Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA

A. DEFINISI
Suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya keganasan
sumsum tulang dalam membentuk sel sarah normal dan adanya infiltrasi
ke jaringan tubuh yang lain (Mansjoer, 2002).
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di
sumsum tulang belakang yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis
darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain. (Corwin, 2008).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel
kanker abnormal berproliferasi tanpa terkendali menghasilkan sekelompok
sel anak yang abnormla. Sel- sel ini menghambat sel darah lain di sumsum
tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di
sumsum tulang. Karena faktor- faktor ini, leukemia disebut gangguan
akumulasi sekaligus gangguan klonial. Pada akhirnya, sel- sel leukemia
mengambil alih sumsum tulang, sehingga menurunkan kadar sel- sel
nonleukemia di dalam darah yang merupakan penyebab berbagia gejala
umum leukemia. (Corwin, 2008)
Bedasarkan dari bebrapa pengetian diatas dapat disimpulkan,
leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi
abnormal dari sel- sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada
alat pembentuk darah.
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
dan tipe sel asal yaitu :
1. Leukemia Akut.
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah
abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ- organ
lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa
pengobatan penderita akan meninggal rata- rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfosit Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
prolifersidan akumulasi sel- sel patologis dari sistem limfotik yang
menyebabkan organomegali (pembesaran organ dalam) dan
kegagalan organ. LL lebih sering ditemukan oleh anak- anak (82%)
daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai
puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-
anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan sumsum tulang.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel sistem hemapoteotik
yang akan dideferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Lebih sering
ditemui oleh orang dewasa (85%) dibandinkan anak- anak (15%).
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1-3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidka diobati, LNLA fatal
dalam 3-6 bulan.
2. Leukemia Kronik.
Leukemia Kronik adalah suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
LLK merupakan suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan
yang menyerang individu yang berusia 50-70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki- laki.

b. Leukemia Granulositik/ Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK merupakan gangguan mieloproliferatif yang ditandai
dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang
relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling
sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan 40-50 tahun.
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukakn pada 90-95% penderita LGK/LMK. Sebagian besar
penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir
yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi
neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang sangat kurang.

B. ETIOLOGI.
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor resiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia, antara lain :
a. Host.
- Umur, Jenis Kelamin, Ras.
- Faktor Genetik.
b. Agent.
- Virus ( Enzyne Reserve Transcriptase, HTLV (virus leukemia T
manusia), dan retrovirus jenis cRNA).
- Sinar Radioaktif.
- Zat Kimia ( Benzene, Arsen, Pestisida, Kloromfenikol,
Fenilbutazon).
- Merokok.
c. Obat- obat imunosupresif, obat- obat kardiogenik seperti
diethylstilblestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down syndrome.
f. Lingkungan ( Pekerjaan ).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI.


a. Anatomi Darah.
Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen
darah. Sel darah ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan
berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dai sistem kekebalan tubuh.
Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara
amoebeid dan dapata menembus dinding kapiler / diapedis. Dalam
keadaaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih
didalam seliter darah manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000
sel per tetes. Dalam setiap mililiter kubik darah terdapat 6000 – 10000
(rata- rata 8000) sel darah putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya
meningkat hingga 50000 sel per tetes. Di dalam tubuh, leukosit tidak
berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka
bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit
mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan mengankap
serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain
itu, leukosit tidak bia membelah diri atau berproduksi dengan cara
mereka sendiri, melainkan mereka adalh produk dari sel punca
hematopoetic pluripotent yang ada pada sumsum tulang. Leukosit
turunan meliputi : sel NK, sel biang, eosinofil, basofil dan fagosit
termasuk magrofaga, neutrofil dan sel dendritik. Ada beberapa jenis sel
darah putih yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear, antara
lain :
1. Basofil ; sangat berkaitan dengan reaksi alergi, mengandung
padatan granula sitoplasmik dengan heparin, histamin dan zat lain
yang meningkatkan inflamasi.
2. Eosofil ; Granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan
melawan parasit multiseluler dan beberapa infeksi.
3. Netrofil ; Berfungsi terutama melindungi tubuh terhadap materi
asing dan dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma.
4. Monosit ; Sel mononuclear berukuran besar yang dihasilkan
sumsum tulang.
5. Limfosit ; berukuran lebih kecil daripada monosit dan memiliki
inti yang besar.
b. Fisiologi Darah.
Leukosit adalh sel darah berinti didalm sel darah manusia, jumlah
normal leukosit rata- rat 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari
12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut
leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahay maka sel darah putih
mempunyai granulasi spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup
berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya homogen dengan
inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat 2 jenis leukosit
agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar
besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit
granuler : Netrofil, Basofil, dan Asidofil (Eosinofil) yang dapat
dibedakan dengan afinitias granula terhadap zat warna netrak basa dan
asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdaat dalam jenis
leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Meski
masing- masing jenis sel terdapat dalam sirkulasi darah, leukosit secara
acak terlihat dalam eksudat, tetapi tampak sebagai akibat sinyal- sinyal
kemotaktik khusus yang timbul dalam berkembangnya proses
peradangan. (Effendi, 2003)
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan
humoral organisme terhadap zat- zat asing. Ketika viskositas darah
meningkat dan aliran lambat, leukosit mengalami marginasi, yakni
bergerak ke arah perifer sepanjang pembuluh darah. Kemudian
melekat pada endotel dan melakukan gerakan amoboid. Melalui proses
diapedesis, yakni kemampuan leukosit untuk menyesuaikan dengan
lubang kecil lekosit, dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos
antara sel- sel endotel dan menembus ke dalam jaringan penyambung.
Pergerakan leukosit di daerah intersisial pada jaringan meradang
setelah leukosit bermigrasi atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal
kimia. ( Effendi, 2003 ).
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal
adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000 dan menjelang hari ke-4
turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi
kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia, waktu lahir,
4 tahun dan pada usia 14-15 tahun persentase khas dewasa tercapai
(Effendi, 2003).
Fungsi sel darah putih.
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam
perlindungan badan tehadap mikroorganisme dengan kemampuannya
sebagai fagosit, mereka memakan bakteri hidup yang masuk ke sistem
peredaran darah, melalui mikroskop adakalanya dijumpai sebanyak 10-
20 mikroorganisme tertelan oleh sbeutir granulosit. Pada waktu
menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit dengan kekuatan
gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas didalam dan dapat keluar
pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh dengan
cara ini dapat mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera,
menangkap organisme hiudp dan memnghancurkannya,
menyingkirkan bahan lain seperti kotoron- kotoran, serpihan- serpihan
dan lainnya. Dengan cara yang sama dan sebagia granulosit memiliki
enzim yang dpat memecahkan protein, yang memumngkinkan merusak
jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya.
Dengan cara ini, jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang
dan penyembuhannya dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari
sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila
kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk
nanah. Nanah berisi “jenazah” dari kawan dan lawan - fagosit yang
terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah. Demikian juga terdapt
banyak kkuman yang mati dalm nanah itu dan ditambah lagi dengan
sejumlah besar jaringan yang sudah mencair dan sel nanh tersebut akan
disingkirkan oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.

D. PATOFISOLOGI.

Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat


cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur
sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel
tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang
membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi
karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun
herediter.

Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam


sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam
berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa
sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya
granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan
dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat
radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih
yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan
pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil,
monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke
seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ
ekstra medula.

Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat


diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya
(virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus
tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak
mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan
struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur
antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus
tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur
antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang
terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A).
Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi
leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen


darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses
metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia
juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang
dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ
mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati,
masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia
meningeal.

E. PATHWAY.
F. MANIFESTASI KLINIS.
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalh
sebagai berikut :
1. Leukemia Limfotik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
( mudah lelah, latergi, pusing, sesak, nyeri dada ). Infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksia, nyeri tulang dan
sendi, hipermetabolism. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia, dan femur.
2. Leukemia Mielositik Akut.
Gejala utama LMA adalh rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi ( lebih dari 100 ribu/mm 3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu
hiperurisemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfotik Kronik.
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunujukan gejala. Penderita
LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfedenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
hilangnya napsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau
olahraga. Demam, keringat, malam dan infeksi semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.
4. Leukemia Granulositik/ Mielositik Kronik.
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselaerasi dan fase
krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa
cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat
badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasiditemukan keluhan anemi yang bertambah berat, petekie,
ekimosis dan demam yang disertai infeksi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik

- Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml


- Retikulosit : jumlah biasaya rendah

- Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)

2. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP


immatur.

3. PTT : memanjang.

4. LDH : mungkin meningkat.

5. Asam urat serum : mungkin meningkat.

6. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan


mielomonositik.

7. Copper serum : meningkat.

8. Zink serum : menurun.

9. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat


keterlibatan

10. Pemeriksaan lain :

- Biopsi limpa.

- Kimia darah.

- Cairan cerebrospinal.

- Sitogenik.

H. PENATALAKSANAAN,

1. Kemoterapi.

a. Kemoterapi pada penderita LLA.


Pengobatan pada umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak
semua fase yang digunakan untuk semua orang.

b. Kemoterapi pada penderita LMA.

- Fase induksi; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang


intensif bertujuan untuk mengeradikasi sel- sel leukemia secara
maksimal sehingga tercapai remisi komplit.

- Fase konsolidasi; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak


lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya
terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat
dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis
yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan
modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata- rata hidup
masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya
10%.

c. Kemoterapi pada penderita LLK.

Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menentukan strategi


terapi dan prognosis. Salh satu sistem penderajatan yang dipakai
ialah klasifikasi Rai :

- Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang.

- Stadium 1 : limfositosis dan limfadenopati.

- Stadium 2 : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.

- Stadium 3 : limfositosis dan anemia ( Hb < 11 gr/dl ).

- Stadium 4 : limfositosis dan trombositopenia < 100.000/mm3


dengan / tanpa tanda gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan
terapi bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.
Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena
tidak memperpanjang hidup. Pada stadium 1 dan 2, pengamatan
atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium 3 dan 4
diberikan kemoterapi intensif. Angka ketahanan hidup rata- rata
adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10
tahun. Pasien dengan stadium 0 dan 1 dapat bertahan hidup rata-
rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium 3 dan 4 rata-
rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.

d. Kemoterapi pada penderita LGK/ LMK.

- Fase kronik; Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat


pilihan yang mamou menahan pasien bebas dari gejala untuk
jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat
yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang
tidak diarahkan pada transplantasi sumsum tulang.

- Fase akselerasi; sama dengan terapi leukemia akut, tetapi


respons sangat rendah.

2. Radioterapi.

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-


sel leukemia.

3. Transplantasi Sumsum Tulang.

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum


tulang yang rusak karena dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi.
Selain itu, transplantasi sumsum tulang berguna untuk mengganti sel-
sel darh yang rusak karena kanker.

4. Terapi Suportif.

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat- akibat yang


ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.
Misalnya transfusi darah untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.
I. KOMPLIKASI.

1. Anemia ( kurang darah ). Hal ini karena produksi sel darah merah
kurang atau akibat perdarahan.

2. Terinfeksi berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan sel darah putih yang
ada kurang berfungsi dengan dengan baik meskipun jumlahnya
berlebihan tetapi sudah berubah menjadi ganas sehingga tidak mampu
melawan infeksi dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Disamping itu, pada leukemia, obat- obatan anti-leukemia menurunkan
kekebalan.

3. Perdarahan. Hal ini terjadi sebagai akibat penekanan sel leukemia pada
sumsum tulang sehingga sel pembeku darah produksinya pun
berkurang.

4. Gangguan metabolisme :

- Berat badan menurun.

- Demam tanpa infesi yang jelas.

- Kalium dan kalsium darah meningkat tapi bisa juga rendah.

- Gejala asidosis sebagai akibat asam lakta meningkat.

5. Penyusupan sel- sel pada organ- organ :

- Terlihat organ limpa membesar

- Gejala gangguan saraf otak.

- Gangguan kesuburan

- Tanda- tanda bendungann pembuluh darah paru.

6. Berbagai komplikasi pada kehamilan apabila penderita hamil.

Anda mungkin juga menyukai