Anda di halaman 1dari 10

Kajian Implementasi Kebijakan Pengobatan Komplementer

Alternatif dan Dampaknya terhadap Perijinan Tenaga


Kesehatan Praktek Pengobatan Komplementer Alternatif
Akupuntur
(Study on Policy Implementation of Alternative Complementary
Medicine and the Impact of Licensing of Health Workers Practice
Acupuncture)
Erry1, Andi Leny Susyanty2, Raharni2, dan Rini Sasanti H2

Naskah Masuk: 8 April 2014, Review 1: 10 April 2014, Review 2: 10 April 2014, Naskah layak terbit: 2 Juli 2014

ABSTRAK
Latar Belakang: Pelayanan kesehatan komplementer alternatif oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu alternatif
pengobatan yang dapat berkontribusi meningkatkan derajat kesehatan dan dewasa ini banyak diminati oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif diatur dalam Permenkes no. 1109 tahun 2007. Kajian ini dilakukan
untuk mengetahui implementasi dan dampaknya terhadap perizinan tenaga kesehatan yang melakukan praktek pengobatan
komplementer alternatif. Metode: Desain penelitian adalah potong lintang dengan pendekatan kualitatif, di 3 Provinsi yaitu
Bali (Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan), Jawa Barat (Kota Bandung dan Kabupaten Bandung) dan Jawa Tengah
(Kota Semarang dan Kabupaten Kendal). Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan round table discussion
(RTD). Informan penelitian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan komplementer alternatif, Kepala Bidang
Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta asosiasi atau organisasi profesi. Analisis
dan interpretasi data dengan triangulasi dan analisis isi. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa perijinan tenaga kesehatan
dalam pengobatan komplementer alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan
Provinsi. Di sebagian provinsi bahkan belum terimplementasikan. Penafsiran Permenkes No. 1109/Menkes/Per/X/2007 pasal
12 ayat 1 tentang persyaratan pendidikan terstruktur ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Di samping itu,
organisasi profesi dan rekomendasi profesi pada pasal 13 masih belum jelas karena organisasi profesi belum mempunyai
kolegium untuk menilai kompetensi anggotanya. Persyaratan perijinan tenaga kesehatan lebih sulit dibandingkan pengobat
tradisional. Selain itu, banyak organisasi profesi yang belum diakui secara resmi dan belum memiliki standar kompetensi
serta masih ada asosiasi yang belum terakreditasi. Saran: Perlu dilakukan revisi pada Permenkes no. 1076 tahun 2003,
sehingga dapat membedakan dengan jelas kompetensi dan kewenangan pengobat tradisional akupuntur dan tenaga
kesehatan yang praktek akupuntur. Selain itu masyarakat dapat dengan mudah membedakan mana yang pengobat
tradisional dan komplementer alternatif, termasuk kemampuan yang dimiliki keduanya.

Kata kunci: Pengobatan Komplementer Alternatif, dampak perijinan Tenaga kesehatan, praktek akupuntur

ABSTRACT
Background: Alternative complementary health service by health workers is one of the alternative treatment that
can contribute to improve the health of adults and is much in demand by the public . Implementation of complementary
alternative medicine based on MOH regulation No. 1109/MOH/ 2007. Assessment of complementary alternative medicine
policy implementation and its impact on the licensing of health workers was conducted to determine the impact on the
implementation and licensing of health workers who practice complementary alternative medicine. Methods: The assessment

1 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat


2 Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, RI
Alamat korespondensi: errymd@gmail.com

275
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 3 Juli 2014: 275–284

was based on qualitative approach in 3 provinces: Bali (Denpasar and Tabanan), West Java (Bandung and Bandung District)
and Central Java (Semarang and Kendal). The data collected by in depth interview and round table discussion (RTD).
Health workers who perform complementary alternative care, SDK Head of Provincial Health Office and District/ City as
well as associations or professional organizations as informations resources. Data analysing was done by triangulasi and
content analysis. Results: The results shown MOH regulation no. 1109 in the year 2007, interpreted differently by provincial
Health Office. In the most provinces have not even been implemented. The professional organizations did not have any
college to assess the competence of its members, health personnel licensing requirements more difficult than traditional
healers. In addition, many professional organizations which have not been officially recognized standards of competence
and have not had, and still there are associations that have not been accredited. So that the recommendations given in
the framework of the licensing of health workers accountable difficult. Recomendation: Minister Regulation No. 1076 of
2003 needs to be revised to be able to distinguish clearly the competence and authority of traditional healers and health
workers who practice acupuncture. In addition, people can easily distinguish the difference between traditional healer and
complementary alternatives, including the capabilities of both.

Key words: Alternative Complementary Medicine, Impact of health workers licensing, practice of acupuncture

PENDAHULUAN
terapi alternatif komplementer mengalami peningkatan
Upaya kesehatan selain dengan pengobatan
secara global, dan pengakuan diberikan oleh penyedia
konvensional, juga banyak dilakukan dengan
asuransi kesehatan di negara-negara maju (Eisenberg,
pengobatan komplementer alternatif. UU No. 36 Tahun
et al., 1998).
2009 pasal 48 menyatakan “Pelayanan kesehatan
Salah satu pengobatan komplementer alternatif
tradisional merupakan bagian dari penyelenggaraan
yang telah digunakan untuk terapi di Cina sejak
upaya kesehatan”. Untuk kepentingan tersebut perlu
lebih dari 5000 tahun yang lalu adalah akupuntur.
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan tradisional
Banyak pengobatan dan penelitian klinik dalam
oleh tenaga kesehatan baik di fasilitas kesehatan
bidang akupuntur dan seiring dengan perkembangan
maupun praktek tenaga kesehatan. Penyelenggaraan
ilmu biomedik di negara Barat pada akhir abad ke
pengobatan komplementer alternatif diatur dalam
20, maka pada saat ini berkembang disiplin ilmu
Permenkes no. 1109 tahun 2007.
akupuntur medik yang merupakan bagian dari ilmu
Pengobatan komplementer alternatif adalah
kedokteran fisik, berdasarkan pada neuroscience dan
pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
evidence based (Dewi, 2012).
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
WHO menerima akupuntur sebagai suatu cara
upaya promotif, kuratif, preventif dan rehabilitatif
pengobatan dan merekomendasikan akupuntur untuk
yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
diintegrasikan dalam Sistem Kesehatan Nasional.
kualitas, keamanan dan efektivitas yang tinggi
Dilaporkan bahwa akupuntur pada percobaan hewan
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang
maupun manusia dapat meningkatkan produksi insulin.
belum diterima dalam kedokteran konvensional.
Akupuntur sebagai terapi dengan cara merangsang
Terapi komplementer adalah pengobatan
titik akupuntur merupakan terapi alternatif yang
tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai
bertujuan menimbulkan efek sekresi insulin pada
sebagai pendamping terapi konvensional medis.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan
dan perbaikan sirkulasi sistemik (Zhang ZL, 2007;
terapi medis (Moyad & Hawks, 2009)
Fang-ming X, Zhi-cheng L, 2006).
Frekuensi dari pemanfaatan terapi alternatif
Pengobatan tradisional akupuntur dapat
komplementer meningkat pesat di seluruh pelosok
dilaksanakan dan diterapkan pada sarana pelayanan
dunia. Perkembangan tersebut tercatat dengan baik di
kesehatan sebagai pengobatan alternatif. Pengobatan
Afrika dan populasi secara global antara 20% sampai
tradisional akupuntur dapat dilakukan oleh tenaga
dengan 80%. Hal yang menarik dari terapi alternatif
kesehatan yang memiliki keahlian/keterampilan di
komplementer ini didasarkan pada asumsi dasar
bidang akupuntur atau oleh tenaga lain yang telah
dan prinsip-prinsip sistem yang beroperasi (Amira
memperoleh pendidikan dan pelatihan akupuntur.
dan Okubadejo, 2007). Terbukti bahwa pemanfaatan

276
Kajian Implementasi Kebijakan Pengobatan Komplementer (Erry, dkk.)

Tenaga kesehatan yang melakukan praktek melakukan pelayanan kesehatan komplementer


pelayanan kesehatan komplementer alternatif harus alternatif serta pembinaannya untuk meningkatkan
memiliki Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan kualitas pelayanan dan perlindungan terhadap
Komplementer-Alternatif (SBR-TPKA) yang dikeluarkan masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan
oleh dinas kesehatan provinsi dan Surat Tugas Tenaga komplementer alternatif.
Pengobatan Komplementer-Alternatif (ST-TPKA) yang
dikeluarkan dinas kesehatan kabupaten/kota. SBR- METODE
TPKA diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada kepala dinas kesehatan provinsi. ST-TPKA/ Rancangan penelitian adalah potong lintang
SIK-TPKA diperoleh dengan mengajukan permohonan dengan pendekatan kualitatif dan telah dilakukan di
kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota 3 provinsi yaitu Bali (Kota Denpasar dan Kabupaten
setempat (Kemenkes RI, 2007). Tabanan), Jawa Barat (Kota Bandung dan Kabupaten
Dokter dan dokter gigi merupakan pelaksana Bandung) dan Jawa Tengah (Kota Semarang dan
utama untuk pengobatan komplementer alternatif Kabupaten Kendal). Pengumpulan data dilakukan
secara sinergi dan atau terintegrasi di fasilitas dengan wawancara mendalam dan Round Table
pelayanan kesehatan. Mereka melakukan pengobatan Discussion (RTD). Informan penelitian yang di
komplementer alternatif, selain harus memiliki ST- wawancara adalah tenaga kesehatan yang melakukan
TPKA/SIK-TPKA dan SBR-TPKA juga harus memiliki pelayanan komplementer alternatif akupuntur, Kepala
surat ijin praktik/surat ijin kerja sesuai peraturan bidang Sumber Daya Kesehatan di Dinas Kesehatan
perundangan yang berlaku bila telah ada peraturan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peserta RTD adalah
registrasi dan perizinan tenaga kesehatannya. bagian perijinan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas
Pelayanan kesehatan komplementer alternatif oleh Kesehatan kabupaten/kota, Persatuan Akupunturis
tenaga kesehatan merupakan salah satu alternatif Seluruh Indonesia (PAKSI), Ikatan Apoteker Indonesia
pengobatan yang dapat berkontribusi meningkatkan (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat
derajat kesehatan dan dewasa ini banyak diminati oleh Nasional Indonesia (PPNI) provinsi dan kabupaten/
masyarakat. Tujuan penelitian adalah mengetahui kota di daerah penelitian.
sejauh mana implementasi Permenkes no. 1109 Sampel penelitian yang ikut dalam Round Table
tahun 2007 tersebut di daerah yang dituangkan Discussion (RTD) dapat dilihat dalam matriks berikut.
dalam pengaturan perizinan tenaga kesehatan. (Tabel 1).
Telah dilakukan kajian implementasi Permenkes Informan penelitian yang diwawancara mendalam
tersebut dan dampaknya terhadap perizinan tenaga adalah tenaga kesehatan komplementer alternatif
kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi. Hasil kajian ini akupuntur, di setiap kabupaten/kota 1 orang tenaga
diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kementerian kesehatan akupuntur karena terbatasnya jumlah
Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi dalam tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan
menyusun kebijakan dalam pengaturan persyaratan kesehatan komplementer alternatif. Wawancara
dan prosedur perizinan tenaga kesehatan yang mendalam juga dilakukan pada kepala bidang SDK

Tabel 1. Responden Peserta Round Table Discussion (RTD)


Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan
Provinsi IDI Prop/Kota PAKSI ASPETRI IAI IBI PPNI ∑
Prop Kab/Kota
Jawa Tengah 1 2 2 2 2 2 2 2 15
Jawa Barat 1 2 2 2 2 2 2 2 15
Bali 1 2 2 2 2 2 2 2 15
Jumlah 3 6 6 6 6 6 6 6 45

277
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 3 Juli 2014: 275–284

di Dinas Kesehatan provinsi, Dinas Kesehatan tanda registrasi sebagai tenaga kesehatan, surat
Kabupaten/Kota. Pemilihan informan dengan teknik keterangan sehat dari dokter yang mempunyai surat
purposif sampling. ijin praktek, pasfoto ukuran 4 × 6 cm dan rekomendasi
Kelengkapan keabsahan data dengan metode dari organisasi profesi/asosiasi. Proses dengan
triangulasi meliputi triangulasi sumber yaitu kroscek mengajukan permohonan ke Dinas Kesehatan disertai
dengan sumber data dan penggunaan kategori dokumen-dokumen seperti yang dipersyaratkan,
informan yang berbeda. Triangulasi metode dengan setelah dokumen lengkap akan dilakukan visitasi ke
menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan lapangan dengan mengecek fasilitas tempat pelayanan,
data meliputi wawancara mendalam dan round table dan kelengkapan sarana sesuai persyaratan. Setelah
discussion. Triangulasi data atau analisis dengan lebih visitasi proses memerlukan waktu kurang lebih sebulan
dari satu orang. Analisis dan interpretasi data dilakukan untuk selesainya perijinan. Masa berlaku ijin 5 tahun,
secara deskriptif dengan content analysis. setelah itu perlu diperbaharui atau diperpanjang.
Di Provinsi Jawa Barat, proses pengurusan surat
HASIL ijin pengobatan komplementer alternatif dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan
Proses Perizinan Pengobatan Komplementer Provinsi memfasilitasi proses penerbitan SBR TPKA,
Alternatif setelah yang bersangkutan menyerahkan berkas-
berkas kelengkapan yang mengacu pada Permenkes
Menur ut Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
no 1109 tahun 2007 yaitu fotokopi ijasah sebagai
prosedur dalam pengurusan surat ijin pengobatan
bukti telah menyelesaikan pendidikan komplementer
komplementer alternatif dilakukan oleh Dinas
alternatif disertai sertifikat kompetensi. STR dokter/
Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan Dinas
dokter gigi atau STR tenaga kesehatan lainnya, surat
Kesehatan Provinsi memfasilitasi proses penerbitan
keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP, pas
SBR TPKA. Pengobat komplementer alternatif sesuai
foto terbaru 4 × 6 sebanyak 4 lembar dan rekomendasi
Permenkes 1109 tahun 2007 diperuntukkan hanya
dari organisasi profesi, selanjutnya SBR TPKA
untuk dokter dan dokter gigi, sedangkan perawat
diproses. SBR TPKA berlaku selama 5 tahun sesuai
hanya membantu dalam pelayanan. Pengobatan
berlakunya Surat Tanda Registrasi Dokter/Dokter Gigi
komplementer alternatif termasuk diantaranya
dan sejauh ini yang ada baru akupuntur saja. Lebih
hiperbarik, akupuntur, dan herbal. Di Denpasar
lanjut dinyatakan bahwa Permenkes tersebut belum
sebagai pengobat komplementer alternatif adalah
sepenuhnya menjelaskan ketentuan tersebut dengan
S1 yang berpraktek dan berpendidikan kesehatan,
jelas, belum ada standar minimal yang ditetapkan
sedangkan praktek perseorangan perawat bersifat
sebagai acuan. Pembinaan oleh Dinas Kesehatan
membantu.
Provinsi terhadap praktek pelayanan pengobatan
Di Provinsi Bali, perijinan untuk pengobat
komplementer alternatif dilakukan melalui pertemuan
komplementer alternatif belum diimplementasikan,
dengan beberapa organisasi profesi terkait. Sampai
karena sampai saat ini Dinas Kesehatan setempat
saat ini belum ada peraturan mengenai pembiayaan,
belum pernah mengeluarkan ijin untuk pengobatan
baik itu peraturan daerah, peraturan gubernur atau
komplementer alternatif, karena belum ada yang
yang lainnya sehingga tidak dipungut biaya apa pun
mengajukan dengan dokumen yang lengkap sesuai
dalam proses pengurusan SBR TPKA.
dengan yang dipersyaratkan. Pernah ada seorang
Di Provinsi Jawa Tengah, implementasi Permenkes
tenaga dokter mengajukan permohonan untuk ijin
No 1109 tahun 2007 terkait pengobatan komplementer
sebagai pengobat komplementer alternatif, akan
alternatif belum ada, karena prosedur persyaratan
tetapi belum bisa memenuhi persyaratan yang diminta
yaitu dokumen yang belum bisa/sulit dipenuhi dari
seperti belum berpendidikan akupuntur terstruktur
pihak pemohon seperti pendidikan terstruktur yang
atau mengikuti pelatihan/kursus minimal selama 3
berkaitan dengan atau pelatihan yang terkait selama
bulan.
3 bulan. Belum ada tenaga kesehatan yang memiliki
Persyaratan menurut Permenkes 1109 tahun 2007
ijin resmi sebagai tenaga kesehatan yang praktek
yaitu foto copy ijazah pendidikan tenaga pelayanan
komplementer alternatif sesuai Permenkes tersebut.
pengobatan komplementer alternatif, fotokopi surat

278
Kajian Implementasi Kebijakan Pengobatan Komplementer (Erry, dkk.)

Mereka memiliki ijin praktek dokter, ijin battra sebagai no. 1109 tahun 2007 tentang penyelenggaraan
akupunturis. Persyaratan tidak dapat dipenuhi pengobatan komplementer alternatif di fasilitas
karena pendidikan tenaga pelayanan pengobatan pelayanan kesehatan. Persyaratan perijinan juga
komplementer alternatif belum ada, yang ada adalah masih mengacu pada Permenkes No. 1076 Tahun
pelatihan-pelatihan yang belum terstandar, sehingga 2003.
kompetensi dipertanyakan. Standar kompetensi harus
Implementasi Kebijakan Komplementer
ada dan jelas, siapa yang melakukan uji kompetensi,
Alternatif
namun sampai saat ini belum ada kejelasan.
Persyaratan ijin, prosedur dan sistem pelaporan dalam Faktor penghambat dan pendukung implementasi
Permenkes no 1109 tahun 2007 belum sepenuhnya kebijakan pengobatan komplementer alternatif terkait
menjelaskan ketentuan tersebut dengan jelas. SBR perijinan tenaga kesehatan diantaranya: hambatan
TPKA berlaku selama 5 (lima) tahun sesuai berlakunya pelaksanaan Permenkes no 1109 tahun 2007 menurut
Surat Tanda Registrasi dokter atau dokter gigi. Pada Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada persyaratan yaitu
pasal 12 ayat 1 Permenkes no 1109 tahun 2007 dokumen yang belum bisa atau sulit dipenuhi dari pihak
tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer pemohon seperti dokumen pendidikan terstruktur yang
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan menyebutkan berkaitan dengan pengobatan komplementer alternatif
tenaga pengobatan komplementer alternatif terdiri dari atau pelatihan yang terkait dengan pengobatan
dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya komplementer alternatif selama tiga bulan. Menurut
yang memiliki pendidikan terstruktur dalam bidang Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, kendalanya
pengobatan komplementer alternatif. Pasal ini adalah belum adanya standar minimal yang
ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan provinsi, ditetapkan sebagai acuan. Sedangkan menurut Dinas
sehingga implementasinya berbeda. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah kendalanya ada
Di Provinsi Bali belum mengeluarkan SBR TPKA pada kompetensi profesi, organisasi profesi di bidang
karena syarat berpendidikan akupuntur (pendidikan pengobatan komplementer alternatif yang resmi atau
akupuntur terstruktur) pelatihan atau kursus paling diakui masih belum jelas, standar kompetensi belum
tidak 3 bulan belum dapat dipenuhi. Dinas Kesehatan ada dan organisasi profesi belum siap. Sedangkan
Provinsi Jawa Barat sudah mengeluarkan SBR TPKA di Dinas Kesehatan kabupaten/kota, perijinan tenaga
untuk dokter yang telah mengikuti pendidikan/pelatihan kesehatan yang praktek komplementer alternatif akan
yang dilakukan oleh perguruan tinggi ternama dan ada dikeluarkan ijinnya bila memenuhi persyaratan yang
rekomendasi organisasi profesi. Di samping itu, pada telah ditetapkan Permenkes, selama ini terkendala
pasal 13 Permenkes tersebut diatas menyebutkan pada SBR TPKA yang tidak dapat dikeluarkan Dinas
dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang Kesehatan Provinsi. Demikian juga hasil Round Table
melakukan pengobatan komplementer alternatif harus Discussion (RTD) di Kota Denpasar, Permenkes
memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai sulit diterapkan karena harus tenaga kesehatan
dengan standar yang dibuat oleh organisasi profesi tersebut harus berpendidikan terstruktur (harus
terkait. Pasal ini menimbulkan kerancuan di tingkat memenuhi kredit yang telah ditentukan) di bidang
eksekutor (lapangan) dalam hal ini Dinas Kesehatan komplementer alternatif. Bila dokter hanya kursus 3
Provinsi karena belum adanya standar minimal yang bulan ijinnya hanya Surat Ijin Pengobatan Tradisional
ditetapkan sebagai acuan, organisasi profesi di bidang (SIPT). Sedangkan bagi perawat, ijin SIPT tidak bisa
pengobatan komplementer alternatif yang resmi atau dikeluarkan, karena perawat tidak boleh praktek
diakui masih belum jelas, standar kompetensi belum pribadi. Hasil RTD di Kota Bandung disimpulkan
ada, organisasi profesi belum siap, di lain pihak ada bahwa organisasi profesi belum semua tersosialisasi
dualisme organisasi profesi. Berdasarkan hal ini, dengan Permenkes no 1109 tahun 2007.
maka perlu ditetapkan organisasi profesi apa yang Kondisi di lapangan yang tidak sesuai, sehingga
berhak mengeluarkan sertifikasi kompetensi. Di eksekutor (Dinas Kesehatan) di lapangan yang
tingkat kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Kabupaten merasakan kesulitan, karena adanya dualisme
masih mengacu pada Permenkes 1076 tahun 2003 organisasi profesi. Hasil RTD di Kota Semarang
tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional, menyimpulkan persyaratan kompetensi dar i
karena belum tersosialisasi dengan Permenkes organisasi profesi yang diakui menjadi kendala,

279
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 3 Juli 2014: 275–284

struktur organisasi sampai kabupaten belum ada, Batra yang dilakukan oleh tenaga medis dan non medis
prosedur pengobatan dan etika anggota profesi juga akan berbeda, sehingga ijinnya beda. Ini berkaitan
belum ada. Pendidikan pengobatan komplementer dengan kewenangan prakteknya. Permasalahannya
alternatif akupuntur bagi dokter belum ada, saat ternyata rekomendasi dari organisasi profesinya
ini masih berupa pelatihan-pelatihan yang belum bermacam – macam, ada yang pakai uji kompetensi
terstandar, sehingga kompetensi dipertanyakan. dan ada yang tidak, sehingga Permenkes No 1076
Menurut informan di Kota Bandung, persyaratan tahun 2003 harus segera di revisi ulang.
perijinan untuk tenaga kesehatan yang melakukan Implementasi Permenkes terkait pengobatan
praktek komplementer alternatif banyak dan berbelit komplementer alternatif akupuntur sebenarnya
sehingga mereka memilih untuk praktek akupuntur didukung dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
sebagai pengobat tradisional (Battra). Demikian juga ingin melakukan pelayanan kesehatan komplementer
menurut dokter yang diwawancarai di Kota Denpasar. dan sikap antusias tenaga kesehatan untuk memenuhi
Sedangkan dokter yang diwawancarai di Kota persyaratan. Dukungan implementasi Permenkes
Semarang menyatakan untuk praktek komplementer juga dikemukakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
alternatif terkendala pada STR (Surat Tanda Jawa Barat, karena dengan adanya prosedur
Registrasi) untuk pengobatan komplementer alternatif registrasi SBR-TPKA di Dinas Kesehatan Provinsi,
sehingga tidak bisa mengurus SBR TPKA. Untuk maka Dinas Kesehatan Provinsi juga memiliki data
mendapatkan STR ada ujian kompetensi/sertifikat praktek komplementer alternatif akupuntur oleh tenaga
dari IDI. Permasalahan sampai saat ini belum ada kesehatan dan tidak perlu mengandalkan laporan dari
kolegium untuk pengobatan komplementer alternatif. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Organisasi profesi akupunturis di tingkat provinsi Kebijakan daerah/lokal tentang perijinan tenaga
Jawa Tengah belum siap melakukan uji kompetensi. kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
Ruang lingkup pengobatan komplementer alternatif komplementer alternatif akupuntur, Di Provinsi Bali
menurut Permenkes no. 1109 tahun 2007 pasal 4 belum memberikan SBR TPKA karena pendidikan
meliputi intervensi tubuh dan pikiran (Mind and Body terstruktur yang dipersyaratkan belum ada. Di Jawa
Interventions), sistem pelayanan pengobatan alternatif Barat, SBR TPKA sudah diberikan pada dokter yang
(Alternative System of Medical Practice), Cara melakukan praktek akupuntur. Dokter yang telah
penyembuhan manual (Manual Healing Methods), mengikuti pendidikan/pelatihan yang dilakukan oleh
pengobatan farmakologi dan biologi (Pharmacologic perguruan tinggi ternama dianggap sudah mempunyai
and Biologic Treatments), Diet dan nutrisi untuk kompetensi atau memenuhi persyaratan pendidikan
pencegahan dan pengobatan (Diet and Nutrition terstruktur dan ada rekomendasi dari PAKSI atau
for Prevention and Treatment of Disease) dan Cara IKNI walaupun standar kursusnya berbeda. Provinsi
Lain untuk Diagnosa dan Pengobatan (Unclassified Jawa Tengah, SBR TPKA baru mengeluarkan satu
Diagnostic and Treatment Methods). Definisi masing- SBR TPKA untuk dokter yang melakukan akupuntur
masing jenis pengobatan komplementer alternatif yang telah mengikuti kursus dan memiliki sertifikat
tidak jelas terutama “Cara Lain untuk Diagnosa dan dari RSCM.
Pengobatan”, serta organisasi profesi resmi yang
Pendapat Organisasi Profesi terhadap
menaungi tidak jelas bahkan ada yang tidak ada.
Pengaturan Kebijakan Ketenagaan Pelayanan
Dengan sendirinya standar kompetensi juga tidak
Pengobatan Komplementer Alternatif
ada. Oleh karena itu ruang lingkup pengobatan
komplementer alternatif difinisinya harus jelas, Pendapat salah satu organisasi profesi yaitu
organisasi profesi yang resmi yang menaungi tiap Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI)
jenis pengobatan komplementer alternatif harus di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat merasa
ada atau di bentuk terlebih dahulu, baru standar belum tersosialisasi dengan kebijakan perijinan
kompetensi dapat ditetapkan sehingga Permenkes tenaga komplementer alternatif, masih dalam tahap
no 1109 tahun 2007 dapat diimplementasikan. pengurusan SBR TPKA. Ada dualisme organisasi
Di samping itu Permenkes harus tegas, terutama profesi sehingga persyaratan rekomendasi yang
mengenai kewenangan STPT dan perbedaan keluar bermacam-macam. Ada yang pakai uji
kewenangan antara STPT dengan SIPT. Kompetensi kompetensi ada yang tidak. Kementerian Kesehatan

280
Kajian Implementasi Kebijakan Pengobatan Komplementer (Erry, dkk.)

perlu menentukan organisasi profesi yang berhak pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
mengeluarkan rekomendasi. IDI Jawa Tengah belum meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
memberikan rekomendasi karena belum ada kolegium upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
untuk akupuntur di provinsi tersebut. yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
PPNI Provinsi Jawa Tengah berpendapat kualitas, keamanan dan efektivitas yang tinggi yang
bahwa untuk mengimplementasikan Permenkes berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum
No. 1109 tahun 2007 tentang pelayanan kesehatan diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam
komplementer, ijinnya harus didasari dengan ilmu pasal 3 dijelaskan bahwa pengobatan komplementer
yang terkait pengobatan komplementer juga misalnya alternatif dilakukan sebagai upaya pelayanan yang
terapi komplementer. Namun PPNI sebagai organisasi berkesinambungan mulai dari peningkatan kesehatan
perawat melakukan praktek keperawatan berdasarkan (promotif ), pencegahan penyakit (preventif ),
Permenkes No. 148 tahun 2010 (Kemenkes RI, penyembuhan penyakit (kuratif), dan atau pemulihan
2010). Diperlukan adanya integrasi antara Permenkes kesehatan (rehabilitatif). Dalam pasal 4 dijelaskan
No. 1109 tahun 2007 tentang tentang penyelenggaraan ruang lingkup pengobatan komplementer alternatif
pelayanan kesehatan komplementer alternatif yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik
akupuntur di fasilitas pelayanan kesehatan, dan meliputi intervensi tubuh dan pikiran (mind and body
tenaga pelaksana termasuk tenaga asing dengan interventions), sistem pelayanan pengobatan alternatif
Permenkes Nomor 148 tahun 2110 tentang praktek (Alternative Systems of Medical Practice), cara
keperawatan. Selama ini ijin mereka berdasarkan penyembuhan manual (Manual Healing Methods),
praktek keperawatan. PPNI menanyakan bagaimana pengobatan farmakologi dan biologi (Pharmacologic
mengintegrasikan kedua peraturan tersebut. and Biologic Treatments), diet dan nutrisi untuk
PAKSI di Provinsi Tengah, menyatakan bahwa pencegahan dan pengobatan (Diet and Nutrition
PAKSI merupakan payung besar akupunturis di the Prevention and Treatment of Disease), dan cara
Indonesia, anggota terdiri dari tenaga kesehatan lain dalam diagnosa dan pengobatan (Unclassified
dan non tenaga kesehatan yang praktek akupunturis, Diagnostic and Treatment Methods)
walaupun ijinnya sebagai pengobat tradisional (SIPT). Kedua pasal ini yang membuat terjadinya
Pada tahun 2010 terbentuk dokter akupunturis kebingungan petugas daerah yang melaksanakan
Indonesia yang melakukan praktek akupuntur dan perijinan tenaga kesehatan komplementer alternatif.
mereka pada waktu musyawarah nasional sudah Hasil diskusi kelompok di salah satu daerah
mengeluarkan sertifikasi dokter yang berpraktek menyatakan bahwa Permenkes sebaiknya harus
akupuntur. Di Provinsi Bali, pendapat dari Dinas jelas dalam hal definisi dan ruang lingkup pengobatan
Kesehatan dan organisasi profesi terkait Permenkes komplementer alternatif. Harus jelas demarkasi antara
1109 tahun 2007 menyatakan bahwa tidak ada pengobatan komplementer alternatif dan pengobatan
sosialisasi dari pusat ke daerah, khususnya di Bali. tradisional. Pengobatan tradisional adalah pengobatan
Selain itu perlu adanya definisi yang jelas antara yang konsepnya dilakukan secara turun temurun
pengobat tradisional dan komplementer alternatif, atau empiris dan benar-benar diturunkan atau asli
karena istilah yang terdapat pada Permenkes Indonesia, sementara pengobatan komplementer
tersebut tumpang tindih. Di Jawa Barat, belum semua alternatif yang harus mengacu pada ilmu biomedik,
organisasi profesi tersosialisasi mengenai ST- TPKA. biasanya serapan ilmu medik, termasuk herbal.
Adanya dualisme organisasi profesi juga menjadi Jika ada kondisi yang berbeda, tenaganya sama,
masalah tersendiri, siapa yang berhak melakukan uji harus diperjelas apakah masuknya ke pengobatan
kompetensi menjadi tidak jelas dan rancu. tradisional atau komplementer alternatif.
Ruang lingkup yang tidak jelas ini juga
PEMBAHASAN menyebabkan kerancuan dalam proses pendaftaran
seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Sampai
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1109 bulan November di Dinas Kesehatan Jawa Barat
tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan ada 12 SBR TPKA yang sudah diterbitkan mengacu
komplementer alternatif menjelaskan bahwa pada permenkes no 1109 tahun 2007. SBR TPKA
pengobatan komplementer alternatif adalah yang diterbitkan mulai bulan Juli atas usulan dokter

281
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 3 Juli 2014: 275–284

yang telah mengikuti pendidikan terstruktur, yaitu Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Kemenkes
untuk tenaga kesehatan praktek akupuntur dan RI, 2003). Adanya Permenkes no 1109 tahun 2007
hypnoterapi. Sementara menurut Kementerian mengenai pengobatan komplementer alternatif
Kesehatan pelayanan komplementer alternatif membuat beberapa petugas yang melakukan proses
hanya satu yang sudah ada yaitu akupuntur yang perijinan menjadi kesulitan apakah diberikan SIPT
sudah diakui secara biomedis namun belum diterima seperti yang sudah diatur dalam Kepmenkes no
di pelayanan kesehatan konvensional. Hal ini 1076 tahun 2003 atau diberikan SITPKA dan harus
menunjukkan bahwa seharusnya tenaga hypnoterapy mengurus SBR TPKA ke Dinas Kesehatan Provinsi.
yang sudah diberikan SBR-TPKA di Provinsi Jawa Hal ini berkaitan dengan kejelasan ruang lingkup
Barat hanya memerlukan ijin pengobat tradisional pengobatan komplementer alternatif. Selain adanya
saja (STPT/SIPT) walaupun jika dilihat kembali ruang kesulitan dan masalah perijinan, ruang lingkup ini
lingkup pengobatan komplementer alternatif dalam juga membuat kesulitan dalam hal persyaratan
Permenkes no 1109 tahun 2007, hipnoterapi masih rekomendasi organisasi profesi. Perlu ada kejelasan
masuk dalam kriteria intervensi tubuh dan pikiran organisasi profesi yang menaungi ruang lingkup
(mind and body interventions). pengobatan komplementer alternatif seperti yang
Hal-hal tersebut yang dapat menyebabkan salah tertera dalam Permenkes no 1109 tahun 2007,
tafsir dalam implementasi perijinan tenaga kesehatan sehingga perijinan SBR-TPKA bisa diproses di Dinas
pengobatan komplementer alternatif, bahkan pihak Kesehatan Provinsi.
Kementerian Kesehatan yang menyusun Permenkes Dampak terhadap perbedaan proses perijinan
pun mengakui bahwa daerah pengobat tradisional antara ijin STPT/SIPT dengan STTPKA/SIKTPKA
adalah daerah abu-abu. Pengobatan komplementer menyebabkan adanya tenaga kesehatan yang
alternatif dibedakan karena ada beberapa perijinan melakukan praktek mandiri seperti praktek akupuntur di
yang sudah diterima secara biomedis tetapi tidak atau beberapa provinsi yang lebih memilih untuk mengurus
belum diterima di kedokteran konvensional. ijin sebagai pengobat tradisional dibandingkan sebagai
Dalam Permenkes no 1109 tahun 2007 juga tidak tenaga pengobatan komplementer alternatif. Untuk
dijelaskan definisi dari masing-masing ruang lingkup mengurus ijin tenaga pengobat tradisional, seorang
pengobatan komplementer alternatif, terlebih lagi pengobat hanya perlu mengurus ijin di Dinas Kesehatan
adanya ruang lingkup cara lain dalam diagnosa dan Kabupaten/Kota, sementara untuk mengurus ijin
pengobatan (Unclassified Diagnostic and Treatment praktek pengobatan komplementer alternatif selain
Methods) menambah ketidakjelasan demarkasi harus mengurus ijin di Dinas Kesehatan Kabupaten/
antara pengobatan tradisional dan pengobatan Kota juga harus mengurus berkas-berkas lainnya di
komplementer alternatif. Oleh karena itu dibutuhkan Dinas Kesehatan Provinsi bahkan di Kementerian
kejelasan ruang lingkup pengobatan komplementer Kesehatan.
alternatif, sehingga tidak ada lagi kesalahan dalam Dengan melihat kasus ini, maka pengurusan
perijinan di daerah. ijin tenaga pengobat komplementer alternatif harus
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1076 dibuat lebih sederhana. Di samping itu, dengan
tahun 2003 tentang penyelenggaraan pengobatan adanya syarat sertifikat kompetensi/keahlian oleh
tradisional mengatur perijinan pengobatan tradisional kolegium kedokteran komplementer alternatif semakin
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pasal 4 mempersulit tenaga kesehatan yang akan melakukan
Kepmenkes no 1076 tahun 2003 menyatakan bahwa praktek, maupun petugas yang akan melaksanakan
semua pengobat tradisional wajib mendaftarkan perijinan karena sampai saat ini kolegium belum
diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ siap dan organisasi profesi juga masih beragam,
Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar sehingga penafsiran Dinas Kesehatan Provinsi bisa
Pengobat Tradisional (STPT). Sementara pasal 9 bermacam-macam, ada yang mempermudah, ada
menyebutkan pengobat tradisional yang metodenya yang belum menerbitkan Surat Bukti Registrasi
telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif (SBR
penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan TPKA).
bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan Surat Pasal 12 ayat 1 Permenkes no 1109 tahun 2007
Izin Pengobat Tradisional (SIPT) oleh Kepala Dinas tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer

282
Kajian Implementasi Kebijakan Pengobatan Komplementer (Erry, dkk.)

alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan menyebutkan ternyata rekomendasi dari organisasi profesinya
tenaga pengobatan komplementer alternatif terdiri dari bermacam-macam, ada yang pakai uji kompetensi
dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya dan ada yang tidak, sehingga Kepmenkes no 1076
yang memiliki pendidikan terstruktur dalam bidang tahun 2003 harus segera di revisi ulang.
pengobatan komplementer alternatif. Pasal ini Perlu menjadi perhatian adalah jangan sampai
ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan provinsi, ada grey area sehingga bisa ditafsirkan berbeda.
sehingga implementasinya berbeda. Di provinsi Organisasi profesi harus dibedakan dengan asosiasi.
Bali belum mengeluarkan SBR TPKA karena syarat Salah satu organisasi profesi (IAI) menyarankan perlu
berpendidikan akupuntur (pendidikan akupuntur ada akreditasi asosiasi. Kelembagaan organisasi
terstruktur) pelatihan atau kursus paling tidak 3 profesi yang berhak melakukan uji kompetensi dan
bulan belum dapat dipenuhi. Sementara itu di Dinas memberikan sertifikasi harus sudah jelas. Tidak
Kesehatan Provinsi Jawa Barat sudah mengeluarkan ada dualisme organisasi profesi. Mereka juga
SBR TPK A untuk dokter yang telah mengikuti sudah harus memiliki standar kompetensi. Perijinan
pendidikan / pelatihan yang dilakukan oleh perguruan pengobat tradisional dan komplementer alternatif
tinggi ternama dan ada rekomendasi organisasi harus dibedakan karena kompetensinya berbeda.
profesi. Sedangkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa SIPT/STPT untuk D3 ke bawah, ST-TPKA/SIK-TPKA
Tengah telah mengeluarkan SBR TPKA dalam rangka untuk profesi. Tenaga kesehatan komplementer
program saintifikasi jamu di puskesmas. alternatif adalah tenaga kesehatan yang mempunyai
Pasal 13 pada Permenkes tersebut diatas pendidikan plus, sedangkan pengobat tradisional
menyebutkan dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dapat bukan tenaga kesehatan. Masyarakat harus
lainnya yang melakukan pengobatan komplementer dapat dengan mudah membedakan mana yang
alternatif harus memiliki kompetensi dan kewenangan pengobat tradisional dan komplementer alternatif,
yang sesuai dengan standar yang dibuat oleh juga dalam hal perbedaan kemampuannya. Sehingga
organisasi profesi terkait. Pasal ini menimbulkan perlu ada pengaturan papan nama yang jelas, harus
kerancuan di tingkat eksekutor (lapangan) dalam hal ada standarnya termasuk nomenklatur. Tupoksi dan
ini Dinas Kesehatan provinsi karena belum adanya kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten/kota
standar minimal yang ditetapkan sebagai acuan, harus jelas. Selain itu perlu dijelaskan bedanya antara
organisasi profesi di bidang pengobatan komplementer STR dengan SBR dan SIP.
alternatif yang resmi atau diakui masih belum jelas,
standar kompetensi belum ada, organisasi profesi KESIMPULAN dan saran
belum siap, di lain pihak ada dualisme organisasi
profesi. Berdasarkan hal ini, maka perlu ditetapkan Kesimpulan
organisasi profesi apa yang berhak mengeluarkan Berdasar hasil dan pembahasan, maka dapat
sertifikasi kompetensi. diambil kesimpulan bahwa perijinan tenaga kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota masih mengacu dalam pengobatan komplementer alternatif akupuntur
pada Kepmenkes No 1076 tahun 2003 tentang di fasilitas pelayanan kesehatan yang diatur dalam
penyelenggaraan pengobatan tradisional, belum Permenkes no. 1109/Menkes/Per/X/2007 ditafsirkan
tersosialisasi dengan Permenkes No 1109 tahun 2007 berbeda oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Di sebagian
tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer provinsi bahkan belum terimplementasikan. Selain itu,
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan. Persyaratan Permenkes No. 1109/Menkes/Per/X/2007 pasal 12
perijinan juga masih mengacu pada Kepmenkes No. ayat 1 tentang persyaratan pendidikan terstruktur juga
1076 tahun 2003. ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
Permenkes harus tegas, terutama mengenai Organisasi profesi dan rekomendasi profesi yang
kewenangan STPT dan perbedaan kewenangan antara dimaksud dalam Permenkes no 1109 tahun 2007
STPT dengan SIPT. Kompetensi pengobat tradisional pasal 13 masih belum jelas.
yang dilakukan oleh tenaga medis dan non medis
Saran
akan berbeda, sehingga ijinnya beda. Ini berkaitan
dengan kewenangan prakteknya. Permasalahannya Disarankan agar Permenkes No. 1076 tahun 2003
segera di revisi, sehingga dapat dibedakan dengan

283
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 3 Juli 2014: 275–284

jelas kompetensi dan kewenangan antara pengobat Eisenberg DM, et al., 1998. Trends in Alternative Medicine
tradisional akupuntur dengan tenaga kesehatan Use in The United States, 1990–1997: Result of a
yang praktek akupuntur. Selain itu masyarakat dapat Follow up National Survey. JAMA, (280), p. 1569–
75.
dengan mudah membedakan antara pengobat
Fang-ming. Zhi-cheng L.. 2006. Observation of the Effect
tradisional dengan komplementer alternatif, termasuk
of Acupuncture in Treating Obesity with Non-Insulin
kemampuan yang dimiliki keduanya, serta pengaturan Dependent Diabetes Mellitus, International Journal
papan nama yang jelas, harus ada standarnya of Clinical Acupunture, 15 (1), p. 15–19.
termasuk nomenklatur. Tupoksi dan kewenangan Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, dsb., 2009. Undang-
pusat, provinsi dan kabupaten / kota harus diperjelas, Undang Republik Indonesia, Nomor 36, pasal 48,
termasuk definisi dan perbedaan STR, SBR dan 59–61, 103 tentang Kesehatan. Jakarta.
SIP. Kartika Dewi, 2012. Peranan Pengobatan Akupuntur pada
Diabetes Mellitus dalam Era Globalisasi. Zenith, 1 (2)
Agustus, hal. 73–81.
UCAPAN TERIMA KASIH Kementerian Kesehatan RI, 2010. Peraturan Menteri
Pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan Kesehatan Nomor 148 tahun 2010 tentang Praktek
Keperawatan. Jakarta.
terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Kementerian Kesehatan RI, 2003, Peraturan Menteri
Bali, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
Kesehatan RI Nomor No. 1076/Menkes/Per/X/2003
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, serta tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten Semarang Jakarta.
dan Kendal, Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kab. Kementerian Kesehatan RI, 2007. Peraturan Menteri
Bandung, serta Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kab. Kesehatan RI Nomor No. 1109/Menkes/Per/IX/2007
Denpasar dan Tabanan yang telah memberikan tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
izin dan memfasilitasi penelitian ini. Terima kasih Komplementer Alternatif di Fasilitas Kesehatan
kami sampaikan kepada Kepala Pusat Humaniora Pelayanan Kesehatan, Jenis Pengobatan, Tenaga
Pelaksana termasuk Tenaga Asing. Jakarta.
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Moyad M dan Hawks JH. 2009. Complementary and
atas dukungan pendanaan untuk penelitian ini.
Alternative Therapies, dalam Black JM dan Hawks
JH. Medical-Surgical Nursing: Clinical Management
DAFTAR PUSTAKA for Positive Outcomes (8 th Edition). Sl: Elsevier
Saunders.
Amira OC, Okubadejo NU. 2007. Frequency of
Zhang ZL. 2007. Acupuncture Treatment for Diabetes
Complementary and Alternative Medicine Utilization
Mellitus, Chinese-English edition, p. 3–19.
in Hypertensive Patient Attending an Urban Tertiary
Care Centre in Nigeria. BMC Complementary and
Alternative Medicine, (7) p. 30.

284

Anda mungkin juga menyukai