Anda di halaman 1dari 72

PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE TOKEN ECONOMY DALAM

KEDISIPLINAN ANAK USIA 3– 5 TAHUN DI TK ISLAM AL – HIJRAH


KOTA GORONTALO

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Ujian


Sarjana Keperawatan

Oleh

SAWITRI TOLINGGILO

(841 414 021)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak PraSekolah adalah anak dengan usia 3-5 tahun, serta sudah mulai

banyak melakukan aktivitas diluar rumah terlebih dengan teman sebayanya. Namun

dalam hal ini pengawasan orang tua diluar sekolah pun masih sangat diperlukan

untuk tumbuh kembang anak, selain harus melibatkan guru dalam proses belajar

disekolah, orang tua dirumah pun punya tugas penting dalam menjaga attitude atau

sikap untuk menghadapi dunia diluar rumah. Sikap yang patut diajarkan orang tua

ataupun guru disekolah, salah satunya yakni disiplin. Disiplin dalam hal ini menjadi

yang sangat terpenting untuk mendidik anak didalam rumah maupun diluar sekolah

(Chotim, 2016).

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional

disebutkan bahwa mereka adalah anak yang berada pada rentang usia sejak lahir

sampai dengan 6 tahun. Anak usia dini di Indonesia adalah mereka yang sejak lahir

usia 0 tahun hingga memasuki jenjang SD awal. Anak usia dini ini merupakan anak

usia pra sekolah yang harus kita lebih perhatikan pertumbuhan dan perkembangannya

(Pulumoduyo, 2015).

Menurut BPS Indonesia tahun 2010 jumlah anak usia 0-9 tahun berjumlah

45,972 juta dari jumlah penduduk di Indonesia, menurut BPS Gorontalo jumlah anak

usia 0-9 tahun berjumlah 111,600 ribu jiwa. “Tahap-tahap perkembangan anak usia

dini tertentu harus dimiliki dan dialami oleh setiap anak penilaian baik buruknya

1
perkembangan anak tergantung pada tercapainya suatu fase perkembangan sesuai

usianya” (Elex, 2008).

“Masalah-masalah yang sering dialami anak usia prasekolah antara lain tidak

patuh, tempertantrum, agresif, menarik diri, implusif, kurang mampu berkonsentrasi,

egois, kurang mandiri atau terlalu tergantung pada orang lain”. Diantara masalah-

masalah tersebut kedisiplinan adalah masalah yang harus ditangani sejak dini, karena

jika tidak ditangani sejak dini maka akan berpengaruh pada masa yang akan datang,

anak yang masih berperilaku dependent dimasa depan akan memiliki kecenderungan

tidak mandiri bahkan sampai pada gangguang psikologis “dependency” (Mittman,

1981).

Disiplin merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus ada dalam diri

seorang manusia, termasuk pada anak usia prasekolah. Dalam hal ini dengan tujuan

sebagai proses pemikiran dan pengembangan wataknya secara sehat. Dalam tindak

pola asuh orang tua disiplin itu sendiri didasari dari kasih sayang orang tua terhadap

anaknya, keseimbangan rasa kasih sayang orang tua menjamin kedisiplinan anak bisa

berjalan secara mulus. Oleh karena itu, guru sebagai orang tua disekolah menjadikan

disiplin sebagai pelayanan utama, untuk tindak pemahaman yang benar mengenai

disiplin, dan juga sebagai alat pendampingan guru, sehingga guru dapat bersikap baik

dan benar dalam mengajarkan disiplin terhadap anak didiknya (Suryadi, 2006).

Nilai-nilai dasar karakter yang dipandang baik, sangat penting dikenalkan

dan diinternalisasikan ke dalam perilaku anak usia dini. Salah satu karakater yang

harus dimiliki adalah disiplin. Dengan disiplin, anak dapat memperoleh batasan untuk

2
memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Untuk itulah, disiplin bertujuan agar anak

dapat menerapkan perilaku disiplin melalui penanaman yang diajarkan tentang

bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok sosial,

sesuai peran yang ditetapkan kelompok budaya dimana ia berasal. Kedisiplinan dapat

dilakukan dan diajarkan pada anak di sekolah maupun dirumah sejak usia balita

hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja yaitu dengan cara membuat

semacam peraturan atau tata tertib yang wajib dipatuhi oleh setiap anak (Dania,

2017).

Menurut Wantah (dalam Dania, 2017) menjelaskan bahwa terdapat dua cara

dalam membesarkan anak, yaitu konsep disiplin positif dan negatif. Menurut konsep

positif dari disiplin ialah sama dengan pendidikan dan bimbingan karena menekankan

pertumbuhan di dalam disiplin diri dan pengendalian diri serta akan melahirkan

motivasi dari dalam. Sedangkan konsep negatif disiplin berarti pengendalian dengan

kekuasaan luar, yang merupakan bentuk pengekangan dengan cara yang tidak

disukai, sehingga dapat disimpulkan bahwa disiplin negatif dapat memperbesar

ketidakmatangan individu, sedangkan disiplin positif menumbuhkan kematangan.

Oleh karena itu, disiplin positif berpengaruh baik terhadap perilaku anak.

Indikator perilaku disiplin anak di Taman Kanak-Kanak berdasarkan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137

Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD menjelaskan bahwa anak yang berada

pada rentang usia 5-6 tahun diharapkan mampu mencapai keberhasilan dalam

menaati aturan kelas (kegiatan, aturan). Sedangkan, (Wiyani, 2014) mengungkapkan

3
ada 4 indikator bahwa anak menunjukkan sikap kedisiplinan dalam menaati aturan

yaitu membuang sampah pada tempatnya, merapikan mainan setelah digunakan,

menaati peraturan yang berlaku, dan berangkat sekolah tepat waktu.

Dari tindakan kedisiplinan anak, jika anak bisa konsisten dalam segala

kesehariannya disekolah ataupun dirumah dapat dipastikan pemberian reward akan

langsung ditujukan pada anak itu sendiri, sebaliknya jika anak belum bisa konsisten

dengan segala peraturan dan tata tertib disekolah ataupun dirumah, orang tua ataupun

guru bisa memberikan punishment ataupun hukuman agar dapat membentuk sifat dan

sikap anak menjadi lebih baik, tanpa harus membebani pikiran dan mental anak

(Suryadi, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan (Bahuwa, 2014)

mengatakan bahwa berkaitan dengan disiplin anak TK Aster Kecamatan Kota Barat

Kota Gorontalo, peneliti mengamati bahwa perkembangan perilaku disiplin anak di

TK tersebut belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan

pengamatan setiap hari ada saja anak yang terlambat datang ke sekolah. Dari 19 anak,

terdapat 7 anak (36,8%) yang sering datang terlambat. Selain itu, ada pula anak yang

tidak mau berbaris. Hal ini dilakukan oleh 6 sampai 7 orang anak. Demikian pula

ketika berada di dalam kelas, terdapat 7 anak atau (36,8%) dari seluruh anak di TK

Aster Kota Barat Kota Gorontalo yang kurang disiplin. Perilaku kurang disiplin

mereka antara lain tampak dari beberapa aktivitas, seperti kurang tertib ketika belajar

di dalam kelas.

4
Berdasarkan penelitian Baumrind terhadap kualitas pendisiplinan anak

dalam keluarga menemukan bahwa upaya pembentukan disiplin yang efektif

ditemukan pada sekitar 58% keluarga berpendidikan menengah ke atas. Sebaliknya,

keluarga yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah, sekitar 67% mengupayakan

disiplin secara acak tidak terarah. (Horton, 2001) mengatakan parental discipline is

important to children’s cognitive and social development, dapat dimaknai dengan

pembentukan disiplin oleh orang tua sangat penting dalam perkembangan kognitif

dan sosial anak.

Dalam usia prasekolah pun jika anak bisa efisien dengan kedisiplinannya,

pemberian penghargaan (reward) pun menjadi solusi dalam proses pengingat anak

dalam menyikapi positif tindakan kedisiplinan. Hal demikian dilakukan agar menjadi

penguat perilaku positif anak. Reward dalam hal ini dikategorikan dalam dua hal,

yakni reward verbal dan reward non verbal. Reward verbal itu sendiri merupakan

reward yang diberikan secara langsung kepada anak dari guru ataupun orang tua,

diberikan secara langsung didasari dengan sikap kedisiplinan anak dalam melakukan

hal-hal disekelilingnya. Reward verbal seperti memberikan pujian pada saat anak

melakukan dengan benar kedisiplinannya, sedangkan reward non verbal salah

satunya yaitu dengan memberikan reward melalui metode token ekonomi (Harlock,

1978).

Token ekonomi merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang

untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak

diinginkan, tokens (tanda-tanda/pemberian stiker). Token ekonomi pun diberikan jika

5
anak mulai menunjukkan sikap sesuai dengan yang dipertunjukkan, token ekonomi

disini dengan tujuan menjadikan penguat pemikiran anak dalam tindak kedisiplinan.

Dengan singkatnya token ekonomi tujuannya untuk memodifikasi perilaku yang

dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dalam hal ini perilaku positif

dan mengurangi perilaku yang tidak dinginkan dan dalam hal ini perilaku negatif.

Token ekonomi yang biasa dilakukan pada anak usia dini seperti pemberian point,

permen ataupun dengan pemberian stiker dengan gambar kartun yang pasti akan

disukai anak (Sahyani, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Fima Arifatun

dengan judul Pengaruh Token Economy Terhadap Disiplin Anak Kelompok B Di

Taman Kanak-Kanak bahwa hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara

disiplin anak sebelum dan setelah memperoleh perlakuan berupa Token Economy.

Hasil perhitungan rata-rata skor pratest sebesar 16,47 (71,61 %) dan rata-rata skor

pascatest sebesar 19,23 (83,61%). Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan skor

rata-rata pratest dan skor rata-rata pascatest dengan selisih skor sebesar 2,76. Ho pada

penelitian ini adalah skor rata-rata disiplin anak sebelum pemberian treatment berupa

Token Economy tidak sama dengan skor rata-rata disiplin anak setelah pemberian

treatment berupa Token Economy. Jika harga thitung > ttabel. Berarti H0diterima. Hasil

perhitungan uji-t menunjukkan thitung > ttabel dengan nilai thitung = 3,33 dan diketahui

ttabel=2,17. Sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan antara rata-

rata skor pratest dan rata-rata skor pratest.

6
Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti dari TK Al-Hijrah Islam Kota

Gorontalo, TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo didirikan pada bulan Juli 2017 dan di

temukan bahwa jumlah anak pra sekolah di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo

sebanyak 21 orang. Masalah yang ada disekolah itu adalah tidak membuang sampah

pada tempatnya, tidak mencuci tangan sebelum makan dan sesudah makan, dan juga

tidak memakai kaos kaki. Dalam tahap ini disiplin sekedar sosialisasi penyesuaian

anak dalam memasuki dunia persekolahan, tetapi masih memprioritaskan kedisiplinan

anak.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di TK Al-Hijrah Islam

Kota Gorontalo, bahwa masih ada anak yang kurang disiplin, yakni dengan masalah

disiplin tidak membuang sampah pada tempatnya, tidak mencuci tangan sebelum

makan dan sesudah makan, dan juga tidak memakai kaos kaki. Dengan hasil

observasi awal ini didapati ada 10 anak dengan masalah disiplin yakni 3 anak yang

tidak membuang sampah pada tempatnya, 5 anak tidak mencuci tangan sebelum

makan dan sesudah makan serta ada 2 anak yang tidak memakai kaos kaki. Dalam hal

ini penanganan disiplin anak oleh guru hanya ditegur. Dengan hasil observasi awal

tersebut menekankan bahwa disiplin anak itu sangat berpengaruh terhadap pola

tingkah laku anak dan juga pola kehidupan anak kedepannya, maka sangat

diharapkan agar anak bisa memulainya dari usia dini dengan bantuan dan dukungan

dari orang tua atau bahkan guru yang ada di sekolah.

Dari hasil wawancara dengan guru yang ada di TK Al-Hijrah Kota

Gorontalo bahwa pemberian reward melalui metode token ekonomi belum pernah

7
dilakukan dan diaplikasikan dalam setiap proses pembelajaran, apalagi dalam hal ini

untuk mendisiplinkan anak usia 3-5 tahun yang bersekolah di TK Al-Hijrah Kota

Gorontalo.

Adapun dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang

“Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi Untuk

Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia 3-5 Tahuan.” Yang diharapkan agar

kedisiplinan dapat terwujud dalam sikap sehari-hari, yang sudah diajarkan sejak anak

usia dini.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Dengan hasil observasi awal ini didapati ada 5 anak yang tidak membuang

sampah pada tempatnya, 7 anak tidak mencuci tangan sebelum makan dan

sesudah makan serta ada 3 anak yang tidak memaki kaos kaki.

2. Masalah yang ada di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo adalah tidak

membuang sampah pada tempatnya, tidak mencuci tangan sebelum makan

dan sesudah makan, dan juga tidak memakai kaos kaki.

3. Pemberian reward melalui metode Token Economy belum pernah dilakukan

dan diaplikasikan dalam setiap proses pembelajaran, apalagi dalam hal ini

untuk mendisiplinkan anak usia 3-5 tahun yang bersekolah di TK Al-Hijrah

Kota Gorontalo.

8
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu “Apakah ada pengaruh pemberian reward melalui metode token ekonomi

untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia 3 – 5 tahun di TK Al-Hijrah Islam Kota

Gorontalo?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas

Pemberian Reward melalui metode token ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan

anak usia 3 – 5 tahun.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi sebelum dan sesudah pemberian reward untuk kedisiplinan

anak usia 3 – 5 tahun di TK Islam Al-Hijrah Kota Gorontalo.

2. Mengidentifikasi metode token ekonomi untuk kedisiplinan anak usia 3 – 5

tahun di TK Islam Al-Hijrah Kota Gorontalo.

3. Menganalisa sebelum dan sesudah pemberian reward melalui metode token

ekonomi untuk kedisiplinan anak usia 3 – 5 tahun di TK Al-Hijrah Islam

Kota Gorontalo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber penelitian ilmiah

terutama dalam menyikapi bidang pendidikan anak usia dini atau anak

9
prasekolah khususnya efektivitas pemberian reward melalui metode token

ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan anak disekolah.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis

Sebagai penambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi penulis

untuk kedepannya.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Sebagai referensi dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak

dengan hospitalisasi atau untuk meningkatkan kedisiplinan dalam menjaga

kesehatan badan dan lingkungan, seperti sebelum dan sesudah makan

dengan mencuci tangan, dan juga membuang sampah pada tempatnya.

3. Bagi Masyarakat / Orang Tua

Sebagai masukan bagi tenaga pengajar di TK untuk bahan kajian dalam

meningkatkan kedisiplinan siswa sehingga siswa lebih siap melanjutkan ke

jenjang pendidikan sekolah dasar, juga sebagai bahan pembelajaran orang

tua tentang disiplin anak dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

anak dirumah ataupun disekitar lingkungan tempat tinggal.

4. Bagi Guru

Sebagai bahan ajar dan bisa diterapkan dalam proses pembelajaran anak

disekolah untuk membantu meningkatkan disiplin anak usia prasekolah.

10
5. Bagi Sekolah

Dapat dimasukkan dalam salah satu teknik bermain anak demi tercapainya

tingkat kedisiplinan anak untuk bekal dalam persiapan melanjutkan

pendidikan menuju jenjang yang lebih tinggi.

6. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya untuk

melakukan penelitian reward melalui metode token ekonomi sebagai

peningkatan kedisiplinan siswa.

11
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Anak Pra Sekolah

2.1.1.1 Definisi Anak Pra Sekolah

Anak Pra Sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Dalam usia ini

anak umunya mengikuti program anak (3-5 tahun) dan kelompok bermain (usia 3

tahun). Sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman

Kanak-kanak (Patmonodewo, 2008).

2.1.1.2 Pertumbuhan Fisik Anak Pra Sekolah

1. Anatomi dan Fisiologi Anak Pra Sekolah :

Beberapa perkembangan anatomi dan fisiologi pada anak pra sekolah

(dimana terdapat sedikit perbedaan antara toddler dan pra sekolah) yang

perlu dicermati.

Diuraikan pada tabel di bawah ini :

a. Leher dan Limfoid

Tabel 2.1. Leher dan Limfoid


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
1 Leher Leher memanjang pada
sekitar usia 3 atau 4 tahun.
2 Tonsil  Tonsil secara khas
sangat besar pada masa
kanak-kanak awal dan
jarang pada masa
dewasa.
 Tonsil ini secara cepat

12
mencapai ukuran dewasa
pada usia 6 tahun, terus
tumbuh sampai usia 10
atau 12 tahun.

b. Mata

Tabel 2.2. Mata


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
1 Pandangan Mata Pandangan binocular dan
perifer dikembangkan pada
usia 6 tahun.
2 Biasanya, anak-anak tetap
berpandangan jauh sampai
usia 7 tahun.

c. Telinga

Tabel 2.3. Telinga


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
Telinga Pendengaran mencapai
kematangan pada usia 3
sampai 4 tahun.

d. Sistem Kardiovaskuler

Tabel 2.4. Sistem Kardiovaskuler


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
1 Jantung Jantung membagi empat
pada ukurannya pada usia 5
tahun.
2 Sinus Aritmia  Sinus aritmia menjadi
lebih jelas selama masa-
masa pra sekolah.
 Celah fisiologis bisa
tampil untuk pertama

13
kalinya, dan murmur
fungsional bisa
terdengar.

e. Abdomen (Kandung Kemih)

Tabel 2.5. Abdomen (Kandung Kemih)


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
Kandung Kemih Kapasitas kandung kemih
meningkat sesuai usia dan
menurun ke dalam pelviks
pada usia 3 tahun.

f. Sistem Neurologis

Tabel 2.6. Sistem Neurologis


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
1 Hubungan Neuron Sejumlah bentuk hubungan
yang lebih besar antara
neuron dengan neuron
meningkat dalam
kompleksitasnya.
2 Hemisfer Aktivitas pada hemisfer
terjadi, dibuktikan dengan
pilihan menggunakan
tangan.
3 Sistem Limbik Sistem limbik me-
matangkan tidur teratur
yang lebih baik, bangun,
dan emosi-emosinya.

14
g. Sistem Sensori

Tabel 2.7. Sistem Sensori


No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian
Diperhatikan
1 Olfaktori  Anak pra-sekolah sering
berespon pada bau-
bauan dalam cara yang
tidak terlambat
(menutup muka,
berpura-pura muntah,
menutup hidung).
 Mereka mempelajari
hal-hal tabu olfaktori,
tetapi tidak disukai
sosial.
2 Gustatori Anak-anak pra sekolah
seringkali menyatakan
inisiatifnya dengan
menanyakan sesuatu ‘yang
enak’ dan dengan
menanyakan/meminta
untuk membuang makanan
yang ‘tidak enak/enek’.
3 Taktil Kebanyakan anak masih
suka menjadi dekat dengan
orang lain, terutama jika
anak memerlukan pelukan.

2. Ciri-Ciri Umum Anak Pra Sekolah

Ada beberapa ciri-ciri anak pra sekolah yang telah dikemukakan oleh

(Patmonodewo, 2008), yang meliputi ciri fisiki, emosional, sosial, dan

kognitif, yaitu :

a. Ciri fisik anak prasekolah dalam penampilan maupun gerak gerik

prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam 15

15
tahapan sebelumnya yaitu umumnya anak sangat aktif, mereka telah

memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai

kegiatan yang dilakukan sendiri.seperti memberikan kesempatan kepada

anak untuk lari memanjat dan melompat.

b. Ciri sosial anak prasekolah biasanya bersosialisasi dengan orang di

sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat,tetapi sahabat ini cepat berganti,mereka mau bermain dengan

teman. Sahabat yang dipilih biasanya sama jenis kelaminnya. Tetapi

kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang

berbeda.

c. Ciri emosional anak prasekolah yaitu cenderung mengekspresikan

emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan

oleh anak pada usia tersebut, dan iri hati sering terjadi. Mereka sering

kali mempeributkan perhatian guru.

d. Ciri kognitif anak prasekolah umumnya telah terampil dalam bahasa.

Sebagai besar dari mereka senang bicara, kususnya dalam kelompoknya.

Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk bicara. Sebagian mereka perlu

dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.

3. Tinggi Badan

a. Secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan TB berkisar

antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.

16
b. Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hamper sama dengan

tahun sebelumnya. TB mencapai 103 cm sehingga TB sudah mencapai

dua kali lipat dari TB saat lahir.

c. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah TB rata-

rata mencapai 110 cm (Maryunani, 2016).

4. Berat Badan

a. Secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7

kg dan rata-rata BB 14,6 kg.

b. Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hamper sama dengan

tahun sebelumnya. BB mencapai 16,7 kg.

c. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah BB rata-

rata mencapai 18,7 kg (Maryunani, 2016).

2.1.1.3 Perkembangan Kognitif

Diuraikan menjadi dua, yaitu perkembangan kognitif pra sekolah menurut

(Piaget, 1954) dan perkembangan bahasa, yang diuraikan berikut ini :

1. Perkembangan Kognitif Pra Sekolah menurut (Piaget, 1954):

a. Tahap Pra operasional (2-7 tahun) Tahap Perkembangan Kognitif

menurut (Piaget, 1954) :

Perkembangan kognitif pra sekolah menurut Piaget masih masuk pada

tahap pra operasional, berikut ini :

17
1) Pra operasional ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih

awal dan memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan

objek atau benda dan keterikatan atau hubungan di antara mereka.

2) Pemikiran atau sifat anak yang aneh/ganjil menunjukkan fakta

bahwa mereka pada umumnya mereka tidak mampu menunjukkan

operations (eksploitasi) atau jika mereka bisa menunjukkan

operation maka keadaannya akan terbatas.

3) Mental operations pada tahap ini sifatnya fleksibel dan dapat

berubah.

4) Tahap pra operasional ini juga ditandai oleh beberapa hal, antara

lain: egosentrisme, ketidakmatangan pikiran/ide/gagasan tentang

sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek

yang mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi

pada satu waktu dan kebingungan tentang identitas orang dan

objek dalam (Maryunani, 2016).

b. Perkembangan kognitif menurut (Piaget, 1954) diuraikan secara lebih

luas, berikut ini :

1) Menurut (Piaget, 1954), tahap pemikiran pra operasional ini (2-7

tahun) terdiri dari 2 fase, yaitu :

a) Fase pre konseptual

 Terjadi pada usia 2 sampai 4 tahun

18
 Anak membentuk konsep yang tidak selengkap atau

selogis pada orang dewasa, membuat klasifikasi sederhana,

menggabungkan satu peristiwa dengan sesuatu yang

simultan (alasan transduktif), dan menunjukkan pemikiran

egosentrik.

b) Fase intuisif

 Berkisar dari usia 4 sampai 7 tahun.

Anak menjadi mampu mengklasifikasikan, menjumlahkan

dan menghubungkan obyek-obyek tetapi tetap tidak

menyadari prinsip-prinsip di belakang operasi-operasi ini.

 Ini menunjukkan proses berfikir intuisif (menyadari bahwa

sesuatu itu tidak benar, tetapi tidak dapat menyatakan

mengapa), tidak dapat untuk melihat sudut pandang dari

orang lain, dan menggunakan banyak kata-kata dengan

tepat tetapi tanpa pengetahuan nyata tentang

pengertiannya.

2) Anak pra sekolah menunjukkan pemikiran khayal dan percaya

bahwa pemikiran tersebut semuanya menguatkan. Mereka

mungkin merasa bersalah dan bertanggung jawab untuk terjadinya

pikiran-pikiran buruk, yang pada waktu ini mungkin tepat dengan

kejadian dari peristiwa yang diharapkan (dalam Maryunani, 2016).

19
2. Perkembangan Bahasa Pra Sekolah

a. Anak usia 3 tahun : dapat mengatakan 900 kata, menggunakan tiga

sampai empat kalimat, dan dan berbicara dengan tidak putus-putusnya

(ceriwis).

b. Anak usia 4 tahun : dapat menyatakan 1500 kata, menceritakan cerita

yang berlebihan, dan menyanyikan lagu sederhana. (Ini merupakan usia

puncak untuk pertanyaan ‘mengapa’).

c. Anak usia 5 tahun : dapat mengatakan 2100 kata, dan mengetahui empat

warna atau lebih, nama-nama hari dalam seminggu, dan nama bulan

(Maryunani, 2016).

2.1.1.4 Perkembangan Psikososial

Yang dibahas pada perkembangan psikososial, ini antara lain perkembangan

psikososial menurut (Erikson, 1963), ketakutan dan mekanisme koping, sosialisasi,

bermain, mainan, disiplin, tugas-tugas perkembangan, perkembangan body image.

1. Perkembangan Psikososial menurut (Erikson, 1963):

a. Perkembangan Psikososial Erikson Tahap 3 Inisiatif vs Kesalahan (1) :

1) Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age).

2) Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala

hal yang dilihatnya.

3) Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu

yang mereka alami.

20
4) Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh

yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya

hanya berdiam diri.

5) Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk

menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun

perbuatan (dalam Maryunani, 2016).

b. Perkembangan Psikososial (Erikson, 1963) Tahap 3 Inisiatif vs

Kesalahan (2), diuraikan secara luas sebagai berikut :

1) Antara usia 3 dan 6 tahun , anak menghadapi krisis psikososial

dimana Erikson mengistilahkan sebagai ‘inisiatif melawan rasa

bersalah (initiative versus guilt).

2) Orang lain yang penting bagi anak adalah keluarga.

3) Pada usia ini, anak secara normal telah menguasai rasa otonomi

dan memindahkan untuk menguasai rasa inisiatif.

4) Anak Pra sekolah adalah seorang pembelajar yang energik,

antusiasme, dan pengganggu dengan imajinasi yang aktif.

5) Kesadaran (suara dalam yang memperingatkan dan mengancam)

mulai berkembang.

6) Anak menyelidiki dunia fisik dengan semua indra dan

kekuatannya.

7) Perkembangan rasa bersalah terjadi pada waktu anak dibuat

merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat diterima.

21
8) Rasa bersalah, cemas, dan takut yang diakibatkan pada saat

pikiran dan aktivitas anak dengan harapan-harapan orang tua.

9) Anak pra sekolah mulai menggunakan alasan sederhana dan dapat

bertoleransi terhadap keterlambatan pemuasan dalam periode yang

lama (dalam Maryunani, 2016).

2. Ketakutan dan Mekanisme Koping :

a. Ketakutan :

1) Seorang anak biasanya mengalami lebih banyak ketakutan selama

masa pra sekolah daripada waktu lainnya.

2) Ketakutan-ketakutan umum pada pra sekolah meliputi takut gelap;

takut ditinggal sendirian, terutama pada saat tidur; takut binatang,

terutama anjing yang besar; takut hantu, pemotongan tubuh; nyeri,

dan takut obyek-obyek dan orang-orang yang berhubungan

dengan pengalaman yang menyakitkan.

3) Pra sekolah tengkurap untuk bersembunyi dari hardikan dan

tindakan orang tuanya, orang tua sering tidak menyadari bahwa

perilaku mereka mebuat ketakutan pada anak mereka.

4) Menginginkan anak pra sekolah untuk menggunakan lampu pada

malam hari dan mendorongnya untuk memainkan ketakutannya

dengan boneka atau mainan lainnya yang bisa membantu

memberikan anak rasa pengendalian terhadap ketakutannya

(Maryunani, 2016).

22
b. Mekanisme Koping

1) Mekanisme koping termasuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan,

menginginkan perintah, memegang mainan favorit, mempelajari

dengan uji coba, melemparkan tantrum (ledakan amarah), agresi,

mengisap jempol, menarik diri dan regresi.

2) Memperlihatkan anak terhadap obyek yang menakutkan di

lingkungan yang terkontrol, dapat memberikan kesempatan untuk

mengurangi ketakutannya (Maryunani, 2016).

3. Sosialisasi

a. Pada masa-masa pra sekolah, jangkauan anak pada orang lain/orang

terdekat berkembang di luar orang tuanya yang mencakup kakek-

neneknya, saudara kandung dan guru-guru pra sekolah.

b. Anak memerlukan interaksi teratur dengan teman sebaya untuk

membantu perkembangan keterampilan sosial.

c. Tujuan utama pra sekolah adalah untuk membantu perkembangan

keterampilan sosial anak. Kriteria yang dipertimbangkan pada waktu

memilih program pra sekolah mencakup sebagai berikut :

1) Akreditasi dan lisensi diikuti.

2) Jadwal aktivitas harian dan materi yang tersedia.

3) Guru yang berkualifikasi.

4) Lingkungan yang aman, dengan tingkat kebisingan rendah, rasio

guru-anak tepat, dan parktek sanitasi yang baik.

23
5) Orang lain telah merekomendasikan sekolah.

6) Observasi terhadap anak-anak pada permainan dan pekerjaan,

serta interaksi mereka dengan guru-guru dapat diterima.

7) Rencana-rencana alternatif tersedia pada waktu anak sakit dan

orang tua bekerja (Mansur, 2005).

4. Bermain

a. Permainan khas pada anak pra sekolah adalah permainan yang asosiatif-

interaktif dan kooperatif dengan saling berbagi.

b. Hal yang paling penting adalah kontak dengan teman sebaya.

c. Aktivitas-aktivitas seharusnya meningkatkan keterampilan pertumbuhan

dan motorik; melompat, berlari, dan memanjat.

d. Pada masa ini merupakan usia yang tepat untuk permainan

imajiner/khayal.

e. Permainan meniru, imaginatif, dan dramatik adalah hal yang penting.

f. TV dan video games seharusnya hanya menjadi bagian dari permainan

anak dan orang tuanya seharusnya memonitor isi tayangan dan jumlah

waktu yang digunakan (Maryunani, 2016).

5. Mainan

a. Mainan dan games/permainan yang mendorong perkembangan motorik

kasar dan halus, meliputi sepeda roda tiga, mobil-mobilan, peralatan

senam, kolam, boks pasir, puzzle dengan blok besar, krayon, cat, dan

eletronik games yang tepat usia.

24
b. Mainan dan games/permainan yang mendorong permainan

meniru/imaginatif termasuk memakaikan pakaian pada boneka, mainan

rumah tangga, mainan tenda, dan peralatan dokter/perawat.

c. Anak pra sekolahn yang aktif dan cerdas perlu diawasi oleh orang

dewasa, terutama bila dekat dengan air dan peralatan senam

(Maryunani, 2016).

6. Disiplin

a. Figur penguasa harus menerapkan disiplin yang kuat, adil dan konsisten.

b. Anak memerlukan penjelasan sederhana mengapa perilaku tertentu tidak

tepat.

c. Pada situasi konflik, pemberian waktu luang pendek dapat membantu

anak menghilangkan intensitasnya, memperoleh kembali pengontrolan,

dan memikirkan tentang perilaku mereka (Maryunani, 2016).

7. Tugas-Tugas Perkembangan

Anak pra sekolah memiliki tugas-tugas perkembangan, sebagai berikut :

a. Mengembangkan rutinitas sehari-hari yang sehat.

b. Menjadi anggota keluarga yang berpartisipasi.

c. Belajar menguasai impuls dan menyesuaikan dengan harapan sosial.

d. Mengembangkan ekspresi emosional yang sehat.

e. Mempelajari komunikasi yang efektif.

f. Kemampuan untuk menangani situasi yang kemungkinan berbahaya.

g. Mengembangkan inisiatifnya.

25
h. Mempelajari landasan untuk mengerti kehidupan.

8. Perkembangan Body Image

a. Masa ini merupakan waktu penting untuk body image.

b. Anak-anak pra sekolah mengenali bahwa terdapat penampilan yang

diinginkan dan tida diinginkan.

c. Anak pra sekolah rentan terhadap hal yang mendua/bias.

d. Anak-anak sangat menyadari ukuran tubuhnya pada usia 5 tahun

(Maryunani, 2016).

2.1.1.5 Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik halus dam kasar pada anak pra sekolah sebagai

berikut :

1. Perkembangan Motorik Halus (Fine Motor) :

Tabel 2.8. Perkembangan Motorik Halus (Fine Motor)


No. Usia Aktivitas
1 3 Tahun a. Anak dapat menyusun ke atas 9-10 balok.
b. Anak dapat membentuk jembatan 3 balok.
c. Anak dapat membuat lingkaran dan silang.
2 4 Tahun a. Anak dapat melepas sepatu.
b. Anak dapat membuat segiempat.
c. Anak dapat menambahkan 3 bagian ke
gambar stik.
3 5 Tahun a. Anak dapat mengikat tali sepatu.
b. Anak dapat menggunakan gunting dengan
baik.
c. Anak dapat menyalin wajik dan segitiga.
d. Anak dapat menambahkan 7 sampai 9
bagian ke gambar stik.
e. Anak dapat menuliskan beberapa huruf dan
angka, dan nama pertamanya.

26
2. Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor) :

Tabel 2.9. Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor)


No. Usia Aktivitas
1 3 Tahun a. Anak dapat memiliki sepeda roda tiga.
b. Anak menaiki tangga menggunakan kaki
bergantian.
c. Anak berdiri pada satu kaki selama
beberapa detik.
d. Anak melompat jauh.
2 4 Tahun a. Anak dapat meloncat.
b. Menangkap bola.
c. Menuruni tangga menggunakan kaki
bergantian.
3 5 Tahun a. Anak dapat meloncat.
b. Anak berjingkat dengan satu kaki.
c. Anak mendorong dan menangkap bola.
d. Anak lompat tali.
e. Anak menyeimbangkan kaki bergantian
dengan mata tertutup.

2.1.1.6 Perkembangan Psikoseksual

Yang dibahas adalah Perkembangan Psikoseksual menurut (Freud, 1945)

dan perkembangan Seksual :

1. Perkembangan Psikoseksual menurut (Freud, 1945):

a. Pada fase phalic, berkisar dan sekitar usia 3-7 tahun, pusat kenikmatan

anak berada pada genitalia dan masturbasi.

b. Tahap Oedipus terjadi, yang ditandai dengan kecemburuan dan

persaingan terhadap orangtua berjenis kelamin sama dan mencintai

orangtua yang berjenis kelamin berlainan.

27
c. Tahap Oedipus secara khas menghilang pada periode pra sekolah akhir

dengan identifikasi kuat dengan orangtua yang berjenis kelamin sama.

2. Perkembangan Seksual :

a. Banyak anak pra sekolah bermasturbasi untuk kenikmatan fisiologis.

b. Anak pra sekolah membentuk ikatan kuat pada orang tua dengan jenis

kelamin yang berlawanan tetapi mengidentifikasi dengan orang tua yang

berjenis kelamin sama.

c. Identitas seksual dikembangkan, kesopanan mungkin menjadi perhatian,

maupun ketakutan katrasi (pengebirian).

d. Karena anak pra sekolah merupakan pengamat yang tekun tetapi

penafsir/menginterpretasikan dengan buruk, anak bisa mengenali tetapi

tidak mengerti aktivitas seksual.

e. Sebelum menjawab pertanyaan anak tentang seks, klasifikasikan apakah

anak benar-benar bertanya dan apakah anak sudah memikirkan tentang

subyek tertentu.

f. Jawab pertanyaan tentang seks dengan sederhana dan jujur, berikan

informasi yang hanya benar-benar anak minta, detail-detail tambahan

dapat diberikan nanti (Suyanto, 2005).

2.1.1.7 Perkembangan Moral menurut (Kohlberg, 1976)

1. Anak pra sekolah berada pada tahap prekonvensional pada tahap

perkembangan moral yang berlangsung sampai usia 10 tahun.

2. Pada fase ini, kesadaran timbul, dan penekannya pada kontrol eksternal.

28
3. Standar moral anak berada pada orang lain dan ia mengobservasi mereka

untuk menghindari hukuman dan mendapatkan ganjaran (dalam Maryunani,

2016).

2.1.2 Disiplin

2.1.2.1 Definisi Disiplin

Disiplin merupakan suatu sistem pengendalian yang diterapkan oleh

pendidik terhadap anak didik agar mereka dapat berfungsi di masyarakat, dan disiplin

merupakan proses yang diperlukan agar seseorang dapat menyesuaikan dirinya.

Disiplin juga bisa diartikan sebagai suatu proses belajar mengajar yang

mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri. Orang tua yang disiplin adalah

orang tua yang konsisten dapat diandalkan dan berkomunikasi langsung dengan jelas,

dapat menciptakan sistem yang baik dan menjadi model atau contoh bagi anak-

anaknya.

Sebagai manusia kita tidak hidup sendiri, tetapi selalu berada di dalam

kelompok masyarakat. Disiplin tidaklah merupakan suatu paksaan dari luar, namun

harus dari dalam diri orang tersebut. Dalam suatu proses pendidikan, anak di

harapkan mampu memahami disiplin agar mereka dapat bekerja sama dengan orang

lain. Karena itu mungkin tanpa adanya perilaku saling menghargai, maka suatu nilai-

nilai yang telah disepakati tidak akan berjalan dengan baik (Suryadi, 2006).

2.1.2.2 Makna Disiplin

Mendisiplinkan anak pada dasarnya mengajarkan anak untuk bertindak

secara sukarela berdasarkan suatu rangsangan peraturan dan tata tertib yang

29
membatasi, terlepas apakah kelakuan itu diterima atau tidak. Sewaktu anak masih

kecil, ia membutuhkan keteladanan dan model perilaku karena ia belum tahu

mengenai baik buruknya perilaku tersebut. Dalam pembinaan disiplin anak

diperlukan 3 elemen berikut :

1. Pendidikan

Anak diajarkan mengenal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ini

sangat perlu karena manusia tidak dilahirkan dengan suatu bekal

pengetahuan. Orang tua dan guru bertanggung jawab memberikan

pengetahuan mengenai apa yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh

seorang kelompok.

2. Penghargaan

Ini berupa pujian, hadiah atau perlakuan khusus setelah anak melakukan

sesuatu, paling tidak mencoba melakukan apa yang diharapkan orang tua

dari seorang anak.

3. Hukuman

Hukuman hanya boleh diberikan bila anak melakukan kesalahan dengan

sengaja. Berapapun usia anak, ketiga elemen diatas harus disertakan dalam

latihan kedisiplinan. Elemen pertama dan kedua, ditekankan bila anak masih

berusia dini, sedangkan unsur ketiga diterapkan saat anak sudah lebih besar

(Suryadi, 2006).

30
2.1.2.3 Tipe-Tipe Disiplin

Tipe disiplin yang diterapkan masing-masing orang tua bisa terbagi ke dalam

tiga bentuk, yaitu :

1. Disiplin Otoritatif

Diberlakukan berdasarkan aturan tanpa alasan, biasanya diterapkan orang tua

zaman dulu. Seorang anak harus menerapkan aturan tanpa bisa menolak

alasannya. Tipe disiplin ini jarang memberikan penghargaan sebab

dikhawatirkan akan memanjakan anak atau melemahkan motivasi,

sedangkan hukuman akan ditekankan pada bentuk fisik, tanpa memeriksa

terlebih dulu apa kesalahan yang dilakukan.

2. Disiplin Permisif

Tipe ini dikembalikan dari tipe otoritatif. Anak diizinkan untuk melakukan

apa saja yang disukai. Hanya sedikit aturan dan bimbingan yang diberikan

orang tua. Bila anak melakukan apa saja yang diharapkan, ia akan dianggap

pantas menerima rasa puas sebagai imbalan dari apa yang telah

dilakukannya.

3. Disiplin Demokratis

Menekankan penjelasan dan arti yang mendasari peraturan, penghargaan,

terutama pujian, diberikan secara murah hati bila anak melakukan hal yang

benar atau berusaha melakukan apa yang diharapkan. Hukuman diterapkan

bila anak sengaja melakukan kesalahan, dan sebelumnya anak diberikan

kesempatan menjelaskan mengapa sampai berbuat kesalahan. Tipe pada

31
disiplin ini jarang memberikan hukuman fisik. Dari ketiga tipe disiplin

tersebut diatas, tidak semua tipe bisa diterapkan pada semua anak, karena

setiap orang mempunyai pembawaan yang berbeda dan setiap keluarga

memiliki pola kehidupan sendiri. Meski demikian secara umum tipe-tipe

disiplin demokratis bisa dianggap yang terbaik, karena tipe ini berada di

tengah-tengah antara dua tipe lainnya. Tipe otoritatif dianggap bisa

menghasilkan anak yang patuh dan taat, tetapi tidak bisa menampilkan efek

buruk pada anak. Sedangkan tipe permisif dikritik sebagai bentuk bukan dari

disiplin, karena tidak termuat dalam bentuk unsur disiplin. Bila orang tua

merasa metode yang sudah dipilih tidak memberikan hasil yang diharapkan,

lebih baik melakukan perubahan yang bertanggung jawab, ketimbang

berkeras menerapkan tipe disiplin tertentu yang sudah tidak jelas

memberikan hasil seperti yang diinginkan (Suryadi, 2006).

2.1.2.4 Makna Pertemuan Antara Orangtua dan Anak

Dalam upaya menerpakan disiplin pada anak, orang tua bisa mengarahkan

dasar-dasar disiplin yang diarahkan pada 4 hal berikut:

1. Pribadi orang tua yang konkret.

2. Pribadi anak yang konkret.

3. Situasi lugas dalam kehidupan keluarga.

4. Arah tindakan untuk anak agar memiliki dasar-dasar disiplin diri dan

mengembangkannya. Keempat hal tersebut dapat dijadikan instrument untuk

mengungkapkan:

32
a. Pola pertemuan, yaitu dapat tidaknya cara dan kualitas pertemuan antara

orang tua dan anak sebagai pendidik dan terdidik yang interaksinya

bersifat non-subyektif.

b. Kualitas penghayatan dan komunikasi anak terhadap orangtuanya

sebagai orang tua maupun sebagai pendidik. Tujuannya untuk

membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri

(Suryadi, 2006).

2.1.2.5 Proses Pembentukan Disiplin Pada Anak

Disiplin memerlukan suatu proses belajar, perlu adanya upaya dari orang

tua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Melatih anak untuk berdisiplin.

2. Membiasakan diri berperilaku sesuai nilai-nilai moral dan etika.

3. Adanya kontrol orang tua dalam mengembangkan disiplin anak.

Orang tua juga dituntut untuk membina anak agar dapat membaca perilaku-

perilaku mereka. Ketiga upaya diatas disebut dengan kontrol eksternal. Kontrol yang

terbuka dan demokratis ini memudahkan anak untuk menginternalisasikan nilai-nilai

moral. Kontrol eksternal dapat menciptakan dunia kebersamaan yang menjadi syarat

esensial terjadinya penghayatan bersama antara orang tua dan anak.

Orang tua yang menggunakan hukuman keras sebagai bagian dari disiplin

dalam mendidik anak mereka memiliki kemungkinan untuk menyebabkan masalah

yang lebih dari sekedar hubungan orang tua-anak yang kurang mesra.

33
Orang tua yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan,

yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan, pengertian dan

menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang secara keterlaluan

memarahi anak-anak mereka ataupun menunjukkan kekecewaan mereka terhadap si

anak cenderung menghalangi perkembangan prasosial si anak. Kebalikannya, para

orang tua yang hangat, yang menggunakan penjelasan dan tidak mengandalkan

hukuman keras dalam mendisiplinkan anak-anak, mereka cenderung menumbuhkan

rasa empati dalam diri anak-anak mereka.

Orang tua dituntut mampu membaca dunia anak dalam memberikan ganjaran

atau hukuman bagi setiap perilaku yang mendisiplinkan diri anak, sehingga setiap

orang tua dapat dianggap oleh anak sebagai pihak yang bisa memberikan bimbingan

dan bantuan. Setiap upaya yang dilakukan orang tua dalam membantu

mengembangkan disiplin anak harus didahului oleh tampilnya hal berikut:

1. Perilaku yang patut dicontoh

Setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang sifatnya mekanik tetapi juga harus

disandarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan

dan identifikasi bagi anak-anaknya. Oleh karena itu pengaktualisasinya harus

senantiasa merujuk pada nilai-nilai moral, terutama saat terjadi pertemuan

dengan anak-anak.

34
2. Kesadaran orang tua ditularkan pada anak

Orang tua senantiasa membantu anak agar mampu melakukan pengamatan diri

melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non-verbal tentang

perilaku disiplin.

3. Penataan lingkungan fisik

Dapat melibatkan anak-anak dan berangkat dari dunianya, sehingga akan

membuat menjadi semakin kokoh dalam kepemilikan terhadap nilai moral.

Penataan ini merupakan realisasi orang tua dalam mempertanggung jawabkan

peranannya, yaitu memberikan bantuan untuk menumbuhkan kontrol disiplin diri

bagi anak (Suryadi, 2006).

Penggunaan alat-alat disiplin pada anak tergantung pada fase perkembangan

sebagai berikut:

1. Pada masa kanak-kanak (1-7 tahun) disarankan menggunakan pemberian

contoh (teladan) dan pembiasan.

2. Pada masa pertumbuhan jiwa-pikiran (8-14 tahun) disarankan menggunakan

ganjaran dan perintah, hukuman dan sedikit paksaan.

3. Pada saat pembentukan budi pekerti (14-21 tahun) disarankan menggunakan

tingkah laku, pengalaman lahir serta batin.

Orang tua dalam suatu keluarga berperan sebagai guru, penuntun, pendidik,

dan pelindung anak. Oleh sebab itu keteladanan berupa disiplin positif dari orang tua

memiliki peranan yang sangat besar dalam upaya menegakkan disiplin pada anak.

Dalam mengembangkan disiplin anak, orang tua perlu memiliki keahlian dalam

35
berkomunikasi sehingga apa yang ingin disampaikan bisa efektif. Komunikasi efektif

bisa dicapai melalui langkah-langkah berikut:

1. Kemampuan orang tua menyampaikan pernyataan pada anak akan membuatnya

mengerti dan menyadari apa yang dirasakan orang tua sehingga mudah diikuti.

2. Kemampuan orang tua mendengarkan anak secara reflek akan membantu dirinya

membaca, memahami, menyadari apa yang telah diperbuat sehingga mereka

sadar untuk mengubah perilakunya.

3. Kemampuan orang tua menerima perasaan anak, berarti ia telah mampu

memahami dunia anak.

4. Kemampuan orang tua melakukan komunikasi yang disertai humor, terutama

ketika anak sedang gelisah akan mampu mengembalikan anak pada kondisi sedia

kala (Suryadi, 2006). Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari

orang tua dalam pengembangan disiplin anak, menunjukkan adanya tingkatan

kebutuhan internal yaitu:

a. Tingkat rendah, manakala seorang anak masih membutuhkan banyak dari

orang tua untuk memilih dan mengembangkan dasar-dasar displin diri

(berdasarkan naluri).

b. Tingkat menengah, seorang anak kadang-kadang masih membutuhkan

bantuan untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri

(berdasarkan naluri).

36
c. Tingkatan tinggi, manakala anak sedikit sekali atau tidak lagi membutuhkan

bantuan serta kontrol orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-

dasar disiplin diri (berdasarkan kata hati).

Untuk menangani perilaku anak-anak secara memadai, para orang tua itu

harus sendiri harus lebih menjadi disiplin. Perilaku orang tua harus berubah sebelum

mereka dapat mengubah perilaku anak dan para orang tua harus menjadi pribadi yang

disiplin sebelum anak-anak mereka menjadi disiplin. Menurut (Wyckoff, 1997),

orang tua harus melaksanakan dasar-dasar disiplin sebagai berikut:

1. Tentukan perilaku spesifik yang ingin anda ubah.

Sebagai orang tua jika ingin menangani sesuatu yang spesifik dan bukannya

abstrak, orang tua harus mengatasinya dengan baik dan jelas dalam memberikan

penjelasan. Misalnya sebagai orang tua ingin anaknya merapikan kembali

mainannya, tetapi jangan menyuruh anak agar menjadi anak yang rapih. Jelaskan

kepada anak jika setelah bermain, mainannya harus dirapikan kembali, dengan

demikian jika anak ingin main lagi, mainan itu mudah dicari.

2. Katakan dengan tepat kepada anak anda apa yang anda inginkan agar ia

melakukan dan menunjukkan kepadanya cara melakukannya.

Jika sebagai orang tua ingin anaknya menghentikan sesuatu perilaku buruknya,

misalnya “merengek” untuk meminta sesuatu, tunjukkan kepada anak tersebut

bagaimana cara meminta sesuatu dari anda tanpa merengek. Dan katakan kepada

anda, jika kamu meminta Sesuatu dengan merengek, maka tidak akan diberikan.

Apabila ingin meminta sesuatu mintalah dengan cara yang baik.

37
3. Pujilah anak anda jika ia telah melakukan perintah.

Misalnya “Bagus sekali kamu bisa duduk dengan tenang”, dan bukannya “Kamu

adalah anak yang baik karena dapat duduk dengan tenang”. Pusatkanlah

perhatian pada perilaku anak, karena perilaku itulah yang membuat diri anak

tertarik untuk mengendalikannya.

4. Tetaplah memuji selama perilaku baru itu masih memerlukan dukungan.

Agar anak selalu ingat perilaku baik yang telah dilakukannya, pujilah setiap

perilaku yang telah dilakukannya. Jika para orang tua ingin mengajarkan perilaku

secara efektif, cara terbaik adalah memberikan contoh perbuatan yang mereka

inginkan dari anak-anak mereka. Pujian harus tetap diberikan untuk mengulangi

cara yang benar dalam melakukan sesuatu.

5. Hindari adu kekuatan dengan anak-anak.

Orang tua janganlah menyatakan rasa kesalnya dengan memarahi anak, tetapi

tunjukkanlah ketidaksukaan orang tua dengan member pengertian yang lain.

Misalnya, jika orang tua ingin agar anaknya pergi tidur lebih awal, dan anak-

anak belum mau pergi tidur, maka melihat kondisi seperti ini orang tua janganlah

cepat-cepat mengambil tindakan untuk memarahi anak, tetapi akan lebih baik

untuk membantu mengurangi pertentangan antara orang tua anak, misalnya

dengan membuat jadwal waktu tidur.

6. Awasi mereka.

Awasilah jika anak sedang bermain. Dengan mengawasi anak pada saat bermain,

orang tua dapat mempelajari kebiasaan bermain anak dengan baik dan

38
menghasilkan perubahan. Jika orang tua tidak memberikan perhatian penuh maka

akan banyak perilaku keliru yang tidak dapat diperbaiki. Dalam pengawasan ini,

orang tua juga tidak perlu menemani anak setiap waktu sepanjang hari.

7. Jangan mengingatkan anak anda pada perbuatan buruk dulu.

Biarkan perilaku anak yang sudah berlalu, dan jangan mengungkitnya kembali.

Kalau kita mengingatkan terus akan perilaku tersebut, tidak mustahil akan

menimbulkan kemarahan, dan anak akan mengulangi perilakunya lagi.

Megingatkan kesalahan perilaku yang telah dilakukan anak hanyalah upaya agar

anak tidak mengulanginya lagi. Dan ini harus dilakukan dengan bijaksana dan

tidak menyalahkan anak (Suryadi, 2006).

2.1.3 Reward

2.1.3.1 Definisi Reward

Reward menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris reward yang berarti

penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat yang

mengemukakan, diantaranya reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau

imbalan. Menurut Maslow (Wantah, 2005) penghargaan adalah salah satu dari

kebutuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasi dirinya (dalam

Mufidah, 2012).

2.1.3.2 Fungsi Reward

Reward digunakan sebagai alat untuk memotivasi anak bersikap sesuai

dengan harapan. Bagi anak usia dini, cara paling termudah adalah dengan

mengunakan reward berupa hadiah mainan atau pujian ketika ia melakukan sesuatu

39
yang sesuai dengan harapan, target penerapan reward pada anak usia dini adalah

pembiasaan, misalnya, belajar tepat waktu, tidur tepat waktu dan makan tepat waktu.

Sesuai dengan penjelasannya, menurut (Harlock, 1978) fungsi reward terbagi

menjadi tiga diantaranya:

1. Reward atau penghargaan mempunyai nilai mendidik.

2. Reward atau penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi

prilaku yang disetujui secara sosial.

3. Reward atau penghargaan berfungsi sebagai memperkuat perilaku yang

disetujui secara sosial.

Selanjutnya maksud dari pemberian reward kepada peserta didik adalah

supaya peserta didik menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau

mempertinggi prestasi yang telah dicapainya, dengan kata lain peserta didik menjadi

lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (dalam

Susanti, 2013).

2.1.3.3 Bentuk-Bentuk Reward

Reward adalah metode yang bersifat positif terhadap proses pembelajaran

untuk meningkatkan motivasi belajar. Reward yang diberikan kepada peserta didik

ada berbagai macam bentuk. Secara garis besar reward dapat dibedakan menjadi

empat macam, yaitu:

1. Pujian

Pujian adalah suatu bentuk reward yang paling mudah dilakukan. Pujian

dapat berupa kata-kata, seperti: baik, bagus, bagus sekali dan sebagainya. Selain,

40
berupa kata-kata, pujian dapat pula berupa isyarat atau pertanda misalnya dengan

menunjukkan ibu jari (jempol), dengan menepuk bahu anak, dengan tepuk

tangan, dan sebagainya. Pujian berperan dalam membangun konsep diri anak,

memberikan kepuasan dan meningkatkan perasaan aman. Anak pun sadar telah

melakukan perbuatan yang menjadi harapan orang tua atau pendidik. Ini akan

menciptakan keinginan anak untuk berperilaku lebih baik agar mendapat pujian

yang membuat hatinya senang.

2. Penghormatan

Reward yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua macam pula.

Pertama, berbentuk semacam penobatan, yaitu peserta didik yang mendapat

penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman- temannya. Dapat

juga dihadapan teman-teman sekelas, teman-teman sekolah, atau mungkin juga

dihadapan orangtua siswa. Misalnya, pada malam perpisahan yang diadakan

diakhir tahun. Kemudian ditampilkan siswa yang telah berhasil menjadi bintang

kelas, penobatan dan penampilan bintang pelajar untuk suatu kota atau daerah,

dan lain sebagainya. Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian

kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, kepada siswa yang

menyelesaikan soal yang sulit disuruh mengerjakannya di papan tulis untuk

dicontoh teman-temannya, disuruh mengikuti lomba, dan lain sebagainya.

3. Hadiah

Hadiah disini adalah reward yang berbentuk pemberian berupa barang.

Reward yang berupa pemberian barang ini disebut juga reward materil. Yaitu,

41
terdiri dari alat-alat keperluan sekolah, seperti pensil, penggaris, buku dan lain

sebagainya. Bila anak telah berusaha melakukan sesuatu yang baik dalam situasi

yang sulit, penghargaan dalam bentuk hadiah akan berdampak positif bagi

mereka. Hadiah juga bisa diberikan saat semangat anak mengendur atau anak

mulai putus asa.

4. Tanda Penghargaan

Jika hadiah adalah reward yang berupa barang, maka tanda penghargaan

adalah kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan

kegunaan barang-barang tersebut, sepertihalnya pada hadiah. Melainkan, tanda

penghargaan dinilai dari segi “kesan” atau “nilai kenang- kenangannya”.

Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui

siapa yang berhak mendapatkan reward. Peserta didik yang pada suatu ketika

menunjukkan hasil yang berbeda dari biasanya, mungkin sangat baik diberi

reward. Seorang guru harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu.

Selanjutnya, seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa peran reward

sebagai salah satu alat menerapkan disiplin merupakan teknik yang baik untuk

mendidik disiplin anak. Dengan adanya hadiah atau ganjaran, mereka menjadi

termotivasi untuk mengikuti nilai-nilai yang baik bagi diri mereka (Susanti,

2013).

Berikut ini adalah berbagai cara yang dapat dilakukan dalam memberikan

ganjaran, antara lain:

42
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.

b. Imbalan materi atau hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi

dengan pemberian hadiah.

c. Doa misalnya” semoga Allah Swt, menambah kebaikan padamu”.

d. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang-kenangan bagi

murid atas prilaku yang diperoleh.

e. Wasiat kepada orang tua, maksudnya melaporkan segala sesuatu yang

berkenaan dengan kebaikan murid di sekolah, kepada orang tuanya di rumah

(Susanti, 2013).

2.1.3.4 Syarat-Syarat Reward

Dalam menerapkan reward seorang guru hendaklah bijaksana jangan sampai

reward menimbulkan iri hati pada peserta didik yang lain, sehingga ketika salah satu

peserta didik yang merasa dirinya lebih pandai, tidak akan merasa iri ketika tidak

mendapatkan reward yang sama. Kalau diperhatikan apa yang telah diuraikan tentang

maksud reward, serta macam-macam reward yang baik, ternyata bukanlah soal yang

mudah. Berikut adalah syarat-sayarat yang perlu diperhatikan guru ketika

menggunakan reward dalam proses pembelajrannya, diantaranya: (1) mengenal betul-

betul murid-muridnya (2) janganlah hendaknya menimbulkan rasa cemburu atau iri

hati (3) hemat. (4) Janganlah memberi reward dengan menjanjikan lebih dahulu (5)

Pendidik harus berhati-hati memberikan reward (Susanti, 2013).

43
Adapun prinsip-prinsip dalam pemberian reward ada prinsip-prinsip yang

harus diperhatikan oleh orang tua maupun guru. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai

berikut:

1. Penilaian didasarkan pada “prilaku” bukan “pelaku‟.

2. Pemberian reward harus ada batasnya.

3. Reward berupa perhatian.

4. Dimusyawarahkan kesepakatannya.

5. Didasarkan pada proses bukan hasil.

Berdasarkan prisnsip-prinsip diatas pemberian reward haruslah dipersiapkan

dengan matang, karena reward yang akan diberikan pada dasarnya sangat

berpengaruh sekali pada perkembangan psikologis peserta didik itu sendiri. Guru atau

orang tua harus dengan bijaksana mungkin memberikan reward pada seorang peserta

didik. Karena kesalahan sedikit saja dalam pemberian reward ini maka akan

berdampak buruk bagi pserta didik itu sendiri.

Karena reward merupakan salah satu alat pendidikan, meka reward

memiliki kelemahan dan kelebihan, sebagaimana dikutip dalam bukunya Armai Arif

ada dua kelebihan dan dua kelemahan reward.

Kelebihan reward adalah: (1) Memberikan pengaruh yang cukup besar

terhadap jiwa peserta didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersifat

progresif. (2) Dapat menjadi pendorong bagi peserta didik lainnya untuk mengikuti

anak yang telah memperoleh pujian dari gurunya. Pemberian reward memberikan

kontribusi terhadap tercapainya tujuan pendidikan. Kekurangan reward, diantaranya:

44
(1) Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara

berlebihan, sehingga peserta didik merasa lebih tinggi dibandingkan teman-temanya.

(2) Umumnya reward membutuhkan alat tertentu sehingga membutuhkan biaya

(Susanti, 2013).

2.1.3.5 Pelaksanaan Reward dalam Pengendaliaan Kedisiplinan Anak

Masalah disiplin di dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari pertumbuhan

disiplin anak sejak dini di rumah, kualitas emosional yang habitual (sudah menjadi

kebiasaan) akan ikut menentukan bagaimana ia menyesuaikan dirinya; kemudian di

sekolah dan berlanjut di masyarakat sebagai dasar yang diperoleh sebelumnya.

Kehidupan yang terkait inilah yang pada dasarnya membentuk pola pribadi seorang

anak.

Oleh karena itu, jika sikap disiplin menjadi amat penting, langkah

selanjutnya adalah memahami dahulu psikologi perkembangan anak sebelum ia

memasuki sekolah, prinsip dan asas pertumbuhannya. Guru yang akan menerapkan

sikap disiplin pada anak harus mampu mengambil hati atau membuat peserta didik

menyenangi kesan-kesan pertama yang diberikan oleh guru, sehingga kemudian

menjadi pola perasaan yang habitual yang akan menjadi dasar untuk menempa

disiplin di sekolah. Untuk menempa disiplin di sekolah sebaiknya memahami

mekanisme yang terpenting di dalam penerapan disiplin, sebagaimana di jelaskan

pada pembahasan berikut ini bahwa, “Tahap pertama yang khas dari kesadaran diri

itu tampak bila si anak menarik perhatian pada dirinya, self conscious, serta

penampilan kebanggan, sakit hati ataupun rasa malu bila ia melanggar ketentuan

45
tertentu dari lingkungan yang langsung berkenaan dengan proses pembentukan

disiplin itu”. Tahap inilah yang dapat digunakan oleh guru untuk menjadi pengkontrol

pola prilaku peserta didik, sebagaimana yang diharapkan oleh pendidikan ataupun

perkembangan psikologi anak yang positif (Susanti, 2013).

Seperti yang kita tahu disiplin lebih dikenal dengan banyaknya peraturan

yang harus dituruti, dan disiplin sering sekali menjadi momok yang dilanggar, bagi

sebagian anak- anak disiplin membuatnya tidak leluasa mengungkapkan ekspresi

yang menjadikannya terkengkang. Pada akhirnya disiplin adalah kalimat yang

disepelekan oleh anak. Ini adalah salah satu dari banyaknya tantangan di dunia

pendidikan, bagaimana kedisiplinan menjadi sesuatu yang dibutuhkan bukan sesuatu

yang dilupakan. (Semiawan, 2008), menjelaskan tentang disiplin pribadi yang

menuntut pemahaman siswa yang dalam ketika kedisiplinan diterapkan. Kesimpulan

tentang disiplin pribadi dalam mendidik menuntut:

1. Hubungan emosional yang secara kualitatif kondusif melandasi pengembangan

disiplin itu.

2. Keteraturan yang ajek berkesinambungan dalam menjalankan berbagai aturan,

melalui suatu sistem yang komponennya saling berinteraksi menuju tujuan

pendidikan.

3. Keteladanan yang bermula dari perbuatan kecil dalam ketaatan disiplin. Hal ini

perlu adanya kerjasama dari orang tempat bergantung untuk melakukan

percontohan atau simulasi tentang semua hal yang berkaitan dengan ketaatan

46
terhadap disiplin. Bahkan orang kedua ini harus terjun langsung untuk

menerapkan nilai-nilai disiplin itu sendiri.

4. Pengembangan disiplin adalah penataan lingkungan, dalam hal ini lingkungan

rumah, dan berarti memadukan (match) kondisi yang menstimulasi setiap titik

dalam perkembangan anak dengan tantangan untuk menemukan cara

memperlakukan dirinya sendiri dalam suatu lingkungan dunia yang terus

menerus berubah.

5. Ketergantungan dan wibawa dalam penerapan yang disertai pemahaman dalam

dinamisme perkembangan peserta didik diperlukan dalam membina kualitas

emosional habitual yang positif (dalam Susanti, 2013).

2.1.4 Token Ekonomi

2.1.4.1 Definisi Token Ekonomi

Soekadji (1983) mengemukakan bahwa “Token Ekonomi merupakan suatu

program yang menggunakan kepingan atau tanda yang diberikan sesegera mungkin

setiap kali perilaku target muncul, kemudian kepingan atau tanda yang terkumpul

dapat ditukar dengan pengukuh (reward) idaman subjek. Bentuk dari token ekonomi

sendiri misalnya bintang, poin, koin, pin, dan stiker tempel berkarakter kartun yang

dapat ditukar dengan hadiah atau hak-hak istimewa tertentu sesuai dengan ketentuan

yang telah disepakati. Dalam token ekonomi tingkah laku yang diharapkan muncul

bisa diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil perilaku

yang diharapkan oleh kita bisa ditukar dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak”

(dalam Sahyani, 2013).

47
2.1.4.2 Tujuan Token Ekonomi

Tujuan yang utama suatu token ekonomi, yaitu untuk meningkatkan perilaku

yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Bagaimanapun,

tujuan yang lebih utama dari token ekonomi untuk mengajar perilaku yang sesuai dan

keterampilan-keterampilan sosial yang dapat digunakan dalam satu lingkungan yang

alami. Token ekonomi dapat digunakan secara individu atau di dalam kelompok

(Sahyani, 2013).

2.1.4.3 Unsur-Unsur Token Ekonomi

Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pemberian token ekonomi

adalah sebagai berikut:

1. Token.

2. Target perilaku jelas dan nyata.

3. Motif-motif penguat.

4. Sistem yang digunakan untuk menukarkan token.

5. Sistem untuk merekam data.

6. Implementasi konsistensi token ekonomi oleh pelaksana program (Sahyani,

2013).

2.1.4.4 Manfaat Token Ekonomi

Menurut Wantah (dalam Sahyani, 2013) bahwa “Ada dua keuntungan dalam

menggunakan token sebagai penguat. Pertama, token tersebut dapat diberikan

langsung setelah perilaku yang diharapkan muncul dan kemudian ditukarkan untuk

sebuah motif penguat (hadiah). Hal tersebut dapat digunakan untuk “menjembatani”

48
penundaan yang sangat lama antara respon perilaku target dan hadiah, ketika terjadi

kesulitan atau tidak mungkin untuk memberikan penguat cadangan (hadiah) secara

langsung setelah perilaku target muncul. Kedua, token mempermudah dalam

mengelola konsistensi dan keefektifan penguat (hadiah) keika menangani sekelompok

individu”.

2.1.4.5 Risiko Token Ekonomi

Risiko di dalam token ekonomi adalah sama halnya dengan modifikasi

perilaku yang lain. Pelaksana program/orangtua dalam menerapkan treatment ini bisa

dengan sengaja atau tidak sengaja tidak memperhatikan kerelaan individu menerima

treatment. Token ekonomi tidak perlu merampas (mencabut) kebutuhan dasar

mereka, seperti makanan yang cukup, selimut yang nyaman, atau peluang layak untuk

kesenangan. Jika pelaksana program/ orangtua tidak terlatih dengan baik, bisa terjadi

perilaku-perilaku yang diinginkan tidak diberikan token sedangkan perilaku-perilaku

yang tidak diinginkan bisa dihadiahi token, kekurangan ini dapat menghasilkan

peningkatan perilaku negatif (Sahyani, 2013).

2.1.4.6 Prosedur Token Ekonomi

Menurut Martin (dalam Sahyani, 2013) bahwa “Sebelum dan selama

pelaksanaan token ekonomi, beberapa prosedur khusus harus dipertimbangkan dan

dilakukan. Prosedur-prosedur tersebut dapat dikategorisasikan sebagai berikut: a)

Menyimpan data; b) Pelaksana Program pemberi token; c) Jumlah/ frekuensi token

yang harus dibayar; d) Pengelolaan penguat cadangan (hadiah); e) Kemungkinan

49
hukuman kontingensi; f) Pengawasan pelaksana program; g) Menangani masalah

potensial”.

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Rezky Sahyani (2013) yang meneliti tentang

Efektivitas Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Perilaku Makan Pada Anak Yang

Mengalami Sulit Makan di Universitas Ahmad Dahlan, jalan kapas 9 Semaki,

Umbulharjo, Yogyakarta dengan rancangan penelitian yaitu Single-Case

Experimental Design, dengan pengambilan sampel secara time sampling dengan

behavioral checklist dengan jumlah sampel dua orang anak siswa kelas dua SD, usia

tujuh dan delapan tahun. Dimana hasil penelitian bahwa token ekonomi dapat

meningkatkan perilaku makan pada anak usia sekolah yang mengalami sulit makan.

Penelitian dalam hal ini terdapat perbedaan dari segi judulnya, pada penelitian Rezky

Sahyani akan melihat efektivitas token ekonomi untuk meningkatkan perilaku makan

pada anak yang mengalami sulit makan, sedang dalam hal ini saya akan meneliti

efektivitas pemberian reward melalui metode token ekonomi untuk meningkatkan

kedisiplinan anak usia 3-5 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Chotim, Noviyanti Kartika Dewi,

Silvia Yula Wardani, dan Ratih Christiana (2016) yang meneliti tentang Penerapan

Teknik Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kemandirian Anak TK Kartika IV-21

Madiun di Kota Madiun, dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan

deskriptif eksperimen, dengan pengambilan sampel secara purposive sampling

dengan sampel penelitian berjumlah 20 anak. Dimana hasil penelitian bahwa teknik

50
token ekonomi dapat meningkatkan kemandirian anak TK Kartika IV-21 Kota

Madiun. Penelitian dalam hal ini terdapat perbedaan dari segi rancangan penelitian,

penelitian yang akan saya lakukan menggunakan rancangan penelitian secara quasi

eksperiment, desain penelitian ini sama dengan pretest-posttest control group design,

hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih

secara random.

Penelitian yang dilakukan oleh Herdina Indrijati (2009) yang meneliti

tentang Efektivitas Metode Modifikasi Perilaku Token Ekonomi Dalam Proses

Belajar Mengajar Di Kelas (The Effectiveness Of Behavior Modification Method Of

Token Economy In The Classroom Learning And Teaching Process) di Universitas

Airlangga, dengan rancangan penelitian eksperimen, dengan pengambilan sampel

secara purposive sampling pada siswa kelas 2 SMP Negeri 5 Jember. Dimana hasil

penelitian bahwa ada perbedaan efektivitas antara metode token ekonomi dan metode

konvensional dalam memunculkan 4 perilaku siswa yang diteliti. Disimpulkan bahwa

penerapan metode token ekonomi meningkatkan kemunculan perilaku positif yang

diharapkan. Penelitian dalam hal ini terdapat perbedaan dari segi teknik pengambilan

sampelnya, penelitian yang akan saya lakukan menggunakan teknik pengambilan

sampel secara total sampling, tanpa kriteria khusus (kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi) Dengan melibatkan 20 orang siswa di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

Penelitian yang dilakukan oleh Da’ina Tri Handayani, Nurul Hidayah (2014)

yang meneliti tentang Pengaruh Token Ekonomi Untuk Mengurangi Agresivitas Pada

Siswa TK di Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, dengan rancangan

51
penelitian single-case experimental design, dengan pengambilan sampel

menggunakan metode observasi dengan metode behavior checklist. Dimana hasil

penelitian bahwa token ekonomi dapat mengurangi gejala agresivitas pada anak,

khususnya perilaku memukul. Pada penelitian ini terdapat perbedaan dengan

penelitian yang akan saya lakukan, dalam hal ini perbedaannya terletak pada judulya,

Da’ina Tri Handayani dan Nurul Hidayah membahas tentang pengaruh token

ekonomi untuk mengurangi agresivitas pada siswa TK di Fakultas Psikologi,

Universitas Ahmad Dahlan, sedangkan saya sendiri ingin meneliti efektivitas

pemberian reward melalui metode token ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan

anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo. Jelas dalam hal ini

pengaruh token ekonomi sangat berbeda dengan efektivitas pemberian reward melalui

metode token ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Muriyawati, dan Faridah Ainur Rohmah

(2016) yang meneliti tentang Pengaruh Pemberian Token Ekonomi Terhadap

Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Fakultas Psikologi Universitas Ahmad

Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta, dengan rancangan penelitian metode

eksperimen dengan design pretest-posttest control group design, dengan pengambilan

sampel menggunakan behaviour checklist sebanyak 39 siswa kelas empat sekolah

dasar negeri Jongkang, Sleman. Dimana hasil penelitian bahwa metode token

ekonomi dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, khususnya minat dalam

belajar, konsentrasi terhadap pelajaran, ketekunan dalam belajar, dan perhatian

terhadap pelajaran. Terdapat perbedaan dalam segi penelitian yang dilakukan

52
Muriyawati, dan Faridah Ainur Rohmah. Perbedaannya terdapat pada sampel yang

ditujukan, yang dalam hal ini melibatkan siswa sekolah dasar di salah satu sekolah

dasar di Yogyakarta, sedangkan pada penelitian saya melibatkan seluruh siswa TK

Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo, yang dalam hal ini jenjang pendidikannya berbeda

antara siswa taman kanak-kanak maupun siswa sekolah dasar.

53
2.3 Kerangka Berfikir

Anak Usia 3-5 Tahun


3 (Pra
Sekolah)
4

1. Perkembangan Kognitif
2. Perkembangan Bahasa
3. Perkembangan Psikososial
4. Perkembangan Body Image
5. Perkembangan Motorik
6. Perkembangan Psikoseksual
7. Perkembangan Seksual
8. Perkembangan Moral

Punishment (Hukuman) Reward

1. Pujian
Disiplin Pada Anak 2. Penghormatan
Verbal
3. Hadiah
4. Tanda Penghargaan

1. Disiplin Otoriatif
2. Disiplin Permisif
Token Ekonomi
3. Disiplin Demokratis Non Verbal

1. Bintang
Keterangan : 2. Poin
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir 3. Koin
= Yang diteliti 4. Pin
Sumber : (Maryunani, 2016)
5. Stiker Tempel
= Yang tidak diteliti Berkarakter Kartun
6.

54
2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian Reward Untuk Kedisiplinan


melalui metode Token Anak Usia 3-5 Tahun
Ekonomi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel Independen (Bebas)

= Variabel Dependen (Terikat)

= Pengaruh

2.5 Hipotesis

Ha : Pemberian reward melalui metode token ekonomi memiliki pengaruh

dalam meningkatkan kedisiplinan anak usia 3–5 tahun.

55
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret-April 2018.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimen dengan

jenis desain rancangan Pra-Pascatest dalam satu kelompok (one-group pra-post test

design) (Sugiyono, 2011).

Pada desain penelitian ini sudah dilakukan observasi pertama (pratest),

setelah itu diberi perlakuan (reward melalui metode token ekonomi) dan kemudian

dilakukan observasi setelah diberikan perlakuan (Sugiyono, 2011).

3.3 Variabel Penelitian

Menurut Soeparto (dalam Nursalam, 2017) “Variabel adalah perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-

lain)”.

3.3.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain,

artinya apabila variabel independen berubah maka akan mengakibatkan perubahan

56
variabel lain (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini variabel independen adalah

Pemberian Reward melalui metode Token Econoy.

3.3.2 Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi oleh variabel lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan

pada variabel bebas (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini variabel dependen adalah

Kedisiplinan Anak.

3.3.3 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan (Nursalam, 2017).

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat dan Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Bebas Suatu bentuk Alat Ukur 1 = Diberi Ordinal
- Pemberian penghargaan/hadiah - SOP : reward melalui
Reward 1. Menentukan metode token
melalui perilaku target. ekonomi
metode 2. Mencari garis 0 = Tidak diberi
Token basal. reward melalui
Ekonomi 3. Memilih back up metode token
reinforce. ekonomi
4. Memilih tipe token
yang akan
digunakan.
5. Mengidentifikasi
lokasi yang tepat.

Cara Ukur
- Stiker tempel yang
bentuknya kartun
Terikat Suatu keadaan yang Lembar Observasi Disiplin ≥ 50% Ordinal
- kedisiplinan tercipta dan Tidak Disiplin

57
anak. terbentuk melalui < 50%
proses dari
serangkaian
perilaku yang
menunjukkan nilai-
nilai ketaatan,
kepatuhan,
kesetiaan,
keteraturan dan
ketertiban.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini,

populasi penelitian ini adalah semua anak-anak dengan usia 3-5 tahun di TK Al-

Hijrah Islam Kota Gorontalo.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini,

sampel penelitian ini adalah anak-anak yang bersekolah di TK Al-Hijrah Islam Kota

Gorontalo sebanyak 21 sampel. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan Total Sampling.

58
3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Sumber data adalah subjek dari mana asal data penelitian itu diperoleh.

Apabila peneliti misalnya menggunakan kuesioner atau wawancara dalam

pengumpulan datanya. Maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan baik tertulis maupun lisan (Sujarweni, 2014).

Data Primer : Data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner,

kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan

narasumber. (Sujarweni, 2014). Data primer pada penelitian ini adalah hasil observasi

pada anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo yang diperoleh

secara langsung dari lembar observasi.

3.5.2 Data Sekunder

Data Sekunder : Data yang didapat dari catatan, buku, majalah berupa

laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, artikel, buku-buku

sebagai teori, majalah, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2014). Data sekunder pada

penelitian ini adalah yang didapatkan dari lingkungan sekitar dalam hal ini guru.

3.5.3 Instrumen Penilaian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak terstruktur.

Lembar observasi merupakan adaptasi dari skripsi Fima Arifatun tahun 2015 dengan

judul Pengaruh Token Economy Terhadap Disiplin Anak Kelompok B Di Taman

Kanak-Kanak di Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Jurusan

59
Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Yogyakarta.

3.6 Teknik Pengolahan Data

Menurut (Notoadmodjo, 2012) proses pengolahan data melalui tahap-tahap

sebagai berikut :

1. Editing

Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir dan

kuisioner.

2. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan

3. Processing

Setelah data melalui tahap coding maka selanjutnya dimasukkan kedalam

program atau software komputer untuk diproses dan diolah.

4. Cleaning

Apabila semua data telah selesai dimasukkan, maka perlu dicek kembali untuk

melihat kemungkinan adanya kesalahan, kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembentulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersih

data.

60
3.7 Teknik Analisa Data

3.7.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan dengan menganalisa variabel-variabel yang ada

secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi persentase karakteristik

responden dan distribusi pemberian Reward melalui metode Token Economy.

3.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk memperoleh gambaran pengaruh antara

variabel independen yaitu pemberian Reward melalui metode Token Economy dan

variabel dependen yaitu kedisiplinan anak. Dalam penelitian ini menggunakan uji t

berpasangan atau Paired sample t-test.

3.8 Hipotesis Statistika

Hipotesis statistika adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan

populasi yang sifatnya masih sementara atau lemah tingkat kebenarannya.

𝐻0 = Tidak Ada pengaruh pemberian Reward melalui metode Token Economy dalam

kedisiplinan anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

𝐻1 = Ada pengaruh pemberian Reward melalui metode Token Economy dalam

kedisiplinan anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

61
3.9 Etika Penelitian

Pada saat melakukan penelitian harus memperhatikan etika dan

permasalahannya yang meliputi (Notoadmodjo, 2012) :

1. Lembar persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan diedarkan keseluruh subyek yang diteliti sebelum riset

dilakukan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kepada

responden. Jika subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar

persetujuan dan jika menolak maka peneliti tidak akan memaksakan dan

tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anominaty)

Peneliti tidak mencantumkan nama subyek (responden) pada lembar

pengumpulan data. Untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti

cukup menuliskan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasian informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti.

Hanya sekelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.

62
DAFTAR PUSTAKA

Afifah Nur Fitri A., Y. J. (2016). Peran Orang Tua Dalam Penanaman Disiplin Pada
Anak Usia Prasekolah Melalui Pembiasaan Di Kelurahan Cihaurgeulis
Bandung. Jurnal FamilyEdu , 1-11.

Ardini, P. P. (2015). "Penerapan Hukuman", Bias Antara Upaya Menanamkan


Disiplin Dengan Melakukan Kekerasan Terhadap Anak. Jurnal Pendidikan
Usia Dini , 1-17.

Arfiana, & Lusiana, A. (2013). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bahuwa, F. (2014). Meningkatkan Perilaku Disiplin Melalui Teknik Cinema Therapy
Pada Anak TK Aster Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo.

Chotim, N. K. (2016). Penerapan Teknik Token Economy Untuk Meningkatkan


Kemandirian Anak TK Kartika IV-21 Madiun. 1-18.

Da'ina Tri Handayani, N. H. (2014). Pengaruh Token Ekonomi Untuk Mengurangi


Agresivitas Pada Siswa TK. Jurnal Fakultas Psikologi , 1-9.

Dania, F. (2017). Peningkatan Kedisiplinan Anak Melalui Token Ekonomi Di


Kelompok B TK Aba Dekso. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 1-9.

Elex. (2008). Bila Anak Usia Dini Bersekolah. Jakarta: Media Komputindo.

Erikson, E. (1963). Childhood and Society. New York: Norton.

Freud, S. (1945). Group Psychology and the Analysis of Ego (1921). London:
Hogarth.

Harlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak, jilid II. Jakarta: Erlangga .

Horton, K. &. (2001). Children's Evaluation of Inductive Discipline as a Function of


Transgression Type and Induction Orientation. Child Study Journal, 31 , 71-
93.

Indrijati, H. (2009). Efektivitas Metode Modifikasi Perilaku "Token Economy"


Dalam Proses Belajar Mengajar Di Kelas (The Effectiveness Of Behavior
Modification Method Of "Token Economy" In The Classroom Learning And
Teaching Process). Jurnal Psikologi Indonesia , 1-12.

63
Kohlberg, L. (1976). "Moral Stages and Moralization." In T. Lickona (Ed.). Moral
and Development and Behavio: Theory, Research, and Social Issues. New
York: Holt Rinehart and Winston .

Lukitasari, S. (2017). Deskripsi Kedisiplinan Anak Usia 5-6 Tahun Di KB/TK


Pendagogia. 1-10.

Mahmudi, M. &. (2015). Perubahan Perilaku Prokrastinasi Akademik Melalui


Konseling Kelompok Dengan Teknik Token Ekonomi Pada Siswa Kelas X
TP SMK Negeri 1 Wonosari Kabupaten Madiun. 1-18.

Mansur. (2005). Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Martha Efirlin, F. M. (2014). Penanaman Perilaku Disiplin Anak Usia 5-6 Tahun Di
TK Primanda Untan Pontianak. 1-9.

Martin, G. a. (1992). Behavior Modification : What It Is and How To Do It Fourth


Edition. Prentice-Hall: Inc.

Maryunani, A. (2016). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah. Bogor:
IN MEDIA.

Mittman, S. (1981). Deteksi Dini Masalah Anak Usia Pra Sekolah .

Mufidah, U. (2012). Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi


Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini. Journal of Early
Childhood Education Papers , 1-5.

Ni Kadek Budini Dwi Apsari, P. D. (2014). Efektivitas Model Konseling Behavioral


Teknik Token Economy dan Teknik Positive Reinforcement Untuk
Meningkatkan Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas X SMA Lab.
UNDIKSHA Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014. Ejournal Undiksha
Jurusan Bimbingan Konseling , 1-11.

Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan:


Penerbit Salemba Medika.

Patmonodewo, S. (2008). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

64
Piaget, J. (1954). The Construction of Reality in the Child. New York: Basic Books.

Pulumoduyo, D. P. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat


Kemandirian Anak Usia 4-6 Tahun Di Desa Monggupo Kecamatan Atinggola
Kabupaten Gorontalo Utara.

Rohmah, M. &. (2016). Pengaruh Pemberian Token Ekonomi Terhadap Motivasi


Belajar Siswa Sekolah Dasar. Journal , 1-15.

Sahyani, R. (2013). Efektivitas Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Perilaku


Makan Pada Anak Yang Mengalami Sulit Makan. Journal Universitas Ahmad
Dahlan , 1-21.

Semiawan, C. (2008). Penerapan Pembelajaran Pada Anak. Jakarta: Indeks, PT


Macana Jaya Cemerlang.

Soekadji, S. (1983). Modifikasi Perilaku : Penerapan Sehari-hari dan Penerapan


Profesional . Yogyakarta: Lyberty.

Soeparto O, P. S. (2000). Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: GRAMIK & RSUD


Dr. Soetomo Surabaya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. 2009. .


Bandung: Penerbit Alfa Betha .

Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit


Gava Media.

Suryadi, D. (2006). Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak. Jakarta: EDSA Mahkota .

Susanti, N. (2013). Dampak Reward dengan "Star" melalui Checklist Reflektif


Terhadap Sikap Kedisiplinan Siswa Kelas I SD. 1-181.

Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini.


Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Wantah, M. J. (2005). Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral Pada Anak


Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.

Wiyani, N. A. (2014). Mengelola dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial dan Emosi


Anak Usia Dini: panduan bagi orangtua dan pendidik PAUD. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media .

65
Wong, W. &. (1998). Nuraing Care of Infants and Children. St Louis: Mosby.

Wyckoff, J. &. (1997). Disiplin Tanpa Teriakan atau Pukulan. Jakarta: Binarupa
Aksara .

66
LAMPIRAN

67
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,

Bapak/Ibu/Saudara (i) calon responden

Di Tempat

Dengan Hormat,

Sebagai persyaratan akhir Jurusan Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo

saya :

Nama : Sawitri Tolinggilo

Nim : 841414021

Akan melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Pemberian Reward

Melalui Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia 3-5

Tahun Di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo”. Hasil penelitian ini akan berguna

sebagai referensi dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak dengan

hospitalisasi atau untuk meningkatkan kedisiplinan dalam menjaga kesehatan badan

dan lingkungan, seperti sebelum dan sesudah makan dengan mencuci tangan, dan

juga membuang sampah pada tempatnya. Saya meminta saudara/i untuk menanda-

tangani lembar persetujuan yang ada.

Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Gorontalo, 2018

Peneliti

Sawitri Tolinggilo

68
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk turut

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh Sawitri Tolinggilo

NIM : 841414021 dengan judul penelitian “Efektivitas Pemberian Reward Melalui

Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia 3-5 Tahun Di

TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo ”.

Tanda tangan saya menunjukan bahwa saya telah diberi informasi dan

memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Gorontalo, 2018

Responden

69
INSTRUMEN LEMBAR OBSERVASI PERILAKU DISIPLIN ANAK

NAMA :

UMUR :

JENIS KELAMIN :

PETUNJUK : Berilah skor anak dengan nilai 1 jika anak menunjukkan perilaku

disiplin dan nilai 0 jika anak tidak menunjukkan perilaku disiplin.

No. Indikator YA TIDAK

1. Mengenakan atribut sekolah

2. Tidak terlambat ke sekolah

3. Bersalaman dengan guru

4. Meletakkan sepatu di rak sepatu

5. Meletakkan tas di rak tas

6. Mengucap salam

7. Berdo’a sebelum pembelajaran

8. Menyelesaikan tugas tepat waktu

9. Meletakkan alat tulis di loker

10. Tidak ditunggu wali anak

11. Tidak jajan diluar sekolah

12. Cuci tangan sebelum makan

70
13. Berdo’a sebelum makan

14. Makan sambil duduk

15. Cuci tangan setelah makan

16. Berdo’a setelah makan

17. Menjaga kebersihan lingkungan

18. Antri saat bermain

19. Membereskan mainan

20. Berdo’a setelah pembelajaran

21. Mengucap salam

22. Bersalaman dengan guru

Total Skor Individu

71

Anda mungkin juga menyukai