. Fungsi dan Tujauan Matematika Sekolah. Diakses dari
http://www.rumahmakalah.com/2016/08/fungsi-dan-tujuan-matematika-
sekolah.html. (pada jam 19.30 senin 1 mei 2017)

Ekawati, Estina. 2011. Peran, Fungsi, Tujuan, dan Karakteristik Matematika


Sekolah. Diakses dari http://p4tkmatematika.org/2011/10/peran-fungsi-
tujuan-dan-karakteristik-matematika-sekolah/. (Pada jam 19.35 senin 1 mei
2017)

Latif, Burhan. 2013. Kemampuan Spasial. Diakses dari


http://www.buburbulat.com/2013/12/kemampuan-spasial.html. (Pada jam
20.00 senin 1 Mei 2017)

Delva_Nora (1610248083) Page 30

Anda mungkin juga menyukai