Anda di halaman 1dari 10

Step 7

1. Mengapa merasakan lemah pada kedua tungkainya?


kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar
penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara
asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa
keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf
kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya
derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat
juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal (2,4).
2. Mengapa didapatkan hipestesi pada pemeriksaan sensorik dikedua kaki?

Hipestesi merupakan gangguan sensorik terhedap penurunan kepekaan saraf.

1) Hipestesi Akustik (hipakusis): berkurangnya sensasi pendengaran;

2) hipestesi gustatorik (hipogenestesi): berkurangnya sensasi mengecap; 3)


hipestesi olfaktorik (hiposmi):berkurangnya sensasi penciuman;

4) hipestesi taktil (hiposelafesi): berkurangnya sensasi raba.

3. Sumber: Ensiklopedi Indonesia, 1992, Penerbit PT Ichtiar Baru Van Hoeve,


Jakarta, PT Intermasa Jakarta.

4. Mengapa refleks fisiologis dan patologis menurun?


5. Apa saja macam” pemeriksaan patologis dan fisiologis?

Reflex Fisiologis

Reflek-refleks yang dapat terjadi pada orang dewasa sebagai rangsangan yang
adekuat terhadap reseptor saraf yang tidak di sadari.

1. Reflek kornea à Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif
bila mengedip (N IV &VII )
2. Reflek faring à Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi
muntahan ( N IX & X )

3. Reflek Abdominal à Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus,


hasil negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila
terdapat reaksi otot.

4. Reflek Kremaster à Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila


skrotum sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )

5. Reflek Anal à Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S
3-4-5 )

6. Reflek Bulbo Cavernosus à Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain
masukkan kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )

7. Reflek Bisep ( C 5-6 )

8. Reflek Trisep ( C 6,7,8 )

9. Reflek Brachioradialis ( C 5-6 )

10. Reflek Patela ( L 2-3-4 )

11. Reflek Tendon Achiles ( L5-S2)

12. Reflek Moro à Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan

13. Reflek Babinski à Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki
mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa
abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )

14. Sucking reflek à Reflek menghisap pada bayi

15. Grasping reflek à Reflek memegang pada bayi

16. Rooting reflek à Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi

Sumber : Muttaqin A. 2008. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan


gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba medika.
Syaifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika

Reflex patologis

Refleks –refleks yang tidak dapat di bangkitkan pada orang-orang yang sehat,
kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebayakan merupakan gerakan relektorik
defensif atau postural yang pada orang dewasa yang sehat dan di tekan oleh
aktivitas susunan piramidalis.

1. Reflek Hoffman – Tromer à Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya


digores, positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya.

2. Reflek Jaw à Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya


nervous trigeminus, denganmengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka,
hasil positif bila mulut terkatup.

3. Reflek regresi à Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral.

4. Reflek Glabella à Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila
membuat kedua mata klien tertutup.

5. Reflek Snout à Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya


tercucur saliva.

6. Reflek sucking à Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap
jari tersebut.

7. Reflek Grasp à Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya.

8. Reflek Palmomental à Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot
dagu kontraksi.

9. Reflek rosolimo à Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi.

10. Reflek Mendel Bechterew à Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan,
positif bila jari kaki ventrofleksi.
Sumber : Muttaqin A. 2008. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba medika.

Syaifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika

6. Apa pemeriksaan penunjang dari scenario?

Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan diagnostik pada sistem saraf:

a. foto rontgen
b. CT scan
c. PET (Positron Emission Tomography)
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
e. Angiografi serebri
f. Mieolografi
g. EEG (Eletroensefalografi)
h. EMG (Elektomiografi)
i. Lumbal fungsi
j. Pemeriksaan Ach
Sumber: Muttaqin A. 2008. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba medika.
Pemeriksaan yang lain:
a. pemeriksaan darah ,
b. pemeriksaan mata lengkap
c. Tensilon tes.
d. Tes motorik otot, dan keseimbangan
Sumber : Mahendra Indonesia Makalah. Oleh Refraksionis Optisien – Arini
Susanti, Amd di bawah pengawasan DR. Rini MS, SpM.

7. Apa diagnosis banding?


a. manifestasi klinis
 kelemahan otot wajah termasuk kelopak mata yg menggantung
 penglihatan ganda
 kesulitan bernafas , berbicara & mengunyah
 kelemahan pada otot tangan & kaki
 kelelahan yg disebabkan karena factor emosional
 berhentinya denyut jantung

b. DD skenario
 Werdnig-Hoffmann
 Sindrom Cushing
 Miastenia gravis
 Miopati peradangan
 Distrofi otot
 Miopati kongenital
 Polio
 Timoma
 Tumor Otot
 Tumor saraf
 Sindroma Guillain-Barre.

Myasthenia Gravis

Definisi, Etiologi, dan Patogenesis

MG merupakan paradigma dari kelainan autoimmune yang disebabkan oleh


antibody , dimana yang diserang akan mengurangi integritas salah satu
komponen yang ada ditubuh . Antibody normalnya dibuat setiap hari sejak kita
lahir dan terekspos oleh protein asing seperti virus dan bakteri .
MG merupakan juga kelainan antibody yang terjadi akibat sel reseptor dari
lapisan otot sehingga menjadi autoimmune. Autoimmune ini menyerang pada
beberapa lapisan otot sehingga terjadinya gejala dan tanda umum dari MG .
Patofisiologi
Semua otot yang ada ditubuh kita diaktifkan oleh rangsangan syaraf yang
berjalan sepanjang batang syaraf dari otak dan urat syaraf tulang belakang . Bila
rangsangan saraf mencapai persimpangan neuromuscular , titik dari sambungan
serabut saraf berakhir pada serabut otot , zat yang dihasilkan disebut
Acetylcholine (AcH) , dimana reseptor pada membrane otot yang diserang serta
menghasilkan kontraksi otot .
Pasien dengan MG akan membuat blocking antibody , dimana akan
menumpuk pada membrane otot reseptor dan mencegah masuknya molekul
AcH . Hasil yang didapatkan akan melemahkan otot dan terkadang terjadi apa
yang dinamakan “ Frank Paralysis “.
Karakteristik klinis
Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi
dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau
otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai
ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel pada
arah otot yang lemah
Dalam hal ini mungkin akan melihat baik kesemua arah kecuali keatas ,
dimana salah satu otot elevatornya lemah . Untuk mengkompensasi kelemahan
tersebut penderita dapat memiringkan kepalanya atau memutar wajahnya
kearah otot yang lebih kuat . Sebagai contoh penderita akan memiringkan
kepalanya kebelakang ,meskipun matanya relative melihat kearah bawah yang
diakibatkan dari kelemahan otot elevator .
Kekuatan otot mata pada MG setara dengan menelan , berbicara serta
kekuatan kaki yang mungkin normal atau sedikit berpengaruh ketika penderita
beristirahat , tetapi biasanya kelemahan tersebut dapat dihilangkan dengan
latihan .
Dalam hal ini tanyakan ke penderita untuk melihat keatas selama 60 detik ,
dengan demikian tes ketahanan otot vertical mata dan kelopak atas dilakukan
secara bergantian , penderita mungkin akan mengalani perubahan kelemahan
dari normal ke extreme dengan diplopia yang mencolok atau ptosis .
Meskipun gerakan mata keatas dilakukan diawal ,otot extraocular tidak akan
mengikuti . Kelemahan dari gerakan mata pada horizontal pun biasanya sama .
Pada dasarnya banyak contoh dari tidak berfungsinya otot gerak mata yang
mungkin berkembang tetapi dihambat oleh kelumpuhan otot atau
ketidakmampuan mata untuk berkembang , kadang pada kondisi medis lain
seperi stroke , tumors , thyroid , infeksi dan multiple sclerosis .

Tanda meliputi :
 kelemahan otot wajah termasuk kelopak mata yg menggantung
 penglihatan ganda
 kesulitan bernafas , berbicara & mengunyah
 kelemahan pada otot tangan & kaki
 kelelahan yg disebabkan karena factor emosional

Gejala yang umum yang terlihat pada pasien dengan Myasthenia gravis adalah :
* Diplopia( penglihatan ganda )
* Ptosis ( kelopak mata yang menggantung )
* dan mata yang tidak dapat menutup rapat
Gejala ini timbul karena lemahnya otot yang mengontrol bola mata dan pergerakan
kelopak mata, sensitif terhadap cahaya

Sumber :Robbins kumar. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 2. Jakarta :


EGC.

8. Apa etiologi,pathogenesis dan patofisiologis dari diagnosis sementara?


SGB
Definisi
Sindroma Guillain Barre adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus
(menyeluruh) yang mengenai radiks spinalis (saraf tulang belakang) dan saraf periter
(tepi), kadang – kadang juga sampai ke saraf knanialis (kepala), yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi.
www.library.usu.ac.id

Etiologi

Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada


hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
oKeganasan
o Systemic lupus erythematosus
oTiroiditis
oPenyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas
(Japardi Iskandar.2002.Sindroma Guillai- Barre.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi46.pdf. diakses tanggal 18 Juli 2010)

Patogenesis/patofisiologi

Imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi


pada sindroma ini adalah:
 didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi
mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
 adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
 didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari
peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.
(Japardi Iskandar.2002.Sindroma Guillai- Barre.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi46.pdf. diakses tanggal 18 Juli 2010)

9. Bagaimana penatalaksaan dari kasus scenario?


a. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

b. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis memperlihatkan
hasilyang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat
bantu nafasyang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek.
Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam
7-14 hari.

Pengobatan imunosupresan:
1. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
2. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
‹ 6 merkaptopurin (6-MP)
‹ azathioprine
‹ cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit
kepala.

c. Prognosa
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95%
terjadi
penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan
antaralain:
‹ pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
‹ mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
‹ progresifitas penyakit lambat dan pendek
‹ pada penderita berusia 30-60 tahun.
Sumber : Mahendra Indonesia Makalah. Oleh Refraksionis Optisien – Arini
Susanti, Amd di bawah pengawasan DR. Rini MS, SpM.
10. Apa saja derajat kekuatan otot?
0=tidak berkontraksi
1=sedikit kontraksi
2=Cuma bisa bergeser
3=bisa melawan gravitasi tapi jatuh lagi
4=bisa melawan gravitasi tapi ada tekanan jatuh
5=normal

Anda mungkin juga menyukai