Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar


1.1.1 Pengertian
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru
(alveoli) (DEPKES, 2006).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat (Irman Somantri, 2009).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi
dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh
bankteri, virus, jamur dan benda-banda asing. (Arif Muttaqin, 2008).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pneumonia adalah proses
inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh banteri, virus, jamur dan benda-
benda asing sehingga terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga
alveoli oleh eksudat. Pneumonia merupakan infeksi atau inflamasi saluran
pernafasan bawah yang melibatkan alveolus dan bronkiolus. Serangan asma dan
pneumonia merupakan 10% penyebab kematian non obstetrik terbesar setelah
penyakit jantung.

1.1.2 Etiologi
Penyebab dari pneumonia adalah timbul setelah infeksi saluran pernafasan
bagian atas karena virus. Khasnya, virus yang menyebabkan tersebut adalah RSV
atau Respiratory Syncytial Virus, influenza, parainfluenza, adenovirus.
Virus lainnya adalah seperti yang berhubungan dengan campak, cacar air,
herpes, infeksi mononukleosis dan rubella. Penyebab lainnya adalah infeksi
bakteri, yaitu menyebar dari orang ke orang melalui batuk atau kontak langsung
dengan air liur atau lendir orang yang terinfeksi.
Menurut Mayer (2012) etiologi pneumonia antara lain bakteri,
merupakan mikroorganisme bersel tunggal sederhana dan memiliki dinding
sel yang melindunginya terhadap banyak mekanisme tubuh manusia

1
2

contohnya Diplococus pnumoniae, pnumococcus, streptococcus pyogenes,


staphylococus aureus, Haemophilus influenza.

1.1.3 Manifestasi Klinik


1) Demam (dengan atau tanpa menggigil), batuk-batuk (dengan atau tanpa
produksi sputum) dan dispnea. Batuk non produktif menunjukkan
pneumonia viral atau mikroplasma, sputum yang benoda darah atau
berwarna seperti warna karat menunjukkan pneumonia bakterialis.
Nyeri dada pleuristik disebabkan oleh inflamasi yang terjadi di dekat
pleura (Tao. L dan Kendall. K, 2013).
2) Sakit parah dengan takipnea jelas (25-45/mnt) dan dispnea.
3) Nadi cepat.
4) Bradikardia relatif ketika demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
Mycoplasma, atau spesies Legionella.
3

1.1.4 WOC
PNEUMONIA

B1 B4 B5 B6
B2 B3
Proses peradangan Proses
Peningkatan Akumalasi peradangan
infeksi Peradangan
konsentrasi cairan sputum dijalan
pada bronkus MK: Peningkatan
alveoli napas
suhu tubuh Eksudat dan serous
Kerja sel goblet (hipertemi) masuk kedalam alveoli
Peradangan
Terelan
parenkim paru Tekanan
kelambung
Produksi sputum hidrostatik , Keringat Compliece paru
Tekanan menurun
Terjadi konsolidasi osmosis
oleh eksudat Sputum bersifat
basa dilambung MK: resiko Suplai O2
dirongga alveoli kekurangan
Akumulasi sputum dijalan menurun
napas Difusi volume cairan
Difusi menurun Lambung mengadakan
usaha untuk MK: Intoleransi
Akumulasi menyeimbangkan
MK : Bersihan jalan aktivitas
cairan dialveoli asam basa
tidak efektif Peunuran jaringan
paru dan kerusakn
membran alveolar Cairan
kapiler menekan saraf Asam lambung

MK: Nyeri Mual, muntah


MK: Gangguan
pertukaran gas 3
MK: Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
4

1.1.5 Pemeriksaan Penunjang


1) Sinar x: Mengidentifikasi distribusi struktural (mis., lobar, bronkial); dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat
nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada
mungkin bersih.
2) GDA / nadi oksimetri: Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3) Pemeriksaan gram / kultur sputum dan darah: Dapat diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari 1 tipe organisme ada;
bakteri yang umum meliputi Diplococcus pneumonia, Stapilococcus aureus,
A-hemolitik streptococcus, Haemophilus influenza; CMV. Catatan: Kultur
sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada. Kultur darah
dapat menunjukkan bakteremia sementara.
4) JDL: Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
5) Pemeriksaan serologi : mis., titer virus utuu Legiorrella, aglutinirr dirrgin:
Membantu dalam rnembcdakan diagnosis organismc khusus.
6) Pemeriksaan fungsi paru: Volume mungkin rnenurun (kongesti clan kolaps
alveolar); tekanan jalan napas mungkin meningkat clan komplain menurun.
Mungkin terjadi perernbesan (hipoksemia).
7) Elektrolit: Natrium clan klorida mungkin rcndah.
8) Bilirubin: Mungkin meningkat. (Marilynn E. Doenges, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
pasien, ed.3, EGC, Jakarta).
5

1.1.6 Komplikasi
Menurut Suyono (2003) komplikasi pneumonia antara lain Efusi pleura
dan emfisema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi
bakterial akut berupa efusi para pneumonik gram negatif sebesar 60%,
staplilococus aureus 50%, S. Pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%.
Sedang pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan
sterill, Komplikasi sistemik, dapat terjadi akibat invasi kuman atau
bakteriemia berupa menungitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia,
anemia pada infeksi kronik, peningkatan ureum dan enzim hati, Hipoksemia
akibat gangguan difusi, Pneumonia kronis yang dapat terjadi bila pneumonia
berlangsung lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob s. Aureus dan kuman
gram (-), Bronkietaksis. Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anakanak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkolosis, atau pneumonia nekrotikans.

1.1.7 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti
yang ditetapkan oleh hasil pewamaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik
pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk
eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya,
dan trimetoprimsulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap tritromisin,
tetrasiklin, dan derivat tertrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya
mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons terhadap
antimikrobial. Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap pentamidin dan
trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangar
sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan
pengobatan (dengan pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang
diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Jika di rawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat dan
secara kontinu sampai kondisi klinis membaik. Jika terjadi hipoksemia, pasien
6

diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan untuk menentukan


kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi oksigen.
Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan
menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada
dekompensasi. Tindakan dukungan pemapasan seperti intubasi endotrakeal,
inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir
positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
Penatalaksanaan menurut Farmakoterapi :
- antibiotik (diberikan secara intravena)
- ekspektoran
- antipiretik
- analgetik
- Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol.
- Fisioterapi dada dengan drainase postural.
Bila Pneumoni disebabkan oleh virus, tidak ada pengobatan yang spesifik selain
dari beristirahat yang cukup dan pengukuran suhu tubuh untuk mengetahui
demamnya.
7

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1) Pengkajian Primer
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. Kaji dan pertahankan jalan nafas.
b. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
c. Gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu.
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi
jika tidak dapat mempertahankan jalan napas.
Breathing
a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi > 92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan
bag-valve-mask ventilation.
d. Lakukan nebulizer.
e. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan
PaCO2.
f. Kaji jumlah pernapasan.
g. Lakukan pemeriksan sistem pernapasan.
h. Dengarkan adanya bunyi pleura.
i. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal.
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop.
b. Kaji peningkatan JVP.
c. Catat tekanan darah.
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
 Sinus tachikardi.
 Adanya S1 Q3 T3.
e. Lakukan pemeriksaan darah lengkap.
8

Disability
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
b. Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICU.
Exposure
a. Selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan bronkitis.
b. Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT.

2) Pengkajian Sekunder
1. Keadaan umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara
selintas pandangan dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain
itu, perlu dinilai secara umum tentang kesedaran klien yang terdiri atas
composmentis, apastis, somnolen, sopor, atau koma.
2. B1 (breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan fokus berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
a. Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris
pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi
napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intereostal
space (ICS). Napas cuping hidung sesak berat dialami terutama oleh anak-
anak batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien
dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
b. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palpasi
klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan
9

seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vokal).
Taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
c. Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
3. B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi
a. Inspeksi: didapat adanya kelemahan fisik secara umum
b. Palpasi: denyut nadi perifer melemah .
c. Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapat kan.
4. B3 (brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan
berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, merintih,
merenggang, dan mengeliat.
5. B4 (blader)
Pengukuran volume output urine berhungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliuguria karena hal
tersebut meerupakan tanda awal dari syok.
6. B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
7. B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering mengakibatkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
10

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringeal.
2) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan perifer.
3) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
4) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-
kapiler, dan edema bronkhial.
5) Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis : bakteremia/piremia,
peningkaan laju metobolisme umum.
6) Intoleransi aktivitas yang b.d dengan kelemahan fisik, peningkatan
metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
7) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder
terhadap deman
8) Resiko kekurangan volume cairan b.d demam.

1.2.3 Interevensi Keperawatan


Dx 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringael.

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi jalan nafas


kembali efektif.

Kreteria hasil :
- Klien mampu melakukan batuk efektif.
- Pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanda ada penggunaaan alat
bantu nafas. Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan
normal.
Rencana intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji fungsi pernafasan (bunyi Penurunan bunyi nafas menunjukan
nafas, kecepatan, lama atelaktasis, ronkhi menunjukan
kedalaman, dan penggunaan alat akumulasi sekret dan ketidakefektipan
bantu nafas). pengluaran sekresi yang selanjutya
11

dapat menimbulkan penggunaan alat


bantu nafas dan peningkatan kerja
pernafasan.
2. Kaji kemampuan klien Pengluaran sulit bila sekret kental
mengeluarkan sekresi. Lalu (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
catat karakter dan volume adaekuat).
sputum
3. Berikan posisi semi/fowler Posisi fowler memaksimalkan
tinggi dan bantu klien nafas ekspansi paru dan menurunkan upaya
dalam dan batuk yang efektif. nafas. Ventilasi maksimal membuka
area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret ke jalan nafas besar
untuk di keluarkan.

4. Pertahankan intake cairan Hidrasi yang adekuat membantu


setidaknya 2500 ml/hari kecuali mengencerkan sekret dan
tidak di indikasikan. mengefektifkan pembersihan jalan
nafas.

5. Bersihkan sekret dari mulut dan Mencegah obstuksi dan aspirasi.


trakhea, bila perlu lakukan Pengisapan di perlikan bila klien tidak
pengisapan (suction) mampu mengelurkan sekret.
Eliminasi lendir dengan suction
sebaiknya di lakukan dalam jangka
waktu kurang dari 10 menit dengan
pengawasan efek samping suction.

6. Kolaborasi pemberian obat


sesuai indikasi Pengobatan antibiotik yang ideal
Obat antibiotik berdasarkan pada uji resistensi bakteri
terhadap jenis antibiotik sehingga lbih
mudah mengobati penomia.

- Agen mokolitik Agen mukolitik menurunkan


kekentalan dan perlengketan sekret
paru untuk memudahkan
pembersihan.
- Bronkolidator ; jenis Bronkolidator meningkatakan
aminophilin via intravena diameter lumen percabangan
trakheobronkhial sehingga
menurunkan tahanan terhadapa aliran
udara
- Kartikosteroid Kartikosteroid berguna pada
keterbatasan luas dengan hipoksemia
dan bila reaksi imflamasi mengancap
kehidupan.
12

Dx 2: Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


suplai oksigen ke jaringan perifer.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah di berikan intervensi diharapkan
perfusi jaringan perifer kembali efektif.
Kreteria evaluasi:
- Klien tidak pucat
- Tidak ada edema
- Tidak ada sianosis
- CRT <2 detik, akral hangat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal:
TD: 120/80 mmHg
N: 60-100 x/menit
RR: 16-20 x/menit
S: 36,4-37,40C
Rencana intervensi Rasional
1. Observasi TTV, pengisian kapiler Memberi informasi tentang
dan warna kulit. derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
2. Observasi adanya paretase. Mengetahui adanya sensasi kulit yang
abnormal akibat penurunan kadar Hb.
3. Tinggikan kepala tempat tidur Meningkatkan ekspansi paru dan
sesuai toleransi. memaksimalkan O2 untuk kebutuhan
seluler.
4. Berikan oksigen tambahan sesuai Meningkatkan transport O2 ke
indikasi. jaringan.
5. Anjurkan klien untuk Mengkonsumsi makanan tertentu
mengkonsumsi makanan yang dapat membantu memperbaiki kadar
dapat membantu menambah zat zat besi dalam tubuh.
besi.
6. Kolaborai dalam pemeriksaan Mengidentifikasi defisiensi dan
hasil laboratorium berikan sel kebutuhan pengobatan/respon
darah merah lengkap/packed terhadap nyeri.
produk darah sesuai indikasi.
13

Dx 3: Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.


Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah di berikan intervensi diharapkan
klien tidak mengalami nyeri atau tingkat nyeri dapat diterima dengan baik.
Kreteria evaluasi:
- Klien tampak rileks.
- Nyeri hilang/berkurang.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal:
TD: 120/80 mmHg
N: 60-100 x/menit
RR: 16-20 x/menit
S: 36,50-37,50C
Rencana intervensi Rasional
1. Observasi tingkat nyeri. Untuk mengetahui seberapa berat rasa
nyeri yang dirasakan dan mengetahui
pemberian terapi sesuai indikasi.
2. Berikan posisi senyaman Untuk mengurangi rasa nyeri dan
mungkin. memberikan kenyamanan.

3. Berikan lingkungan yang Untuk mendukung tindakan yang telah


nyaman. diberikan guna mengurangi rasa nyeri.

4. Ajarkan teknik relaksasi. Untuk mengurangi rasa nyeri.

5. Kolaborasi dalam pemberian Untuk mengurangi rasa nyeri dengan


terapi analgetik sesuai indikasi. menggunakan obat-obatan.

Dx 4: Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan


penurunan jaringan efektie paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-
kapiler, dan edema bronkhial.

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah di berikan gangguan pertukaran gas


tidak terjadi.
Kreteria evaluasi:
- Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala disteres pernafasan
- Menunjukan penbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan
gas arteri dalam rentang normal.

Rencana intervensi Rasional


Mandiri
1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi Pneumonia mengakibatkan efek luas
nafas, peningkatan upaya pada paru, bermula dari bagian kecil
pernafasan, ekspensi thoraks, bronkhopenomonia sampai inflamasi
dan kelemahan. difus yang luas, nekrosis, efusi pleura,
dan fibrisis yang luas. Efeknya
terhadap pernafasan berfariasi dari
gejala ringan, dispnea berat, dan
14

distres pernafasan.

2. Evaluasi penurunan tingkat Akumulasi sekret dan berkurangnya


kesadaran, catat sianosis dan jaringan paru yang sehat dapat
perubahan warna kulit- mengganggu oksigenasi organ vital
termasuk membran mukosa dan dan jaringan tubuh.
kuku.
3. Ajarkan dan dukung pernafasan Membuat tahanan melawan udara luar
bibir selama eksirasi khususnya untuk mencegah kolaps/penyempitan
untk klien dengan fibrosis dan jalan nafas sehingga mampu
kerusakan oarenkim paru. menyebarkan udara melalui paru dan
mengurangi nafas pendek.

4. Tingkatkan tirah baring, batas Menurunkan konsumsi oksigen selama


aktivitas, dan bantu kebutuhan periode penurunan pernafasan dan
perawatan dari sehari-hari dapa menurunkan beratnya gejala.
sesuai keadaaan klien.
Kolaborasi Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau
5. Pemeriksaan AGD saturasi, peningkatan PCO2
menunjuakan kebutuhan untuk
intevensi/ perubahan program terapi.
6. Pemberian oksigen sesuai Terapi oksigen dapat mengoreksi
kebutuhan tambahan. hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi/ menurunnya
permukan alveolar paru.
7. Kolaborasi pemberian Kortikosteroid beguna pada
kortikosteroid keterlibatan luas pada hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Dx 5: Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis :


bakteremia/piremia, peningkaan laju metobolisme umum.

Batasan krakteristik: foto rontgen toraks menunjukan adanya pleuritis, suhu di


atas 37 oC, diaforesisintermiten, leokosid di atas 1000/mm3, dan di ukur
sputum positif.

Kriteria evaluasi: suhu normal (36-37 oC)


Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji saat timbulnya demam. Mengidentifikasi pola demam.
2. Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam Acuan untuk mengetahui keadaan
atau lebih sering. umum klien.
3. Berikan kebutuhan cairan Peningkatan suhu tubuh
ekstra. mengakibatkan penguapan cairan
tubuh meningkat, sehingga perlu di
imbangi dengan intake cairan yang
banyak.
15

4. Berikan kompres dingin. Konduksi suhu membantu


menurunkan suhu tubuh.
Mandi dengan air dingin dan selimut
dan selimut yang tidak terlalu tebal
memungkinkan terjadinya pelepasan
panas secara konduksi dan evaporasi
(penguapan). Antipiretik dapat
mengontrol demam dengan
memengaruhi pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Cairan dapat membantu
mencagah dehidrasi karena
meningkatnya metabolisme.
Menggigil menandakan tubuh
memerlukan panas yang lebih bnyak.
5. Kenakan pakaian minimal. Pakaian yang tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan tindakan untuk Tindakan tersebut akan meningkatkan
memberikan rasa nyaman relaksasi. Pelembap membantu
seperti mengelap bagian mencegah kekeringan dan pecah-
punggung klien, mengganti alat pecah dimulut dan bibir.
tenun yang kering setelah
diaforesis, memberi minum
hangat, lingkungan yang tenang
dengan cahaya yang redup, dan
sedatif ringan jika dianjurkan
serta memberikan pelembap
pada kulit dan bibir.

7. Berikan terapi cairan intravena Pemberian cairan sangat penting bagi


RL 0,5 dan pemberian klien dengan suhu tinggi. Pemberian
antipiretik. cairan merupakan wewenang dokter
sehingga perawat perlu berkolaborasi
dalam hal ini.
8. Berikan antibiotik sesuai Antibiotik diperlukan untuk mengatasi
dengan anjuran dan evaluasi infeksi. Efek terapeutik maksimum
keefektifannya. Tinjau kembali yang efektif dapat dicapai, jika kadar
semua obat-obatan yang obat yang ada dalam darah telah
diberikan. Untuk menghindari konsisten dan dapat dipertahankan.
efek merugikan akibat interaksi Risiko akibat interaksi obat-obatan
obat, jadwalkan pemberian obat yang diberikan meningkat dengan
dalam kadar darah yang adanya efek farmakoterapi berganda.
konsisten. Efek samping akibat interaksi satu
obat dengan yang lainnya dapat
mengurangi keefektifan pengobatan
dari salah satu obat atau keduanya.
16

Dx 6 : Intoleransi aktivitas yang b.d dengan kelemahan fisik, peningkatan


metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Batasan karakteristik: menyatakan sesak nafas dan lelah dengan aktivitas
minimal, diaforesis, takipnea, dan takikardia pada aktivitas minimal.
Kriteria evaluasi:
1. klien mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
2. klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa
mengalami nafas tersegal-segal, sesak nafas dan kelelahan
Rencana tindakan Rasional
1. monitor frekuensi nadi dan mengindetifikasi kemajuan atau
nafas sebelum dan sesudah penyimpangan dari sasaran yang di
beraktivitas harapkan
2. tunda aktivitas jika frekuensi Gejala-gejala tersebut merupakan
aktivitas meningkat secara tepat tanda adanya toleransi aktivitas
dan klien mengeluh sesak nafas
dsan kelelahan.
3. Bantu klien dalam Membantu menurunkan kebutuhan
melaksanakan aktivitas sesuai oksigen yang meningkat akibat
dengan kebutuhan nya. peningkatan aktivitas
4. Pertahankan terapi oksigen Aktivitas fisik meningkatkan
selama beraktifitas kebutuhan oksigen dan sistem tubuh
akan berusaha meningkatkannya
5. Konsultasi dengan dokter jika Hal tersebut dapat merupakan tanda
sesak nafas tetap ada atau awal dari komplikasi khususnya gagal
bertambah berat saat istirahat nafas

Dx 7: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder
terhadap deman
Batasan karakteristik: mengatakan anoreksia, penurunan BB, makan kurang
dari 40 % dari yang seharusnya
Kriteria evaluasi:
1. Klien mendemontrasikan intek makanan yang adekuat
2. Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut.
Rencana tindakan Rasional
1. Observasi: timbang BB tiap Mengidentifikasi kemajuan atau
hari presentase jumlah makan penyimpangan dari sasaran yang
yang dikonsumsi setiap kali diharapkan
makan
2. Berikan perawatan mulut tiap Bau dapat mempengaruhi nafsu makan
4 jam jika sputum berbau
busuk
3. Rujuk kepada ahli diet untuk Ahli diet membantu klien untuk
membantu memilih makan memilih makanan yang memenuhi
yang dapat memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan gigi
kebutuhan gigi sesuai keadaan sakitnya.
17

4. Berikan makanan dengan porsi Makanan porsi sedikit tapi sering


sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energi

Dx 8: Resiko kekurangan volome cairan b.d demam


Batasan karakteristik: menyatakan haus, membran mukosa kering, urine
kental, turgor buruk
Kriteria evaluasi:
1. Klien mampu memdemontrasikan perbaikan status cairan dan
elektrolit
2. Turgor kulit baik, membran lembab

Rencana tindakan Rasional


1. Pantau intake output cairan Mengidentifikasi kemajuan atau
setiap 8 jam, kondisi kulit dan penyimpangan dari sasaran yang
membarne mukosa tiap hari, diharapkan
hasil pemeriksaan analisis kulit
dan elektrolit
2. Berikan terapi intravena sesuai Saat demam, kehilangan cairan akan
anjuran meningkat karena keringat yang
berlebihan.
3. Berikan cairan peroral Cairan membantu ditribusi obat-obatan
sekurang-kurangnya tiap 2 jam dalam tubuh serta membantu
sekali menurunkan demam
4. Monitor intake dan output Output urine perlu dimonitor sebagai
cairan dan urine tiap 6 jam indikator akan fungsi ginjal dalam
melakukan filtrasi cairan

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan
maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
18

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


1) Bersihan jalan nafas kembali efektif.
2) Perfusi jaringan perifer teratasi.
3) Nyeri berkurang/teratasi.
4) Gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
5) Hipertermi teratasi.
6) Intoleransi aktivitas teratasi.
7) Nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
8) Kekurangan volume cairan tidak teratasi.

Anda mungkin juga menyukai