Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG HEPATITIS B

Dosen Pembimbing : Ns.Ni bodro S.Kep,.M.Kep

Disusun Oleh

Nurjanah

NIM : 171030100256

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA

TANGERANG SELATAN – BANTEN

2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati
yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat -obatan, toksin, gangguan metabolik,
maupun kelainan autoimun. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasit
merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Virus hepatitis merupakan penyebab
terbanyak dari infeksi tersebut. Infeksi virus hepatitis masih merupakan masalah
kesehatan utama, baik di negara yang sedang berkembang maupun di negara maju.

Hepatitis B adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui darah


dimana virus ini adalah yang paling menular dan di banyak bagian dunia,
prevalensinya sangat tinggi . Hepatitis B merupakan infeksi virus yang menyerang
hati dan dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronik dan secara potensial
merupakan infeksi hati yang mengancam nyawa disebabkan oleh virus hepatitis B.
(WHO, 2012)

Menurut Dorland (2002), Hepatitis B adalah penyakit virus yang disebabkan


oleh virus hepatitis B yang endemik di seluruh dunia. Hepatitis B mempunyai nama
lain, yaitu hepatitis tipe B, serum hepatitis dan penyakit kuning serum homologous.
Menurut Franco et al. (2012), infeksi virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius dimana infeksi dapat ditularkan melalui hubungan seksual ,
kontak parenteral atau dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya saat lahir dan, jika
menginfeksi sejak awal kehidupan, dapat menyebabkan penyakit hati kronik,
termasuk sirosis dan karsinoma hepatoselular.(WHO, 2012)

B. Etiologi

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal
dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm
(Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata
60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein
envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core
(Hardjoeno, 2007).

Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan


3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki
empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial
protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs
(LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang
merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam
amino 100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari
sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg
ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan (Asdie et al, 2012).
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang
mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir
gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun
host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati
(Hardjoeno, 2007).

C. Klasifikasi

Hepatitis B adalah virus yang sering dipelajari karena dapat diuji, prevalensi
dari penyakit. Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan penyakit.

Infeksi hepatitis B terdapat diseluruh dunia, menyebabkan 250.000 kematian


per tahun. Sejak 1982, vaksin efektif dari hepatitis B tersedia dan adanya kampanye
penurunan penyakit akan memungkinkan penurunan dampak penyakit ini di masa
depan.

1. Penularan. Daerah dimana penyakit ini endemik ( Kutub, Afrika, Cina, Asia
Selatan dan Amazon ), bentuk penularan yang sering adalah secara perinatal dari
ibu terinfeksi pada bayinya. Di Negara berkembang dengan prevalensi penyakit
lebih rendah, rute utama penularan adalah seksual dan parenteral. Di Amerika
Serikat, populasi risiko tinggi meliputi laki – laki homoseksual, pengguna obat
intravena, petugas perawatan kesehatan dan mereka yang mendapat transfusi
darah.
2. Patofisiologi. Virus harus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung,
melalui mebran mukosa atau merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati, replikasi
perlu inkubasi 6 minggu sampai 6 bulan sebelum penjamu mengalami gejala.
Beberapa infeksi tidak terlihat untukmereka yang mengalami gejala, tingkat
kerusakan hati, dan hubungannya dengan demam yang diikuti ruam, kekuningan,
arthritis, nyari perut, dan mual. Pada kasus yang ekstrem, dapat terjadi kegagalan
hati yang diikuti dengan ensefalopati. Mortalitas dikaitkan dengan keparahan
mendekati 50%.
3. Infeksi primer atau tidak primer tampak secara klinis, sembuh sendiri dalam 1
sampai 2 minggu untuk kebanyakan pasien. Kurang dari 10% kasus, infeksi dapat
menetap selama beberapa dekade. Hepatitis B dipertimbangkan sebagai infeksi
kronik pada saat pasien mengalami infeksi sisa pada akhir 6 bulan. Komplikasi
berhubungan dengan hepatitis kronik dapat menjadi parah, dengan kanker hati,
sirosis dan asites terjadi dalam beberapa tahun sampai dengan puluhan tahun
setelah infeksi awal.
4. Diagnosis. Tes serologik untuk hepatitis akan member informasi diagnostik dan
informasi tentang tingkat penularandan kemungkinan tahap penyakit. Tes
dilakukan langsung berhubungan dengan virus dan antibodi yang dihasilkan
penjamu dalam merespons protein tersebut. Virus mempunyai inti dan bagian luar
sebagai pelindung. Protein behubungan dengan bagian antigen inti dan antigen
permukaan. Tes laboratorium untuk antigen inti tidak tersedia, tetapi antigen
permukaan sering menunjukan HBsag, yang dapat didetekasi, dalam beberapa
minggu awal infeksi. Peningkatan titer selama beberapa minggu dan juga terjadi
penurunan pada tingkat yang tidak dapat dideteksi. Adanya HBsag menadakan
infeksi saat itu dan tingkat penularan relative tinggi. Antigen lain yang merupakan
bagian dari virus disebut e antigen ( HBeag ). HBeag adalah penanda ketajaman
yang sangat sensitive karena dapat dideteksi dalam perkiraan terdekat pada waktu
penyakit klinis dan pada saat di mana tampak risiko menjadi lebih besar untuk
menular.
5. Vaksin. Vaksin hepatiis B dihasilkan dengan menggunakan antigen hepatitis B
untuk menstimulasi produksi antibodi dan untuk memberikan perlindungan
terhadap infeksi, keamanan, dan keefektifannya mendekati 90% dari vaksinasi.
Karena virus hepatitis B mudah ditularkan dengan jarum suntik di area perawatan
kesehatan. Penurunan infeksi perinatal dan risiko penularan terjadi setelah
kelahiran, vaksin hepatitis B diberikan secara rutin pada bayi setelah lahir.
Vaksinasi individual ( yang sebelumnya tidak terinfeksi ) akan memiliki serologi
hepetitis B yang positif hanya pada HBsab. Ini menjamin kekebalan yang
dihasilkan olah vaksin yang dapat dibedakan dari produksi alami, saat inti antbodi
juga ada.
D. Gambar
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan.
Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya
riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya
menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat
(Juffrie et al, 2010).

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:


1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata
60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan
aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi.
Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi
justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang
menjadi fulminan (Sudoyo et al, 2009).
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih
dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis
B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
1. Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi
dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus
Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat
tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari
kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah
mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya
dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel
hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah,
HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
konsentrasi ALT normal (Sudoyo et al, 2009).

F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi
seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri
dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &
Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari
pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya
pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati
(Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :
1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali
nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,
peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar
albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat
(Hardjoeno, 2007).
2. Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6
bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah
yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno,
2007).
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan
terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat
variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang
waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan
hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama periode tersebut, anti-
HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdie et al, 2012).
Gambar 6. Penanda serologi Virus Hepatitis B akut (Sumber: Roche
Diagnostics, 2011)

Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi,
tetapi tidak terdeteksi di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut
dikarenakan HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc
dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu
pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan (Asdie et al, 2012).
Penanda serologik lain adalah anti-HBc, antibodi ini timbul saat terjadinya
gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM umumnya muncul 2 minggu
setelah HBsAg terdeteksi dan akan menetap ±6 bulan. Pemeriksaan anti-
HBc IgM penting untuk diagnosis infeksi akut terutama bila HBsAg tidak
terdeteksi (window period). Penanda anti-HBc IgM menghilang, anti-HBc
IgG muncul dan akan menetap dalam jangka waktu lama (Hardjoeno,
2007).
Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari core
virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda
HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus
sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap
kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis (Hardjoeno, 2007).
Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 7. Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis (Sumber: Roche Diagnostics,
2011)
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk
menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub klinis
atau yang menetap (Handojo, 2004). Beberapa metode yang digunakan
untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT),
ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya
tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan
rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih
murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks (Rahman et al, 2008).
Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym
immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi
VHB, khususnya di tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi
dan molekuler secara mudah (Scheiblauer et al, 2010).

Gambar 8. Pemeriksaan HBsAg dengan rapid test


(Sumber: http://www.globalpartners.cl, 2014).
Pemeriksaan HBsAg (cassette) adalah pemeriksaan rapid
chromatographic secara kualitatif untuk mendeteksi HBsAg pada serum
atau plasma. Pemeriksaan HBsAg Diaspot® (Diaspot Diagnostics, USA)
adalah pemeriksaan kromatografi yang dilakukan berdasarkan prinsip
double antibody-sandwich. Membran dilapisi oleh anti-HBs pada bagian
test line. Selama tes dilakukan, HBsAg pada spesimen serum atau plasma
bereaksi dengan partikel anti-HBs. Campuran tersebut berpindah ke
membran secara kromatografi oleh mekanisme kapiler yang bereaksi
dengan anti-HBs pada membran dan terbaca di colored line (Gambar 7).
Adanya colored line menandakan bahwa hasilnya positif, jika tidak ada
colored line menandakan hasil negatif (Okonko & Udeze, 2011).

Gambar 9. Hasil rapid test HBsAg (Sumber: http://www.rapidtest-ivd.com/,


2014).
Penanda HBsAg telah digunakan sebagai penanda diagnostik kualitatif
untuk infeksi virus Hepatitis B. Seiring dengan kemajuan perkembangan,
terdapat pemeriksaan HBsAg kuantitatif untuk memonitor replikasi virus
(Ahn & Lee, 2011). Pemeriksaan HBsAg kuantitatif adalah alat klinis yang
dibutuhkan untuk akurasi, mudah, terstandarisasi, dan secara luas tersedia
untuk memastikan perbedaan yang ditemukan pada pemeriksaan
laboratorium. Salah satu pemeriksaan yang telah dikembangkan untuk
penilaian HBsAg kuantitatif adalah pemeriksaan HBsAg Architect (Abbott
Diagnostics). Pemeriksaan HBsAg Architect memiliki jarak linear dari
0,05-250 IU/mL (Zacher, et al. 2011).
Pemeriksaan HBsAg kuantitatif dilakukan dengan pemeriksaan HBsAg
Architect berdasarkan metode CMIA (Gambar 8). Metode CMIA adalah Tes fungsi
hatigenerasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang lebih
sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).
Gambar 10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect (sumber: Abbott
Laboratories, 2008).
Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect memiliki dua langkah dalam
pemeriksaan. Langkah pertama, sampel dan mikropartikel paragmanetik
dilapisi anti-HBs dikombinasikan. Keberadaan HBsAg pada sampel akan
berikatan dengan mikropartikel yang dilapisi anti-HBs. Proses selanjutnya
adalah washing, kemudian acridinium-labeled anti-HBs conjugate
ditambahkan pada langkah kedua. Setelah proses washing kembali, larutan
pre-trigger dan trigger ditambahkan ke dalam campuran Larutan pretrigger
mengandung 1, 32% hydrogen peroksida, sedangkan larutan
trigger mengandung 0,35 mol/L natrium hidroksida. Hasil dari reaksi
chemiluminescent diukur sebagai Relative Unit Light (RLU) dan dideteksi
dengan system optic Architect (Abbott Laboratories, 2008).
Interpretasi hasil dari pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect adalah
nonreaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi <0,05 IU/mL dan reaktif
jika spesimen dengan nilai konsentrasi >0,05 IU/mL. Sampel nonreaktif
menandakan negatif untuk HBsAg dan tidak membutuhkan tes
selanjutnya (Abbott Laboratories, 2008).
3. Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium
untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma.
Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier,
menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan antiviral.
Metode pemeriksaannya antara lain:
a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu
paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus dalam prosedur
kerja dan limbahnya.
b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik
hibridisasi yang lebih sensitif dan tidak menggunakan radioisotop
karena sistem deteksinya menggunakan substrat chemiluminescence.

c. Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan untuk


menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target
molekul asam nukleat.
d. Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR) telah
dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran DNA VHB.
Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk PCR terjadi secara bersamaan
dalam suatu alat pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar VHB
DNA sampai dengan 102 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini harus
diinterpretasikan dengan hati-hati karena ketidakpastian arti perbedaan klinis
dari kadar VHB DNA yang rendah. Berdasarkan pengetahuan dan definisi
sekarang tentang Hepatitis B kronik, pemeriksaan standar dengan batas
deteksi 105-106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien dengan
Hepatitis B kronik. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya
diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada
saat ini adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan <104 kopi/mL
(Setiawan et al, 2006).
G. Penatalaksanan medis
Setelah diagnosa ditegakkan sebagai hepatitis B, maka ada beberapa cara
pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan oral dan injeksi
1. Pengobatan oral
- Lamivudine: dari kelompok nukleosida analog, dikenal dengan nama
3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak anak, pemakaian obat ini
cenderung meningkatkan enzim hati (ALT) untuk itu penderita akan mendapat
monitor bersinambungan dari dokter.
- Adefovir dipivoxil (Hepsera): pemberian secara oral akan lebih efektif tetapi
pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk terhadap fungsi
ginjal.
- Baraclude (Entecavir) obat ini diberikan pada penderita hepatitis B kronik,
efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih, mual
dan terjadi peningkatan enzim hati.
2. Pengobatan dengan injeksi
Microsphere; mengandung partikel radioaktif pemancar sinar B yang akan
menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi
Alfa interferon ( INTRON A, INFERGEN, ROFERON) diberikan secara
subcutan dengan skala pemberian 3kali dala seminggu selama 12-16 minggu atau
lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada penderita
yang memiliki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada
otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat
dihilangkan dengan pemberian antipiretik.

H. Komplikasi

Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut.

Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut.

Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala

hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang

paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen

kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara kasus

hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau
hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis

fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan biokimiawi

atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah transplantasi hati
(Soewignjo & Gunawan, 2008).

1. Sirosis hepatis

Pada sirosis hepatis VHB menyebabkan peradangan pada hati dan


mengakibatkan nekrosis juga pembentukan jaringan ikat yang luas yang akan
menyebabkan hambatan darah menuju hati ( vena porta) akibatnya terjadi
peningkatan tekanan darah di vena porta ( hipertensi porta) . akibat hambatan
aliran darah ke hati pada sirosis hepatis sering terjadi varises eusofagus yang
dapat beresiko mengalami hematemesis melena.

2. Kanker hati

Kanker merupakan suatu penyakit yang muncul ketika sel – sel dalam suatu organ
berubah dan tumbuh secara ganas menjadi abnormal sehingga organ tersebut
mengalami kerusakan dan gagal fungsi. Dalam kasus hepatitis B di temukan
mengembang menjadi kanker hati sebesar 10 %.

3. Hepatitis B fulminal
Dimana sisitem kekebalan tubuh menjadi keliru dan mulai menyerang hati
sehingga menyebabkan kerusakan yang parah. Hb fulminal memang jarang terjadi
dan umumnya disebabkanoleh HB akut, tetapi juga dapat terjadi pada penderita
HB kronis dewasa.

I. Pencegahan

Pengobatan pada hepatitis B ditekankan pada pada tindakan pencegahan di


antaranya adalah :

1. pemberian vaksi hepatitis B dan immunoglobulin segera setelah bayi lahir dengan
ibu dengan HBsAg positip.

2. Tidak menjadi pendonor darah selama masih dinyatakan positip hepatitis B.

3. Istirahat total pada periode akut selama 1 -2 bulan.

4. Diet tepat untuk pasien hepatits B..

5. Syarat diit pada pasien hepatitis :

6. Kalori tinggi, tinggi karbohidrat, lemak sedang dan protein di sesuaikan keadaan
penderita.

7. Disesuaikan dengan napsu makan dan toleransi penderita.

8. Cukup vitamin dan mineral.

9. Rendah garam dan pembatasan cairan.

10. Mudah dicerna dan tidak merangsang/ mengandung gas.

11. Obat – obatan terpilih

12. Anti virus sering di gunakan kombinasi dari inteferon alfa dan lamivudin.

13. Interferon diberikan untuk :

14. Membantu menghambat replikasi dari VHB baik lewat efek langsung

15. maupun dari stimulasi sistem kekebalan tubuh.

16. Membantu menghentikan atau juga menghambat nekrosis dari sel hati akibat dari
terjadinya reaksi peradangan.

17. Mencegah terjadinya transformasi dari maligna sel- sel yang ada di dalam hati.

18. Dosis : dewasa 5 micro unit/hari atau 10 micro unit/hari


19. Aturan pakai : 3 kali seminggu selama 4 – 6 bulan

20. Merk dagang : roferon, pegasys, peg-intron, biferon dsb

21. Efek samping :

22. Lamivudin

23. Pemberianya di kombinasikan dengan anti virus lain.

24. Dosis : per oral 300mg/hari ( 1 tablet 150mg, 2x sehari atau 1 tablet 300mg)

25. Efek samping mual dan sakit kepala

26. Pengobatan simtomatis misalnya:

27. Anti emetik : ondansentron 4mg inj 3x sehari

28. Analgetik : tramadol kaplet 3x1 jika nyeri

29. Anti piretik : Parasetamol tablet 500mg 3x sehari jika demam diatas 38ºC

Kortikosteroid : Diberikan bila terdapat reaksi imun yang berlebihan, misalnya


hidrocortison 100mg IV per 6jam, hanya pada kasus yang berat. Dosis awal 40mg/hari
dan dikurangi secara bertahap sampai berhenti sesudah 6 minggu.
J. Patway
ASUHAN KEPERAWATAN
CONTOH KASUS
Tn. C berumur 40 tahun dating ke RSUD Tanggerang dengan keluhan lemah,
anoreksia, demam mual muntah, ikterus, nyeri perut bagian kanan atas. Pasien
mengatakan demam naik turun sebulan terakhir, konjungtiva anemis, skela ikterib, kulit
ikterus, kencing berwarna coklat, dan nyeri perut kanan atas. Hasil pemeriksaan TTV Tn.
C dengan hasil TD: 110/70mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,5˚C,
Pernafasan: 20x/menit.

1. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Problem
DS: Nyeri akut
Peregangan kapsula hati,
-Pasien mengatakan bahwa
hati membesar
nyeri pada perut kanan atas ↓
Mendesak kuadran kanan
DO:
atas
P: nyeri saat ditekan

Q: Seperti ditusuk-tusuk
Nyeri akut
R: Nyeri pada quadran
kanan atas
S: Skala nyeri 8
T: Menetap

TTV: suhu 38,5C, RR


20x/menit, HR 90x/menit,
TD 110/70mmhg

Hepar teraba keras dan


membesar 10cm midternal,
13cm midklavikula.

DS: Resiko gangguan fungsi


- hati

DS: Kerusakan parenkim hati Nutrisi kurang dari


- Pasien mengatakan mual, + peregangan kapsula hati,
kebutuhan
tidak napsu makan. hati membesar

DO:
-Pasien tampak lemas, Mual, perasaan tidak
porsi makan tidak habis. nyaman, tidak napsu
BB turun dari Bb awal makan,
Konjungtiva anemis ↓
Bibir kering Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Hasil lab:
Albumin serum <37g/dl
HB ≤ 12

2. Diagnosa Keperawata
a) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan kapsula hati/ hati membesar
b) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada hati
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor
tubuh biologis

3. Rencana keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Nyeri akut Kriteria hasil: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
peregangan kapsula tindakan keperawatan nyeri secara
hati/ hati membesar 3x24 jam diharapkan komprehensif
pasien mampu untuk: termasuk lokasi,
1. Mam karakteristik, durasi,
pu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas
(tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
menggunakan nonverbal dari
tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi 3. Gunakan teknik
untuk mengurangi komunikasi
nyeri, mencari terapeutik untuk
bantuan) mengetahui
2. melap pengalaman nyeri
orkan bahwa nyeri pasien
berkurang dengan 4. Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
manajemen nyeri nyeri
3. mam 5. Kaji tipe dan
pu mengenali (skala sumber nyeri untuk
intensitas; frkuensi menentukan intervensi
dan tanda nyeri) 6. Ajarkan tentang
4. meny teknik non
atakan rasa nyaman farmakologi
setelah nyeri 7. Berikan analgetik
berkurang untuk mengurangi
nyeri
8. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
9. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.
2. Resiko gangguan Kriteria hasil: Manajemen hasil:
fungsi hati Setelah dilakukan 1. kaji pengetahuan
berhubungan dengan tindakan keperawatan pasien tenang
penurunan fungsi 3x24 jam diharapkan kondisinya
hati dan terinfeksi pasien mampu untuk: 2. identifikasi
virus hepatitis 1. penghentian kemungkinan
perilaku penyebab
2. penyalahgunaan 3. berikan medikasi dan
alcohol terapi untuk proses
3. pembekuan penyakit yang
darah mendasari, untuk
4. penyalahgunaan menurunkan resiko
narkoba gangguan fungsi hati
5. elektrolit dan 4. mendiskusikan pilihan
asam/ keseimbangan terapi
basa 5. berikan informasi
6. pengetahuan kepada keluarga
pengobatan tentang kemajuan
7. respon terhadap kesehatan pasien
pengobatan
8. pengendalian
resiko
9. pengendalian
resiko penggunaan
alcohol
10. pengendalian
resiko penggunaan
narkoba
11. pengendalian
resiko proses
menular
12. pengendalian
resiko penyakit
menular seksual
(PMS)
13. deteksi resiko
14. zat penarikan
keparahan
15. perfusi jaringan
selular
3. Ketidakseimbangan Kriteria hasil: Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tindakan keperawatan makanan
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan 2. Kaji kemampuan
factor tubuh biologis pasien mampu untuk: pasien untuk
1. Adanya peningkatan mendapatkan nutrisi
berat badan sesuai yang dibuuhkan
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien
2. Berat badan ideal untuk meningkatkan
sesuai dengan tinggi protein vitamin C
badan 4. Monitor jumlah
3. mampu nutrisi dan kandungan
mengidentifikasi kalori
kebutuhan nutrisi 5. Kolaborasi dengan
4. tidak ada tanda- ahli gizi utuk
tanda malnutrisi menentukan jumlah
5. menunjukan kalori dan nutrisi
peningkatan fungsi yang dibutuhkan
pengecapan dari pasien.
menelan
6. tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

4. Implementasi
Tgl/j No Dx Implementasi Evaluasi
am keperawatan
09- 1. - Mengobservasi S:
TTV tiap jam atau
Mei -Klien mengatakan nyeri
saat dibutuhkan.
2019 - Mengkaji tingkat berkurang
nyeri pasein.
- Memberi informasi O:
kesehatan tentang
penyebab nyeri dan TTV:
cara mengatasi saat
nyeri datang. -TD 110/70mmhg,
- Mengajarkan tehnik
-RR 20x/menit,
relaksasi.
- Berkolaborasi -HR 100x/menit,
dengan medis
dalam pemberian -S 37,5ºC.
analgetik.
-Skala nyeri 6

-Klien sudah tampak rilek


dan nyeri berkurang
sampai menghilang.

-Pada pemeriksaan palpasi


hepar lebih kecil 1cm dari
4 hari yang lalu

A : nyeri teratasi sebagian.

P:
lanjutkan intervensi
09- 2.
Mei
2019
09- 3. - Mengawasi S:
pemasukan jumlah
Mei -Klien mengatakan mual
diet/ jumlah kalori
2019 yang masuk. berkurang setelah minum
- Memberi porsi obat.
makan sedikit tapi
sering dan berikan O:
porsi makan pagi
paling besar. -Napsu makan meningkat
- Melakukan oral
hygiene sebelum -Porsi makan habis
makan. setengah porsi
- Menganjurkan
makan pada posisi -BB masih sama
duduk tegak.
- Berkolaborasi -Mual dan muntah
dengan ahli gizi berkurang
dalam pemberikan
diet yang tepat -Hasil albumin darah
sesuai kebutuhan masih dalam batas normal
pasien dan variasi
dalam menu A :
makananya.
- Berkolaborasi masalah teratasi
dengan medis
P :
dalam pemberian
obat - obatan anti Intervensi teratasi
emetik seperti :
ondansentron 4 mg
ini.
- Pemberian tranfusi
albumin secara IV.
- Kolaborasi dengan
petugas
laboratorium dalam
pemeriksaan kadar
albumin dan HB
pasien.

5. Evaluasi
No Dx keperawatan Kriteria Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan
peregangan kapsula hati/ hati
membesar
2. Hipertermi berhubungan dengan
proses peradangan pada hati
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan
factor tubuh biologis

Anda mungkin juga menyukai