KONSEP KORUPSI
Disusun Oleh :
Kelompok 7
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “KONSEP KORUPSI”. Tujuan
pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Keperawatan serta menambah pengetahuan kami tentang bagaimana konsep dari
manajemen pelayanan keperawatan
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi nilai
tambah bagi semua yang memanfaatkannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ....................................................................................... 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat
parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan
praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau
jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin
sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek
masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus
tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa,
mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja
yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor public maupun privat,
tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi penting dan sangat diperlukan
untuk menghindari praktek-praktek korupsi yang tidak saja melibatkan pejabat
bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang apabila dibiarkan,
maka rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan.
Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi
tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara,
melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni
dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat diambil
yaitu :
1. Bagaimana korupsi pada zaman orde lama?
1
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui korupsi pada zaman orde lama
2. Untuk mengetahui korupsi pada zaman orde baru
3. Untuk mengetahui korupsi pada zaman reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Korupsi
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran,
dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif
hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo.
UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi,
yang di kelompokan SBB :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi
korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.
3
4
setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos
cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan
kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan
Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961
karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun
1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya
Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-
perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru
melahirkan korupsi di tubuh TNI.
Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa
ini, namun kurang berhasil. Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan
lahan korupsi paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu,
yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto,
S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat.
Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,
saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Namun kejanggalan demi
kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP membuat
berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas
Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan
terjadinya korupsi. Sejak itu KPK melakukan berbagai penyelidikan demi
mengusut kronologi dan siapa saja dalang di balik kasus ini. Para pemangku
kebijakan terkait proyek e-KTP pun dilibatkan sebagai saksi, mulai dari
Gamawan Fauzi, Nazaruddin, Miryam S. Hani, Chairuman Harahap bahkan
hingga Diah Anggraini.
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK
menemukan fakta bahwa negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314
triliun[7]. Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya
menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi, beberapa di antaranya
pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR.
Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang
Sugiana dan Setya Novanto. Miryam S. Haryani sebenarnya juga ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK. Namun statusnya adalah bukan sebagai tersangka
korupsi, melainkan sebagai pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas
nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan. Penetapan tersangka oleh KPK dalam
kasus ini pertama kali dilakukan pada 22 April 2014 atas nama Sugiharto
sementara sidang perdana atas tersangka pada kasus ini digelar pada 9 Maret
2017. Tercatat ada puluhan sidang yang berjalan setelah itu untuk para
tersangka KPK.
Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih
giat dalam menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-
liku dihadapi, mulai dari ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka,
sidang praperadilan, dibatalkannya status tersangka Novanto oleh hakim,
kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga ditetapkannya ia lagi sebagai
tersangka. Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes
Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan
8
A. Kesimpulan
korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi
serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat
bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan
sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti
halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di
Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk
membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan,
banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan
bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari
hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya
pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada
ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem
sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
9
DAFTAR PUSTAKA
10