1. Tulisan yang terdapat pada nisan di Minye Tujoh, Aceh (1380 M).
2. Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang (683).
3. Prasasti Talang Tuo, di Palembang (684).
4. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat (686).
5. Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi (688).
Melalui hasil pemikiran para tokoh pergerakan pada masa penjajahan Belanda tentang bahasa
persatuan yang sangat diperlukan sebagai sarana komunikasi dan sarana pergaulan dalam
kehidupan sehari-hari, akhirnya dipilih bahasa Melayu dengan pertimbangan bahwa bahasa
Melayu telah dikenal dan dipakai sebagian besar rakyat Nusantara pada saat itu. Penggunaan
bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Mohammad Yamin, seorang
politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Moh. Yamin mengatakan bahwa: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang
lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan”.
Begitu pesatnya perkembangan bahasa Melayu di Indonesia hingga penyebarannya mencakup ke
seluruh pelosok Nusantara mendorong rasa persatuan bangsa Indonesia. Para pemuda yang
bergabung dalam pergerakan kemudian secara sadar mencetuskan bahasa Melayu sebagai bahasa
Indonesia melalui ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Pada saat itulah bahasa Indonesia
resmi diakui. Namun secara Yuridis bahasa Indonesia diakui pada 18 Agustus 1945, sehari
setelah kemerdekaan Indonesia.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
1. Bahasa Melayu sejak dulu telah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di Indonesia.
2. Bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana serta mudah dipelajari karena bahasa Melayu
tidak mengenal tuturan.
3. Suku-suku lain di Indonesia sukarela mengakui dan menerima bahasa Melayu sebagai dasar
bahasa Indonesia.
4. Bahasa Melayu memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, ditetapkanlah
UUD 1945 yang didalamnya disebutkan bahwa Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia (Bab
XV, Pasal 36). Dengan demikian, selain menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia juga menjadi
bahasa negara. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang lebih
pesat lagi. Pemerintah pun memberi perhatian pada perkembangan bahasa itu dengan
membentuk lembaga Pusat Bahasa dan Penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia.
Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia bersifat terbuka dalam hal menyerap kata-kata dari bahasa lain, baik itu bahasa
daerah maupun bahasa asing. Oleh karena itu, bahasa Indonesia mengalami banyak pembaruan
dan penyempurnaan terutama dalam ejaannya. Perjalanan ejaan yang telah dialami oleh bahasa
Indonesia meliputi:
1. Huruf oe diganti dengan huruf u seperti pada kata doeloe menjadi dulu.
2. Bunyi sentak ditulis k setelah sebelumnya ditulis dengan menambahkan tanda koma ain seperti
pada kata ma’moer menjadi makmur, dan kata pa’ menjadi pak.
3. Kata ulang boleh disingkat dengan angka 2 seperti kata rumah-rumah, negara-negara.
4. Kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya, seperti kata di tempat, di
rumah, di sana.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) (1972)
EYD diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57 Tahun
1972. EYD merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari ejaan sebelumnya, yaitu
ejaan Republik. Hal-hal yang diatur dalam EYD antara lain:
1. Penambahan huruf vokal diftong. Huruf diftong yang pada EYD hanya tiga yaitu ai, au, oi, pada
EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei seperti pada kata survei
2. Penggunaan huruf kapital pada julukan
3. Penggunaan huruf tebal pada penulisan lema atau sublema dalam kamus dihapuskan
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang mudah dibentuk, melainkan bahasa yang dalam
pembentukannya mengalami perjalanan sejarah yang amat panjan. Ini merupakan suatu
kebanggaan bagi kita yang menggunakannya. Bahasa Indonesia juga dikenal unik oleh bangsa-
bangsa lain. Bayangkan saja, begitu banyaknya suku di Indonesia, tetapi hanya bahasa Indonesia
yang menjadi bahasa pemersatunya.
Dilihat dari sudut pandang linguistik, pada awalnya sejarah bahasa Indonesia adalah ragam
dari bahasa Melayu. Adapun dasar yang digunakan adalah bahasa Melayu Riau
(Kepulauan Riau) abad ke-19. Nama "Bahasa Indonesia" diawali sejak Sumpah Pemuda,
28 Oktober 1928, yang bertujuan untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" jika
nama bahasa Melayu dipakai. Proses tersebut membuat terjadinya perbedaan Bahasa
Indonesia yang sekarang dengan varian bahasa Melayu di Riau dan Semenanjung Malaya.
Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang tetap hidup dan menghasilkan
kata-kata baru, baik itu melalui penciptaan atau penyerapan dari bahasa daerah dan
bahasa asing.
Bahasa Indonesia dituturkan dan dipahami lebih dari 90% warga Indonesia, akan tetapi
bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu untuk kebanyakan para penuturnya. Sebagian
besar warga Indonesia memakai salah satu dari 748 bahasa yang terdapat dan tumbuh di
Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia sering memakai versi sehari-hari
atau kolokial ataupun mencampuradukkannya dengan dialek Melayu yang lainnya atau
bahasa ibunya.
Meskipun begitu, Bahasa Indonesia digunakan yang memiliki cakupan yang sangat luas di
berbagai perguruan, media massa, sastra, dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan
Bahasa Indonesia telah digunakan semua warga Indonesia. Tata bahasa dan fonologi
Bahasa Indonesia yang dianggap relatif mudah. Sehingga dasar-dasar penting yang
dipakai untuk berkomunikasi dapat dipelajari dalam beberapa minggu saja.
Terdapat 4 faktor bahasa Melayu yang kemudian diangkat menjadi bahasa Indonesia:
1) Bahasa melayu menjadi lingua franca bagi bangsa Indonesia, bahasa perhubungan, dan
bahasa perdagangan.
2) Suku Jawa, Sunda, dan berbagai suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia yang kemudian digunakan sebagai bahasa nasional.
3) Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang sangat luas.
4) Sistem bahasa Melayu yang relatif sederhana, sehingga dapat dengan mudah dipelajari
karena bahasa melayu tidak mengenal tingkatan bahasa.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi merupakan ejaan dari sejarah bahasa Indonesia yang berlaku pada
17 Maret 1947. Ejaan Soewandi menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan
Soewandi berlaku sampai tahun 1972, yang kemudian digantikan dengan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) oleh menteri Mashuri Saleh yang menjabat pada masa
itu. Pada 23 Mei 1972 menteri Mashuri mengesahkan EYD dan menggantikan Ejaan
Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri Saleh menandai dengan pergantian ejaan
dengan mengganti nama jalan yang berada di depan kantor departemennya, dari
Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap. Adapaun ciri-ciri ejaan Soewandi antara lain :
1) Penggunaan petik satu yang dipakai untuk bunyi sentak yang kemudian diganti
dengan huruf k seperti : sentak, tidak, dan sebagainya.
2) Huruf oe sudah tidak digunakan lagi dan digantikan dengan huruf u.
3) Tidak terdapat perbedaan awalan menggunakan di- dengan kata depan di.
4) Dapat memakai angka 2 untuk kata yang diulang, seperti : jalan2, makan2, dan
sebagainya.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan dari sejarah bahasa Indonesia
yang berlaku pada tahun 1972. Ejaan Yang Disempurnakan menggantikan ejaan
Soewandi. Tanggal 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama yang ditandatangani
Tun Hussien Onn (Menteri Pelajaran Malaysia) dan Mashuri (Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia). Dengan pernyataan bersama tersebut bahwa
didalamnya mengandung persetujuan untuk melakukan asas-asas yang
sebelumnya disepakati oleh ahli-ahli kedua negara tersebut tentang Ejaan Yang
Disempurnakan serta Ejaan Baru. Tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan
Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, diberlakukan sistem ejaan Latin yang
digunakan untuk bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Adapun ciri-ciri ejaan yang
disempurnakan antara lain :
1) Menggunakan huruf c untuk menggantikan huruf tj seperti : cacing, contoh, cantik,
dan sebagainya.
2) Menggunakan huruf kh untuk menggantikan huruf ch.
3) Menggunakan huruf j untuk menggantikan huruf Dj seperti: juta, jual, jati, jalan,
dan sebagainya.
4) Perubahan dari awalnya penulisan nj menjadi ny.
5) Perubahan dari sj menjadi sy.
6) Perubahan huruf j menjadi y.
1) Penggunaan bahasa asing atau istilah dalam surat kabar yang semakin banyak.
2) Jumlah kata-kata singkatan yang bertambah.
Pers memiliki jasa yang besar dalam sejarah bahasa Indonesia yang memperkenalkan
istilah-istilah, ungkapan, serta kata-kata baru, seperti : provokator, konspirasi, arogan, KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme), hujat, kroni, rekonsiliasi, proaktif, dan sebagainya.
2. Secara umum fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai alat komunikasi tulis maupun
lisan. Menurut Santoso, dkk. bahasa adalah suatu alat komunikasi yang memiliki fungsi
antara lain :
3. Hallyday (1992) berpendapat bahwa fungsi bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi
untuk kebutuhan :
1. Tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda membangun suatu badan penerbit buku
bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat).
Pada tahun 1917 kemudian diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit buku
bacaan tersebut menerbitkan banyak buku, seperti buku penuntun bercocok tanam,
Siti Nurbaya, dan sebagainya yang dapat membantu penyebaran bahasa Melayu.
2. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal tersebut adalah pertamakalinya di sidang Volksraad, terdapat
seseorang yang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
4. Tahun 1933 berdirinya angkatan sastrawan muda yaitu Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
5. Pada tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
11. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat
itu menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang resmi untuk diberlakukan di
Indonesia (Wawasan Nusantara).
16. Tanggal 26-30 Oktober 1998 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia VII
di Jakarta, tepatnya di Hotel Indonesia. Kongres Bahasa Indonesia VIi
diselenggarakan untuk mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
Kesimpulan :
1) Sumber terciptanya bahasa Indonesia adalah bahasa melayu.
2) Secara sosiologis, bahasa Indonesia secara resmi digunakan sebagai bahasa persatuan
sejak pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun, secara yuridis Bahasa Indonesia di akui
setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.
3) Bahasa Melayu kemudian diangkat menjadi bahasa Indonesia, karena bahasa melayu
sudah dipakai sebagai bahasa pergaulan atau lingua franca di seluruh nusantara dan
bahasa Melayu yang sederhana sehingga dapat dengan mudah dipelajari dan tidak
terdapat adanya tingkatan bahasa.
Itulah artikel yang membahas tentang sejarah bahasa Indonesia, kedudukan bahasa
Indonesia, dan fungsi bahasa Indonesia. Sejarah bahasa Indonesia merupakan suatu
sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk menetapkan eksistensinya di mata negara-
negara lain di dunia.
Perjuangan bangsa Indonesia untuk membuat bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional
bukanlah perkara mudah, mengingat pada saat itu negara Indonesia sempat dijajah berkali-
kali, dan hal tersebut dapat mengubah cara pengejaan kata demi kata walaupun tidak
signifikan.