Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TENTANG HEPATITIS B
Disusun Oleh
Nurjanah
NIM : 171030100256
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati
yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat -obatan, toksin, gangguan metabolik,
maupun kelainan autoimun. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasit
merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Virus hepatitis merupakan penyebab
terbanyak dari infeksi tersebut. Infeksi virus hepatitis masih merupakan masalah
kesehatan utama, baik di negara yang sedang berkembang maupun di negara maju.
B. Etiologi
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal
dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm
(Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata
60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein
envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core
(Hardjoeno, 2007).
C. Klasifikasi
Hepatitis B adalah virus yang sering dipelajari karena dapat diuji, prevalensi
dari penyakit. Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan penyakit.
1. Penularan. Daerah dimana penyakit ini endemik ( Kutub, Afrika, Cina, Asia
Selatan dan Amazon ), bentuk penularan yang sering adalah secara perinatal dari
ibu terinfeksi pada bayinya. Di Negara berkembang dengan prevalensi penyakit
lebih rendah, rute utama penularan adalah seksual dan parenteral. Di Amerika
Serikat, populasi risiko tinggi meliputi laki – laki homoseksual, pengguna obat
intravena, petugas perawatan kesehatan dan mereka yang mendapat transfusi
darah.
2. Patofisiologi. Virus harus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung,
melalui mebran mukosa atau merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati, replikasi
perlu inkubasi 6 minggu sampai 6 bulan sebelum penjamu mengalami gejala.
Beberapa infeksi tidak terlihat untukmereka yang mengalami gejala, tingkat
kerusakan hati, dan hubungannya dengan demam yang diikuti ruam, kekuningan,
arthritis, nyari perut, dan mual. Pada kasus yang ekstrem, dapat terjadi kegagalan
hati yang diikuti dengan ensefalopati. Mortalitas dikaitkan dengan keparahan
mendekati 50%.
3. Infeksi primer atau tidak primer tampak secara klinis, sembuh sendiri dalam 1
sampai 2 minggu untuk kebanyakan pasien. Kurang dari 10% kasus, infeksi dapat
menetap selama beberapa dekade. Hepatitis B dipertimbangkan sebagai infeksi
kronik pada saat pasien mengalami infeksi sisa pada akhir 6 bulan. Komplikasi
berhubungan dengan hepatitis kronik dapat menjadi parah, dengan kanker hati,
sirosis dan asites terjadi dalam beberapa tahun sampai dengan puluhan tahun
setelah infeksi awal.
4. Diagnosis. Tes serologik untuk hepatitis akan member informasi diagnostik dan
informasi tentang tingkat penularandan kemungkinan tahap penyakit. Tes
dilakukan langsung berhubungan dengan virus dan antibodi yang dihasilkan
penjamu dalam merespons protein tersebut. Virus mempunyai inti dan bagian luar
sebagai pelindung. Protein behubungan dengan bagian antigen inti dan antigen
permukaan. Tes laboratorium untuk antigen inti tidak tersedia, tetapi antigen
permukaan sering menunjukan HBsag, yang dapat didetekasi, dalam beberapa
minggu awal infeksi. Peningkatan titer selama beberapa minggu dan juga terjadi
penurunan pada tingkat yang tidak dapat dideteksi. Adanya HBsag menadakan
infeksi saat itu dan tingkat penularan relative tinggi. Antigen lain yang merupakan
bagian dari virus disebut e antigen ( HBeag ). HBeag adalah penanda ketajaman
yang sangat sensitive karena dapat dideteksi dalam perkiraan terdekat pada waktu
penyakit klinis dan pada saat di mana tampak risiko menjadi lebih besar untuk
menular.
5. Vaksin. Vaksin hepatiis B dihasilkan dengan menggunakan antigen hepatitis B
untuk menstimulasi produksi antibodi dan untuk memberikan perlindungan
terhadap infeksi, keamanan, dan keefektifannya mendekati 90% dari vaksinasi.
Karena virus hepatitis B mudah ditularkan dengan jarum suntik di area perawatan
kesehatan. Penurunan infeksi perinatal dan risiko penularan terjadi setelah
kelahiran, vaksin hepatitis B diberikan secara rutin pada bayi setelah lahir.
Vaksinasi individual ( yang sebelumnya tidak terinfeksi ) akan memiliki serologi
hepetitis B yang positif hanya pada HBsab. Ini menjamin kekebalan yang
dihasilkan olah vaksin yang dapat dibedakan dari produksi alami, saat inti antbodi
juga ada.
D. Gambar
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan.
Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya
riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya
menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat
(Juffrie et al, 2010).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi
seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri
dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &
Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari
pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya
pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati
(Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :
1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali
nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,
peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar
albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat
(Hardjoeno, 2007).
2. Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6
bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah
yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno,
2007).
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan
terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat
variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang
waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan
hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama periode tersebut, anti-
HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdie et al, 2012).
Gambar 6. Penanda serologi Virus Hepatitis B akut (Sumber: Roche
Diagnostics, 2011)
Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi,
tetapi tidak terdeteksi di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut
dikarenakan HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc
dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu
pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan (Asdie et al, 2012).
Penanda serologik lain adalah anti-HBc, antibodi ini timbul saat terjadinya
gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM umumnya muncul 2 minggu
setelah HBsAg terdeteksi dan akan menetap ±6 bulan. Pemeriksaan anti-
HBc IgM penting untuk diagnosis infeksi akut terutama bila HBsAg tidak
terdeteksi (window period). Penanda anti-HBc IgM menghilang, anti-HBc
IgG muncul dan akan menetap dalam jangka waktu lama (Hardjoeno,
2007).
Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari core
virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda
HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus
sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap
kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis (Hardjoeno, 2007).
Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 7. Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis (Sumber: Roche Diagnostics,
2011)
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk
menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub klinis
atau yang menetap (Handojo, 2004). Beberapa metode yang digunakan
untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT),
ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya
tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan
rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih
murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks (Rahman et al, 2008).
Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym
immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi
VHB, khususnya di tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi
dan molekuler secara mudah (Scheiblauer et al, 2010).
H. Komplikasi
paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen
kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara kasus
hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau
hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis
atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah transplantasi hati
(Soewignjo & Gunawan, 2008).
1. Sirosis hepatis
2. Kanker hati
Kanker merupakan suatu penyakit yang muncul ketika sel – sel dalam suatu organ
berubah dan tumbuh secara ganas menjadi abnormal sehingga organ tersebut
mengalami kerusakan dan gagal fungsi. Dalam kasus hepatitis B di temukan
mengembang menjadi kanker hati sebesar 10 %.
3. Hepatitis B fulminal
Dimana sisitem kekebalan tubuh menjadi keliru dan mulai menyerang hati
sehingga menyebabkan kerusakan yang parah. Hb fulminal memang jarang terjadi
dan umumnya disebabkanoleh HB akut, tetapi juga dapat terjadi pada penderita
HB kronis dewasa.
I. Pencegahan
1. pemberian vaksi hepatitis B dan immunoglobulin segera setelah bayi lahir dengan
ibu dengan HBsAg positip.
6. Kalori tinggi, tinggi karbohidrat, lemak sedang dan protein di sesuaikan keadaan
penderita.
12. Anti virus sering di gunakan kombinasi dari inteferon alfa dan lamivudin.
14. Membantu menghambat replikasi dari VHB baik lewat efek langsung
16. Membantu menghentikan atau juga menghambat nekrosis dari sel hati akibat dari
terjadinya reaksi peradangan.
17. Mencegah terjadinya transformasi dari maligna sel- sel yang ada di dalam hati.
22. Lamivudin
24. Dosis : per oral 300mg/hari ( 1 tablet 150mg, 2x sehari atau 1 tablet 300mg)
29. Anti piretik : Parasetamol tablet 500mg 3x sehari jika demam diatas 38ºC
1. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Problem
DS: Nyeri akut
Peregangan kapsula hati,
-Pasien mengatakan bahwa
hati membesar
nyeri pada perut kanan atas ↓
Mendesak kuadran kanan
DO:
atas
P: nyeri saat ditekan
↓
Q: Seperti ditusuk-tusuk
Nyeri akut
R: Nyeri pada quadran
kanan atas
S: Skala nyeri 8
T: Menetap
2. Diagnosa Keperawata
a) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan kapsula hati/ hati membesar
b) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada hati
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor
tubuh biologis
3. Rencana keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Nyeri akut Kriteria hasil: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
peregangan kapsula tindakan keperawatan nyeri secara
hati/ hati membesar 3x24 jam diharapkan komprehensif
pasien mampu untuk: termasuk lokasi,
1. Mam karakteristik, durasi,
pu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas
(tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
menggunakan nonverbal dari
tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi 3. Gunakan teknik
untuk mengurangi komunikasi
nyeri, mencari terapeutik untuk
bantuan) mengetahui
2. melap pengalaman nyeri
orkan bahwa nyeri pasien
berkurang dengan 4. Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
manajemen nyeri nyeri
3. mam 5. Kaji tipe dan
pu mengenali (skala sumber nyeri untuk
intensitas; frkuensi menentukan intervensi
dan tanda nyeri) 6. Ajarkan tentang
4. meny teknik non
atakan rasa nyaman farmakologi
setelah nyeri 7. Berikan analgetik
berkurang untuk mengurangi
nyeri
8. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
9. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.
2. Resiko gangguan Kriteria hasil: Manajemen hasil:
fungsi hati Setelah dilakukan 1. kaji pengetahuan
berhubungan dengan tindakan keperawatan pasien tenang
penurunan fungsi 3x24 jam diharapkan kondisinya
hati dan terinfeksi pasien mampu untuk: 2. identifikasi
virus hepatitis 1. penghentian kemungkinan
perilaku penyebab
2. penyalahgunaan 3. berikan medikasi dan
alcohol terapi untuk proses
3. pembekuan penyakit yang
darah mendasari, untuk
4. penyalahgunaan menurunkan resiko
narkoba gangguan fungsi hati
5. elektrolit dan 4. mendiskusikan pilihan
asam/ keseimbangan terapi
basa 5. berikan informasi
6. pengetahuan kepada keluarga
pengobatan tentang kemajuan
7. respon terhadap kesehatan pasien
pengobatan
8. pengendalian
resiko
9. pengendalian
resiko penggunaan
alcohol
10. pengendalian
resiko penggunaan
narkoba
11. pengendalian
resiko proses
menular
12. pengendalian
resiko penyakit
menular seksual
(PMS)
13. deteksi resiko
14. zat penarikan
keparahan
15. perfusi jaringan
selular
3. Ketidakseimbangan Kriteria hasil: Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tindakan keperawatan makanan
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan 2. Kaji kemampuan
factor tubuh biologis pasien mampu untuk: pasien untuk
1. Adanya peningkatan mendapatkan nutrisi
berat badan sesuai yang dibuuhkan
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien
2. Berat badan ideal untuk meningkatkan
sesuai dengan tinggi protein vitamin C
badan 4. Monitor jumlah
3. mampu nutrisi dan kandungan
mengidentifikasi kalori
kebutuhan nutrisi 5. Kolaborasi dengan
4. tidak ada tanda- ahli gizi utuk
tanda malnutrisi menentukan jumlah
5. menunjukan kalori dan nutrisi
peningkatan fungsi yang dibutuhkan
pengecapan dari pasien.
menelan
6. tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
4. Implementasi
Tgl/j No Dx Implementasi Evaluasi
am keperawatan
09- 1. - Mengobservasi S:
TTV tiap jam atau
Mei -Klien mengatakan nyeri
saat dibutuhkan.
2019 - Mengkaji tingkat berkurang
nyeri pasein.
- Memberi informasi O:
kesehatan tentang
penyebab nyeri dan TTV:
cara mengatasi saat
nyeri datang. -TD 110/70mmhg,
- Mengajarkan tehnik
-RR 20x/menit,
relaksasi.
- Berkolaborasi -HR 100x/menit,
dengan medis
dalam pemberian -S 37,5ºC.
analgetik.
-Skala nyeri 6
P:
lanjutkan intervensi
09- 2.
Mei
2019
09- 3. - Mengawasi S:
pemasukan jumlah
Mei -Klien mengatakan mual
diet/ jumlah kalori
2019 yang masuk. berkurang setelah minum
- Memberi porsi obat.
makan sedikit tapi
sering dan berikan O:
porsi makan pagi
paling besar. -Napsu makan meningkat
- Melakukan oral
hygiene sebelum -Porsi makan habis
makan. setengah porsi
- Menganjurkan
makan pada posisi -BB masih sama
duduk tegak.
- Berkolaborasi -Mual dan muntah
dengan ahli gizi berkurang
dalam pemberikan
diet yang tepat -Hasil albumin darah
sesuai kebutuhan masih dalam batas normal
pasien dan variasi
dalam menu A :
makananya.
- Berkolaborasi masalah teratasi
dengan medis
P :
dalam pemberian
obat - obatan anti Intervensi teratasi
emetik seperti :
ondansentron 4 mg
ini.
- Pemberian tranfusi
albumin secara IV.
- Kolaborasi dengan
petugas
laboratorium dalam
pemeriksaan kadar
albumin dan HB
pasien.
5. Evaluasi
No Dx keperawatan Kriteria Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan
peregangan kapsula hati/ hati
membesar
2. Hipertermi berhubungan dengan
proses peradangan pada hati
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan
factor tubuh biologis