Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

KONSEP KORUPSI

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Baiq Dwi Fitra Sulistya : P07120118055


2. Humaiyastri : P07120118062
3. Nadya Puspawardani : P07120118071
4. Risma Anggraini : P07120118076
5. Siti Rahayu Widasari P : P07120118084
6. Vega Juandana : P07120118091

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “KONSEP KORUPSI”. Tujuan
pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Keperawatan serta menambah pengetahuan kami tentang bagaimana konsep dari
manajemen pelayanan keperawatan

Meskipun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun


penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu segala
saran dan kritik yang diberikan akan disambut dengan kelapangan hati guna
perbaikan pada masa yang akan datang. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada bapak H. Jubair, S.KM., M.Kes., selaku dosen mata kuliah yang telah
membimbing penulis selama proses penyusunan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi nilai
tambah bagi semua yang memanfaatkannya.

Mataram, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. Konsep Korupsi ................................................................................ 3


B. Korupsi pada Zaman Orde Lama .................................................. 4
C. Korupsi pada Zaman Orde Baru ................................................... 5
D. Korupsi pada Zaman reformasi ..................................................... 6
E. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa dalam
Pemberantasan Korupsi .................................................................. 8

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 9

A. Kesimpulan ....................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat
parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan
praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau
jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin
sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek
masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus
tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa,
mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja
yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor public maupun privat,
tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi penting dan sangat diperlukan
untuk menghindari praktek-praktek korupsi yang tidak saja melibatkan pejabat
bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang apabila dibiarkan,
maka rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan.
Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi
tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara,
melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni
dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat diambil
yaitu :
1. Bagaimana korupsi pada zaman orde lama?

1
2

2. Bagaimana korupsi pada zaman orde baru ?


3. Bagaimana korupsi pada zaman reformasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui korupsi pada zaman orde lama
2. Untuk mengetahui korupsi pada zaman orde baru
3. Untuk mengetahui korupsi pada zaman reformasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Korupsi
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran,
dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif
hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo.
UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi,
yang di kelompokan SBB :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.

Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi
korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.

3
4

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah


cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak
sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan,
dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan
reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi &
Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.

Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak
korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan
menjadi:

1. Kerugian keuntungan Negara


2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

B. Korupsi pada Zaman Orde Lama


Antara 1951 – 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti
Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan
dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di
bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali
Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap
oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu
5

setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos
cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan
kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan
Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961
karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun
1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya
Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-
perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru
melahirkan korupsi di tubuh TNI.
Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa
ini, namun kurang berhasil. Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan
lahan korupsi paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu,
yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto,
S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat.
Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,

C. Korupsi pada Zaman Orde Baru


Bulog merupakan lembaga penyuplai kebutuhan beras nasional. Bulog
mengatur pengadaan, peredaran, pengendalian harga, dan persediaan beras
untuk rakyat. Untuk memastikan semua tugas itu aman, rezim Orde Baru
menempatkan kalangan tentara di posisi pucuk Bulog. Tetapi kebijakan ini
menimbulkan sejumlah masalah.
Para pemimpin Bulog terlibat pengadaan, penjualan, dan pendistribusian
beras secara gelap. Laporan Komisi Empat pada Juli 1970 menyebut bahwa
pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. “Untuk tahun 1970/1971
lembaga tersebut merencanakan pengadaan beras dengan iaya Rp69,571 miliar.
Tapi jumlah itu hanya akan kembali Rp56,7miliar,” tulis Komisi Empat seperti
dikutip Ekspres.
6

Indonesia Raya menduga ketidakberesan di dalam Bulog telah bermula


sejak 1966. Ketidakberesan itu mencakup sisi kelembagaan, manajemen,
kepemimpinan, dan tindak penyelewengan. Terkait tindak
penyelewengan, Indonesia Raya mengumbar cerita seputar pembelian beras
rusak oleh okum pegawai Bulog. Jumlahnya mencapai 200 ton beras.
Sejumlah nama muncul di Indonesia Raya terkait dugaan kasus korupsi
dalam Bulog. Nama-nama itu tak hanya berasal dari internal Bulog, melainkan
juga dari rekanannya seperti Go Swie Kie dan Budiadji. Masing-masing berlatar
belakang pengusaha.
Go Swie Kie dan Budiadji diduga terlibat dalam penggelapan beras di
Jakarta dan Kalimantan. Selain penggelapan beras, Go Swie Kie diduga pula
bermain dalam pembelian karung goni tanpa tender.
TPK tak mampu mengendus kasus korupsi dalam Bulog.
Harian Pedoman 23 November 1972 mencatat ketidaberesan dalam Bulog
sebagai “korupsi yang sulit ditembus”. Hal ini mengulang apa yang diungkap
oleh Mochtar Lubis, pemimpin redaksi Indonesia Raya, pada 13 Februari 1969.
“Berita, cerita, dan fakta-fakta tentang hal-hal tidak beres dalam Bulog sudah
banyak sekali disiarkan dalam pers. Akan tetapi sampai kini, kita tidak melihat
suatu tindakan diambil terhadap mereka yang bertanggung jawab terhadap hal-
hal yang diuraikan,” tulis Mochtar.
Kepala Staffnya. Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen
Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di Bandung.
Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak pencalonan Suharto menjadi ketua
Senat Seskoad.

D. Korupsi pada Zaman Reformasi


Kasus korupsi e-KTP adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan
KTP elektronik untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an.
Mulanya proyek ini berjalan lancar dengan pengawasan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh Gamawan Fauzi yang
7

saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Namun kejanggalan demi
kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP membuat
berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas
Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan
terjadinya korupsi. Sejak itu KPK melakukan berbagai penyelidikan demi
mengusut kronologi dan siapa saja dalang di balik kasus ini. Para pemangku
kebijakan terkait proyek e-KTP pun dilibatkan sebagai saksi, mulai dari
Gamawan Fauzi, Nazaruddin, Miryam S. Hani, Chairuman Harahap bahkan
hingga Diah Anggraini.
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK
menemukan fakta bahwa negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314
triliun[7]. Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya
menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi, beberapa di antaranya
pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR.
Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang
Sugiana dan Setya Novanto. Miryam S. Haryani sebenarnya juga ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK. Namun statusnya adalah bukan sebagai tersangka
korupsi, melainkan sebagai pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas
nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan. Penetapan tersangka oleh KPK dalam
kasus ini pertama kali dilakukan pada 22 April 2014 atas nama Sugiharto
sementara sidang perdana atas tersangka pada kasus ini digelar pada 9 Maret
2017. Tercatat ada puluhan sidang yang berjalan setelah itu untuk para
tersangka KPK.
Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih
giat dalam menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-
liku dihadapi, mulai dari ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka,
sidang praperadilan, dibatalkannya status tersangka Novanto oleh hakim,
kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga ditetapkannya ia lagi sebagai
tersangka. Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes
Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan
8

korupsi. Untuk kepentingan pengembangan kasus atas tewasnya Marliem, KPK


pun melakukan kerja sama dengan FBI.
Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital membuat kasus ini
mendapatkan sorotan dari para warganet. Dalam beberapa kesempatan para
warganet meluapkan ekspresi mereka terkait kasus korupsi e-KTP dengan
menciptakan trending topic tertentu di twitter dan membuat meme untuk
kemudian diunggah di media sosial. Namun reaksi warganet lebih condong
ditujukan pada Setya Novanto ketimbang tersangka yang lain. Tak hanya media
nasional, media asing seperti AFP dan ABC juga turut memberitakan perkara
ini, terutama terkait keterlibatan Setya Novanto.
Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus
ini belum mencapai penyelesaian. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto
yang telah divonis hukuman penjara sementara yang lain masih harus
menghadapi proses hukum yang berlaku. Oleh karena itu, para pihak berwenang
masih harus ekstra kerja keras lagi untuk menutup buku atas perkara ini.

E. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi


1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol
sosial terkait dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan
desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi
serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat
bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan
sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti
halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di
Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk
membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan,
banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan
bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari
hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya
pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada
ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem
sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

9
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X.


Jakarta: Erlangga
Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,
Kesejahteraan dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html )

10

Anda mungkin juga menyukai