Anda di halaman 1dari 67

EFEKTIVITAS PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE TOKEN

EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK USIA 3– 5


TAHUN DI TK AL – HIJRAH ISLAM KOTA GORONTALO

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Ujian


Sarjana Keperawatan

Oleh

SAWITRI TOLINGGILO

(841 414 021)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak PraSekolah adalah anak dengan usia 3-5 tahun, serta sudah mulai

banyak melakukan aktivitas diluar rumah terlebih dengan teman sebayanya.

Namun dalam hal ini pengawasan orang tua diluar sekolah pun masih sangat

diperlukan untuk tumbuh kembang anak, selain harus melibatkan guru

dalam proses belajar disekolah, orang tua dirumah pun punya tugas penting

dalam menjaga attitude atau sikap untuk menghadapi dunia diluar rumah.

Sikap yang patut diajarkan orang tua ataupun guru disekolah, salah satunya

yakni disiplin. Disiplin dalam hal ini menjadi yang sangat terpenting untuk

mendidik anak didalam rumah maupun diluar sekolah (Chotim, 2016).

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan

nasional disebutkan bahwa mereka adalah anak yang berada pada rentang

usia sejak lahir sampai dengan 6 tahun. Anak usia dini di Indonesia adalah

mereka yang sejak lahir usia 0 tahun hingga memasuki jenjang SD awal

(Pulumoduyo, 2015).

Menurut BPS Indonesia tahun 2010 jumlah anak usia 0-9 tahun

berjumlah 45,972 juta dari jumlah penduduk di Indonesia, menurut BPS

Gorontalo jumlah anak usia 0-9 tahun berjumlah 111,600 ribu jiwa. “Tahap-

tahap perkembangan anak usia dini tertentu harus dimiliki dan dialami oleh

setiap anak penilaian baik buruknya perkembangan anak tergantung pada

tercapainya suatu fase perkembangan sesuai usianya” (Elex, 2008).

1
“Masalah-masalah yang sering dialami anak usia prasekolah antara lain

tidak patuh, tempertantrum, agresif, menarik diri, implusif, kurang mampu

berkonsentrasi, egois, kurang mandiri atau terlalu tergantung pada orang

lain”. Diantara masalah-masalah tersebut kedisiplinan adalah masalah yang

harus ditangani sejak dini, karena jika tidak ditangani sejak dini maka akan

berpengaruh pada masa yang akan datang, anak yang masih berperilaku

dependent dimasa depan akan memiliki kecenderungan tidak mandiri

bahkan sampai pada gangguang psikologis “dependency” (Mittman, 1981).

Disiplin merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus ada dalam

diri seorang manusia, termasuk pada anak usia prasekolah. Dalam hal ini

dengan tujuan sebagai proses pemikiran dan pengembangan wataknya secara

sehat. Dalam tindak pola asuh orang tua disiplin itu sendiri didasari dari

kasih sayang orang tua terhadap anaknya, keseimbangan rasa kasih sayang

orang tua menjamin kedisiplinan anak bisa berjalan secara mulus. Oleh

karena itu, guru sebagai orang tua disekolah menjadikan disiplin sebagai

pelayanan utama, untuk tindak pemahaman yang benar mengenai disiplin,

dan juga sebagai alat pendampingan guru, sehingga guru dapat bersikap baik

dan benar dalam mengajarkan disiplin terhadap anak didiknya (Suryadi,

2006).

Nilai-nilai dasar karakter yang dipandang baik, sangat penting

dikenalkan dan diinternalisasikan ke dalam perilaku anak usia dini. Salah

satu karkater yang harus dimiliki adalah disiplin. Dengan disiplin, anak

dapat memperoleh batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah.

2
Untuk itulah, disiplin bertujuan agar anak dapat menerapkan perilaku

disiplin melalui penanaman yang diajarkan tentang bagaimana berperilaku

dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok sosial, sesuai peran yang

ditetapkan kelompok budaya dimana ia berasal. Kedisiplinan dapat

dilakukan dan diajarkan pada anak di sekolah maupun dirumah sejak usia

balita hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja yaitu dengan cara

membuat semacam peraturan atau tata tertib yang wajib dipatuhi oleh setiap

anak (Dania, 2017).

(Wantah, 2005 dalam Dania, 2017) menjelaskan bahwa terdapat dua

cara dalam membesarkan anak, yaitu konsep disiplin positif dan negatif.

Menurut konsep positif dari disiplin ialah sama dengan pendidikan dan

bimbingan karena menekankan pertumbuhan di dalam disiplin diri dan

pengendalian diri serta akan melahirkan motivasi dari dalam. Sedangkan

konsep negatif disiplin berarti pengendalian dengan kekuasaan luar, yang

merupakan bentuk pengekangan dengan cara yang tidak disukai, sehingga

dapat disimpulkan bahwa disiplin negatif dapat memperbesar

ketidakmatangan individu, sedangkan disiplin positif menumbuhkan

kematangan. Oleh karena itu, disiplin positif berpengaruh baik terhadap

perilaku anak.

Indikator perilaku disiplin anak di Taman Kanak-Kanak berdasarkan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD menjelaskan bahwa anak

yang berada pada rentang usia 5-6 tahun diharapkan mampu mencapai

3
keberhasilan dalam menaati aturan kelas (kegiatan, aturan). Sedangkan,

(Wiyani, 2014) mengungkapkan ada 4 indikator bahwa anak menunjukkan

sikap kedisiplinan dalam menaati aturan yaitu membuang sampah pada

tempatnya, merapikan mainan setelah digunakan, menaati peraturan yang

berlaku, dan berangkat sekolah tepat waktu.

Dari tindakan kedisiplinan anak, jika anak bisa konsisten dalam segala

kesehariannya disekolah ataupun dirumah dapat dipastikan pemberian

reward akan langsung ditujukan pada anak itu sendiri, sebaliknya jika anak

belum bisa konsisten dengan segala peraturan dan tata tertib disekolah

ataupun dirumah, orang tua ataupun guru bisa memberikan punishment

ataupun hukuman agar dapat membentuk sifat dan sikap anak menjadi lebih

baik, tanpa harus membebani pikiran dan mental anak (Suryadi, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan (Bahuwa,

2014) mengatakan bahwa berkaitan dengan disiplin anak TK Aster

Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo, peneliti mengamati bahwa

perkembangan perilaku disiplin anak di TK tersebut belum menunjukkan

peningkatan yang signifikan. Berdasarkan pengamatan setiap hari ada saja

anak yang terlambat datang ke sekolah. Dari 19 anak, terdapat 7 anak

(36,8%) yang sering datang terlambat. Selain itu, ada pula anak yang tidak

mau berbaris. Hal ini dilakukan oleh 6 sampai 7 orang anak. Demikian pula

ketika berada di dalam kelas, terdapat 7 anak atau (36,8%) dari seluruh anak

di TK Aster Kota Barat Kota Gorontalo yang kurang disiplin. Perilaku

4
kurang disiplin mereka antara lain tampak dari beberapa aktivitas, seperti

kurang tertib ketika belajar di dalam kelas.

Berdasarkan penelitian Baumrind terhadap kualitas pendisiplinan anak

dalam keluarga menemukan bahwa upaya pembentukan disiplin yang efektif

ditemukan pada sekitar 58% keluarga berpendidikan menengah ke atas.

Sebaliknya, keluarga yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah, sekitar

67% mengupayakan disiplin secara acak tidak terarah. (Horton, 2001)

mengatakan parental discipline is important to children’s cognitive and

social development, dapat dimaknai dengan pembentukan disiplin oleh

orang tua sangat penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak.

Dalam usia prasekolah pun jika anak bisa efisien dengan

kedisiplinannya, pemberian penghargaan (reward) pun menjadi solusi dalam

proses pengingat anak dalam menyikapi positif tindakan kedisiplinan. Hal

demikian dilakukan agar menjadi penguat perilaku positif anak. Reward

dalam hal ini dikategorikan dalam dua hal, yakni reward verbal dan reward

non verbal. Reward verbal itu sendiri merupakan reward yang diberikan

secara langsung kepada anak dari guru ataupun orang tua, diberikan secara

langsung didasari dengan sikap kedisiplinan anak dalam melakukan hal-hal

disekelilingnya. Reward verbal seperti memberikan pujian pada saat anak

melakukan dengan benar kedisiplinannya, sedangkan reward non verbal

salah satunya yaitu dengan memberikan reward melalui metode token

ekonomi (Harlock, 1978).

5
Token ekonomi merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang

dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi

perilaku yang tidak diinginkan, tokens (tanda-tanda/pemberian stiker).

Token ekonomi pun diberikan jika anak mulai menunjukkan sikap sesuai

dengan yang dipertunjukkan, token ekonomi disini dengan tujuan

menjadikan penguat pemikiran anak dalam tindak kedisiplinan. Dengan

singkatnya token ekonomi tujuannya untuk memodifikasi perilaku yang

dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dalam hal ini

perilaku positif dan mengurangi perilaku yang tidak dinginkan dan dalam

hal ini perilaku negatif. Token ekonomi yang biasa dilakukan pada anak usia

dini seperti pemberian point, permen ataupun dengan pemberian stiker

dengan gambar kartun yang pasti akan disukai anak (Sahyani, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Fima

Arifatun dengan judul Pengaruh Token Economy Terhadap Disiplin Anak

Kelompok B Di Taman Kanak-Kanak bahwa hasil penelitian menunjukkan

terdapat perbedaan antara disiplin anak sebelum dan setelah memperoleh

perlakuan berupa token economy. Hasil perhitungan rata-rata skor pratest

sebesar 16,47 (71,61 %) dan rata-rata skor pascatest sebesar 19,23 (83,61%).

Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan skor rata-rata pratest dan skor

rata-rata pascatest dengan selisih skor sebesar 2,76. Ho pada penelitian ini

adalah skor rata-rata disiplin anak sebelum pemberian treatment berupa

token economy tidak sama dengan skor rata-rata disiplin anak setelah

pemberian treatment berupa token economy. Jika harga thitung > ttabel. Berarti

6
H0diterima. Hasil perhitungan uji-t menunjukkan thitung > ttabel dengan nilai

thitung = 3,33 dan diketahui ttabel=2,17. Sehingga dapat disimpulkan adanya

perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pratest dan rata-rata skor

pratest.

Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti dari TK Al-Hijrah Islam

Kota Gorontalo, TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo didirikan pada bulan

Juli 2017 dan di temukan bahwa jumlah anak pra sekolah di TK Al-Hijrah

Islam Kota Gorontalo sebanyak 21 orang dengan masalah disiplin itu sendiri

disesuaikan dengan kurikulum sekolah, dan dalam tahap ini disiplin sekedar

sosialisasi penyesuaian anak dalam memasuki dunia persekolahan, tetapi

masih memprioritaskan kedisiplinan anak.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di TK Al-Hijrah Islam

Kota Gorontalo, bahwa masih ada anak yang kurang disiplin, yakni dengan

masalah disiplin sering bercanda pada saat kegiatan belajar mengajar di

kelas, kurangnya perhatian anak pada saat guru mengajar di depan kelas,

posisi duduk anak yang kurang rapi dan sopan pada saat bedo’a, dan kurang

rapinya anak dengan pakaian yang sudah ditentukan di sekolah, seperti

penggunaan kaos kaki. Dengan hasil observasi awal tersebut menekankan

bahwa disiplin anak itu sangat berpengaruh terhadap pola tingkah laku anak

kedepannya, maka sangat diharapkan agar anak bisa memulainya dari usia

dini dengan bantuan dan dukungan dari orang tua atau bahkan guru yang ada

di sekolah.

7
Dari hasil wawancara dengan guru yang ada di TK Al-Hijrah Kota

Gorontalo bahwa pemberian reward melalui metode token economy belum

pernah dilakukan dan diaplikasikan dalam setiap proses pembelajaran,

apalagi dalam hal ini untuk mendisiplinkan anak usia 3-5 tahun yang

bersekolah di TK Al-Hijrah Kota Gorontalo.

Adapun dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

tentang “Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi

Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia 3-5 Tahuan.” Yang

diharapkan agar kedisiplinan dapat terwujud dalam sikap sehari-hari, yang

sudah diajarkan sejak anak usia dini.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan masalah yang dapat

diidentifikasi yaitu :

1. Masih tingginya sikap anak yang kurang disiplin.

2. Disiplin yang efektif ditemukan pada sekitar 58% keluarga berpendidikan

menengah ke atas. Sebaliknya, keluarga yang berpendidikan dan

berpenghasilan rendah, sekitar 67% mengupayakan disiplin secara acak

tidak terarah.

3. Masalah disiplin di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo hanya

disesuaikan dengan kurikulum sekolah, dan dalam tahap ini disiplin

sekedar sosialisasi penyesuaian anak dalam memasuki dunia

persekolahan, tetapi masih memprioritaskan kedisiplinan anak

8
4. Pemberian reward melalui metode token economy belum pernah

dilakukan dan diaplikasikan dalam setiap proses pembelajaran, apalagi

dalam hal ini untuk mendisiplinkan anak usia 3-5 tahun yang bersekolah

di TK Al-Hijrah Kota Gorontalo.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Seberapa Besar Efektivitas Pemberian Reward Melalui

Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia 3 – 5

Tahun.”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa dan mengidentifikasi

efektivitas pemberian reward melalui metode token ekonomi untuk

meningkatkan kedisiplinan anak usia 3 – 5 tahun.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi efektivitas pemberian reward untuk

meningkatkan kedisiplinan anak usia 3 – 5 tahun

2. Mengidentifikasi metode token ekonomi untuk meningkatkan

kedisiplinan anak usia 3 – 5 tahun

3. Menganalisa efektivitas pemberian reward melalui metode token

ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia 3 – 5 tahun.

9
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teorotis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber penelitian

ilmiah terutama dalam menyikapi bidang pendidikan anak usia dini

atau anak prasekolah khususnya efektivitas pemberian reward

melalui metode token ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan

anak disekolah.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis

Sebagai penambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi

penulis untuk kedepannya.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Sebagai referensi materi tentang Efektivitas Pemberian Reward

Melalui Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan

Kedisiplinan Anak Usia 3-5 Tahun.

3. Bagi Masyarakat / Orang Tua

Sebagai masukan bagi tenaga pengajar di TK untuk bahan kajian

dalam meningkatkan kedisiplinan siswa sehingga siswa lebih

siap melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah dasar, juga

sebagai bahan pembelajaran orang tua tentang disiplin anak dan

bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak dirumah

ataupun disekitar lingkungan tempat tinggal.

10
4. Bagi Guru

Sebagai bahan ajar dan bisa diterapkan dalam proses

pembelajaran anak disekolah untuk membantu meningkatkan

disiplin anak usia prasekolah.

5. Bagi Sekolah

Dapat dimasukkan dalam salah satu teknik bermain anak demi

tercapainya tingkat kedisiplinan anak untuk bekal dalam

persiapan melanjutkan pendidikan menuju jenjang yang lebih

tinggi.

6. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti

selanjutnya untuk melakukan penelitian reward melalui metode

token ekonomi sebagai peningkatan kedisiplinan siswa.

11
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Anak Pra Sekolah

2.1.1.1 Definisi Anak Pra Sekolah

Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun, di

mana memiliki karakteristik tersendiri dalam segi pertumbuhan dan

perkembangan (Wong, 1998) dalam (Maryunani, 2016).

2.1.1.2 Pertumbuhan Fisik Anak Pra Sekolah

a. Anatomi dan Fisiologi Anak Pra Sekolah :

Beberapa perkembangan anatomi dan fisiologi pada anak pra sekolah

(dimana terdapat sedikit perbedaan antara toddler dan pra sekolah)

yang perlu dicermati

Diuraikan pada tabel di bawah ini :

1) Leher dan Lomfoid

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
1 Leher Leher memanjang pada
sekitar usia 3 atau 4 tahun
2 Tonsil  Tonsil secara khas
sangat besar pada masa
kanak-kanak awal dan
jarang pada masa
dewasa
 Tonsil ini secara cepat
mencapai ukuran
dewasa pada usia 6
tahun, terus tumbuh
sampai usia 10 atau 12
tahun

12
2) Mata

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
1 Pandangan Mata Pandangan binocular dan
perifer dikembangkan
pada usia 6 tahun
2 Biasanya, anak-anak tetap
berpandangan jauh
sampai usia 7 tahun

3) Telinga

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
Telinga Pendengaran mencapai
kematangan pada usia 3
sampai 4 tahun

4) Sistem Kardiovaskuler

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
1 Jantung Jantung membagi empat
pada ukurannya pada usia
5 tahun
2 Sinus Aritmia  Sinus aritmia menjadi
lebih jelas selama
masa-masa pra sekolah
 Celah fisiologis bisa
tampil untuk pertama
kalinya, dan murmur
fungsional bisa
terdengar

13
5) Abdomen (Kandung Kemih)

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
Kandung Kemih Kapasitas kandung kemih
meningkat sesuai usia dan
menurun ke dalam
pelviks pada usia 3 tahun

6) Sistem Neurologis

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
1 Hubungan Neuron Sejumlah bentuk
hubungan yang lebih
besar antara neuron
dengan neuron meningkat
dalam kompleksitasnya
2 Hemisfer Aktivitas pada hemisfer
terjadi, dibuktikan dengan
pilihan menggunakan
tangan
3 Sistem Limbik Sistem limbik me-
matangkan tidur teratur
yang lebih baik, bangun,
dan emosi-emosinya

7) Sistem Sensori

No. Hal-Hal Yang Perlu Uraian


Diperhatikan
1 Olfaktori  Anak pra-sekolah sering
berespon pada bau-
bauan dalam cara yang
tidak terlambat
(menutup muka,
berpura-pura muntah,
menutup hidung)
 Mereka mempelajari
hal-hal tabu olfaktori,
tetapi tidak disukai
sosial
2 Gustatori Anak-anak pra sekolah
seringkali menyatakan

14
inisiatifnya dengan
menanyakan sesuatu ‘yang
enak’ dan dengan
menanyakan/meminta
untuk membuang makanan
yang ‘tidak enak/enek’
3 Taktil Kebanyakan anak masih
suka menjadi dekat dengan
orang lain, terutama jika
anak memerlukan pelukan

b. Ciri-Ciri Umum Anak Pra Sekolah

1) Anak pra sekolah yang sehat adalah yang langsing, ceria dan

gesit dengan postur yang baik

2) Perkembangan utama terjadi pada koordinasi motorik halus,

seperti diperlihatkan dengan membaiknya kemampuan untuk

menggambar

3) Keterampilan motorik kasar juga meningkat, seperti anak dapat

melompat, meloncat dan berlari lebih baik. Kemampuan-

kemampuan atletik, seperti berseluncur dan berenang, dapat

dikembangkan (Maryunani, 2016).

c. Tinggi Badan

1) Secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan TB

berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm

2) Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hamper sama

dengan tahun sebelumnya. TB mencapai 103 cm sehingga TB

sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir

15
3) Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah

TB rata-rata mencapai 110 cm (Maryunani, 2016).

d. Berat Badan

1) Secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8

s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg

2) Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hamper sama

dengan tahun sebelumnya. BB mencapai 16,7 kg

3) Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah

BB rata-rata mencapai 18,7 kg (Maryunani, 2016).

2.1.1.3 Perkembangan Kognitif

Diuraikan menjadi dua, yaitu perkembangan kognitif pra sekolah

menurut (Piaget, 1954) dan perkembangan bahasa, yang diuraikan

berikut ini :

a. Perkembangan Kognitif Pra Sekolah menurut (Piaget, 1954):

1) Tahap Pra operasional (2-7 tahun) Tahap Perkembangan Kognitif

menurut (Piaget, 1954) :

Perkembangan kognitif pra sekolah menurut Piaget masih masuk

pada tahap pra operasional, berikut ini :

a) Pra operasional ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata

lebih awal dan memanipulasi simbol-simbol yang

menggambarkan objek atau benda dan keterikatan atau

hubungan di antara mereka

16
b) Pemikiran atau sifat anak yang aneh/ganjil menunjukkan

fakta bahwa mereka pada umumnya mereka tidak mampu

menunjukkan operations (eksploitasi) atau jika mereka bisa

menunjukkan operation maka keadaannya akan terbatas

c) Mental operations pada tahap ini sifatnya fleksibel dan dapat

berubah

d) Tahap pra operasional ini juga ditandai oleh beberapa hal,

antara lain: egosentrisme, ketidakmatangan

pikiran/ide/gagasan tentang sebab-sebab dunia di fisik,

kebingungan antara simbol dan objek yang mereka wakili,

kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu

dan kebingungan tentang identitas orang dan objek (Piaget,

1954) dalam (Maryunani, 2016).

2) Perkembangan kognitif menurut (Piaget, 1954) diuraikan secara

lebih luas, berikut ini :

a) Menurut (Piaget, 1954), tahap pemikiran pra operasional ini

(2-7 tahun) terdiri dari 2 fase, yaitu :

i. Fase pre konseptual

 Terjadi pada usia 2 sampai 4 tahun

 Anak membentuk konsep yang tidak selengkap atau

selogis pada orang dewasa, membuat klasifikasi

sederhana, menggabungkan satu peristiwa dengan

17
sesuatu yang simultan (alasan transduktif), dan

menunjukkan pemikiran egosentrik

ii. Fase intuisif

 Berkisar dari usia 4 sampai 7 tahun

 Anak menjadi mampu mengklasifikasikan,

menjumlahkan dan menghubungkan obyek-obyek

tetapi tetap tidak menyadari prinsip-prinsip di belakang

operasi-operasi ini

 Ini menunjukkan proses berfikir intuisif (menyadari

bahwa sesuatu itu tidak benar, tetapi tidak dapat

menyatakan mengapa), tidak dapat untuk melihat sudut

pandang dari orang lain, dan menggunakan banyak

kata-kata dengan tepat tetapi tanpa pengetahuan nyata

tentang pengertiannya

b) Anak pra sekolah menunjukkan pemikiran khayal dan

percaya bahwa pemikiran tersebut semuanya menguatkan.

Mereka mungkin merasa bersalah dan bertanggung jawab

untuk terjadinya pikiran-pikiran buruk, yang pada waktu ini

mungkin tepat dengan kejadian dari peristiwa yang

diharapkan (Piaget, 1954 dalam Maryunani, 2016).

18
b. Perkembangan Bahasa Pra Sekolah

1) Anak usia 3 tahun : dapat mengatakan 900 kata, menggunakan

tiga sampai empat kalimat, dan dan berbicara dengan tidak putus-

putusnya (ceriwis)

2) Anak usia 4 tahun : dapat menyatakan 1500 kata, menceritakan

cerita yang berlebihan, dan menyanyikan lagu sederhana. (ini

merupakan usia puncak untuk pertanyaan ‘mengapa’)

3) Anak usia 5 tahun : dapat mengatakan 2100 kata, dan mengetahui

empat warna atau lebih, nama-nama hari dalam seminggu, dan

nama bulan (Maryunani, 2016).

2.1.1.4 Perkembangan Psikososial

Yang dibahas pada perkembangan psikososial, ini antara lain

perkembangan psikososial menurut (Erikson, 1963), ketakutan dan

mekanisme koping, sosialisasi, bermain, mainan, disiplin, tugas-tugas

perkembangan, perkembangan body image

a. Perkembangan Psikososial menurut (Erikson, 1963):

1) Perkembangan Psikososial Erikson Tahap 3 Inisiatif vs

Kesalahan (1) :

a) Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool

age)

b) Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu

terhadap segala hal yang dilihatnya

19
c) Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin

tahu yang mereka alami

d) Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola

asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan

akhirnya hanya berdiam diri

e) Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk

menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun

perbuatan (Erikson, 1963 dalam Maryunani, 2016).

2) Perkembangan Psikososial Erikson Tahap 3 Inisiatif vs

Kesalahan (2), diuraikan secara luas sebagai berikut :

a) Antara usia 3 dan 6 tahun , anak menghadapi krisis

psikososial dimana Erikson mengistilahkan sebagai ‘inisiatif

melawan rasa bersalah (initiative versus guilt)

b) Orang lain yang penting bagi anak adalah keluarga

c) Pada usia ini, anak secara normal telah menguasai rasa

otonomi dan memindahkan untuk menguasai rasa inisiatif

d) Anak Pra sekolah adalah seorang pembelajar yang energik,

antusiasme, dan pengganggu dengan imajinasi yang aktif

e) Kesadaran (suara dalam yang memperingatkan dan

mengancam) mulai berkembang

f) Anak menyelidiki dunia fisik dengan semua indra dan

kekuatannya

20
g) Perkembangan rasa bersalah terjadi pada waktu anak dibuat

merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat diterima

h) Rasa bersalah, cemas, dan takut yang diakibatkan pada saat

pikiran dan aktivitas anak dengan harapan-harapan orang tua

i) Anak pra sekolah mulai menggunakan alasan sederhana dan

dapat bertoleransi terhadap keterlambatan pemuasan dalam

periode yang lama (Erikson, 1963 dalam Maryunani, 2016).

b. Ketakutan dan Mekanisme Koping :

1) Ketakutan :

a) Seorang anak biasanya mengalami lebih banyak ketakutan

selama masa pra sekolah daripada waktu lainnya

b) Ketakutan-ketakutan umum pada pra sekolah meliputi takut

gelap; takut ditinggal sendirian, terutama pada saat tidur;

takut binatang, terutama anjing yang besar; takut hantu,

pemotongan tubuh; nyeri, dan takut obyek-obyek dan orang-

orang yang berhubungan dengan pengalaman yang

menyakitkan

c) Pra sekolah tengkurap untuk bersembunyi dari hardikan dan

tindakan orang tuanya, orang tua sering tidak menyadari

bahwa perilaku mereka mebuat ketakutan pada anak mereka

d) Menginginkan anak pra sekolah untuk menggunakan lampu

pada malam hari dan mendorongnya untuk memainkan

ketakutannya dengan boneka atau mainan lainnya yang bisa

21
membantu memberikan anak rasa pengendalian terhadap

ketakutannya (Maryunani, 2016).

2) Mekanisme Koping

a) Mekanisme koping termasuk menanyakan pertanyaan-

pertanyaan, menginginkan perintah, memegang mainan

favorit, mempelajari dengan uji coba, melemparkan tantrum

(ledakan amarah), agresi, mengisap jempol, menarik diri dan

regresi

b) Memperlihatkan anak terhadap obyek yang menakutkan di

lingkungan yang terkontrol, dapat memberikan kesempatan

untuk mengurangi ketakutannya (Maryunani, 2016).

c. Sosialisasi

1) Pada masa-masa pra sekolah, jangkauan anak pada orang

lain/orang terdekat berkembang di luar orang tuanya yang

mencakup kakek-neneknya, saudara kandung dan guru-guru pra

sekolah

2) Anak memerlukan interaksi teratur dengan teman sebaya untuk

membantu perkembangan keterampilan sosial

3) Tujuan utama pra sekolah adalah untuk membantu

perkembangan keterampilan sosial anak. Kriteria yang

dipertimbangkan pada waktu memilih program pra sekolah

mencakup sebagai berikut :

22
a) Akreditasi dan lisensi diikuti

b) Jadwal aktivitas harian dan materi yang tersedia

c) Guru yang berkualifikasi

d) Lingkungan yang aman, dengan tingkat kebisingan rendah,

rasio guru-anak tepat, dan parktek sanitasi yang baik

e) Orang lain telah merekomendasikan sekolah

f) Observasi terhadap anak-anak pada permainan dan pekerjaan,

serta interaksi mereka dengan guru-guru dapat diterima

g) Rencana-rencana alternatif tersedia pada waktu anak sakit

dan orang tua bekerja (Maryunani, 2016).

d. Bermain

1) Permainan khas pada anak pra sekolah adalah permainan yang

asosiatif-interaktif dan kooperatif dengan saling berbagi

2) Hal yang paling penting adalah kontak dengan teman sebaya

3) Aktivitas-aktivitas seharusnya meningkatkan keterampilan

pertumbuhan dan motorik; melompat, berlari, dan memanjat

4) Pada masa ini merupakan usia yang tepat untuk permainan

imajiner/khayal

5) Permainan meniru, imaginatif, dan dramatik adalah hal yang

penting

6) TV dan video games seharusnya hanya menjadi bagian dari

permainan anak dan orang tuanya seharusnya memonitor isi

tayangan dan jumlah waktu yang digunakan (Maryunani, 2016).

23
e. Mainan

1) Mainan dan games/permainan yang mendorong perkembangan

motorik kasar dan halus, meliputi sepeda roda tiga, mobil-

mobilan, peralatan senam, kolam, boks pasir, puzzle dengan blok

besar, krayon, cat, dan eletronik games yang tepat usia

2) Mainan dan games/permainan yang mendorong permainan

meniru/imaginatif termasuk memakaikan pakaian pada boneka,

mainan rumah tangga, mainan tenda, dan peralatan

dokter/perawat

3) Anak pra sekolahn yang aktif dan cerdas perlu diawasi oleh

orang dewasa, terutama bila dekat dengan air dan peralatan

senam (Maryunani, 2016).

f. Disiplin

1) Figur penguasa harus menerapkan disiplin yang kuat, adil dan

konsisten

2) Anak memerlukan penjelasan sederhana mengapa perilaku

tertentu tidak tepat

3) Pada situasi konflik, pemberian waktu luang pendek dapat

membantu anak menghilangkan intensitasnya, memperoleh

kembali pengontrolan, dan memikirkan tentang perilaku mereka

(Maryunani, 2016).

24
g. Tugas-Tugas Perkembangan

Anak pra sekolah memiliki tugas-tugas perkembangan, sebagai

berikut :

1) Mengembangkan rutinitas sehari-hari yang sehat

2) Menjadi anggota keluarga yang berpartisipasi

3) Belajar menguasai impuls dan menyesuaikan dengan harapan

sosial

4) Mengembangkan ekspresi emosional yang sehat

5) Mempelajari komunikasi yang efektif

6) Kemampuan untuk menangani situasi yang kemungkinan

berbahaya

7) Mengembangkan inisiatifnya

8) Mempelajari landasan untuk mengerti kehidupan

h. Perkembangan Body Image

1) Masa ini merupakan waktu penting untuk body image

2) Anak-anak pra sekolah mengenali bahwa terdapat penampilan

yang diinginkan dan tida diinginkan

3) Anak pra sekolah rentan terhadap hal yang mendua/bias

4) Anak-anak sangat menyadari ukuran tubuhnya pada usia 5 tahun

(Maryunani, 2016).

25
2.1.1.5 Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik halus dam kasar pada anak pra sekolah sebagai

berikut :

a. Perkembangan Motorik Halus (Fine Motor) :

No. Usia Aktivitas


1 3 Tahun a. Anak dapat menyusun ke atas 9-10 balok
b. Anak dapat membentuk jembatan 3
balok
c. Anak dapat membuat lingkaran dan
silang
2 4 Tahun a. Anak dapat melepas sepatu
b. Anak dapat membuat segiempat
c. Anak dapat menambahkan 3 bagian ke
gambar stik
3 5 Tahun a. Anak dapat mengikat tali sepatu
b. Anak dapat menggunakan gunting
dengan baik
c. Anak dapat menyalin wajik dan segitiga
d. Anak dapat menambahkan 7 sampai 9
bagian ke gambar stik
e. Anak dapat menuliskan beberapa huruf
dan angka, dan nama pertamanya

b. Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor) :

No. Usia Aktivitas


1 3 Tahun a. Anak dapat memiliki sepeda roda tiga
b. Anak menaiki tangga menggunakan kaki
bergantian
c. Anak berdiri pada satu kaki selama
beberapa detik
d. Anak melompat jauh
2 4 Tahun a. Anak dapat meloncat
b. Menangkap bola
c. Menuruni tangga menggunakan kaki
bergantian
3 5 Tahun a. Anak dapat meloncat
b. Anak berjingkat dengan satu kaki
c. Anak mendorong dan menangkap bola
d. Anak lompat tali
e. Anak menyeimbangkan kaki bergantian

26
dengan mata tertutup

2.1.1.6 Perkembangan Psikoseksual

Yang dibahas adalah Perkembangan Psikoseksual menurut (Freud, 1945)

dan perkembangan Seksual :

a. Perkembangan Psikoseksual menurut (Freud, 1945):

1) Pada fase phalic, berkisar dan sekitar usia 3-7 tahun, pusat

kenikmatan anak berada pada genitalia dan masturbasi

2) Tahap Oedipus terjadi, yang ditandai dengan kecemburuan dan

persaingan terhadap orangtua berjenis kelamin sama dan

mencintai orangtua yang berjenis kelamin berlainan

3) Tahap Oedipus secara khas menghilang pada periode pra sekolah

akhir dengan identifikasi kuat dengan orangtua yang berjenis

kelamin sama

b. Perkembangan Seksual :

1) Banyak anak pra sekolah bermasturbasi untuk kenikmatan

fisiologis

2) Anak pra sekolah membentuk ikatan kuat pada orang tua dengan

jenis kelamin yang berlawanan tetapi mengidentifikasi dengan

orang tua yang berjenis kelamin sama

3) Identitas seksual dikembangkan, kesopanan mungkin menjadi

perhatian, maupun ketakutan katrasi (pengebirian)

27
4) Karena anak pra sekolah merupakan pengamat yang tekun tetapi

penafsir/menginterpretasikan dengan buruk, anak bisa mengenali

tetapi tidak mengerti aktivitas seksual

5) Sebelum menjawab pertanyaan anak tentang seks, klasifikasikan

apakah anak benar-benar bertanya dan apakah anak sudah

memikirkan tentang subyek tertentu

6) Jawab pertanyaan tentang seks dengan sederhana dan jujur,

berikan informasi yang hanya benar-benar anak minta, detail-

detail tambahan dapat diberikan nanti (Freud, 1945 dalam

Maryunani, 2016).

2.1.1.7 Perkembangan Moral menurut (Kohlberg, 1976)

a. Anak pra sekolah berada pada tahap prekonvensional pada tahap

perkembangan moral yang berlangsung sampai usia 10 tahun

b. Pada fase ini, kesadaran timbul, dan penekannya pada kontrol

eksternal

c. Standar moral anak berada pada orang lain dan ia mengobservasi

mereka untuk menghindari hukuman dan mendapatkan ganjaran

(Kohlberg, 1976 dalam Maryunani, 2016).

2.1.2 Disiplin

2.1.2.1 Definisi Disiplin

Disiplin merupakan suatu sistem pengendalian yang diterapkan oleh

pendidik terhadap anak didik agar mereka dapat berfungsi di masyarakat,

28
dan disiplin merupakan proses yang diperlukan agar seseorang dapat

menyesuaikan dirinya.

Disiplin juga bisa diartikan sebagai suatu proses belajar mengajar

yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri. Orang tua yang

disiplin adalah orang tua yang konsisten dapat diandalkan dan

berkomunikasi langsung dengan jelas, dapat menciptakan sistem yang

baik dan menjadi model atau contoh bagi anak-anaknya.

Sebagai manusia kita tidak hidup sendiri, tetapi selalu berada di

dalam kelompok masyarakat. Disiplin tidaklah merupakan suatu paksaan

dari luar, namun harus dari dalam diri orang tersebut. Dalam suatu

proses pendidikan, anak di harapkan mampu memahami disiplin agar

mereka dapat bekerja sama dengan orang lain. Karena itu mungkin tanpa

adanya perilaku saling menghargai, maka suatu nilai-nilai yang telah

disepakati tidak akan berjalan dengan baik (Suryadi, 2006).

2.1.2.2 Makna Disiplin

Mendisiplinkan anak pada dasarnya mengajarkan anak untuk

bertindak secara sukarela berdasarkan suatu rangsangan peraturan dan

tata tertib yang membatasi, terlepas apakah kelakuan itu diterima atau

tidak. Sewaktu anak masih kecil, ia membutuhkan keteladanan dan

model perilaku karena ia belum tahu mengenai baik buruknya perilaku

tersebut. Dalam pembinaan disiplin anak diperlukan 3 elemen berikut :

29
a. Pendidikan

Anak diajarkan mengenal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Ini sangat perlu karena manusia tidak dilahirkan dengan suatu bekal

pengetahuan. Orang tua dan guru bertanggung jawab memberikan

pengetahuan mengenai apa yang diharapkan dan tidak diharapkan

oleh seorang kelompok.

b. Penghargaan

Ini berupa pujian, hadiah atau perlakuan khusus setelah anak

melakukan sesuatu, paling tidak mencoba melakukan apa yang

diharapkan orang tua dari seorang anak.

c. Hukuman

Hukuman hanya boleh diberikan bila anak melakukan kesalahan

dengan sengaja. Berapapun usia anak, ketiga elemen diatas harus

disertakan dalam latihan kedisiplinan. Elemen pertama dan kedua,

ditekankan bila anak masih berusia dini, sedangkan unsur ketiga

diterapkan saat anak sudah lebih besar (Suryadi, 2006).

2.1.2.3 Tipe-Tipe Disiplin

Tipe disiplin yang diterapkan masing-masing orang tua bisa terbagi ke

dalam tiga bentuk, yaitu :

a. Disiplin Otoritatif

Diberlakukan berdasarkan aturan tanpa alasan, biasanya diterapkan

orang tua zaman dulu. Seorang anak harus menerapkan aturan tanpa

bisa menolak alasannya. Tipe disiplin ini jarang memberikan

30
penghargaan sebab dikhawatirkan akan memanjakan anak atau

melemahkan motivasi, sedangkan hukuman akan ditekankan pada

bentuk fisik, tanpa memeriksa terlebih dulu apa kesalahan yang

dilakukan.

b. Disiplin Permisif

Tipe ini dikembalikan dari tipe otoritatif. Anak diizinkan untuk

melakukan apa saja yang disukai. Hanya sedikit aturan dan

bimbingan yang diberikan orang tua. Bila anak melakukan apa saja

yang diharapkan, ia akan dianggap pantas menerima rasa puas

sebagai imbalan dari apa yang telah dilakukannya.

c. Disiplin Demokratis

Menekankan penjelasan dan arti yang mendasari peraturan,

penghargaan, terutama pujian, diberikan secara murah hati bila anak

melakukan hal yang benar atau berusaha melakukan apa yang

diharapkan. Hukuman diterapkan bila anak sengaja melakukan

kesalahan, dan sebelumnya anak diberikan kesempatan menjelaskan

mengapa sampai berbuat kesalahan. Tipe pada disiplin ini jarang

memberikan hukuman fisik. Dari ketiga tipe disiplin tersebut diatas,

tidak semua tipe bisa diterapkan pada semua anak, karena setiap

orang mempunyai pembawaan yang berbeda dan setiap keluarga

memiliki pola kehidupan sendiri. Meski demikian secara umum tipe-

tipe disiplin demokratis bisa dianggap yang terbaik, karena tipe ini

berada di tengah-tengah antara dua tipe lainnya. Tipe otoritatif

31
dianggap bisa menghasilkan anak yang patuh dan taat, tetapi tidak

bisa menampilkan efek buruk pada anak. Sedangkan tipe permisif

dikritik sebagai bentuk bukan dari disiplin, karena tidak termuat

dalam bentuk unsur disiplin.

Bila orang tua merasa metode yang sudah dipilih tidak memberikan

hasil yang diharapkan, lebih baik melakukan perubahan yang

bertanggung jawab, ketimbang berkeras menerapkan tipe disiplin

tertentu yang sudah tidak jelas memberikan hasil seperti yang

diinginkan (Suryadi, 2006).

2.1.2.4 Makna Pertemuan Antara Orangtua dan Anak

Dalam upaya menerpakan disiplin pada anak, orang tua bisa

mengarahkan dasar-dasar disiplin yang diarahkan pada 4 hal berikut:

a. Pribadi orang tua yang konkret

b. Pribadi anak yang konkret

c. Situasi lugas dalam kehidupan keluarga

d. Arah tindakan untuk anak agar memiliki dasar-dasar disiplin diri dan

mengembangkannya

Keempat hal tersebut dapat dijadikan instrument untuk mengungkapkan:

1) Pola pertemuan, yaitu dapat tidaknya cara dan kualitas pertemuan

antara orang tua dan anak sebagai pendidik dan terdidik yang

interaksinya bersifat non-subyektif

2) Kualitas penghayatan dan komunikasi anak terhadap orangtuanya

sebagai orang tua maupun sebagai pendidik. Tujuannya untuk

32
membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin

diri (Suryadi, 2006).

2.1.2.5 Proses Pembentukan Disiplin Pada Anak

Disiplin memerlukan suatu proses belajar, perlu adanya upaya dari

orang tua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

a. Melatih anak untuk berdisiplin

b. Membiasakan diri berperilaku sesuai nilai-nilai moral dan etika

c. Adanya kontrol orang tua dalam mengembangkan disiplin anak

Orang tua juga dituntut untuk membina anak agar dapat membaca

perilaku-perilaku mereka. Ketiga upaya diatas disebut dengan kontrol

eksternal. Kontrol yang terbuka dan demokratis ini memudahkan anak

untuk menginternalisasikan nilai-nilai moral. Kontrol eksternal dapat

menciptakan dunia kebersamaan yang menjadi syarat esensial terjadinya

penghayatan bersama antara orang tua dan anak.

Orang tua yang menggunakan hukuman keras sebagai bagian dari

disiplin dalam mendidik anak mereka memiliki kemungkinan untuk

menyebabkan masalah yang lebih dari sekedar hubungan orang tua-anak

yang kurang mesra.

Orang tua yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang

berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan,

pengertian dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan

yang secara keterlaluan memarahi anak-anak mereka ataupun

menunjukkan kekecewaan mereka terhadap si anak cenderung

33
menghalangi perkembangan prasosial si anak. Kebalikannya, para orang

tua yang hangat, yang menggunakan penjelasan dan tidak mengandalkan

hukuman keras dalam mendisiplinkan anak-anak, mereka cenderung

menumbuhkan rasa empati dalam diri anak-anak mereka.

Orang tua dituntut mampu membaca dunia anak dalam memberikan

ganjaran atau hukuman bagi setiap perilaku yang mendisiplinkan diri

anak, sehingga setiap orang tua dapat dianggap oleh anak sebagai pihak

yang bisa memberikan bimbingan dan bantuan. Setiap upaya yang

dilakukan orang tua dalam membantu mengembangkan disiplin anak

harus didahului oleh tampilnya hal berikut:

1) Perilaku yang patut dicontoh

Setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang sifatnya mekanik tetapi

juga harus disandarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan

dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya. Oleh

karena itu pengaktualisasinya harus senantiasa merujuk pada nilai-

nilai moral, terutama saat terjadi pertemuan dengan anak-anak

2) Kesadaran orang tua ditularkan pada anak

Orang tua senantiasa membantu anak agar mampu melakukan

pengamatan diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal

maupun non-verbal tentang perilaku disiplin

34
3) Penataan lingkungan fisik

Dapat melibatkan anak-anak dan berangkat dari dunianya, sehingga

akan membuat menjadi semakin kokoh dalam kepemilikan terhadap

nilai moral. Penataan ini merupakan realisasi orang tua dalam

mempertanggung jawabkan peranannya, yaitu memberikan bantuan

untuk menumbuhkan kontrol disiplin diri bagi anak (Suryadi, 2006).

Penggunaan alat-alat disiplin pada anak tergantung pada fase

perkembangan sebagai berikut:

- Pada masa kanak-kanak (1-7 tahun) disarankan menggunakan

pemberian contoh (teladan) dan pembiasan

- Pada masa pertumbuhan jiwa-pikiran (8-14 tahun) disarankan

menggunakan ganjaran dan perintah, hukuman dan sedikit

paksaan

- Pada saat pembentukan budi pekerti (14-21 tahun) disarankan

menggunakan tingkah laku, pengalaman lahir serta batin

Orang tua dalam suatu keluarga berperan sebagai guru, penuntun,

pendidik, dan pelindung anak. Oleh sebab itu keteladanan berupa

disiplin positif dari orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam

upaya menegakkan disiplin pada anak. Dalam mengembangkan disiplin

anak, orang tua perlu memiliki keahlian dalam berkomunikasi sehingga

apa yang ingin disampaikan bisa efektif. Komunikasi efektif bisa dicapai

melalui langkah-langkah berikut:

35
- Kemampuan orang tua menyampaikan pernyataan pada anak

akan membuatnya mengerti dan menyadari apa yang dirasakan

orang tua sehingga mudah diikuti

- Kemampuan orang tua mendengarkan anak secara reflek akan

membantu dirinya membaca, memahami, menyadari apa yang

telah diperbuat sehingga mereka sadar untuk mengubah

perilakunya

- Kemampuan orang tua menerima perasaan anak, berarti ia telah

mampu memahami dunia anak

- Kemampuan orang tua melakukan komunikasi yang disertai

humor, terutama ketika anak sedang gelisah akan mampu

mengembalikan anak pada kondisi sedia kala (Suryadi, 2006).

Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua

dalam pengembangan disiplin anak, menunjukkan adanya tingkatan

kebutuhan internal yaitu:

1) Tingkat rendah, manakala seorang anak masih membutuhkan

banyak dari orang tua untuk memilih dan mengembangkan dasar-

dasar displin diri (berdasarkan naluri)

2) Tingkat menengah, seorang anak kadang-kadang masih

membutuhkan bantuan untuk memiliki dan mengembangkan

dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan naluri)

3) Tingkatan tinggi, manakala anak sedikit sekali atau tidak lagi

membutuhkan bantuan serta kontrol orang tua untuk memiliki

36
dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan kata

hati)

Untuk menangani perilaku anak-anak secara memadai, para orang

tua itu harus sendiri harus lebih menjadi disiplin. Perilaku orang tua

harus berubah sebelum mereka dapat mengubah perilaku anak dan para

orang tua harus menjadi pribadi yang disiplin sebelum anak-anak mereka

menjadi disiplin. Menurut (Wyckoff, 1997), orang tua harus

melaksanakan dasar-dasar disiplin sebagai berikut:

a. Tentukan perilaku spesifik yang ingin anda ubah

Sebagai orang tua jika ingin menangani sesuatu yang spesifik dan

bukannya abstrak, orang tua harus mengatasinya dengan baik dan

jelas dalam memberikan penjelasan. Misalnya sebagai orang tua

ingin anaknya merapikan kembali mainannya, tetapi jangan

menyuruh anak agar menjadi anak yang rapih. Jelaskan kepada

anak jika setelah bermain, mainannya harus dirapikan kembali,

dengan demikian jika anak ingin main lagi, mainan itu mudah

dicari

b. Katakan dengan tepat kepada anak anda apa yang anda inginkan

agar ia melakukan dan menunjukkan kepadanya cara

melakukannya. Jika sebagai orang tua ingin anaknya

menghentikan sesuatu perilaku buruknya, misalnya “merengek”

untuk meminta sesuatu, tunjukkan kepada anak tersebut

bagaimana cara meminta sesuatu dari anda tanpa merengek. Dan

37
katakan kepada anda, jika kamu meminta Sesuatu dengan

merengek, maka tidak akan diberikan. Apabila ingin meminta

sesuatu mintalah dengan cara yang baik

c. Pujilah anak anda jika ia telah melakukan perintah. Misalnya

“Bagus sekali kamu bisa duduk dengan tenang”, dan bukannya

“Kamu adalah anak yang baik karena dapat duduk dengan

tenang”. Pusatkanlah perhatian pada perilaku anak, karena

perilaku itulah yang membuat diri anak tertarik untuk

mengendalikannya.

d. Tetaplah memuji selama perilaku baru itu masih memerlukan

dukungan.

Agar anak selalu ingat perilaku baik yang telah dilakukannya,

pujilah setiap perilaku yang telah dilakukannya. Jika para orang

tua ingin mengajarkan perilaku secara efektif, cara terbaik adalah

memberikan contoh perbuatan yang mereka inginkan dari anak-

anak mereka. Pujian harus tetap diberikan untuk mengulangi cara

yang benar dalam melakukan sesuatu

e. Hindari adu kekuatan dengan anak-anak.

Orang tua janganlah menyatakan rasa kesalnya dengan memarahi

anak, tetapi tunjukkanlah ketidaksukaan orang tua dengan

member pengertian yang lain. Misalnya, jika orang tua ingin agar

anaknya pergi tidur lebih awal, dan anak-anak belum mau pergi

tidur, maka melihat kondisi seperti ini orang tua janganlah cepat-

38
cepat mengambil tindakan untuk memarahi anak, tetapi akan

lebih baik untuk membantu mengurangi pertentangan antara

orang tua anak, misalnya dengan membuat jadwal waktu tidur.

f. Awasi mereka.

Awasilah jika anak sedang bermain. Dengan mengawasi anak

pada saat bermain, orang tua dapat mempelajari kebiasaan

bermain anak dengan baik dan menghasilkan perubahan. Jika

orang tua tidak memberikan perhatian penuh maka akan banyak

perilaku keliru yang tidak dapat diperbaiki. Dalam pengawasan

ini, orang tua juga tidak perlu menemani anak setiap waktu

sepanjang hari.

g. Jangan mengingatkan anak anda pada perbuatan buruk dulu.

Biarkan perilaku anak yang sudah berlalu, dan jangan

mengungkitnya kembali. Kalau kita mengingatkan terus akan

perilaku tersebut, tidak mustahil akan menimbulkan kemarahan,

dan anak akan mengulangi perilakunya lagi. Megingatkan

kesalahan perilaku yang telah dilakukan anak hanyalah upaya

agar anak tidak mengulanginya lagi. Dan ini harus dilakukan

dengan bijaksana dan tidak menyalahkan anak (Suryadi, 2006).

2.1.3 Reward

2.1.3.1 Definisi Reward

Reward menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris reward yang

berarti penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak

39
sekali pendapat yang mengemukakan, diantaranya reward artinya

ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Menurut Maslow (Wantah,

2005) penghargaan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang

mendorong seseorang untuk mengaktualisasi dirinya (Mufidah, 2012).

2.1.3.2 Fungsi Reward

Reward digunakan sebagai alat untuk memotivasi anak bersikap

sesuai dengan harapan. Bagi anak usia dini, cara paling termudah adalah

dengan mengunakan reward berupa hadiah mainan atau pujian ketika ia

melakukan sesuatu yang sesuai dengan harapan, target penerapan reward

pada anak usia dini adalah pembiasaan, misalnya, belajar tepat waktu,

tidur tepat waktu dan makan tepat waktu. Sesuai dengan penjelasannya,

menurut (Harlock, 1978) fungsi reward terbagi menjadi tiga

diantaranya:

1) Reward atau penghargaan mempunyai nilai mendidik.

2) Reward atau penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk

mengulangi prilaku yang disetujui secara sosial.

3) Reward atau penghargaan berfungsi sebagai memperkuat perilaku

yang disetujui secara sosial.

Selanjutnya maksud dari pemberian reward kepada peserta didik

adalah supaya peserta didik menjadi lebih giat lagi usahanya untuk

memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapainya, dengan

kata lain peserta didik menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja

atau berbuat yang lebih baik lagi (Susanti, 2013).

40
2.1.3.3 Bentuk-Bentuk Reward

Reward adalah metode yang bersifat positif terhadap proses

pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar. Reward yang

diberikan kepada peserta didik ada berbagai macam bentuk. Secara garis

besar reward dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

1) Pujian

Pujian adalah suatu bentuk reward yang paling mudah dilakukan.

Pujian dapat berupa kata-kata, seperti: baik, bagus, bagus sekali dan

sebagainya. Selain, berupa kata-kata, pujian dapat pula berupa

isyarat atau pertanda misalnya dengan menunjukkan ibu jari

(jempol), dengan menepuk bahu anak, dengan tepuk tangan, dan

sebagainya. Pujian berperan dalam membangun konsep diri anak,

memberikan kepuasan dan meningkatkan perasaan aman. Anak pun

sadar telah melakukan perbuatan yang menjadi harapan orang tua

atau pendidik. Ini akan menciptakan keinginan anak untuk

berperilaku lebih baik agar mendapat pujian yang membuat hatinya

senang.

2) Penghormatan

Reward yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua macam

pula. Pertama, berbentuk semacam penobatan, yaitu peserta didik

yang mendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan

dihadapan teman- temannya. Dapat juga dihadapan teman-teman

41
sekelas, teman-teman sekolah, atau mungkin juga dihadapan

orangtua siswa. Misalnya, pada malam perpisahan yang diadakan

diakhir tahun. Kemudian ditampilkan siswa yang telah berhasil

menjadi bintang kelas, penobatan dan penampilan bintang pelajar

untuk suatu kota atau daerah, dan lain sebagainya. Kedua,

penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk

melakukan sesuatu. Misalnya, kepada siswa yang menyelesaikan

soal yang sulit disuruh mengerjakannya di papan tulis untuk dicontoh

teman-temannya, disuruh mengikuti lomba, dan lain sebagainya.

3) Hadiah

Yang dimaksud dengan hadiah disini adalah reward yang berbentuk

pemberian berupa barang. Reward yang berupa pemberian barang ini

disebut juga reward materil. Yaitu, terdiri dari alat-alat keperluan

sekolah, seperti pensil, penggaris, buku dan lain sebagainya. Bila

anak telah berusaha melakukan sesuatu yang baik dalam situasi yang

sulit, penghargaan dalam bentuk hadiah akan berdampak positif bagi

mereka. Hadiah juga bisa diberikan saat semangat anak mengendur

atau anak mulai putus asa.

4) Tanda Penghargaan

Jika hadiah adalah reward yang berupa barang, maka tanda

penghargaan adalah kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai

dari segi harga dan kegunaan barang-barang tersebut, sepertihalnya

42
pada hadiah. Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi “kesan”

atau “nilai kenang- kenangannya”.

Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat

mengetahui siapa yang berhak mendapatkan reward. Peserta didik

yang pada suatu ketika menunjukkan hasil yang berbeda dari

biasanya, mungkin sangat baik diberi reward. Seorang guru harus

selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu.

Selanjutnya, seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa peran

reward sebagai salah satu alat menerapkan disiplin merupakan teknik

yang baik untuk mendidik disiplin anak. Dengan adanya hadiah atau

ganjaran, mereka menjadi termotivasi untuk mengikuti nilai-nilai

yang baik bagi diri mereka (Susanti, 2013).

Berikut ini adalah berbagai cara yang dapat dilakukan dalam

memberikan ganjaran, antara lain:

1) Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam

belajar.

2) Imbalan materi atau hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang

termotivasi dengan pemberian hadiah.

3) Doa misalnya” semoga Allah Swt, menambah kebaikan padamu”.

4) Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang-

kenangan bagi murid atas prilaku yang diperoleh.

43
5) Wasiat kepada orang tua, maksudnya melaporkan segala sesuatu

yang berkenaan dengan kebaikan murid di sekolah, kepada orang

tuanya di rumah (Susanti, 2013).

2.1.3.4 Syarat-Syarat Reward

Dalam menerapkan reward seorang guru hendaklah bijaksana jangan

sampai reward menimbulkan iri hati pada peserta didik yang lain,

sehingga ketika salah satu peserta didik yang merasa dirinya lebih

pandai, tidak akan merasa iri ketika tidak mendapatkan reward yang

sama. Kalau diperhatikan apa yang telah diuraikan tentang maksud

reward, serta macam-macam reward yang baik, ternyata bukanlah soal

yang mudah. Berikut adalah syarat-sayarat yang perlu diperhatikan guru

ketika menggunakan reward dalam proses pembelajrannya, diantaranya:

(1) mengenal betul-betul murid-muridnya (2) janganlah hendaknya

menimbulkan rasa cemburu atau iri hati (3) hemat. (4) Janganlah

memberi reward dengan menjanjikan lebih dahulu (5) Pendidik harus

berhati-hati memberikan reward (Susanti, 2013).

Adapun prinsip-prinsip dalam pemberian reward ada prinsip-prinsip

yang harus diperhatikan oleh orang tua maupun guru. Prinsip-prinsip itu

adalah sebagai berikut:

1) Penilaian didasarkan pada “prilaku” bukan “pelaku‟.

2) Pemberian reward harus ada batasnya.

3) Reward berupa perhatian.

4) Dimusyawarahkan kesepakatannya.

44
5) Didasarkan pada proses bukan hasil.

Berdasarkan prisnsip-prinsip diatas pemberian reward haruslah

dipersiapkan dengan matang, karena reward yang akan diberikan pada

dasarnya sangat berpengaruh sekali pada perkembangan psikologis

peserta didik itu sendiri. Guru atau orang tua harus dengan bijaksana

mungkin memberikan reward pada seorang peserta didik. Karena

kesalahan sedikit saja dalam pemberian reward ini maka akan

berdampak buruk bagi pserta didik itu sendiri.

Karena reward merupakan salah satu alat pendidikan, meka reward

memiliki kelemahan dan kelebihan, sebagaimana dikutip dalam bukunya

Armai Arif ada dua kelebihan dan dua kelemahan reward.

Kelebihan reward adalah: (1) Memberikan pengaruh yang cukup

besar terhadap jiwa peserta didik untuk melakukan perbuatan yang

positif dan bersifat progresif. (2) Dapat menjadi pendorong bagi peserta

didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dari

gurunya. Pemberian reward memberikan kontribusi terhadap tercapainya

tujuan pendidikan. Kekurangan reward, diantaranya: (1) Dapat

menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara

berlebihan, sehingga peserta didik merasa lebih tinggi dibandingkan

teman-temanya. (2) Umumnya reward membutuhkan alat tertentu

sehingga membutuhkan biaya (Susanti, 2013).

45
2.1.3.5 Pelaksanaan Reward dalam Pengendaliaan Kedisiplinan Siswa

Masalah disiplin di dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari

pertumbuhan disiplin anak sejak dini di rumah, kualitas emosional yang

habitual (sudah menjadi kebiasaan) akan ikut menentukan bagaimana ia

menyesuaikan dirinya; kemudian di sekolah dan berlanjut di masyarakat

sebagai dasar yang diperoleh sebelumnya. Kehidupan yang terkait inilah

yang pada dasarnya membentuk pola pribadi seorang anak.

Oleh karena itu, jika sikap disiplin menjadi amat penting, langkah

selanjutnya adalah memahami dahulu psikologi perkembangan anak

sebelum ia memasuki sekolah, prinsip dan asas pertumbuhannya. Guru

yang akan menerapkan sikap disiplin pada anak harus mampu

mengambil hati atau membuat peserta didik menyenangi kesan-kesan

pertama yang diberikan oleh guru, sehingga kemudian menjadi pola

perasaan yang habitual yang akan menjadi dasar untuk menempa

disiplin di sekolah. Untuk menempa disiplin di sekolah sebaiknya

memahami mekanisme yang terpenting di dalam penerapan disiplin,

sebagaimana di jelaskan pada pembahasan berikut ini bahwa, “Tahap

pertama yang khas dari kesadaran diri itu tampak bila si anak menarik

perhatian pada dirinya, self conscious, serta penampilan kebanggan, sakit

hati ataupun rasa malu bila ia melanggar ketentuan tertentu dari

lingkungan yang langsung berkenaan dengan proses pembentukan

disiplin itu”. Tahap inilah yang dapat digunakan oleh guru untuk menjadi

pengkontrol pola prilaku peserta didik, sebagaimana yang diharapkan

46
oleh pendidikan ataupun perkembangan psikologi anak yang positif

(Susanti, 2013).

Seperti yang kita tahu disiplin lebih dikenal dengan banyaknya

peraturan yang harus dituruti, dan disiplin sering sekali menjadi momok

yang dilanggar, bagi sebagian anak- anak disiplin membuatnya tidak

leluasa mengungkapkan ekspresi yang menjadikannya terkengkang.

Pada akhirnya disiplin adalah kalimat yang disepelekan oleh anak. Ini

adalah salah satu dari banyaknya tantangan di dunia pendidikan,

bagaimana kedisiplinan menjadi sesuatu yang dibutuhkan bukan sesuatu

yang dilupakan. (Semiawan, 2008), menjelaskan tentang disiplin pribadi

yang menuntut pemahaman siswa yang dalam ketika kedisiplinan

diterapkan. Kesimpulan tentang disiplin pribadi dalam mendidik

menuntut:

1) Hubungan emosional yang secara kualitatif kondusif melandasi

pengembangan disiplin itu.

2) Keteraturan yang ajek berkesinambungan dalam menjalankan

berbagai aturan, melalui suatu sistem yang komponennya saling

berinteraksi menuju tujuan pendidikan.

3) Keteladanan yang bermula dari perbuatan kecil dalam ketaatan

disiplin. Hal ini perlu adanya kerjasama dari orang tempat

bergantung untuk melakukan percontohan atau simulasi tentang

semua hal yang berkaitan dengan ketaatan terhadap disiplin. Bahkan

47
orang kedua ini harus terjun langsung untuk menerapkan nilai-nilai

disiplin itu sendiri.

4) Pengembangan disiplin adalah penataan lingkungan, dalam hal ini

lingkungan rumah, dan berarti memadukan (match) kondisi yang

menstimulasi setiap titik dalam perkembangan anak dengan

tantangan untuk menemukan cara memperlakukan dirinya sendiri

dalam suatu lingkungan dunia yang terus menerus berubah.

5) Ketergantungan dan wibawa dalam penerapan yang disertai

pemahaman dalam dinamisme perkembangan peserta didik

diperlukan dalam membina kualitas emosional habitual yang positif

(Susanti, 2013).

2.1.4 Token Ekonomi

2.1.4.1 Definisi Token Ekonomi

Token ekonomi merupakan suatu program yang menggunakan

kepingan atau tanda yang diberikan sesegera mungkin setiap kali

perilaku target muncul, kemudian kepingan atau tanda yang terkumpul

dapat ditukar dengan pengukuh (reward) idaman subjek. Bentuk dari

token ekonomi sendiri misalnya bintang, poin, koin, pin, dan stiker

tempel berkarakter kartun yang dapat ditukar dengan hadiah atau hak-

hak istimewa tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Dalam token ekonomi tingkah laku yang diharapkan muncul bisa

diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil

48
perilaku yang diharapkan oleh kita bisa ditukar dengan sesuatu yang

diinginkan oleh anak (Soekadji, 1983 dalam Sahyani, 2013).

2.1.4.2 Tujuan Token Ekonomi

Tujuan yang utama suatu token ekonomi, yaitu untuk meningkatkan

perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak

diinginkan. Bagaimanapun, tujuan yang lebih utama dari token ekonomi

untuk mengajar perilaku yang sesuai dan keterampilan-keterampilan

sosial yang dapat digunakan dalam satu lingkungan yang alami. Token

ekonomi dapat digunakan secara individu atau di dalam kelompok

(Sahyani, 2013).

2.1.4.3 Unsur-Unsur Token Ekonomi

Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pemberian token

ekonomi adalah sebagai berikut:

1) Token

2) Target perilaku jelas dan nyata

3) Motif-motif penguat

4) Sistem yang digunakan untuk menukarkan token

5) Sistem untuk merekam data

6) Implementasi konsistensi token ekonomi oleh pelaksana program

(Sahyani, 2013).

2.1.4.4 Manfaat Token Ekonomi

Ada dua keuntungan dalam menggunakan token sebagai penguat.

Pertama, token tersebut dapat diberikan langsung setelah perilaku yang

49
diharapkan muncul dan kemudian ditukarkan untuk sebuah motif

penguat (hadiah). Hal tersebut dapat digunakan untuk “menjembatani”

penundaan yang sangat lama antara respon perilaku target dan hadiah,

ketika terjadi kesulitan atau tidak mungkin untuk memberikan penguat

cadangan (hadiah) secara langsung setelah perilaku target muncul.

Kedua, token mempermudah dalam mengelola konsistensi dan

keefektifan penguat (hadiah) keika menangani sekelompok individu

(Martin, 1992 dalam Sahyani, 2013).

2.1.4.5 Risiko Token Ekonomi

Risiko di dalam token ekonomi adalah sama halnya dengan

modifikasi perilaku yang lain. Pelaksana program/orangtua dalam

menerapkan treatment ini bisa dengan sengaja atau tidak sengaja tidak

memperhatikan kerelaan individu menerima treatment. Token ekonomi

tidak perlu merampas (mencabut) kebutuhan dasar mereka, seperti

makanan yang cukup, selimut yang nyaman, atau peluang layak untuk

kesenangan. Jika pelaksana program/ orangtua tidak terlatih dengan baik,

bisa terjadi perilaku-perilaku yang diinginkan tidak diberikan token

sedangkan perilaku-perilaku yang tidak diinginkan bisa dihadiahi token,

kekurangan ini dapat menghasilkan peningkatan perilaku negatif

(Sahyani, 2013).

2.1.4.6 Prosedur Token Ekonomi

Sebelum dan selama pelaksanaan token ekonomi, beberapa prosedur

khusus harus dipertimbangkan dan dilakukan. Prosedur-prosedur

50
tersebut dapat dikategorisasikan sebagai berikut: a) Menyimpan data; b)

Pelaksana Program pemberi token; c) Jumlah/ frekuensi token yang

harus dibayar; d)Pengelolaan penguat cadangan (hadiah); e)

Kemungkinan hukuman kontingensi; f) Pengawasan pelaksana program;

g) Menangani masalah potensial (Martin, 1992 dalam Sahyani, 2013).

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Rezky Sahyani (2013) yang meneliti

tentang Efektivitas Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Perilaku Makan

Pada Anak Yang Mengalami Sulit Makan di Universitas Ahmad Dahlan,

jalan kapas 9 Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta dengan rancangan

penelitian yaitu Single-Case Experimental Design, dengan pengambilan

sampel secara time sampling dengan behavioral checklist dengan jumlah

sampel dua orang anak siswa kelas dua SD, usia tujuh dan delapan tahun.

Dimana hasil penelitian bahwa token ekonomi dapat meningkatkan

perilaku makan pada anak usia sekolah yang mengalami sulit makan.

Penelitian dalam hal ini terdapat perbedaan dari segi judulnya, pada

penelitian Rezky Sahyani akan melihat efektivitas token ekonomi untuk

meningkatkan perilaku makan pada anak yang mengalami sulit makan,

sedang dalam hal ini saya akan meneliti efektivitas pemberian reward

melalui metode token ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia

3-5 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Chotim, Noviyanti Kartika

Dewi, Silvia Yula Wardani, dan Ratih Christiana (2016) yang meneliti

51
tentang Penerapan Teknik Token Ekonomi Untuk Meningkatkan

Kemandirian Anak TK Kartika IV-21 Madiun di Kota Madiun, dengan

rancangan penelitian menggunakan pendekatan deskriptif eksperimen,

dengan pengambilan sampel secara purposive sampling dengan sampel

penelitian berjumlah 20 anak. Dimana hasil penelitian bahwa teknik token

ekonomi dapat meningkatkan kemandirian anak TK Kartika IV-21 Kota

Madiun. Penelitian dalam hal ini terdapat perbedaan dari segi rancangan

penelitian, penelitian yang akan saya lakukan menggunakan rancangan

penelitian secara true eksperimental atau rancangan eksperimental

sungguhan, dengan melibatkan kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen yang dipilih dengan menggunakan teknik acak.

Penelitian yang dilakukan oleh Herdina Indrijati (2009) yang

meneliti tentang Efektivitas Metode Modifikasi Perilaku Token Ekonomi

Dalam Proses Belajar Mengajar Di Kelas (The Effectiveness Of Behavior

Modification Method Of Token Economy In The Classroom Learning And

Teaching Process) di Universitas Airlangga, dengan rancangan penelitian

eksperimen, dengan pengambilan sampel secara purposive sampling pada

siswa kelas 2 SMP Negeri 5 Jember. Dimana hasil penelitian bahwa ada

perbedaan efektivitas antara metode token ekonomi dan metode

konvensional dalam memunculkan 4 perilaku siswa yang diteliti.

Disimpulkan bahwa penerapan metode token ekonomi meningkatkan

kemunculan perilaku positif yang diharapkan. Penelitian dalam hal ini

terdapat perbedaan dari segi teknik pengambilan sampelnya, penelitian

52
yang akan saya lakukan menggunakan teknik pengambilan sampel secara

total sampling, tanpa kriteria khusus (kriteria inklusi dan kriteria eksklusi)

Dengan melibatkan 20 orang siswa di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

Penelitian yang dilakukan oleh Da’ina Tri Handayani, Nurul

Hidayah (2014) yang meneliti tentang Pengaruh Token Ekonomi Untuk

Mengurangi Agresivitas Pada Siswa TK di Fakultas Psikologi, Universitas

Ahmad Dahlan, dengan rancangan penelitian single-case experimental

design, dengan pengambilan sampel menggunakan metode observasi

dengan metode behavior checklist. Dimana hasil penelitian bahwa token

ekonomi dapat mengurangi gejala agresivitas pada anak, khususnya

perilaku memukul. Pada penelitian ini terdapat perbedaan dengan

penelitian yang akan saya lakukan, dalam hal ini perbedaannya terletak

pada judulya, Da’ina Tri Handayani dan Nurul Hidayah membahas tentang

pengaruh token ekonomi untuk mengurangi agresivitas pada siswa TK di

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, sedangkan saya sendiri

ingin meneliti efektivitas pemberian reward melalui metode token

ekonomi untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia 3-5 tahun di TK Al-

Hijrah Islam Kota Gorontalo. Jelas dalam hal ini pengaruh token ekonomi

sangat berbeda dengan efektivitas pemberian reward melalui metode token

ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Muriyawati, dan Faridah Ainur

Rohmah (2016) yang meneliti tentang Pengaruh Pemberian Token

Ekonomi Terhadap Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Fakultas

53
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta,

dengan rancangan penelitian metode eksperimen dengan design pretest-

posttest control group design, dengan pengambilan sampel menggunakan

behaviour checklist sebanyak 39 siswa kelas empat sekolah dasar negeri

Jongkang, Sleman. Dimana hasil penelitian bhawa metode token ekonomi

dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, khususnya minat dalam

belajar, konsentrasi terhadap pelajaran, ketekunan dalam belajar, dan

perhatian terhadap pelajaran. Terdapat perbedaan dalam segi penelitian

yang dilakukan Muriyawati, dan Faridah Ainur Rohmah. Perbedaannya

terdapat pada sampel yang ditujukan, yang dalam hal ini melibatkan siswa

sekolah dasar di salah satu sekolah dasar di Yogyakarta, sedangkan pada

penelitian saya melibatkan seluruh siswa TK Al-Hijrah Islam Kota

Gorontalo, yang dalam hal ini jenjang pendidikannya berbeda antara siswa

taman kanak-kanak maupun siswa sekolah dasar.

54
2.3 Kerangka Berfikir

Anak Usia 3-53 Tahun (Pra


4
Sekolah)

1. Perkembangan Kognitif
2. Perkembangan Bahasa
3. Perkembangan Psikososial
4. Perkembangan Body Image
5. Perkembangan Motorik
6. Perkembangan Psikoseksual
7. Perkembangan Seksual
8. Perkembangan Moral

Punishment (Hukuman) Reward

1. Pujian
2. Penghormatan
3. Hadiah
Disiplin Pada Anak 4. Tanda Penghargaan

1. Disiplin Otoriatif Token Ekonomi


2. Disiplin Permisif
3. Disiplin Demokratis
1. Bintang
2. Poin
3. Koin
4. Pin
Keterangan :
5. Stiker Tempel
= = Yang Diteliti Berkarakter Kartun
6.
= Yang Tidak Diteliti

55
2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Efektivitas Pemberian Untuk Meningkatkan


Reward melalui metode Kedisiplinan Anak
Token Ekonomi Usia 3-5 Tahun

Keterangan :

= Variabel Independen (Bebas)

= Variabel Dependen (Terikat)

= Pengaruh

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2017).

Ha : Efektivitas pemberian reward melalui metode token ekonomi

memiliki pengaruh untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia 3–5

tahun.

56
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2018.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian rancangan eksperimen

sebenarnya (True Eksperimen Design) dengan menggunakan Posttest-Only

Control Group Design yang dimana rancangan ini berupaya untuk

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok

kontrol disamping kelompok eksperimental yang dipilih dengan

menggunakan teknik acak. Posttest-Only Control Group Design, pada

rancangan ini kelompok eksperimental diberi perlakuan sedangkan

kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok tidak diawali dengan pre-test,

pengukuran hanya dilakukan setelah pemberian perlakuan selesai

(Nursalam, 2017).

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto O, 2000) dalam

(Nursalam, 2017).

57
3.3.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel

lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan

mengakibatkan perubahan variabel lain (Nursalam, 2017). Pada penelitian

ini variabel independen adalah Pemberian Reward melalui metode Token

Ekonomi.

3.3.2 Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi oleh variabel lain, artinya variabel dependen berubah akibat

perubahan pada variabel bebas (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini

variabel dependen adalah Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak.

3.4 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan (Nursalam, 2017).

Variabel Definisi Alat dan Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Bebas Suatu bentuk Alat Ukur 0 = Diberi Nominal
- Pemberian penghargaan/hadiah - SOP : reward melalui
Reward yang diberikan 1. Menentukan metode token
melalui orang-orang dewasa target ekonomi
metode yang dalam hal ini 2. Memilih tipe 1 = Tidak diberi
Token disebut orang tua, token yang akan reward melalui
Ekonomi guru, ataupun orang digunakan metode token
terdekat disekitar 3. Membagi ekonomi
anak itu sendiri, kelompok (dibagi
yang diberikan 2 kelompok,
melalui tanda- antara kelompok
tanda/pemberian kontrol dan
stiker kepada anak kelompok
dengan maksud eksperimental)
agar anak dapat 4. Memberi
mengingat perlakuan pada

58
perlakuan yang kelompok
baik dan eksperimental
menghindari 5. Melakukan
perlakuan yang observasi
tidak baik. terhadap
perlakuan yang
diberikan
6. Menentukan hasil
perlakuan

Cara Ukur
- Stiker tempel yang
berkarakter kartun
Terikat Suatu keadaan yang Lembar Observasi 0 = Tidak Nominal
- Untuk tercipta dan 1 = Ya
meningkat terbentuk melalui
kan proses dari
kedisiplina serangkaian
n anak. perilaku yang
menunjukkan nilai-
nilai ketaatan,
kepatuhan,
kesetiaan,
keteraturan dan
ketertiban.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Pada

penelitian ini, populasi penelitian ini adalah semua anak-anak dengan usia

3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo.

3.5.2 Sampel Penelitian

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2017). Pada

59
penelitian ini, sampel penelitian ini adalah anak-anak yang bersekolah di

TK Al-Hijrah Islam Kota Gorontalo sebanyak 20 sampel. Tehnik

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Total Sampling.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Data Primer

(Sujarweni, 2014) Sumber data adalah subjek dari mana asal data

penelitian itu diperoleh. Apabila peneliti misalnya menggunakan kuesioner

atau wawancara dalam pengumpulan datanya. Maka sumber data disebut

responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan baik

tertulis maupun lisan.

Data Primer : Data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner,

kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti

dengan narasumber. (Sujarweni, 2014). Data primer pada penelitian ini

adalah hasil observasi pada anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam

Kota Gorontalo.

3.6.2 Data Sekunder

Data Sekunder : Data yang didapat dari catatan, buku, majalah berupa

laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, artikel, buku-

buku sebagai teori, majalah, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2014). Data

sekunder pada penelitian ini adalah yang didapatkan dari lingkungan

sekitar dalam hal ini guru atau keluarga responden.

60
3.6.3 Instrumen Penilaian

Jenis instrumen penelitian yang dapat dipergunakan pada ilmu

keperawatan dapat di klasifikasikan menjadi lima bagian, yang meliputi

pengukuran (1) Biofisiologis; (2) Observasi; (3) Wawancara, (4)

Kuisioner, dan (5) Skala (Nursalam, 2008 dalam Nursalam, 2016). Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak terstruktur. Lembar

observasi merupakan adaptasi dari skripsi Fima Arifatun tahun 2015

dengan judul Pengaruh Token Economy Terhadap Disiplin Anak

Kelompok B Di Taman Kanak-Kanak di Program Studi Pendidikan Guru

Pendidikan Anak Usia Dini Jurusan Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah

Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3.7 Teknik Pengolahan Data

Menurut (Notoadmodjo, 2012) proses pengolahan data melalui tahap-tahap

sebagai berikut :

1. Editing

Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir dan

kuisioner.

2. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan

3. Processing

Setelah data melalui tahap coding maka selanjutnya dimasukkan kedalam

program atau software komputer untuk diproses dan diolah.

61
4. Cleaning

Apabila semua data telah selesai dimasukkan, maka perlu dicek kembali

untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan, kode, ketidaklengkapan dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembentulan atau koreksi. Proses ini

disebut pembersih data.

3.8 Teknik Analisa Data

3.8.1 Analisia Univariat

Untuk mengetahui dan memperlihatkan distribusi dan frekuensi serta

presentase dari tiap variabel yang diteliti.

3.8.2 Analisia Bivariat

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dan variabel terikat yang

diteliti dengan menggunakan uji statistik Independent t-test. Independent t-

test adalah uji komparatif atau uji beda untuk mengetahui adakah

perbedaan mean atau rerata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang

berskala data interval/rasio.

3.9 Hipotesis Statistika

Hipotesis statistika adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan

populasi yang sifatnya masih sementara atau lemah tingkat kebenarannya.

𝐻0 = Tidak Ada pengaruh pemberian reward melalui metode token ekonomi

untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah

Islam Kota Gorontalo.

62
𝐻1 = Ada pengaruh pemberian reward melalui metode token ekonomi untuk

meningkatkan kedisiplinan anak usia 3-5 tahun di TK Al-Hijrah Islam

Kota Gorontalo.

3.10 Etika Penelitian

Pada saat melakukan penelitian harus memperhatikan etika dan

permasalahannya yang meliputi (Notoadmodjo, 2012) :

1. Lembar persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan diedarkan keseluruh subyek yang diteliti sebelum

riset dilakukan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kepada

responden. Jika subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani

lembar persetujuan dan jika menolak maka peneliti tidak akan

memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anominaty)

Peneliti tidak mencantumkan nama subyek (responden) pada lembar

pengumpulan data. Untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti

cukup menuliskan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasian informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti.

Hanya sekelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.

63
DAFTAR PUSTAKA

Afifah Nur Fitri A., Y. J. (2016). Peran Orang Tua Dalam Penanaman Disiplin
Pada Anak Usia Prasekolah Melalui Pembiasaan Di Kelurahan Cihaurgeulis
Bandung. Jurnal FamilyEdu , 1-11.
Ardini, P. P. (2015). "Penerapan Hukuman", Bias Antara Upaya Menanamkan
Disiplin Dengan Melakukan Kekerasan Terhadap Anak. Jurnal Pendidikan
Usia Dini , 1-17.
Bahuwa, F. (2014). Meningkatkan Perilaku Disiplin Melalui Teknik Cinema
Therapy Pada Anak TK Aster Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo.
Chotim, N. K. (2016). Penerapan Teknik Token Economy Untuk Meningkatkan
Kemandirian Anak TK Kartika IV-21 Madiun. 1-18.
Da'ina Tri Handayani, N. H. (2014). Pengaruh Token Ekonomi Untuk
Mengurangi Agresivitas Pada Siswa TK. Jurnal Fakultas Psikologi , 1-9.
Dania, F. (2017). Peningkatan Kedisiplinan Anak Melalui Token Ekonomi Di
Kelompok B TK Aba Dekso. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 1-9.
Elex. (2008). Bila Anak Usia Dini Bersekolah. Jakarta: Media Komputindo.
Erikson, E. (1963). Childhood and Society. New York: Norton.
Freud, S. (1945). Group Psychology and the Analysis of Ego (1921). London:
Hogarth.
Harlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak, jilid II. Jakarta: Erlangga .
100
Horton, K. &. (2001). Children's Evaluation of Inductive Discipline as a Function
of Transgression Type and Induction Orientation. Child Study Journal, 31 ,
71-93.
Indrijati, H. (2009). Efektivitas Metode Modifikasi Perilaku "Token Economy"
Dalam Proses Belajar Mengajar Di Kelas (The Effectiveness Of Behavior
Modification Method Of "Token Economy" In The Classroom Learning
And Teaching Process). Jurnal Psikologi Indonesia , 1-12.
Kohlberg, L. (1976). "Moral Stages and Moralization." In T. Lickona (Ed.).
Moral and Development and Behavio: Theory, Research, and Social Issues.
New York: Holt Rinehart and Winston .
Lukitasari, S. (2017). Deskripsi Kedisiplinan Anak Usia 5-6 Tahun Di KB/TK
Pendagogia. 1-10.
Mahmudi, M. &. (2015). Perubahan Perilaku Prokrastinasi Akademik Melalui
Konseling Kelompok Dengan Teknik Token Ekonomi Pada Siswa Kelas X
TP SMK Negeri 1 Wonosari Kabupaten Madiun. 1-18.
Martha Efirlin, F. M. (2014). Penanaman Perilaku Disiplin Anak Usia 5-6 Tahun
Di TK Primanda Untan Pontianak. 1-9.
Martin, G. a. (1992). Behavior Modification : What It Is and How To Do It Fourth
Edition. Prentice-Hall: Inc.
Maryunani, A. (2016). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
Bogor: IN MEDIA.
Mittman, S. (1981). Deteksi Dini Masalah Anak Usia Pra Sekolah .
Mufidah, U. (2012). Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token
Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini. Journal of
Early Childhood Education Papers , 1-5.
Ni Kadek Budini Dwi Apsari, P. D. (2014). Efektivitas Model Konseling
Behavioral Teknik Token Economy dan Teknik Positive Reinforcement
Untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas X SMA Lab.
UNDIKSHA Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014. Ejournal Undiksha
Jurusan Bimbingan Konseling , 1-11.
Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka
Cipta.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan:
Penerbit Salemba Medika.
Piaget, J. (1954). The Construction of Reality in the Child. New York: Basic
Books.
Pulumoduyo, D. P. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan 101
Dengan Tingkat
Kemandirian Anak Usia 4-6 Tahun Di Desa Monggupo Kecamatan
Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara.
Rohmah, M. &. (2016). Pengaruh Pemberian Token Ekonomi Terhadap Motivasi
Belajar Siswa Sekolah Dasar. 1-15.
Sahyani, R. (2013). Efektivitas Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Perilaku
Makan Pada Anak Yang Mengalami Sulit Makan . Universitas Ahmad
Dahlan , 1-21.
Semiawan, C. (2008). Penerapan Pembelajaran Pada Anak. Jakarta: Indeks, PT
Macana Jaya Cemerlang.
Soekadji, S. (1983). Modifikasi Perilaku : Penerapan Sehari-hari dan Penerapan
Profesional . Yogyakarta: Lyberty.
Soeparto O, P. S. (2000). Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: GRAMIK &
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:
Penerbit Gava Media.
Suryadi, D. (2006). Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak. Jakarta: EDSA Mahkota .
Susanti, N. (2013). Dampak Reward dengan "Star" melalui Checklist Reflektif
Terhadap Sikap Kedisiplinan Siswa Kelas I SD. 1-181.
Wantah, M. J. (2005). Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral Pada
Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Wiyani, N. A. (2014). Mengelola dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial dan
Emosi Anak Usia Dini: panduan bagi orangtua dan pendidik PAUD.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media .
Wong, W. &. (1998). Nuraing Care of Infants and Children. St Louis: Mosby.
Wyckoff, J. &. (1997). Disiplin Tanpa Teriakan atau Pukulan. Jakarta: Binarupa
Aksara .

102

Anda mungkin juga menyukai