Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya, kami dapat
menyelesaikan suatu makalah yang berjudul “Akuntansi Pajak Penghasilan dan Akuntansi
Imbalan Kerja” dengan baik dan yang diharapkan dapat bermanfaat.

Makalah ini berisikan mengenai pengertian pajak, pajak penghasilan dalam perusahaan, akuntansi
pajak penghasilan, jenis imbalan kerja, serta dijelaskan secara rinci mengenai akuntansi imbalan
kerja.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan II, yang kami susun
dari sumber buku berjudul Akuntansi Keuangan Menengah berbasis PSAK yang ditulis oleh D
Martani, S. Veronica NPS, R Wardhani, A Farahnita, E Tanujaya, & T Hidayat.

Penulis sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian
makalah ini, dan tak lupa kami ucapkan terimakasih selanjutnya kepada Ibu Fitri Komariyah, SE.,
MSA. selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Keuangan II yang telah memberikan arahan
dan ilmu-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata, kiranya makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Akuntansi Pajak
Penghasilan dan Akuntansi Imbalan Kerja dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja ii

Akuntansi Keuangan II
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan................................................................................................................... 2

Bab II Akuntansi Pajak Penghasilan


2.1 Pajak Dalam Perusahaan....................................................................................... 3
2.2 Akuntansi Pajak Penghasilan ................................................................................ 4
2.3 Laba Sebelum Pajak Dan Laba Kena Pajak ......................................................... 5
2.4 Beban Pajak .......................................................................................................... 6
2.5 Liabilitas Pajak Kini ............................................................................................. 7
2.6 Koreksi Fiskal ....................................................................................................... 9
2.7 Perbedaan Pencatatan Akuntansi Dan Pajak ........................................................ 14
2.8 Kompensasi Kerugian ........................................................................................... 17
2.9 Penyajian Dan Pengungkapan Pajak Penghasilan ................................................ 18
2.10 Analisis Laporan Keuangan .................................................................................. 18

Bab III Akuntansi Imbalan Kerja


3.1 Akuntansi Imbalan Kerja ...................................................................................... 20
3.2 Imbalan Kerja Jangka Pendek .............................................................................. 20
3.3 Pesangon ............................................................................................................... 22
3.4 Imbalan Pascakerja ............................................................................................... 24
3.5 Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya ............................................................... 26

Bab IV Penutup ................................................................................................................... 27


4.1 Kesimpulan........................................................................................................... 27
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 28

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja iii

Akuntansi Keuangan II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan dibuatnya laporan keuangan yaitu menyediakan informasi yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan perusahaan. Pemakai laporan keuangan
yang dimaksud yaitu investor, karyawan, pemberi jaminan, pemasok, kreditor usaha lainnya,
pelanggan, pemerintah dan masyarakat. Tugas seorang akuntan adalah untuk menyajikan laporan
keuangan yang dapat dengan mudah dibaca oleh pemakainya.

Di dalam praktiknya, perusahaan yang merupakan Wajib Pajak Badan harus menghitung
penghasilannya dengan dengan dua cara yang berbeda. Yang pertama yaitu perusahaan
menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan SAK (Standard Akuntansi
Keuangan), dan yang kedua yaitu akuntan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada
pemerintah yang tak lain adalah Direktoran Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku.

Bukan hanya perusahaannya, namun suatu pegawai juga memiliki hak-hak atas pekerjaanya,
yaitu imbalan kerja. Baik imbalan jangka pendek atau panjang, semua pegawai perusahaan
memiliki ha katas imbalan kerja tersebut.

Dalam makalah ini kita akan membahas mengenai akuntansi pajak penghasilan dan akuntansi
imbalan kerja, dan pembahasan ini diambil dari buku yang berjudul Akuntansi Keuangan
Menengah berbasis PSAK.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian, rumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan makalah kita yaitu
mengenai bagaimana dan apa yang dimaksud dengan Akuntansi Pajak Penghasilan dan Akuntansi
Imbalan Kerja.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 1

Akuntansi Keuangan II
1.3 Tujuan

Tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan II


2. Untuk mengetahui bagaimana dan apa yang dimaksud dengan Akuntansi Pajak
Penghasilan
3. Untuk mengetahui bagaimana dan apa yang dimaksud dengan Akuntansi Imbalan Kerja.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 2

Akuntansi Keuangan II
BAB II PEMBAHASAN
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

2.1 Pajak Dalam Perusahaan

Menurut Prof. Dr. Rachmat Sumitro, SH


Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara yakni peralihan kekayaan dari kas rakyat ke
sektor pemerintah berdasarkan undang-undang, dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa
timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Menurut Charles E. McLure


Pajak adalah adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak,
bisa berupa orang pribadi atau badan usaha oleh negara atau institusi yang fungsinya setara
dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.

Menurut UU No. 28 Tahun 2007


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Setiap entitas memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan perundang – undangan. Salah satu
ketentuan yang harus dipenuhi oleh entitas adalah peraturan perpajakan. Setiap entitas terikat
dengan peraturan pajak yang berlaku dimana entitas tersebut beroperasi.
Entitas yag didirikan di Indonesia memiliki kewajiban perpajakan sesuai dengan regulasi
perpajakan di Indonesia antara lain:
1. UU ketentuan umum dan tata cara perpajakan
2. UU 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan
3. UU 42 Tahun 2009, tentang pajak pertambahan nilai barang jasa dan pajak penjualan
barang mewah
4. UU pajak bumi dan bangunan dan lainnya.
Kewajiban pajak setiap entitas berbeda-beda tergantung pada tipe bisnis suatu entitas, namun ada
pajak yang berlaku di semua entitas walaupun dengan pengaturan yang berbeda. Misalnya entitas
pada industry konstruksi dikenakan pajak final yang dihitung dari nilai penjualan. Namun secara
umum pajak penghasilan dikenakan atas laba sebelum pajak yang dihitung dari pendapatan
dikurangi dengan beban yang menurut pajak diperkenankan.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 3

Akuntansi Keuangan II
Entitas usaha dalam UU Pajak penghasilan termasuk subjek pajak yang dalam istilah pajak disebut
badan. Penghasilan yang diterima oleh entitas merupakan objek pajak, namun penghasilan tersebut
dapat dikurangkan dengan beban yang boleh dikurangkan. Artinya, entitas akan dikenakan pajak
atas laba menurut pajak yang merupakan penghasilan dikurangi beban menurut ketentuan pajak.
Selain kewajiban membayar pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya, entitas juga
memiliki kewajiban untuk memotong pajak penghasilan pihak lain. Misalnya atas pembayaran gaji
karyawan entitas memotong PPh Pasal 21, atas pembayaran jasa audit entitas memotong PPh pasal
23 dan atas penghasilan yang diterima konsultan asing entitas memotong PPh pasal 26. Kewajiban
ini harus dilaksanakan entitas walaupun tidak terkait dengan penghasilan entitas, namun lebih
terkait dengan memotong pajak atas pembayaran beban yang dikeluarkan oleh entitas.

2.2 Akuntansi Pajak Penghasilan

Akuntansi pajak penghasilan akan menjelaskan tentang bagaimana perusahaan menghitung,


menyajikan, dan mengungkapkan informasi pajak penghasilan dalam laporan keuangan. Informasi
pajak penghasilan akan disajikan sebagai beban pajak pada laporan laba rugi. Konsekuensi
pengakuan beban tersebut akan muncul asset atau liabilitas dalam laporan posisi keuangan. Beban
pajak yang muncul dapat berupa beban pajak kini ataupun beban pajak tangguhan.
Topik utama perlakuan akuntansi pajak penghasilan adalah bagaimana menghitung konsekuesni
pajak kini dan masa depan.

Standar Akuntansi Pajak Penghasilan


Pajak penghasilan dalam laporan keuangan diatur dalam PSAK (Revisi 2013) Pajak Penghasilan.
PSAK 46 pertama kali diterbitkan pada tahun 1997 yang efektif diterapkan untuk perusahaan yang
menerbitkan saham/surta berharga di pasar modal pada 1 januari 1999. Untuk perusahaan lainnya
tanggal efektif 1 Januari 2001. Standar ini menggunakan dua tanggal efektif untuk dua kelompok
entitas yang berbeda. Penggunaan dua tanggal efektif tersebut karena pengaturan dalam PSAK 46
tahun 1999 mengubah praktik yang pada saat itu berlaku.
Sebelum PSAK 46 tahun 1997, beban pajak yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan
pajak terutang menurut peraturan pajak. Standar tidak mengakui beban/pendapatan pajak
tangguhan dan konsekuensinya juga tidak mengakui asset/liabilitas pajak tangguhan. Pengaturan
beban pajak hanya sebesar pajak terutang dalam satu tahun fiscal, saat ini digunakan dalam SAK
ETAP. Dalam SAK ETAP disebutkan bahwa beban pajak diakui atas seluruh pajak penghasilan
periode berjalan dan periode sebelumnya yang belum di bayar. Secara tegas SAK ETAP
menyebutkan tidak ada pengakuan atas pajak tangguhan.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 4

Akuntansi Keuangan II
PSAK 46 (1997) bertujuan mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan terutama untuk
mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang.
Pajak periode berjalan tercermin dalam beban pajak kini. Sementara pajak yang ditangguhkan
diluar periode pelaporan akan tercermin dalam beban/pendapatan pajak tangguhan.
PSAK 46 (Revisi 2013) menyelaraskan PSAK 46 (Revisi 2010) dengan perubahan dalam IAS 12
Income tax yang efektif berlaku 1 Januari 2013. Perubahan dalam Revisi 2013 adalah penghapusan
pengaturan mengenai pajak final, surat ketentuan pajak, pengaturan asset, dan liabilitas pajak
tangguhan atas asset yang tidak disusutkan yang diukur dengan menggunakan model revaluasi dan
property investasi yang diukur dengan menggunakan nilai wajar.

2.3 Laba Sebelum Pajak Dan Laba Kena Pajak

Dalam laporan keuangan, laba sebelum pajak disajikan sebelum beban pajak penghasilan. Laba
sebelum pajak dikurangi beban pajak akan menghasilkan laba bersih/laba setelah pajak.

• Dalam laporan keuangan, laba


sebelum pajak disajikan
sebelum beban pajak
penghasilan.
• Laba sebelum pajak dikurangi
beban pajak akan menghasilkan
laba bersih/laba setelah pajak.

Laba Sebelum Pajak

Laba Kena Pajak

Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode akuntansi sebeklum dikurangi beban
pajak. Laba akuntansi biasanya dihitung dari laba operasi dikurangi dengan pendapatan dan beban
lain – lain. Laba akuntansi merupakan laba yang dihitung berdasarkan kebijakan dan standar
akuntansi. Laba akuntansi tersebut sesuai dengan konsep matching principles akan dibebani
dengan pajak penghasilan. Berdasarkan ini setiap laba sebelum pajak yang telah diakui harus
dipadankan dengan kewajiban pajaknya.
Laba kena pajak atau laba fiscal (rugi pajak atau rugi fiscal) adalah laba (rugi) selama satu periode
yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak. Laba kena pajak dalam
UU Pajak penghasilan disebut sebagai penghasilan kena pajak (PKP). Penghasilan kena pajak

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 5

Akuntansi Keuangan II
merupakan penghasilan dikurangi dengan beban yang boleh dikurangkan menurut peraturan
perpajakan. Pajak terutang dalam satu tahun fiscal merupakan hasil perkalian penghasilan kena
pajak dengan tariff. Pajak terutang dalam satu tahun fiscal menurut pengertian dalam standar
akuntansi keuangan merupakan beban pajak kini.

2.4 Beban Pajak

Beban pajak adalah jumlah agregat beban pajak kini dan beban pajak tangguhan yang
diperhitungkan atas laba akuntansi yang diakui pada satu periode. Beban pajak akan dipadankan
dengan laba akuntansi yang diakui pada periode tersebut. Pajak kini adalah jumlah pajak
penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba pajak (rugi pajak) untuk satu periode. Beban pajak
dibagi menjadi 2, yaitu beban pajak kini dan beban pajak tangguhan.

Beban Pajak Kini


Adalah pajak yang dihitung menurut ketentuan pajak atas penghasilan yang diperoleh entitas
dalam satu periode. Pajak kini untuk entitas dalam satu periode. Pajak kini untuk entitas tersendiri
(bukan konsolidasian) merupakan pajak terutang dalam satu tahun fiscal yang tercantum dalam
surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Untuk entitas yang terkonsolidasi dengan anak perusahaan,
pajak kini merupakan penjumlahan semua pajak terutang seluruh entitas yang dikonsolidasi. Pajak
tidak mengenal konsep konsolidasi, pajak dibayar oleh masing – masing badan/entitas. Pajak kini
untuk entitas yang dikenakan pajak final adalah pajak terutang atas penghasilan yang diakui dalam
periode tersebut.

Beban Atau Pendapatan Pajak Tangguhan


Merupakan konsekuensi pajak akibat pengakuan asset atau liabilitas dalam laporan keuangan yang
berbeda secara tempore dengan dasar pengenaan pajaknya. Pengakuan pajak tangguhan hanya
dilakukan atas perbedaan temporer dengan dasar pengenaan pajaknya. Pengakuan pajak tangguhan
hanya dilakukan atas perbedaan temporer, maksudnya perbedaan akan terpulihkan dimasa
mendatang. Secara total pengakuan menurut akuntansi dan pajak sama, namun terdapat perbedaan
pengakuan pada setiap periode, pendapatan pajak tangguhan juga dapat terjadi karena kompensasi
kerugian yang menurut ketentuan pajak dapat dikompensasi kerugian menurut ketentuan pajak
dapat dikompensasikan di masa mendatang.
Pengakuan beban pajak tangguhan akan ditambahkan dengan beban pajak kini, sehingga total
beban pajak akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan beban pajak kini. Namun, sebaliknya
pendapatan pajak tangguhan akan dikurangkan dari beban pajak kini, sehingga total beban pajak
lebih kecil dibandingkan dengan beban pajak lebih kecil dibandingkan dengan beban pajak kini.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 6

Akuntansi Keuangan II
2.5 Liabilitas Pajak Kini

Pajak kini adalah jumlah pajak pehasilan yang terutang atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk
satu periode. Pajak terutang ini harus dibayarkan oleh perusahaan sesuai ketentuan pajak. Jika
pajak kini untuk periode kini dan periode sebelumnya yang belum dibayar diakui sebagai liabilitas
pajak kini. Sebaliknya jika jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode kini dan periode –
periode sebelumnya melebihi jumlah pajak terutang, akan diakui sebagai pajak dibayar di muka.
Adapun yang dimaksud dengan pajak dibayar dimuka yaitu yaitu:
1. Angsuran pajak setiap bulan (PPh25). Entitas wajib melakukan pembayaran angsuran
pajak yang dihitung berdasarkan pajak tahun lalu dibagi dua belas atasu dengan rumus
khusus tersendiri.
2. Pemotongan oleh pihak ketiga (PPh22 & PPh23). PPh22 yang dibayarkan atas kegiatan
impor expor dan PPh23 yang dibayarkan atas jasa sewa atau penghasilan yang tidak
dipotong PPh21.
3. Pajak penghasilan dari Luar Negeri (PPh24 & PPh26) atas penghasilan yang diterima dari
luar negeri dan pajaknya telah dibayarkan, maka pajak yang telah dibayar tersebut akan
diperhitungkan sebagai kredit pajak sesuai dengan ketentuan PPh24.
Angsuran pajak dan pajak yang telah dibayar entitas dalam satu tahun merupakan pajak dibayar
dimuka atau dalam istilah pajak disebut sebagai kredit pajak. Pajak terutang dalam satu tahun fiscal
akan dihitung setiap tahun, pajak penghasilan ini menurut standar akuntansi keuangan disebut
sebagai beban pajak ini. Jumlah pajak terutang akang dikurangkan dengan kredit pajak untuk
mendapatkan pajak kurang atau lebih bayar pajak.
Jika pajak terutang lebih besar dari kredit pajak akan muncul pajak kurang bayar (PPh Pasal 29),
yang akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak badan. Sebaliknya jika
muncul lebih bayar (PPh Pasal 28) akan disajikan sebagai pajak dibayar dimuka.
Pajak sebuah entitas meliputi pajak atas seluruh penghasilan yang diterima, baik penghasilan dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia. Namun atas penghasilan yang telah diterima dari luar negeri
dan pajaknya telah dibayarkan, maka pajak yang telah dibayarkan tersebut akan diperhitungkan
sebagai kredit pajak sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 24 UU Pajak Penghasilan.
Liabilitas pajak kini dalam laporan keuangan disajikan sebagai utang pajak penghasilan atau utang
PPh Badan. Jika jumlah yang dibayar atau dipotong pihak lain lebih besar akan disajikan sebagai
pajak dibayar di muka atau PPh badan dibayar dimuka.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 7

Akuntansi Keuangan II
Contoh Kasus Liabilitas Pajak Kini

PT Merapi untuk tahun pajak yang berakhir 31 Desember 2015 memperoleh laba setelah pajak
sebesar Rp. 80.000.000,-. Pajak penghasilan yang telah dibayar dan yang telah dipotong oleh pihak
lain adalah sebagai berikut :
1. PPh23 tidak final sebesar Rp. 2.500.000,- atas penghasilan sewa.
2. Penghasilan diterima dari luar negeri sebesar Rp. 200.000.000,-. Pajak yang telah dipotong
diluar negeri sebesar Rp. 6.000.000,-, PPh24 boleh dikreditkan terkait penghasilan luar
negeri sebesar Rp. 5.000.000,-
3. Angsuran pembayaran PPh25 sebesar Rp. 40.000.000,-
4. Pajak yang dipungut oleh bea cukai sebesar Rp. 2.500.000,- atas impor.
Hitunglah berapa pajak terutang PT Merapi untuk tahun 2015.

Penyelesaian
Diketahui :
Laba Sebelum Pajak = Rp. 80.000.000,- Kredit Pajak atas PPh24 = Rp. 5.000.000,-
Kredit Pajak atas PPh22 = Rp. 2.500.000,- Kredit Pajak atas PPh25 = Rp. 40.000.000,-
Kredit Pajak atas PPh23 = Rp. 2.500.000,-

Ditanya : Pajak Terutang (PPh29)

Jawab :
Laba Setelah Pajak 80.000.000,-
Kredit Pajak :
“ Jadi, pada tahun pajak 2015 PT Merapi
memiliki beban pajak kini sebesar
PPh Pasal 22 2.500.000,-
Rp.80.000.000,- dan liabilitas pajak
PPh Pasal 23 2.500.000,- kini yang belum dibayarkan sebesar
Rp. 30.000.000,-. Liabilitas pajak kini
PPh Pasal 24 5.000.000,-
yang belum dibayarkan ini biasa
PPh Pasal 25 40.000.000,- disebut sebagai PPh29.

Jumlah Kredit Pajak 50.000.000,-

PPh29 (Pajak Kurang Bayar) 30.000.000,-

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 8

Akuntansi Keuangan II
2.6 Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum
menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang
menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Penghasilan bruto menurut pajak tidak sama dengan pendapatan menurut akuntansi. Pembukuan
yang dilakukan oleh entitas adalah satu baik untuk tujuan perpajakan maupun tujuan akuntansi.
Pembukuan yang telah dilakukan menurut standar akuntansi akan dikoreksi fiskal untuk
memperoleh penghasilan kena pajak.
Hasil dari rekonsiliasi pajak biasanya terdiri dari:
1. Perhitungan depresiasi
2. Pengaturan beberapa beban dan penghasilan yang menurut pajak diakui dengan basis kas
3. Pengaturan atas penghasilan yang menurut pajak diatur dengan ketentuan khusus
4. Pengaturan beberapa beban yang menurut pajak tidak diperkenankan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.

Pajak Final
Penghasilan yang dikenalan pajak final merupakan penghasilan yang perhitungan, tarif dan cara
pemajakan tidak mengikuti ketentuan umum perhitungan pajak atas badan. Pajak final biasanya
menggunakan tarif khusus sesuai jenis penghasilannya dan dikenakan secara gross dari total
penghasilan. Penghasilan yang dikenakan pajak final, penghasilannya dikeluarkan pada saat
melakukan koreksi fiskal. Istilah final sering diartikan bahwa pemajaknnya telah selesai sehingga
atas penghasilan tersebut tidak akan diperhitungkan kembali pajaknya.
Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-Undang
Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar Akuntansi Keuangan. Perlakuan akuntansi
terhadap perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersil dengan
laporan keuangan fiskal dan pengaruh perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan yaitu pada
besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah laba usaha. Koreksi fiskal juga dapat diklasifikasikan
atas koreksi fiscal positif dan koreksi fiscal negative.
Koreksi Positif
Koreksi Fiskal Positif Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena
pajak dan PPh terutang.
Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 9

Akuntansi Keuangan II
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industry.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 10

Akuntansi Keuangan II
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
l. Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah
ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
m. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang
sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
n. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
Refer : Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 9 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

Koreksi Negatif
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
a. Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain :
1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain :
2. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
3. Penghasilan berupa hadiah undian.
4. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
5. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
b. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain :
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
3. Warisan.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 11

Akuntansi Keuangan II
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa.
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. Dan bagi
perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro,
kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 12

Akuntansi Keuangan II
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
15. Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang
sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
16. Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang
sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
Refer: Pasal 4 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

Contoh Kasus Koreksi Fiskal

PT TM memiliki pendapatan sebelum pajak dalam laporan laba rugi 2018 sebesar Rp.
500.000.000,-
Informasi terkait perusahaan untuk menghitung kewajiban pajaknya adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan dividend yang dikenai pajak final sebesar Rp. 50.000.000,-
2. Depresiasi menurut pajak lebih besar Rp. 5.000.000,-
3. Besar kredit pajak (pajak dibayar dimuka) sebesar Rp. 70.000.000,-
4. Tarif pajak sebesar 25%.
Hitunglah pajak terutang atas PT TM pada tahun 2018 setelah dilakukan koreksi fiskal!

Penyelesaian
Diketahui :
Laba sebelum pajak = Rp. 500.000.000,-
Koreksi Positif atas perbedaan depresiasi yang menurut pajak lebih besar = Rp. 5.000.000,-
Koreksi Negatif atas pajak final sebesar = Rp. 70.000.000,-

Ditanya :
Pajak Terutang PT TM tahun 2018 setelah dikoreksi fiskal

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 13

Akuntansi Keuangan II
Jawab:

Laba Sebelum Pajak 500.000.000,-


Koreksi Fiskal Positif:
• Perbedaan Depresiasi 5.000.000,-
Koreksi Fiskal Negatif: “ Jadi pada tahun pajak 2018
PT TM memiliki koreksi
• Pajak Final Devidend (50.000.000,-)
fiskal positif sebesar Rp.
Penambahan / Pengurangan Fiskal (45.000.000,-) 5.000.000,- atas perbedaan
perhitungan depresiasi dan
Laba Fiskal Sebelum Pajak 455.000.000,- koreksi negatif sebesar Rp.
Pajak (Tarif 25% x 455.000.000,-) (113.750.000,-) 50.000.000,- atas pajak final
yang didapatkan dari
Laba Setelah Pajak 341.250.000,- pendapatan dividend.
Kredit Pajak (70.000.000,-) Sehingga beban pajak yang
dimiliki PT TM adalah
PPh Badan Kurang Bayar (Pajak Terutang) 271.250.000,- sebesar Rp. 341.250.000,-

2.7 Perbedaan Pencatatan Akuntansi dan Pajak

Penghasilan kena pajak dan laba akuntansi memiliki dasar hukum yang berbeda. Pajak dikenakan
dan dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan, sedangkan laba akuntansi dihitung sesuai dengan
kaidah dalam standar akuntansi. Perbedaan ini akan muncul setelah dilakukannya koreksi fiskal.
Perbedaan antara keduanya berlaku umum hampir di semua peraturan perpajakan di berbagai
Negara. Walaupun letak perbedaan tersebut sebenarnya relatif umum dan sama, namun memiliki
cara pengaturan yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat diklasifikasikan perbedaan temporer dan permanen. Namun jika dilihat
dari dampak akhirnya dapat diklasifikasikan atas perbedaan positif atau negative. Perbedaan
positif terjadi jika laba akuntansi lebih besar dari laba pajak atau biasa disebut koreksi positif dan
sebaliknya yang biasa disebut koreksi negatif.

Perbedaan Temporer
Adalah perbedaan antara jumlah tercatat asset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan dasar
pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat dikurangkan. Perbedaan temporer terjadi karena
perbedaan waktu pengakuan namun secara total nilai penghasilan dan beban yang diakui
jumlahnya sama.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 14

Akuntansi Keuangan II
Misalnya beban terkait dengan asset tetap. Secara total nilai asset yang dibeli untuk kegiatan
operasional entitas dapat dibebankan sebagai beban operasional melalui proses depresiasi.
Perbedaan masa manfaat depresiasi antara akuntansi dan pajak menyebabkan perbedaan beban
depresiasi pada setiap periode, namun totalnya sama. Akuntansi sering menggunakan nilai sisa
sedangkan pajak tidak menggunakan nilai sisa dalam depresiasi. Penggunaan nilai sisa akan
menyebabkan beban depresiasi yang berbeda antara akuntansi dan pajak, namun perbedaan ini
akan hilang saat asset tersebut dijual atau dilepaskan. Perbedaan akibat nilai sisa menjadi hilang.
Perbedaan temporer akan diakui sebagai pendapatan atau beban pajak tangguhan dan sebagai
konsekuensinya akan diakui sebagai asset dan liabilitas pajak tangguhan dalam laporan posisi
keuangan. Perbedaan temporer akan dipulihkan atau diselesaikan di masa mendatang, sehingga
konsekuensi perbedaan atas pengakuan asset/liabilitas tertentu akan hilang ketika perbedaan
tersebut tidak ada lagi.
Perbedaan temporer diklasifikasikan menjadi 2, yaitu perbedaan temporer dapat dikurangkan dan
asset pajak tangguhan dan perbedaan temporer kena pajak dan liabilitas pajak tangguhan.
Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan dan Aset Pajak Tangguhan.
Perbedaan temporer yang dapat dikurangkan adalah perbedaan temporer yang menimbulkan
jumlah yang dapat dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan
ketika jumlah tercatat asset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan yang tercantum dalam
PSAK 46 (Revisi 2013). Perbedaan temporer yang dapat dikurangkan terjadi saat laba akuntansi
lebih kecil dibandingkan laba menurut pajak atau penghasilan kena pajak, akibat dari perbedaan
temporer. Penghasilan kena pajak yang lebih tinggi mengharuskan entitas menurut regulasi pajak
melakukan pembayaran pajak lebih dahulu sebelum pengakuan pajak menurut akuntansi.
Pembayaran pajak yang lebih dahulu tersebut akan diakui sebagai asset pajak tangguhan.
Pembayaran pajak tersebut akan ditangguhkan pembebannya menurut akuntansi dan baru diakui
saat laba menurut akuntansi diakui.
Asset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan,
sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang cukup
memadai sehingga perbedaan temporer yang dapat dikurangkan tersebut dapat dimanfaatkan
pengakuan asset pajak tangguhan tidak dilakukan atas pengakuan awal asset dan liabilitas atas
transaksi kombinasi bisnis dan transaksi yang tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba kena
pajak.
Perbedaan yang dapat dikurangkan umumnya terjadi saat penghasilan kena pajak lebih tinggi
dibandingkan degan laba menurut akuntansi. Beberapa kejadian berikut ini merupakan bentuk
penbedaan temporer yang dapat dikurangkan :
1. Pengakuan beban provisi garansi secara akrual pada saat terjadi penjualan sedangkan
menurut pajak pembebanan dilakukan pada saat garansi diberikan.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 15

Akuntansi Keuangan II
2. Depresiasi dengan masa manfaat yang lebih pendek menurut akuntansi dibandingkan
dengan masa manfaat depresiasi menurut pajak.
3. Pengakuan beban penyelisihan piutang yang diakui saat terdapat bukti objektif sedangkan
menurut pajak diakui sesuai dengan ketentuan dan biasanya terjadi pada periode setelah
pengakuan menurut akuntansi.
4. Pengakuan penurunan nilai aset menurut pajak akan diakui saat aset tersebut dijual atau
dilepaskan, sedangkan menurut akuntansi diakui saat terdapat indikasi penurunan nilai.
5. Pengakuan beban yang jumlahnya diestimasi atau menurut akuntansi disebut provisi,
sedangkan menurut pajak baru dilakukan pengakuan pada saat beban tersebut telah
direalisasikan.
6. Pengakuan beban yang lebih kecil menurut pajak dibandingkan pengakuan beban menurut
akuntansi, akibat perbedaan temporer.
7. Pengakuan penghasilan lebih besar menurut akuntansi dibandingkan pengakuan menurut
akuntansi akibat perberdaan temporer, contoh pendapatan diterima dimuka menurut pajak
diakui seluruhnya saat diterima, menurut akuntansi diakui secara akrual.

Perbedaan Temporer Kena Pajak dan Liabilitas Pajak Tangguhan


Perbedaan temporer kena pajak menurut PSAK 46 (revisi 2013) adalah perbedaan temporer yang
menimbulkan jumlah kena pajak dalam penentuan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan
ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas pajak diselesaikan. Perbedaan temporer kena pajak akan
menyebabkan diakuinya beban pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan.
Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
Perbedaan temporer kena pajak terjadi ketika pengakuan laba menurut akuntansi lebih besar
dibandingkan dengan laba menurut pajak. Beberapa kejadian berikut merupakan contoh perbedaan
temporer kena pajak :
1. Depresiasi menurut akuntansi dengan masa manfaat lebih panjang dibandingkan masa
manfaat menurut pajak.
2. Pengakuan beban yang lebih kecil menurut akuntansi dibandingkan pengakuan beban
menurut pajak, akibat perbedaan temporer.

Perbedaan Permanen
Adalah perbedaan antara laba sebelum pajak (akuntansi) dengan penghasilan kena pajak yang
tidak dapat terpulihkan dimasa depan. Beberapa kejadian berikut menyebabkan perbedaan
permanen antara akuntansi dan pajak :
1. Pengakuan beban menurut akuntansi diperkenankan sedangkan menurut pajak tidak
diperkenankan antara lain beban sumbangan yang tidak diperkenankan oleh regulasi, beban
yang tidak terkait dengan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan misalnya

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 16

Akuntansi Keuangan II
entertainment yang tidak ada daftar nominatifnya, beban untuk keperluan pribadi
pemegang saham.
2. Pengakuan pendapatan yang menurut pajak bukan merupakan penghasilan misalnya laba
dari entitas asosiasi dengan kepemilikan 25 – 50%.
3. Penghasilan yang dikenakan pajak final.

2.8 Kompensasi Kerugian

Definisi dan Ketentuan Kompensasi Kerugian


Kompensasi kerugian adalah kompensasi yang diberikan kepada entitas yang mengalami kerugian
untuk tidak membayar pajak pada periode berikutnya sejumlahkerugian yang telah diakui atau
diakui oleh waktu. Ketentuan dalam regulasi pajak di Indonesia menyebutkan bahwa entitas
diberikan kompensasi kerugian sampai dengan lima tahun. Artinya jika entitas pada tahun ini
mengalami kerugian maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan sampai dengan 5 (lima) tahun
kedepan. Regulasi di Indonesia hanya membolehkan melakukan kompensasi kerugian ke periode
setelahnya.
Sebagai contoh suatu entitas mengalami kerugian pada tahun 2015 sebesar Rp. 500.000.000, maka
pada tahun 2015 entitas tidak membayar pajak karena mengalami kerugian. Jika pada tahun 2016
entitas memperoleh keuntungan Rp. 200.000.000, entitas tidak perlu membayar pajak, karena
keuntungan tersebut dikompensasi dengan kerugian tahun 2015. Selama masih ada sisa
kompensasi maka entitas tidak membayar pajak, setelah kerugian semuanya dikompensasi entitas
baru membayar pajak. Misalnya 2017 entitas memperoleh keuntungan Rp. 400.000.000, maka
entitas hanya kan membayar pajak atas penghasilannya sebesar Rp. 100.000.000, karena masih
memiliki sisa kompensasi Rp. 300.000.000 sehingga yang perlu dibayarkan pajaknya hanya
sisanya.
Keterangan 2015 2016 2017
Laba (rugi) (500.000.000) 200.000.000 400.000.000
Kompensasi yang digunaakan - (200.000.000) (300.000.000)
Sisa kompensasi (500.000.000) (300.000.000) 0
Laba kena pajak 0 0 100.000.000
Perhitungan Kompensasi Kerugian Entitas
Kompensasi kerugian dibatasi waktunya. Di Indonesia kompensasi hanya dapat dilakukan ke
depan selama lima tahun. Artinya kompensasi hanya dapat dimanfaatkan lima tahun setelah tahun
kerugian. Untuk contoh diatas, kerugian tersebut hanya dapat dimanfaatkan untuk melakukan
kompensasi sampai dengan tahun 2020. Jika selama tahun 2016-2020 akumulasi keuntungan yang
diperoleh entitas kurang dari rugi yang didapat di tahun kerugian yaitu sebesar Rp. 500.000.000,-
maka kompensasi tersebut tidak dapat dimanfaatkan pada tahun 2020 dan setelahnya.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 17

Akuntansi Keuangan II
2.9 Penyajian dan Pengungkapan Pajak Penghasilan

Laporan keuangan mengungkapkan dalam kebijakan akuntansi, pengakuan dan pengukuran pajak
penghasilan. Informasi yang dijelaskan dalam kebijakan akuntansi tersebut antara lain metode
yang digunakan untuk menentukan pajak tangguhan, tarif yang digunakan dalam menghitung
pajak jika tidak menggunakan tafir umum. Jika entitas memiliki liabilitas pajak kini yang masih
dalam sengketa pajak, informasi tersebut harus diungkapkan misalnya terkait dengan sebagaimana
pengakuan pajak atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak, proses keberatan atau banding yang saat
ini sedang perjalan.
Pengungkapan pajak penghasilan termasuk cukup komprehensif dan detail dalam laporan
keuangan. Pengungkapan pajak penghasilan biasanya digabungkan menjadi satu atas beban pajak
kini, liabilitas pajak kini, dan pajak tangguhan dalam kelompok perpajakan. (PSAK 46 Revisi
2013).
PSAK 46 (Revisi 2013) menjelaskan komponen utama beban (penghasilan) pajak yang harus
diungkapkan secara terpisah antara lain :
1. Beban (penghasilan) pajak kini
2. Penyesuaian atas pajak kini yang berasal dari periode sebelumnya
3. Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan baik yang berasal dari timbulnya perbedaan
temporer maupun dari realisasinya
4. Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan terkait dengan perubahan tariff pajak atau
penerapan peraturan perpajakan yang baru
5. Jumlah manfaat yang ditimbulkan dari rugi pajak yang tidak diakui sebelumnya, kredit
pajak atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang digunakan untuk mengurangi
beban pajak kini
6. Jumlah manfaat dari rugi pajak yang tidak diakui sebelumnya, kredit pajak, atau perbedaan
temporer periode sebelumnya yang digunakan untuk mengurangi beban pajak tangguhan.

2.10 Analisis Laporan Keuangan

Informasi yang penting untuk diketahui pembaca laporan keuangan adalah berapa besar pajak yang
secara efektif dibayarkan atau ditanggung oleh entitas. Perbedaan akuntansi dan pajak
menyebabkan pajak yang dibebankan oleh entitas menjadi lebih rendah atau lebih tinggi
dibandingkan dengan tariff pajak yang berlaku untuk entitas tersebut.
Tarif pajak efektif merupakan perhitungan pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Jika
menggunakan total beban pajak disebut sebagai tarif efektid pajak atau dikenal sebagai effective
tax rate (ETR). Sementara jika pajak dihitung hanya atas pajak kini disebut tariff efektif pajak kini
atau disebut current effective tax rate (CETR). Perhitungan CETR menekankan tariff pajak yang

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 18

Akuntansi Keuangan II
saat ini telah menjadi kewajiban kepada otoritas pajak yang akan diselesaikan pada periode
berjalan atau periode berikutnya.
Beban Pajak Kini
Tarif efektif pajak kini =
Laba Sebelum Pajak
Total Beban Pajak
Tarif efektif pajak =
Laba Sebelum Pajak
Informasi tariff pajak efektif sangat berguna bagi pembaca, karena dapat diketahui berapa
sebenarnya tariff pajak yang berlaku pada entitas tersebut. Pernedaam akuntansi dan pajak akan
menyebabkan tariff efektif pajak tidak selalu sama dengan tariff pajak yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Entitas dapat melakukan perencanaan pajak yang baik mengoptimalkan pajak yang dibayarkan
namun tetap taat mengikuti ketentuan perpajakan. Misalnya dengan menghindari biaya yang
menurut pajak tidak diperbolehkan sehingga koreksi positif yang berdampak penghasilan kena
pajak dapat diminimalkan. Hal yang tidak dibolehkan tax evasion yaitu melakukan untuk
menghindari pajak dengan cara yang melanggar peraturan perpajakan.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 19

Akuntansi Keuangan II
BAB III
AKUNTANSI IMBALAN KERJA

3.1 Akuntansi Imbalan Kerja

Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja diatur dalam PSAK 24 (Revisi 2013) imbalan kerja. PSAK
24 (Revisi 2013) berlaku untuk pemberi kerja mencakup imbalan kerja jangka pendek (seperti:
gaji, bonus, cuti berimbalan) , pesangon, imbalan pasca kerja (seperti : pension, THT) , dan
imbalan kerja jangka panjang lainnya (seperti : cuti berimbalan jangka panjang, jubilee, imbalan
cacat permanen). Bagian berikut akan membahas masing – masing jenis imbalan kerja tersebut.

3.2 Imbalan Kerja Jangka Pendek

Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja yang akan diterima karyawan pada umumnya
bersifat jangka pendek. Imbalan kerja jangka pendek ialah imbalan kerja yang diharapkan akan
diselesaikan seluruhnya sebelum 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja
memberikan jasa. Imbalan kerja jenis ini tidak mencakup pesangon. Walaupun jatuh temponya
juga dalam jangka pendek, namun pesangon terjadi karena pemutusan hubungan kerja, bukan
karena jasa karyawan sehingga perlu diatur secara khusus. Imbalan kerja jangka pendek pada
umumnya mencakup gaji, upah, iuran jaminan social, cuti berimbalan, bagi laba dan bonus, atau
imbalan lainnya seperti rumah dan kendaraan dinas.

Perlakuan Akuntansi

Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja jangka pendek sangat sederhana seperti liabilitas jangka
pendek, provisi dan kontijensi. Hal ini disebabkan karena selain tidak memerlukan perhitungan
aktuaria, imbalan kerja jenis ini bersifat jangka pendek sehingga tidak didiskontokan. Seluruh nilai
imbalan yang menjadi hak karyawan diakui sebagai beban, kecuali jika imbalan tersebut termasuk
dalam biaya produksi persediaan atau perolehan asset tetap, maka harus dikapitalisasi sesuai
ketentuan pada PSAK 14 (Revisi 2008) persediaan dan PSAK 16 (Revisi 2011) asset tetap. Jika
terdapat imbalan yang terutang maka akan diakui sebagai Liabilitas.

Perlakuan akuntansi khusus diterapkan pada cuti berimbalan bagi laba dan bonus. Cuti berimbalan
adalah hak cuti yang diberikan kompensasi berupa imbalan. Cuti berimbalan ada yang dapat
diakumulasikan, yaitu dapat digunakan dimasa depan jika cuti tahun ini tidak diambil seluruhnya.
Banyak praktik yang terjadi terkait cuti berimbalan diberbagai perusahaan. Pada sebagian
program, imbalan diberikan jika cuti tersebut diambil, sehingga karyawan yang mengambil cuti

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 20

Akuntansi Keuangan II
juga akan mendapatkan kompensasi. Sementara pada program lain, imbalan akan diterima jika
karyawan tidak mengambil cuti. Prinsipnya adalah perusahaan harus mengakui beban sebesar
prakiraan :
1. Imbalan yang akan diterima pada saat pekerja memberikan jasa yang menambah hak cuti
berimbalan dimasa depan, jika cuti boleh diakumulasi, dan ,
2. Imbalan yang diterima pada saat cuti terjadi, jika cuti tidak boleh diakumulasi.

Contoh Kasus Cuti Berimbalan

PT. Hraitua memilki 20 orang karyawan dimana setiap karyawan berhak atas 6 hari cuti
berimbalan dalam 1 tahun. Setiap karyawan yang cuti akan mendapatkan imbalan sebesar Rp.
500.000 per hari. Pada tahun 2015, 15 karyawan sudah mengambil penuh hak cuti berimbalan,
sedangkan 5 karyawan baru mengambil 4 hari. Jika cuti berimbalan tersebut tidak dapat
diakumulasikan, maka pada tahun 2015 PT. Haritua akan mengakui beban sebesar Rp. 55.000.000
yaitu :
15 karyawan x 6 hari = 90 hari
5 karyawan x 4 hari = 20 hari
Jumlah hari = 110 hari
Beban (@Rp. 500.000) = Rp. 55.000.000

Jurnal yang dicatat PT. Haritua tahun 2015 adalah :


Beban Imbalan Kerja- Cuti berimbalan Rp 55.000.000
Kas Rp 55.000.000

Jika cuti berimbalan tersebut dapat diakumulasikan maka pada tahun 2015 PT. Haritua akan
mengakui tambahan beban dan liabilitas sebesar Rp. 5.000.000 [(5x2hari) x Rp 500.000], sehingga
beban yang diakui tahun 2015 menjadi Rp 60.000.000
Sementara pada bagi laba dan bonus, perusahaan harus mengakui beban sebesar prakiraan
pembayaran bagi laba dan bonus, apabila :
1. Terdapat kewajiban hokum atau kewajiban konstruktif atas pembayaran beban tersebut
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, dan
2. Kewajiban tersebut dapat diestimasi secara andal.

Kewajiban konstruktif dapat timbul berdasarkan kebiasaan yang dilakukan perusahaan dimasa
lalu. Jika perusahaan tidak mempunyai akternatif realistis lainnya kecuali melakukan pembayaran,
maka bagi laba dan bonus diakui sebagai liabilitas sebesar jumlah yang belum dibayar.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 21

Akuntansi Keuangan II
Contoh Kasus Bagi Laba dan Bonus

PT. Haritua memiliki kebiasaan untuk membagi bonus karyawan tiap tahun. Bonus tersebut
biasanya dihitung sbesar 2% dari laba bersih. Bonus atas sesuatu tahun ditetapkan pada rapat
umum pemegang saham (RUPS) dalam rangka pengesahan laporan keuangan tahun tersebut.
RUPS biasanya dilakukan 4 bulan setelah tanggal pelaporan yaitu bulan april tahun berikutnya.
Prakiraan laba bersih tahun 2015 adalah Rp. 100.000.000.000. kebiasaan PT. Haritua membagi
bonus tiap tahun menyebabkan adanya kewajiban konstruktif dan nilai bonus dapat diestimasi
sehingga pada tahun 2015 PT Haritua mengakui beban dan liabilitas sebesar Rp. 2.000.000.000
(2% x Rp 100.000.000.000).

Jurnal yang dicatat PT Haritua tahun 2015 adalah :

Beban imbalan kerja - Bonus Rp 2.000.000.000


Biaya yang masih hatus dibayar (Liabilitas) Rp 2.000.000.000

3.3 Pesangon

Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pada saat pemutusan
kontrak kerja (PKK), perusahaan diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi karyawan. Besarnya uang pesangon
tersebut dihitung bersadarkan masa kerja. Jadi, pesangon adalah imbalan yang terutang akibat
PKK, baik yang berasal dari keputusan perusahaan (diberhentikan) ataupun keputusan karyawan
atas tawaran perusahaan (Sukarela). Pembayaran pesangon haruslah dalam bentuk tunai, kecuali
karyawan menyetujui pembayaran dalam bentuk nontunai.

Perlakuan Akuntansi
Perusahaan mengakui pesangon sebagai liabilitas dan beban pada tanggal yang lebih awal di
antara:
1. Ketika penawaran atas imbalan tersebut tidak dapat ditarik kembali, dan
2. Ketika biaya-biaya terkait restrukturisasi telah diakui sesuai PSAK 57 (Revisi 2009)
provisi, liabilitas kontinjensi, dan asset kontinjensi.

Perusahaan dikatakan tidak dapat lagi menarik pesangon yang ditawarkan secara sukarela pada
waktu yang lebih awal antara :
1. Ketika pekerja menerima tawaran, dan
2. Ketika pembatasan (misalnya: persyaratan hukum, peraturan atau kontraktual atau
pembatasan lainnya) atas kemampuan entitas untuk menarik tawaran berlaku.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 22

Akuntansi Keuangan II
Jika pesangon terutang sebagai akibat dari keputusan perushaan, maka perusahaan tidak dapat lagi
menarik tawaran ketika perusahaan telah mengomunikasikan kepada pekerja yang terkena
dampak. Pengukuran nilai pesangon sama dengan imbalan kerja jangka pendek. (tak-terdiskontro),
kecuali jika pesangon PKK jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 bulan setelah periode pelaporan,
maka diterapkan seperti imbalan kerja jangka panjang lainnya (terdiskonto). Pesangon hanya
terkait dengan jasa yang telah diberikan oleh karyawan, bukan terkait pertukaran jasa dimasa
depan.

Apabila perusahaan menawarkan pekerjaan untuk melakukan pengunduran diri secara sukarela,
bagaimana cara mengukur nilai pesangon yang akan diakui sebagai beban? Dalam kasus tersebut,
pesangon harus diukur berdasarkan jumlah pekerja yang diperkirakan akan menerima tawaran
tersebut. Dalam hal ini terdapat liabilitas kontijensi seperti yang diatur dalam PSAK 57 (Revisi
2009). Estimasi dapat dilakukan berdasarkan penjajahan awal atas minat karyawan menerima
tawaran tersebut.

Contoh Kasus Pesangon

Pada pertengahan tahun 2015 PT Haritua memutuskan melakukan pemutusan kontrak kerja (PKK)
atas 10 orang karyawannya dengan jumlah pesangon keseluruhan senilai Rp 500.000.000. selain
itu, PT Haritua juga menawarkan kepada 5 karyawan lainnya untuk berhenti secara sukarela.
Setiap karyawan yang menerima secara sukarela akan mendapatkan pesangon masing-masing Rp
60.000.000. PKK direncanakan efektif dilakukan awal tahun 2016. Jika seandainya PT Haritua
tidak mungkin lagi membatalkan penawaran PKK tersebut, maka pada akhir tahun 2015 PT
Haritua harus mengakui beban walaupun pembayaran pesangon belum direalisasi. Untuk PKK
secara sukarela, PT Haritua mengestimasi 2 dari 5 karyawan akan menerima tawaran PKK. Jumlah
beban yang harus diakui PT Haritua tahun 2015 adalah :

- Pesangon 10 karyawan yang diberhentikan = Rp 500.000.000


- Pesangon 2 karyawan yang berhenti sukarela (@Rp 60.000.000) = Rp 120.000.000
- Jumlah pesangon = Rp 620.000.000

Oleh karena realisasi dari pesangon PKK seluruhnya baru terjadi pada tahun 2016 sedangkan
keputusan sudah dibuat pada tahun 2015, maka PT Haritua harus mengakui seluruh beban tersebut
sebagai liabilitas di Laporan posisi keuangan 2015, dengan jurnal :

Beban imbalan kerja - Pesangon Rp 620.000.000


Provisi Rp 620.000.000

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 23

Akuntansi Keuangan II
Jika sudah ada sebagian pesangon yang terealisasi di tahun 2015, maka liabilitas yang di akui
setelah dikurangi jumlah yang telah dibayar. Pada tahun 2016, ketika terjadi realisasi, maka PT
Hari Tua akn membuat jurnal :

Provisi Rp 620.000.000
Kas Rp 620.000.000

Jika estimasi jumlah karyawan yang secara sukarela berhenti berbeda dengan realisasinya, maka
diterapkan secara prospektif pada tahun 2016, sehingga tidak diperlukan penyesuaian atas bagian
yang sudah di akui pada tahun 2015.

3.4 Imbalan Pascakerja


Istilah imbalan pasca kerja dikenal sehari – hari dengan nama pension. Namun imbalan pasca kerja
tidak hanya mencakup pensiun, tapi semua imbalan yang akan diterima karyawan setelah masa
kerja selesai, seperti asuransi dan tunjangan kesehatan pasca kerja. Jadi, imbalan pasca kerja
adalah imbalan yang disediakan perusahaan (selain pesangon) dan akan diberikan kepada pekerja
setelah menyelesaikan masa kerjanya. Pesangon bukan merupakan imbalan pasca kerja karena
karyawan berhenti sebelum masa kerja normalnya.

Berdasarkan undang – undang No. 11 Tahun 1992 tentang dana pensiun, program imbalan pasca
kerja harus dikelolah oleh entitas terpisah yang disebut Dana Pensiun. Perusahaan hanya
menyediaan dana berupa iuran kepada dana pensiun, sedangkan imbalan kepada karyawan yang
telah pensiun akan dibayarkan oleh dana pensiun. Oleh karena itu, pembukuan atas program
imbalan pasca kerja juga terpisah dari pembukuan perusahaan sebagai pemberi kerja. Hal ini di
tunjukan agar dana tersebut tidak bercampur dengan dana perusahaan dan untuk melindungi
ketersediaan dana tersebut bagi karyawan pada saat pensiun nanti. Pembahasan pada bab ini hanya
mencakup akuntansi atas imbalan pasca kerja dari sisi pemberi kerja atau perusahaan.

Selain asas memisahkan kekayaan perusahaan dan dana pensiun, undang- undang no 11 tahun
1992 juga berlandaskan pada asas pendanaan. Program imblan pasca kerja haruslah dilakukan
dengan pemupukan dana yang dikelolah secara terpisah dari kekayaan pendiri, sehingga cukup
untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Istilah ini dikenal sebagai program yang “ didanai” atau
funded. Perushaan tidak diperkenankan membentuk cadangan dalam perusahaan untuk membiayai
pembayaran imbalan pacsakerja, melainkan harus melalui lembaga dana pensiun. Namun
demikian, dalam undang-undang ini juga terdapat asas kebebasan untuk membentuk atau tidak
membentuk dana pensiun yang didasarkan pada kemampuan keuangan pemberi kerja.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 24

Akuntansi Keuangan II
Pada program pascakerja, melibatkan 3 pihak utama yaitu:

Pemberi
Kerja

Dana Pekerja
Pensiun (Pensiunan)

Program imbalan pascakerja terdiri atas 2 jenis, bergantung pada karakteristiknya yaitu sebagai
berikut :

1. Program Iuran Pasti, yaitu pemberi kerja membayar iuran sebesar jumlah yang sudah
ditetapkan kepada dana pensiun.
2. Program Imbalan Pasti, yaitu pemberi kerja wajib membayar sesuai dengan imbalan yang
disepakati akan diterima pekerja saat selesai masa kerja nanti.

Dana atas program imblan pascakerja haruslah dikelolah secara terpisah dari kekayaan perusahaan.
Entitas dana pensiun dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), yaitu dana pensssiun yang didirikan oleh pemberi
kerja untuk menyelenggaran program imbalan pasti atau program iuran pasti.
2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) , yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh bank
atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi
perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri.

Program multipemberi kerja adalah program imbalan pascakerja yang menyatukan asset yang
dikonstribusi dari beberapa entitas yang tidak sepengendali dan menggunakan asset tersebut untuk
memberikan imbalan kepada para pekerja dari lebih satu entitas.
Berdasarkan undang-undang no 40 tahun 2004 tentang system jaminan social nasional, program
jaminan social dibentuk untuk seluruh entitas ( atau seluruh entitas dalam suatu kategori tertentu)
dan dilaksanakan oleh pemerintah atau badan lain yang tidak dikendalikan atau dipengaruhi oleh
entitas. Berdasarkan PSAK 24 (revisi 2013), perusahaan mencatat program jaminan social dengan
cara yang sama seperti program multipemberi kerja.
Perusahaan dapat membayar premi asuransi untuk mendanai program imbalan pascakerja yang
dikenal dengan imbalan yang dijamin. Perlakuan akuntansi atas entitas dana pensiun diatur dalam
PSAK 18 (revisi 2010) Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 25

Akuntansi Keuangan II
3.5 Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya

Imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah imbalan kerja (selain imbalan pascakerja dan
pesangon) yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja
memberikan jasanya.imbalan ini dapat meliputi cuti – berimbalan jangka panjang dan imbalan
cacat permanen serta bonus dan kompensasi lainnya yang dibayarkan lebih dari 12 bulan sejak
akhir periode pelaporan. Berbeda dengan imblan pascakerja, imbalan kerja jangka panjang lainnya
dibayarkan kepada pekerja selagi masih bekerja.
Contoh imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah :
1. cuti sabatikal
2. penghargaan masa kerja (jubilee)
3. imbalan cacat permanen, dan lain-lain.
Perlakuan akuntansi
Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, perusahaan menghitung total nilai neto dari jumlah
berikut :
1. Biaya jasa
2. Biaya Bungan neto atas liabilitas (asset) imbalan pasti neto
3. Pengukuran kembali dari liabilitas (asset) imbalan pasti neto.

Nilai neto tersebut diakui di dalam laba rugi (kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan
atau mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam biaya perolehan asset).

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 26

Akuntansi Keuangan II
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak iini
dikenakan atas laba kena pajak entitas.
2. Beban pajak (penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang
diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode.
3. Pajak kini adalah semua pajak terutang atas penghasilan yang diakui entitas pada peiode
tersebut.
4. Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
5. Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiska) adalah laba (rugi) selama satu
periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas pajak
penghasilan yang terutang (dilunasi).
6. Liabilitas pajak adalah jumlah pajak penghasilan terutang.
7. Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi
pajak) untuk satu periode.
8. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat asset atau liabilitas pada posisi
keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa perbedaan
temporer dapat dikurangkan dan perbedaan temporer kena pajak.
9. Kompensasi kerugian di Indonesia hanya dibatasi sampai dengan lima tahun kedepan.
10. Jenis imbalan kerja terdiri atas imbalan kerja jangka pendek, pesangon pemutusan kontrak
kerja, imbalan pascakerja dan imbalan kerja jangka panjang lainnya.
11. Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja jangka pendek sangat sederhana karena tidak
memerlukan perhitungan aktuaria dan tidak didiskontokan.
12. Jika perusahaan melakukan PHK, maka nilai pesangon terkait harus diakui sebagai beban pada
tahun yang lebih awal antara biaya restrukturisasi terkait telah diakui atau pemaparan rencana
PHK kepada karyawan yang terdampak. Nilai pesangon diukur berdasarkan jumlah pekerja
yang diperirakan akan menerima tawaran tersebut.
13. Imlbalan pasca kerja adalah imbalan kerja yang disediakan perusahaan (selain pesangon) dan
akan diberikan kepada pekerja setelah menyelesaikan masa kerjanya.

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 27

Akuntansi Keuangan II
DAFTAR PUSTAKA

D Martani, S. Veronika NPS, R Wardhani, A Farahnita, E Tanujaya, T Hidayat, (Akuntansi


Keuangan Menengah Berbask PSAK)
https://www.pajak.go.id/index-belajar-pajak

https://tanyapajak1.wordpress.com/tag/koreksi-fiskal/

“Akuntansi Pajak Penghasilan & Imbalan Kerja 28

Akuntansi Keuangan II

Anda mungkin juga menyukai