KATA PENGANTAR. ii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
1.2 TUJUAN.. 1
BAB II PEMBAHASAN.. 2
3.1 KESIMPULAN.. 19
3.2 SARAN.. 19
DAFTAR PUSTAKA.. 20
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam
lingkaran bertulang yang berfungsi untuk memberi perlindungan maksimal sebagai
pertahanan yang baik dan kokoh. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi, karena
sekret mata mengandung enzim lisozim yang dapat menyebabkan lisis pada bakteri dan
dapat membantu mengeliminasi organisme dari mata (Muzakkar, 2007).
Dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi pada mata, ada beberapa bentuk
sediaan pada obat mata, dimana masing-masing obat mata tersebut memiliki mekanisme
kerja tertentu. Salah satunya bentuk sediaan obatnya adalah tetes mata (Lukas, 2006).
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak dan bola mata.
Persyaratan tetes mata antara lain: steril, jernih, tonisitas, sebaiknya sebanding dengan
NaCl 0,9 %. Larutan obat mata mempunyai pH yang sama dengan air mata yaitu 4,4
dan bebas partikel asing. Penggunaan tetes mata pada etiketnya, tidak boleh digunakan
lebih dari satu bulan setelah tutup dibuka, karena penggunaan dengan tutup terbuka
kemungkinan terjadi kontaminasi dengan bebas (Muzakkar, 2007).
Selain obat tetes mata digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan kondisi
pada mata, dapat juga digunakan untuk menghilangkan ketidaknyamanan pada mata
(American Academy of Ophthalmology, 2011). Menurut khasiatnya, obat mata dikenal
antara lain sebagai anestetik topikal, anestetik lokal untuk suntikan, midriatik &
sikloplegik, obat-obat yang dipakai dalam pengobatan glaukoma, kortikosteroid topikal,
campuran kortikosteroid & obat anti-infeksi, obat-obat lain yang dipakai dalam
pengobatan konjungtivitis alergika, dan obat mata anti-infeksi.
Selain obat tetes mata digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan kondisi
pada mata, dapat juga digunakan untuk menghilangkan ketidaknyamanan pada mata
(American Academy of Ophthalmology, 2011). Menurut khasiatnya, obat mata dikenal
antara lain sebagai anestetik topikal, anestetik lokal untuk suntikan, midriatik &
sikloplegik, obat-obat yang dipakai dalam pengobatan glaukoma, kortikosteroid topikal,
campuran kortikosteroid & obat anti-infeksi, obat-obat lain yang dipakai dalam
pengobatan konjungtivitis alergika, dan obat mata anti-infeksi.
Sangatlah penting untuk diingat bahwa seluruh obat-obatan termasuk tetes mata
memiliki efek samping. Beberapa efek samping yang ditimbulkan oleh tetes mata
bersifat lokal, artinya hanya berefek pada mata saja. Seperti mata merah, iritasi, dan
penglihatan yang kabur. Sebagian besar bahan medikasi pada tetes mata dapat tertinggal
didalam atau disekitar mata. Tetapi dalam jumlah kecil, dapat juga berefek pada tubuh
(American Academy of Ophthalmology, 2011).
Tetes mata diserap kedalam aliran darah melalui lapisan membran mukosa pada
permukaan mata, sistem pengeluaran air mata, dan hidung. Ketika diabsorbsi pada
aliran darah, tetes mata dapat menyebabkan efek samping pada bagian tubuh lainnya.
Beberapa efek samping diantaranya adalah: denyut jantung melemah, rasa pusing, dan
sakit kepala. Walaupun demikian, umumnya obat tetes mata memiliki resiko efek
samping yang lebih kecil daripada jenis obat-obatan lain yang dikonsumsi secara oral
(American Academy of Ophthalmology, 2011).
1.2 TUJUAN
Makalah ini saya susun supaya pembaca dapat memahami tentang jenis-jenis tulisan.
1. Apa syarat tentang kesediaan obat dan apa macam-macam obat tetes mata?
2. Apa yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan kesediaan obat mata ?
3. Bagaimana syarat pengawet dalam obat tetes mata
BAB II
PEMBAHASAN
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak
mata dari bola mata. (DOM Martin : 880) Tetes mata adalah seringkali dimasukkan ke
dalam mata yang terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan mereka kemudian
secara potensial lebih berbahaya daripada injeksi intavena.
Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid garam-
garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke
dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk
antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud diagnosa. Larutan ini disebut
juga tetes mata dan collyria (singular collyrium).
Tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi yang
ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus conjungtival. Mereka dapat mengandung
bahan-bahan antimikroba seperti antibiotik, bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid,
obat miotik seperti fisostigmin sulfat atau obat midriatik seperti atropin sulfat.
Dengan definisi resmi larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan
dikemas untuk dimasukkan dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan
pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan
antimikroba, isotonisitas, dapar, viskositas dan pengemasan yang cocok.
1. Tetes mata.
Adalah larutan dalam air, minyak atau suspensi yang digunakan dengan cara
meneteskan kedalam konjunctiva.
Yaitu larutan dalam air yang digunakan untuk membersihkan mata. Salep mata
(Occulenta = Ungt. Ophthalmica). Yaitu salep-salep steril dengan konsistensi lunak
dan digunakan pada mata
3. Lamellae.
Yaitu lempengan-lempengan tipis segi empat atau bundar, terbuat dari gelatin atau
dasar-dasar sintetis yang berisi bahan berkhasiat, yang digunakan pada kelopak mata
(augenlide).
4. Inserte (= Occusert).
Berupa lempengan tipis berpori, terbuat dari material innert, mengandung bahan obat
yang larut dengan adanya cairan mata secara perlahan,setelah semua obat larut
pembungkusnya diangkat dari mata.
5. Lidsalben.
Adalah salep mata lunak, yang biasa digunakan pada bagian luar kelopak mata.
6. Contaclens solution.
Yaitu larutan air yang digunakan sebagai lubrican, pencuci dan pembasah kontak
lensa.( Kontak lensa terbuat dari polymethylmethacrilate)kontak lensa ada yang keras
dan yang lunak.
Faktor- faktor dibawah ini sangat penting dalam pembuatan sediaan mata :
Sediaan untuk mata terdiri dari bermacam-macam tipe produk yang berbeda.
Sediaan ini bisa berupa larutan (tetes mata/pencuci mata), suspensi/salep kadang-kadang
injeksi mata digunakan dalam kasus khusus. Sediaan mata sama dengan sediaan steril
lainnya yaitu harus steril dan bebas dari bahan partikalat. Dengan pengeculian tertentu
dari injeksi mata, sediaan untuk mata adalah bentuk sediaan topikal yang digunakan
untuk efek lokal dan karena itu tidak perlu bebas pirogen.
Mata manusia adalah organ yang sangat sensitif, mata itu bereaksi secara cepat
terhadap tiap perubahan dari lingkungan. Untuk alasan ini, larutan yang digunakan pada
mata seperti suspensi dan salep harus disiapkan dengan perawatan yang sangat teliti.
1. Sterilitas
a. Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan
obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zaat
tambahan larutan dan tipe pengemasan
b. Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH 6.8
namun demikian, pH stabilitas kimia (atau kestabilan) dapat diukur dalam
beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini, bahan kehilangan stabilitas kimia
kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pH 5, kedua obat stabil dalam beberapa tahun.
c. Tambahan untuk pH optimal, jika sensitivitas oksigen adalah satu faktor,
stabilitas adekuat diinginkan antioksidan. kemasan plastik, polietilen densitas
rendah “Droptainer” memberikan kenyamanan pasien, dapat meningkatkan
deksimental untuk kestabilan dengan pelepasan oksigen menghasilkan
dekomposisi oksidatif bahan-bahan obat.
2. Kejernihan
a. Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan jernih
secara normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan
tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk
larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya. pengerjaan
penampilan dalam lingkungan bersih.
b. Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan
memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel
asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas dilakukan
dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan
jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. keduanya, wadah
dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak
membawa partikel dalam larutan selama kontak lama sepanjang
penyimpanan. Normalnya dilakukan test sterilitas.
3. Buffer dan Ph
a. Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan cairan mata
yaitu 7,4. Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas bahan aktif dalam
optalmologi adalah garam basa lemah dan paling stabil pada pH asam. ini
umumnya dapat dibuat dalam suspensi kortikosteroid tidak larut suspensi
biasanya paling stabil pada pH asam.
pH Cairan Mata
Ada persetujuan umum tentang konsentrasi ion hydrogen dari cairan lakrimal
adalah mendekati netral.Namun demikian, variasi nilai telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti. Kemudian Hasford dan Hicks, Buchr dan Baeschlin, Feldman, Dekking,
Byleveld, van Grosz dan Hild dan Goyan dilaporkan telah menemukan pH cairan mata
berhubungan dengan darah. Yang lain telah mendapatkan nilai yang berbeda: Gyorffy
dari 6,3-8,4, Lipschultz 8,0, Oguchi dan Nakasima dari 8,4-8,6.
Konsentrasi ion hidrogen dari cairan mata berkisar 7,2-7,4. Sekresi lakrimal
mempunyai nilai pH antara 7,2-7,4 dan mempunyai kapasitas membuffer yang tinggi.
Akibatnya, mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai pH dari 3,5-10,
mereka tidak didapar dengan kuat ketika cairan mata akan dengan cepat memperbaiki
nilai pH normal dari mata.
Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,2-8,3. Ini masih bisa
ditoleransi oleh larutan mata dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil
larutan, (2) buffer cairan mata, dan (3) peningkatan produksi air mata. (Parrot : 223).
Dalam banyak perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali lebih stabil
pada pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. pH dari larutan mata sebaiknya antara 4,5 dan 9
5. Tonisitas
a. Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan
berair, larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika magnefudosifat
koligatif larutan adalah sama. larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika
tonisitasnya sama dengan 0,9% laritan Na Cl.
b. Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu waktu
yang diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range
0,5%-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas selalu dikehendaki dan
khususnya penting 8 dalam larutan intraokuler. Namun demikian, ini tidak
dibutuhkan ketika total stabilitas produk dipertimbangkan.
6. Zat tambahan
a. Pengawet
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan
secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata.
Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril,
larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan
mata. (FI IV hal 13 & 14)
b. Pengisitonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar
(Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5%.Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif
adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis yang digunakan adalah NaCl dapat
terjadi kompetisi dan salting out.
Nilai isotonisitas
Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai isotonisitas sesuai
dengan larutan Natrium Klorida P 0.9%.Secara ideal larutan obat mata harus
mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap nilai isotonis rendah yang
setara dengan larutan NaCl P 2.0 % tanpa gangguan nyata.
Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan
menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang
cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil,
pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas
hanya sementara.Tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata
tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik dalam jumlah besar sebagai koliria untuk
membasahi mata. Jadi yang penting adalah larutan obat mata untuk keperluan ini harus
mendekati isotonik.
C. Pendapar
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air
mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak
cukup larut dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas
pada pH ini.
Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13).
Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa
kurang nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan
peningkatan lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh
mata menurut beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV
Syarat dapar :
Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat.
Tapi berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak
boleh digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar
dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan
untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan
penambahan NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.
D. Peningkat viskositas
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas
untuk sediaan optalmik adalah:
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Mis. Polimer mukoadhesif ( asam
hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada
polimer non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.
2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh
mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit
bercampur dengan air mata; atau mengganggu difusi obat.
E. Anti oksidan
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu
kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na
metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat)
dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin.
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat
ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel
terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-
165; RPS, 1590).
F. Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat
kuliah teknologi steril, 304) :
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80
(Tween 80). Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan
Tween 20, benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat,
alkil-aril-polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.
7. Kekentalan
b. Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak
dalam mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan
meningkat lama kontak dalam mata
Keuntungan :
Kerugian :
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat
antara obat dan permukaan yang terabsorpsi. Bahan aktif obat mata diakui buruk jika
larutannya digunakan secara topikal untuk kebanyakan obat kurang 1-3% dari dosis
yang dimasukkan melewati kornea. Pasien harus mematuhi aturan dari tekhnik
pemakaian yang tepat.
Menggunakan obat tetes mata yang dapat dibeli bebas bisa menjadi solusi yang
mudah. Namun, jika obat tetes mata yang digunakan tidak memberikan efek yang
diharapkan, atau justru membuat kondisi mata memburuk dan timbul gejala gangguan
lain pada mata, segera hentikan penggunaan obat tetes mata tersebut dan kunjungi
dokter spesialis mata. Informasikan produk obat tetes mata yang digunakan kepada
dokter.
Mata merupakan organ penting yang harus dijaga kondisi kesehatan dan
kebersihannya. Gunakan obat tetes mata, jika terjadi gangguan ringan. Segera konsultasi
ke dokter spesialis mata jika kondisi tidak segera membaik atau timbul gejala lain.
Metode sterilisasi
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu
sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat
setelah lubang-lubangnya ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara
sterilisasi yang sesuai.
2. Cara Aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu
tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya.
Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik
secara aseptik. Cara aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny
Logawa, hal 82) melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan
mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
1. Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung
di suatu bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam
farmakope, untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali
dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan
uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup
khusus.
2. Sterilisasi panas kering
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan
menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam
suatu oven yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat
berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari suatu nyala terbuka. Suatu proses
berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan depirogenisasi alat
kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara aseptik
yang berkesinambungan dan terpadu.
3. Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi
termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap
suhu tinggi pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang
umumnya digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari
bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun sudah dicampur dengan gas
inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya residu toksik
dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses
sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain
sama seperti pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya
terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari
proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk
berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Gas
yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari)
4. Sterilisasi dengan radiasi ion
Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah
yang dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang
dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu
disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron.
Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi
kualitas dan jenis plastik/kaca tertentu.
5. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan
penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga
mikroba yang dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring
umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan
pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau
penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada
daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung pada
mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya
dilaksanakan menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas
nominal 0,2 μm atau kurang.
Semua larutan untuk mata harus dibuat steril, bila perlu tambahkan pengawet
yang cocok. Larutan untuk mata yang digunakan selama operasi atau pada mata yang
terkena trauma , umumnya tidak mengandung bahan pengawet , karena hal ini dapat
menyebabkan iritasi pada jaringan di dalam mata . Larutan ini biasanya dikemas dalam
wadah untuk dosis tunggal dan semua larutan yang tidak dipakai harus dibuang.
Meskipun Larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam otoklaf
dalam wadah akhirnya, metode yang digunakan tergantung pada sifat khusus dari
sediaannya.
Tahap pembuatan sediaan tetes mata : (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida
dan Semisolida, Revisi 2003,hal 25)
1. Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera
dilarutkan dengan menggunakan aquabides secukupnya.
2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum
menimbang bahan berikutnya.
3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk,
dan tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides
minimal dua kali.
4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga
volume tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat
larutan 100 mL, maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).
5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan
aquabides. Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.
6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui
corong dan kertas saring yang telah dibasahi.
7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur
hingga tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat
larutan sebelumnya.
8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom
reservoir.
9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi sediaan
a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :
Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan
dengan saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan
volumenya. Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul
champagne kemudian disterilkan (autoklaf).
Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke
dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara
aseptik.
Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
b. Sterilisasi dengan cara filtrasi
Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume,
larutan langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.
Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah
dikalibrasi secara aseptik.
Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.
11. Lakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.
Dalam pembuatan sediaan tetes mata ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu
pertama melakukan kalibrasi botol sebagai wadah sediaan. Kemudian alat – alat
praktikum yang akan digunakan disterilkan ke dalam oven dengan suhu 121ᵒC selama
15 menit. Dilanjutkan dengan Mensterilkan bahan yang dibutuhkan dengan
memasukkannya ke dalam oven suhu 45ᵒC selama 15 menit.
Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara
normal diperoleh dengan filtrasi.Tentunya, pentingnya peralatan filtrasi agar jernihdan
tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan
desain peralatan untuk menghilangkannya.Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam
lingkungan yang bersih, penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah memberikan
kebersihan untuk penyiapan larutan jernih bebas dari partikel asing.Dalam beberapa
permasalahan, kejernihan dan sterilisasi dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini
penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan
wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tak
tertumpahkan.Wadah atau tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak
lama dalam penyimpanan. Normalnya dilakukan tes sterilisasi.
Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes mata adalah vertikal dilipat ambar
atau gelas botol hijau layak dengan tutup bakelite yang membawa tube tetes dengan
sebuah pentil dan kemampuan untuk ditutup sebagaimana untuk menahan
mikroorganisme. Sifat-sifat yang penting sebagai berikut :
Obat mata memiliki beberapa bentuk sediaan dengan masa penyimpanan yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan pada
mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata atau
bola mata. Tetes mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapeutik
lokal dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis yang terjadi setelah
berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar
mata. Pembuatan tetes mata membutuhkan perhatikan khusus dalam hal toksisitas bahan
obat, sterlilisasi dan kemasan yang tepat. Beberapa tetes mata perlu hipertonik untuk
meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk
menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila tetes mata seperti ini digunakan
dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih
akibat hipertonisitas hanya sementara, tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran
dengan air mata tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik dalam jumlaha besar
sebagai kolina untuk membasahi mata. Jadi yang paling penting adalah tetes mata harus
mendekati isotonik. Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh karena
itu sediaana obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Beberapa syarat tetes
mata adalah jernih, steril, isotonik, isohidris, dan stabilitas. Pemberian etiket pada
sediaan obat mata harus tertera tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah ditutup.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 2000, Farmakologi dan Terapi, ed. 4,
Gaya Baru, Jakarta, hal 155.
Depkes RI, 1979, FI ed III, Jakarta, hal 10, 86, 403, 498, 499, 983.