Anda di halaman 1dari 21

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh :
Nama : Adit Djati Permana
NPM : 240110170026
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 16 Oktober 2019
Waktu/Shift : 07.30-09.30/A1
Co. Ass : 1. Abdurrahman Hanif
2. Aidah Luthfi Hidayah
3. Dannisa Fathiya Rachma
4. Tania Rizky Fauziah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu sifat fisik dari bahan hasil pertanian adalah perishable atau mudah
rusak, faktor utama penyebab kerusakan karena bahan hasil pertanian mempunyai
kandungan air tinggi, melalui proses pemanenan bahan hasil pertanian tetap
melakukan proses respirasi sehingga kandungan air yang terdapat dalam bahan
hasil pertanian mempenngaruhi masa simpan bahan tersebut. Kadar air ini
mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan tersebut, memperpanjang masa
simpan bahan hasil pertanian serta untuk mempermudah dalam penanganan pasca
panen dibutuhkan penanganan pasca panen terutama pada penanganan kadar air
bahan tersebut secara tepat. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan
dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode
destilasi, metode kimia, metode khusus.
Menjaga mutu bahan hasil pertanian dilakukan untuk memenuhi standar pasar
dan memenuhi keinginan konsumen. Penanganan yang dilakukan pada bahan hasil
pertanian diantaranya melalui proses pengeringan dan pendinginan. Tujuan dari
proses pengeringan yaitu dapat mengurangi kadar air yang terdapat pada bahan
hasil pertanian, hal ini dapat memperlambat kerusakan bahan hasil pertanian
terutama yang diakibatkan oleh proses fisiologis, biologis, serta kimiawi.
Berkurangya kadar air pada bahan hasil pertanian dapat menghambat laju
pertumbuhan mikroorganisme.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting dalam proses
pengolahan maupun pendistribusian untuk mendapat penanganan yang tepat. Kadar
air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air
yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase
berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan
yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kering atau padatan
adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga
beratnya tetap (konstan). Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan
dan pengemasan bahan pangan. Bila kita membahas tentang proses pengeringan
dan pengemasan bahan maka akan sangat erat hubungannya dengan kadar air
bahan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan diadakannya praktikum mengenai retensi air dan equilibrium moisture
content (EMC) ini antara lain sebagai berikut:
1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi
penyimpanan dengan menggunakan moisture tester.
2. Mengukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air
Air merupakan suatu senyawa yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu
atom oksigen. Air tergolong senyawa polar karena terdapat ikatan polar yang tidak
saling menetralkan antara kedua jenis atom penyusunnya. Dalam bahan pangan
seperti buah-buahan dan sayur-sayuran terkandung air yang berbeda-beda seperti
buah apel yang mengandung kadar air 80%, nenas 87% dan tomat sekitar 95%.
Sedangkan buah yang mengandung kadar air terbesar yaitu semangka yang
mencapai 97% (Winarno,1992).
Peran air dalam bahan pangan dan pengolahannya sangat penting sekali, seperti:
2.1.1 Aktivasi Enzim dalam Bahan Pangan
Dalam bahan pangan, terdapat beberapa enzim yang hanya dapat bekerja
jika ada air. Enzim tersebut tergolong enzim hidrolase seperti enzim protease,
lipase, dan amilas.
2.1.2 Pelarut Universal
Air merupakan senyawa polar yang hanya akan melarutkan senyawa yang
polar. Senyawa-senyawa polar tersebut seperti garam (NaCl), vitamin (vitamin B
dan C), gula (monosakarida, disakida, oligosakarida dan polisakarida) dan pigmen
(klorofil).
2.1.3 Medium Pindah Panas
Dalam proses pengolahan pangan sering dilakukan pemasakan, dalam
proses pemasakan tersebut digunakan kalor (panas). Kalor tersebut akan
dihantarkan oleh air kebagian-bagian dalam bahan pangan secara merata, hal ini
karena air mempunyai konduktivitas panas yang baik.
Selain itu adanya air juga akan mempengaruhi kestabilan bahan pangan
selama proses penyimpanan. Hal ini karena kestabilan bahan pangan tergantung
dari aktivitas mikroba pembusuk seperti kapang, kamir dan jamur. Sedangkan
aktivitas mikroba tersebut membutuhkan aw (water activity) tertentu yang bersifat
spesifik untuk tiap jenis mikroba (Winarno,1992).
2.3 Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen.
Kadar air merupakan pemegang. peranan penting, kecuali temperatur maka
aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan
ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya.
Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air di mana kini telah diketahui
bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut
(Tabrani, 1997).

2.2 Kadar Air Kesetimbangan / Equilibrium Moisture Content (EMC)


Kadar air kesetimbangan merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses pengeringan. Kadar air kesetimbangan suatu bahan hasil pertanian adalah
kadar air padatan basah bahan hasil pertanian yang berada dalam keseimbangan
dengan udara di sekelilingnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu. Apabila
bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang kelembaban relatifnya
meningkat, maka bahan pertanian tersebut termasuk ke dalam proses isotermi
adsorpsi. Sedangkan apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang
kelembaban relatifnya menurun, maka bahan tersebut mengalami proses isotermi
desorpsi. Proses pengeringan merupakan proses desorpsi, dimana kadar air bahan
hasil pertanian akan menurun secara progresif dengan menurunnya kelembaban
relatif (Brooker dkk, 1974).
Tabel 1. Tingkat kelembaban equilibrium
Relative Humidity (%)
Grain 30 40 50 60 70 80 90 100
Equilibrium Moisture Content (% wb) at 25 oC
Barley 8.5 9.7 10.8 12.1 13.5 15.8 19.5 26.8
Shelled
Maize 8.3 9.8 11.2 12.9 14.0 15.6 19.6 23.8
Relative Humidity (%)
Grain 30 40 50 60 70 80 90 100
Equilibrium Moisture Content (% wb) at 25 oC
Paddy 7.9 9.4 10.8 12.2 13.4 14.8 16.7
Milled Rice 9.0 10.3 11.5 12.6 12.8 15.4 18.1 23.6
Sorghum 8.6 9.8 11.0 12.0 13.8 15.8 18.8 21.9
Wheat 8.6 9.7 10.9 11.9 13.6 15.7 19.7 25.6

(Sumber Brooker dkk, 1974)


Hubungan antara EMC, kelembaban relative dan suhu untuk berbagai biji-
bijian telah dimodelkan oleh beberapa nomor penelitian. Amatlah penting untuk
memperhatikan EMC. Dalam keadaan yang tidak pasti sangatlah dimungkinkan
untuk mengeringkan menuju suatu tingkat kelembaban dibawah EMC yang
dihubungkan dengan suhu dan kelembaban dari udara yang dikeringkan (Brooker
dkk, 1974).

2.3 Kelembapan Relatif (RH)


Istilah ini menggambarkan kandungan air total yang dikandung oleh udara
yang biasanya juga dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan jumalah air yang
dikandung di udara maka kita dapat menggunakan metode Kelembapan spesifik.
Kelembapan spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara
dengan rasio terhadap uap air di udara kering. Kelembapan spesifik diekspresikan
dalam rasio kilogram uap air, mw, per kilogram udara (Brooker dkk, 1974).

2.4 Pengeringan bahan Pangan


Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan
sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan
yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1) Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan
kelembaban udara.
2) Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan
ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada
umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan
tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan.
Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya
kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari
penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh
dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan
tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses
penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan
sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan.
Salah satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan.
Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan.
Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju
udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih
lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang
lebih baik (Gunarif Taib, 1988).

2.5 Refrigerator
Refrigerasi adalah suatu sistem yang memungkinkan untuk mengatur suhu
sampai mencapai suhu di bawah suhu lingkungan. Penggunaan refrigerasi sangat
dikenal pada sistem pendingin udara pada bangunan, transportasi, dan pengawetan
suatu bahan makanan dan minuman. Penggunaan refrigerasi juga dapat ditemukan
pada pabrik skala besar, contohnya, proses dehidrasi gas, aplikasi pada industri
petroleum seperti pemurnian minyak pelumas, reaksi suhu rendah, dan proses
pemisahan hidrokarbon yang mudah menguap. Refrigasi dicapai dengan
melakukan penyerapan panas pada suhu rendah secara terus menerus, yang
biasanya bisa dicapai dengan menguapkan suatu cairan secara kontinu. Uap yang
terbentuk dapat kembali ke bentuk asalnya kembali, cairan, biasanya dengan dua
cara. yang paling umum, uap itu hanya akan ditekan lalu diembunkan (memakai fin
seperti pada kulkas). Cara lain, bisa diserap dengan cairan lain yang mudah
menguap yang setelah itu diuapkan pada tekanan tinggi (Prameswari, 2013).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1. Cawan aluminium
2. Moisture tester
3. Timbangan analitik
4. RH meter
5. Oven
6. Refrigerator
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1. Beras
2. Jagung
3. Kacang hijau
4. Kacang tanah
5. Kedelai

3.2 Prosedur Percobaan


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mengukur suhu dan RH pada suhu ruang, pengeringan dan pendinginan.
Menimbang bahan masing – masing kurang lebih 5 gram, kemudian
memasukkan bahan ke masing – masing cawan.
3. Menempatkan bahan pada suhu ruang, oven dan juga kulkas.
4. Mengukur kadar air bahan pada waktu 5 menit, 10 menit dan 15 menit di
setiap perlakuan.
5. Mencatat hasil praktikum dan menghitung nilai rata – rata.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel Data Hasil Percobaan


Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu Ruang
No. Nama Bahan Ulangan KA awal Suhu RH
1 Kacang Hijau 5 8.8
15 8.7
20 8.6
Rata – 8.8
rata
2 Kacang tanah 5 13.1
15 13.7
20 13.3
Rata – 13.367
rata 25,7% 60%
3 Kacang kedelai 5 10.9
15 10.6
20 10.9
Rata – 10.8
rata
4 Beras 5 12.9
15 13.0
20 13.3
Rata – 13.06
rata
5 Jagung 5 12.2
15 12.4
20 12.7
Rata – 12.47
rata
Tabel 2. Hasil Pengukuran Pengeringan
No. Nama Bahan Waktu KA awal Suhu RH
1 Kacang Hijau 5 7.9
15 8.6
20 8.3
Rata – 8.26
rata
2 Kacang tanah 5 13.06
15 12.57
20 12.4
Rata – 12.67
rata 105% 60%
3 Kacang kedelai 5 9.9
15 9.5
20 9.2
Rata – 9.53
rata
4 Beras 5 11.26
15 10.5
20 10.2
Rata – 10.32
rata
5 Jagung 5 10.9
15 10.5
20 10.5
Rata – 10.63
rata
Tabel 3. Hasil Pengukuran Pendinginan
No. Nama Bahan Waktu KA awal Suhu RH
1 Kacang Hijau 5 7.9
15 8.6
20 8.3
Rata – 8.26
rata
2 Kacang tanah 5 13.33
15 13.47
20 13.2
Rata – 13.33
rata 17% 37%
3 Kacang kedelai 5 10.53
15 10.56
20 10.26
Rata – 10.45
rata
4 Beras 5 12.46
15 12.6
20 12.3
Rata – 12.45
rata
5 Jagung 5 8.8
15 9.1
20 8.6
Rata – 8.83
rata
4.2 Grafik Hasil Percobaan

8,8

Penurunan Kadar Air


8,6
8,4
8,2

(%)
y = 0,0186x + 8,05
8 R² = 0,1631
7,8
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 1. Penurunan Kadar Air Kacang Hijau

14
Peningkatan Kadar Air

12
10
8
6
(%)

4 y = -0,2691x + 14,16
2 R² = 0,9506
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 2. Peningkatan Kadar Air Kacang Hijau

11,4
Penurunan Kadar Air

11,2
11 y = -0,0649x + 11,41
10,8 R² = 0,8219
10,6
(%)

10,4
10,2
10
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 3. Penurunan Kadar Air Beras


12,8

Peningkatan Kadar Air


12,6

12,4

(%)
12,2
y = 0,0237x + 12,11
12 R² = 0,2593
11,8
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 4. Peningkatan Kadar Air Beras

20
y = 0,7133x + 0,035
Penurunan Kadar Air

15 R² = 0,5666

10
(%)

0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 5. Penurunan Kadar Air Kacang Tanah

14,2
Peningkatan Kadar Air

14 y = 0,0459x + 13,065
R² = 0,9821
13,8
(%)

13,6
13,4
13,2
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 6. Peningkatan Kadar Air Kacang Tanah


12

Penurunan Kadar Air


10
8
6 y = -0,1591x + 11,86

(%)
4 R² = 0,9726
2
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 7. Penurunan Kadar Air Jagung

13
Peningkatan Kadar Air

12,8
12,6
12,4
12,2
(%)

12 y = 0,0596x + 11,615
11,8 R² = 0,7231
11,6
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 8. Peningkatan Kadar Air Jagung

12
Penurunan Kadar Air

10
8
6 y = -0,1383x + 11,51
(%)

4 R² = 0,8845
2
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 9. Penurunan Kadar Air Kacang Kedelai

10,6
Peningkatan Kadar Air

10,55
10,5
10,45
10,4
(%)

10,35 y = -0,0169x + 10,66


10,3 R² = 0,8193
10,25
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 10. Peningkatan Kadar Air Kacang Kedelai


BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas mengenai retensi air dan equilibrium
moisture content (EMC) pada bahan hasil pertanian bijian. Percobaan dilakukan
dengan 2 cara yaitu dengan metode pengeringan dan pendinginan. Pengeringan
merupakan metode menghilangkan air sebagian air dari suatu bahan dengan cara
menguapkan air tersebut menggunakan energi panas. Kedua proses tersebut kadar
air bahan hasil pertanian dapat diturunkan atau dinaikkan. Proses pengeringan
dilakukan dengan cara dioven, sehingga kadar air menurun sedangkan pada proses
pendingan kadar air yang diperoleh dapat dinaikkan. Proses pendinginan bahan
hasil pertanian dilakukan dengan memasukan bahan pertanian ke dalam kulkas
sehingga kadar air naik sedangkan proses pengeringan dilakukan dengan
memasukan bahan ke dalam oven sehingga kadar air menurun. Mengetahui kadar
air bahan bertujuan untuk meningkatkan fisik bahan, memudahkan dalam proses
pendistribusian dan produksi, mencegah timbulnya mikroorganisme,
memperpanjang umur simpan bahan dan sebagainya. Penentuan kadar air
menggunakan empat bahan yaitu kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, beras
dan jagung kering dengan tiga perlakuan yaitu suhu ruang, dikeringkan di oven, dan
pendinginan.
Pengukuran RH dan suhu pada ruangan laboratorium, refrigerator, dan oven
sebanyak 3 kali. Setelah melakukan pengukuran maka RH rata-rata pada ruangan,
oven, dan refrigerator adalah 60%, 60%, dan 37%. Suhu rata-rata ruangan, oven,
dan refrigerator adalah 25.7oC, 10,5oC, dan 17oC. Seharusnya Oven memiliki RH
terkecil karena sesuai dengan data psikometrik, semakin tinggi suhu maka
kelembaban udara akan kecil, oven seharusnya memiliki suhu tertinggi karena oven
berguna dalam proses pengeringan sehingga suhu yang dihasilkan tinggi. Sebelum
melakukan proses pengeringan dengan oven bahan terlebih dahulu dimasukkan ke
dalam desikator bertujuan agar berat bahan konstan, sehingga kadar airnya pada
saat pengeringan tidak meningkat serta bertujuan agar kenampakan fisik pada
bahan tidak berubah, menyimpan bahan dalam keaadaan yang kering, sehingga
pengaruh uap air selama pengeringan dapat diserap oleh gel silika yang terkandung
pada desikator. Disimpulkan bahwa perbedaan hasil pengukuran dengan literatur
karena oven tidak dipanaskan terlebih dahulu sehingga hasil yang didapatkan tidak
sesuai.
Kadar air awal bahan rata – rata berbeda-beda, pada kacang hijau memiliki
kadar air bahan sebesar 8,8%, kacang tanah sebesar 13,367%, kacang kedelai
sebesar 10.8%, beras sebesar 13,06%, dan kacang jagung sebesar 12,47%.
Pengeringan dilakukan selama lima, lima belas menit dan dua puluh menit terjadi
perubahan kadar air bahan yaitu kadar air bahan semakin menurun seiring dengan
lamanya waktu pengeringan terlihat pada tabel hasil praktikum kecuali pada
komoditas kacang hijau. Kadar air bahan rata – rata pada proses pengeringan yaitu
pada kacang hijau memiliki kadar air bahan sebesar 8,26%, kacang tanah sebesar
12,67%, kacang kedelai sebesar 9.53%, beras sebesar 10,32%, dan kacang jagung
sebesar 10,63%. Disimpulkan bahwa penurunan kadar air rata – rata terkecil pada
kacang hijau terjadi penurunan 0,54%, dan penurunan terbesar terjadi pada beras
yang mengalami penurunan sebesar 2,74%. Proses pengeringan pada umumnya
kadar air bahan menjadi berkurang, namun pada kacang hijau setelah dilakukan
pengeringan mengalami peningkatan kadar air, disebabkan karena dalam proses
pengukuran kadar air menggunakan moisture content, alat tersebut tidak memiliki
pengukuran untuk kacang hijau sehingga praktikan menggunakan pengukuran
kadar air pada alat tersebut dengan menyamakan dengan soy bean atau kacang
kedelai mengingat karakteristik fisik mereka serupa. Alat moisture tester terdapat
berbagai jenis pengukuran kadar air bahan seperti jagung, kacang kedelai, dan
sebagainya, oleh karena itu praktikan sebaiknya menekan tombol jenis bahan pada
alat dengan sesuai dengan bahan yang akan diukur kadar airnya sehingga hasil akhir
pengukuran mendapat hasil yang optimal. Suhu oven seharusnya dipanaskan
terlebih dahulu agar proses pengeringan berjalan dengan baik karena pada saat
praktikum oven tidak dipanaskan terlebih dahulu suhu pengeringan optimal
menurut literatur (Winarno, 1992) diatur sebesar 65oC, sedangkan hasil pengukuran
suhu rata – rata oven sebesar 10,3oC. RH dan suhu baik dari suhu ruangan dan juga
suhu oven berpengaruh terhadap kadar air bahan karena jika memiliki kelembaban
tinggi dengan suhu yang rendah maka kadar air bahan akan tinggi begitu juga
sebaliknya.
Pendinginan dilakukan selama lima, lima belas menit dan dua puluh menit
terjadi perubahan kadar air bahan yaitu kadar air bahan semakin meningkat seiring
dengan lamanya waktu pendiginan terlihat pada tabel hasil praktikum. Kadar air
bahan rata – rata pada proses pengeringan yaitu pada kacang hijau memiliki kadar
air bahan sebesar 8,83%, kacang tanah sebesar 13,33%, kacang kedelai sebesar
10,45%, beras sebesar 12,45%, dan kacang jagung sebesar 12,09%. Disimpulkan
bahwa komoditas kacang hijau, kedelai dan jagung tidak terjadi kenaikan dan
kenaikan terbesar terjadi pada kacang kedelai yang mengalami kenaikan sebesar
0,4%. Grafik yang dihasilkan menunjukkan hasil yang berfluktuasi disebabkan
oleh beberapa faktor seperti proses pengukuran pada alat moisture tester dilakukan
secara bergantian sehingga bahan mengalami proses penyesuaian kembali dengan
lingkungan laboratorium, kesalahan praktikan dalam membaca hasil pengukuran,
pengukuran moisture tester yang tidak sesuai dengan jenis bahan, oven yang tidak
mengalami proses pemanasan terlebih dahulu, jenis bahan, bentuk dan ukuran
bahan, suhu, RH dan sebagainya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

4.3 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. RH dari suhu ruang, oven dan pendinginan sebesar 60%, 60%, dan 37%. Suhu
rata-rata ruangan, oven, dan refrigerator adalah 25.7oC, 10,5oC, dan 17oC.
2. Semakin lama waktu pendinginan maka kadar air dari bahan mengalami
peningkatan.
3. Faktor yang mempengaruhi hasil praktikum seperti proses pengukuran pada
alat moisture tester dilakukan secara bergantian sehingga bahan mengalami
proses penyesuaian kembali dengan lingkungan laboratorium, kesalahan
praktikan dalam membaca hasil pengukuran, pengukuran moisture tester yang
tidak sesuai dengan jenis bahan, oven yang tidak mengalami proses pemanasan
terlebih dahulu, jenis bahan, bentuk dan ukuran bahan, suhu, RH dan
sebagainya.
4. Semakin lama perlakuan pemanasan yang dilakukan maka semakin banyak
kadar air yang hilang dari bahan tersebut.
5. Penurunan kadar air rata – rata terkecil pada kacang hijau terjadi penurunan
0,54%, dan penurunan terbesar terjadi pada beras yang mengalami penurunan
sebesar 2,74%.
6. komoditas kacang hijau, kedelai dan jagung tidak terjadi kenaikan dan
kenaikan terbesar terjadi pada kacang kedelai yang mengalami kenaikan
sebesar 0,4%.

4.4 Saran
1. Sebaiknya alat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan agar data dari
bahan yang satu dengan bahan yang lainnya tidak terganggu dan lebih valid.
2. Sebaiknya setelah menggunakan moisture tester langsung dibersihkan agar
hasilnya akurat.
3. Seharusnya memanaskan oven terlebih dahulu agar hasilnya akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, dkk. 1974. Drying Cereal Grains. Wesport : The AVI Publishing
Company.
Gunarif Taib, 1988. Kinetic analysis of light-induced riboflavin loss in whole milk.
Journal of Food Science 40:164-167.
Prameswari, Dianing. 2013. Refrigerasi. Program Studi Agroteknologi –
FAPERTA UNSOED.
Tabrani. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Riau : Riau Press.
Winarno,1992. Principles of Unit Operations. Florida: Krieger Publishing
Company.
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum

Gambar 11. Mengukur RH dan Suhu

Gambar 12. Menimbang Bahan

Gambar 13. Mengukur Kadar Air Bahan

Anda mungkin juga menyukai