Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau sering

disebut Kurikulum 2006, peserta didik harus mencapai standar kompetensi

tertentu. Atau dengan kata lain, ada kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta

didik untuk melakukan/mengerjakan sesuatu sesuai dengan unjuk kerja yang

dipersyaratkan (Zaenal Arifin,2011:42). Demikian juga dengan pelajaran

Pendidikan Agama Islam. Kompetensi dasar yang ditargetkan pada materi Hewan

Sebgaai Sumber Makanan, namun kondisi di lapangan masih jauh dari kompetensi

yang diharapkan. Sebagian besar siswa menemui kesulitan atau kebingungan untuk

mencapai kompetensi tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan prestasi belajar

Pendidikan Agama Islam yang masih rendah.

Guru Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting

untuk menanamkan dan membentuk sikap, watak dan akhlak serta budi pekerti

yang mulia dengan harapan siswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga dalam mempelajari materi pelajaran siswa akan selalu berpikir kepada

prinsip-prinsip kegunaan dan manfaat. Pendidikan Agama Islam adalah sebuah

usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,

menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan atau latihan, pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar


merupakan proses komunikasi, dimana antara guru dan siswa bertukar pikiran

untuk mengembangkan ide dan pengertian.

Dalam komunikasi sering terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara

lain guru menggunakan metode yang monoton, ketidaksiapan siswa, kurangnya

motivasi siswa, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan rendahnya prestasi belajar.

Salah satu usaha untuk mengatasi keadaan yang demikian adalah metode

pembelajaran. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan meningkatkan

kemampuan dan pengamalan siswa dalam ajaran agama Islam sehingga menjadi

manusia yang bertakwa kepada Allah SWT. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan

materi dan model pembelajaran yang sesuai.

Pada saat ini, guru terutama yang didaerah masih kesulitan dalam

memgembangkan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam, karena sarana

dan prasarana yang masih kurang memadai. Guru biasanya hanya menggunakan

metode ceramah dan tanya jawab atau metode apa diterapkan dalam pembelajaran.

Hal ini menyebabkan siswa kurang semangat dan menjadi bosan mengikuti

pelajaran. Karena sikap siswa tersebut akhirnya prestasi belajar siswa menjadi

rendah yang berakibat pencapaian nilai test formatif menjadi rendah dibawah

Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM).

Dengan menentukan metode pembelajaran yang sesuai, diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam dimana hal ini dapat

dilakukan dengan cara atau teknik berdiskusi kelompok, mengerjakan bersama

dengan memberikan kesempatan pada masing-masing anggota dalam sebuah

kelompok. Kerjasama kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalan


pembelajaran koopertif. model pembelajaran Cooperatif Learning belum banyak

diterapkan di Indonesia karena alasan: kekhawatiran terjadi kekacauan di dalam

kelas, siswa tidak belajar di dalam kelompoknya, memiliki kesan negatif

mengenai kerja sama, hanya siswa yang tekun bekerja lebih keras dan siswa yang

kurang mampu minder dan nunut hasil saja dan khawatir hilangnya karakter

pribadi karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya. Namun perlu

dikembangkan untuk bisa mempraktikkan, dan mengaktifkan siswa dalam

kegiatan belajar mengajar (Anita Lie, 2002: 27).

Model seperti ini akan sangat penting bagi siswa yang pada dasarnya

memiliki banyak tipe dalam implementasinya, salah satunya adalah pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Siswa diharapkan

mampu bekerja sama saling bantu dan membantu satu sama lain. Proses interaksi

antara siswa dalam suatu kelompok akan menimbulkan ikatan emosional,

percepatan pengetahuan bagi siswa yang saling bersikap aktif dalam kegiatan

kelompoknya dan lain sebagainya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik mengadakan

penelitian tentang “Penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam

Upaya Peningkatan Prestasi Belajar PAI Pokok Bahasan Hewan Sebagai Sumber

Makanan kelas VIII B SMP Negeri 2 Karangrejo Tahun Pelajaran 2009/2010.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.


1. Bagaimanakah efektifitas pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) dalam meningkatkan Prestasi Belajar PAI

Pokok Bahasan Hewan Sebagai Sumber Makanan kelas VIII B SMP Negeri 2

Karangrejo Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Bagaimanakah aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran kooperatif Tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) di SMP Negeri 2 Karangrejo

Tahun Pelajaran 2009/2010?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahi bagaimanakah efektifitas pembelajaran kooperatif Tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) dalam meningkatkan Prestasi Belajar

PAI Pokok Bahasan Hewan Sebagai Sumber Makanan kelas VIII B SMP

Negeri 2 Karangrejo Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Mengetahui bagaimanakah aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran

kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) di SMP Negeri

2 Karangrejo Tahun Pelajaran 2009/2010?

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi berbagai pihak, antara lain :


1. Sebagai sarana peneliti untuk mengembangkan pengetahuan ketrampilan, dan

wawasan berpikir kritis guna melatih kemampuan memahami dan

mengana1isa masalah-masalah pendidikan secara sistematis dan konstruktif.

2. Memberikan masukan kepada guru sebagai bahan pertimbangan dalam

meningkatkan kegiatan belajar mengajar.

3. Memberikan masukan kepada kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Tulungagung sebagai bahan pertimbangan mengambil kebijakan-

kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran.

4. Memberikan motivasi siswa dalam berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk

meningkatkan prestasi belajar.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Metode pembelajaran Kooperatif

2.1.1. Pengertian

Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai

sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesakan suatu tugas, atau

untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah

cooperative learning jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil

dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan pekerjaan

seluruh kelompok. Menurut Suherman dkk (2003:260) cooperative learning

menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya

sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau

tugas.

Menurut Suherman dkk (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam

cooperative learning agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif,

hal tersebut meliputi: pertama para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok

harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan

bersama yang harus dicapai. Kedua para siswa yang tergabung dalam sebuah

kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah

kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung

jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu. Ketiga untuk mencapai hasil

yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara

satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.


Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam “setting” kelas kooperatif, siswa

lebih banyak belajar dari teman ke teman yang lain di antara sesama siswa dari

pada belajar dari guru. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang

rendah hasil belajarnya.

Menurut Sanjaya (2007: 239-240), “Model pembelajaran kooperatif adalah

rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok

tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dan

menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam

orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,

atau suku yang berbeda (heterogen)”.

2.1.2. Manfaat Pembelajaran kooperatif

Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah,

antara lain (Ibrahim dkk, 2000:18) seperti berikut ini:Meningkatkan pencurahan

waktu pada tugas.Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.Memperbaiki sikap

terhadap PAI dan sekolah.Memperbaiki kehadiran.Angka putus sekolah menjadi

rendah.Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.Perilaku

menggangu menjadi lebih kecil.Konflik antar pribadi berkurang.Sikap apatis

berkurang.Pemahaman yang lebih mendalamMotivasi lebih besar.Hasil belajar

lebih tinggi.Retensi lebih lama.

2.1.3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD


Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah suatu pembelajaran yang

mengacu pada belajar kelompok siswa menyajikan informasi dengan

menggunakan presentasi verbal atau teks, dimana di dalamnya siswa diberikan

kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebayanya

dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan.

Pembagian kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan

supaya siswa dapat menciptakan kerja sama yang baik, sebagai proses

menciptakan saling percaya dan saling mendukung. ( Slavin, 2008 : 188 ).

2.1.4. Keunggulan dan kekurangan metode Kooperatif tipe STAD

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin,

1997: 17) :

a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-

norma kelompok.

b. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.

c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan

kelompok.

d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam

berpendapat.

Selain keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki

kekurangan, diantaranya adalah :

a. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai

target kurikulum
b. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya guru

tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.

c. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat

melakukan pembelajaran kooperatif.

d. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat sukabekerja sama .

e. Dari penjelasan tersebut penulis berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif

tipe STAD adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama dalam

suatu tim atau kelompok demi tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai pada proses pembelajaran itu sendi

2.1.5. Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Menurut Slavin (2008:188) langkah -langkah yang harus ditempuh

dalampembelajaran STAD adalah :

a. Sajian materi oleh guru

b. Siswa bergabung dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Sebaiknya

kelompok dibagi secara heterogen yang terdiri atas siswa dengan beragam

latar belakang, misalnya dari segi: prestasi, jenis kelamin, suku dll.

c. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan /

membahas suatu topik lanjutan bersama-sama. Disini anggota kelompok

harus bekerja sama.

d. Tes / kuis atau silang tanya antar kelompok. Skor kuis / tes tersebut untuk

menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompok.

e. Penguatan dari guru .


2.2. Prestasi Belajar

2.2.1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,

yang menyenangkan hati, yang memperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik

secara individu maupun kelompok dalam bidang tertentu (Djamarah, 1994 : 19 -

21 ).

2.2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya,

tetapi dapat digolongkan menjadi dua , yaitu :

a. Faktor internal, yaitu faktor yang ada dala diri individu yang sedang belajar,

faktor internal terdiri dari ( a ) faktor jasmaniah yaitu kesehatan dan cacat

tubuh, ( b ) faktor psikologis yaitu integensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, dan kesiapan, ( c ) faktor kelelahan.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar individu. Faktor eksternal terdiri dari

( a ) faktor keluarga yaitu cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,

dan latar belakang kebudayaan, ( b ) faktor sekolah yaitu metode pengajaran

guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin

dekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar dan tugas rumah, ( c ) faktor masyarakat yaitu

kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk

kehidupan masyarakat. ( Slameto, 2003 : 54 – 72 ).


Prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri

(faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal). Namun, terkait dalam

penelitian ini, faktor yang ingin diungkap atau dijadikan variabel adalah

penggunaan media pembelajaran. Adanya penggunaan media pembelajaran yang

baik dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat mendorong siswa untuk

belajar maksimal untuk memperoleh prestasi yang sebaik - baiknya. Selain

penggunaan media pembelajaran, faktor yang berpengaruh terhadap prestasi

belajar adalah kreativitas mengajar guru . Kreativitas mengajar guru diduga sangat

mempengaruhi prestasi belajar siswa dikelas. Disamping itu juga tersedianya

lingkungan fisik yang mendukung seperti penerangan, kursi , meja belajar,

sumber belajar, alat - alat belajar serta tempat belajar itu sendiri. Apabila

penggunaan media pembelajaran dan kreativitas mengajar guru baik,

dimungkinkan prestasi belajar siswa akan meningkat.

Untuk mengetahui tingkat kecakapan siswa dalam belajar dapat dilihat dari hasil

belajar atau prestasi belajarnya. Prestasi belajar yang diperoleh melalui tes atau

evaluasi memberikan gambaran yang lebih umum tentang kemajuan siswa.

Keberhasilan suatu pengajaran apabila pengajaran itu menghasilkan proses belajar

secara aktif dan efektif.

Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar maka

seorang guru mengadakan suatu penilaian dengan cara mengevaluasi siswa.

Dengan mengadakan penilaian tersebut seorang guru akan mengetahui sejauh

mana keberhasilan siswanya dalam melakukan proses belajar mengajar. Oleh


karena itu, dapat dikatakan bahwa evaluasi belajar merupakan bagian integral dari

proses belajar mengajar

2.2.3. Pengukuran Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar yang berupa pengetahuan dan

keterampilan yang dapat diukur dengan tes. Menurut pendapat Nana Sudjana

(2005: 22) prestasi belajar terdiri dari 3 ranah yaitu:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap nilai yang terdiri dari lima aspek,

yaitu penerimaan, jawaban dan reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi.

Pengukuran ranah efektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan

tingkah laku siswa dapat berubah sewaktu – waktu

c. Ranah Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Pengukuran ranah psokomotorik dilakukan terhadap

hasil - hasil belajar yang berupa penampilan.

Menurut Muhibbin Syah (2010: 152) pengukuran keberhasilan belajar yaitu

sebagai berikut :

a. Evaluasi Prestasi Kognitif

Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat

dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan

perbuatan. Karena semakin membengkaknya jumlah siswa di sekolah - sekolah,


tes lisan dan perbuatan hampir tak pernah digunakan lagi. Alasan lain mengapa

tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena pelaksanaannya yang

face to face (berhadapan langsung)

b. Evaluasi Prestasi Afektif

Dalam merencanakan penyusunan instrumen tes prestasi siswa yang berdimensi

aktif (ranah rasa) jenis - jenis prestasi internalisasi dan karakteristik seyogyanya

mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi ranah rasa

itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa. Salah satu

bentuk tes ranah rasa yang populer ialah “Skala Likert” ( Likert Scale) yang

bertujuan untuk mengidentifikasi kecenderungan/sikap orang.

c. Evaluasi Prestasi Psikomotorik

Cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang

berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah observasi. Observasi dalam hal

ini dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku atau

fenomena lain, dengan pengamatan langsung. Namun, observasi harus dibedakan

dari eksperimen, karena eksperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu

cara observasi.

Dengan demikian hasil belajar siswa dapat diukur dengan tiga ranah yaitu ranah

kogitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penelitian

hasil belajar. Dari ketiga anah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak

dinilai oleh guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam

menguasai bahan pengajaran.


2.3. Mata pelajaran Hewan Sebagai Sumber Makanan

2.3.1. Pokok Bahasan Materi Hewan Sebagai Sumber Makanan

Makan merupakan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidup.

Islam mengajarkan umatnya mengkonsumsi makanan yang halal.

Makanan yang halal yaitu berasal dari hewan dan tumbuhan. Makanan

haram yaitu makanan yang dilarang oleh Allah SWT untuk

mengkonsumsinya. Makanan haram dapat berasal dari tumbuh –

tumbuhan dan hewan.

2.3.2. Karakteristik Mata Pelajaran Hewan sebagai sumber makanan

Setiap mata pelajaran karakteristik tertentu yang dapat membedakan

dengan mata pelajaran yang lain. Adapun karakteristik mata pelajaran

Hewan sebagai sumber makanan adalah sebagai berikut :

a. Pokok Bahasan tentang hewan sebagai sumber makanan merupakan

bagian dari materi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang

dikembangkan dari ajaran – ajaran yang terdapat dalam Agama Islam

yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits.

b. Pokok Bahasan tentang hewan sebagai sumber makanan merupakan

satu rumpun mata pelajaran pendidikan Agama Islam di Sekolah

Menengah Pertama yang secara intregratif menjadi sumber nilai

landasan moral spriritual yang kokoh dalam pengembangan keilmuan

dan kajian keislaman termasuk dengan ilmu dan teknologi serta

SAINS.
c. Pokok bahasan tentang hewan sebagai sumber makanan dapat

mengantarkan siswa memahami hewan sebagai sumber makanan halal

atau haram dalam kehidupan sehari – hari

Struktur mata pelajaran hewan sebagai sumber makanan dalam

Pendidikan Agama Islam dapat dilihat pada gambar peta konsep berikut :

2.4.

http://ndukyati.wordpress.com/2012/10/08/ptk-dengan-model-stad/
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Definisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat diambil dari pendapat

beberapa tokoh yang berkompeten dalam penelitian. Hal itu perlu dilakukan

agar pemahaman tentang PTK tidak menyimpang. Banyak tokoh yang telah

memberikan definisi PTK, salah satunya dikemukakan Hopkins yang dikutip

oleh Kumandar menyatakan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan

untuk membantu seseorang dalam situasi darurat dan membantu pencapaian

tujuan ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati

bersama ( Kunandar, 2010 : 46 ). PTK juga diartikan sebagai suatu penelitian

yang dilakukan secara reflektif terhadap berbagai tindakan yang

dilakukanoleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu

perencanaan sampai tindakan di dalam kelas ( Sabyantoro, 2009 : 10 ).

Wardani, dkk (2007: 1.3) mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas

merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu satu Action

Research yang dilakukan di kelas. Penelitian ini dilakukan melalui proses

kerja kolaborasi dengan pihak lain seperti guru, siswa dan pihak sekolah yang

lain untuk menciptakan kinerja sekolah yang lebih baik


B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Karangrejo Tulungagung,

Subjek penelitian adalah siswa kelas IX F Siswa SMP Negeri 2 Karangrejo

Tulungagung sebanyak 40 siswa (1 kelas).

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan

yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas (Arikunto,

2006:19).

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan

dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan

yang lazim dilalui, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan

4) refleksi. Menurut Suharsimi (2008: 16) Adapun model dan penjelasan

untuk masing-masing tahapan adalah sebagai berikut.


Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Perencanaan

Gambar 3.1 Siklus Tahapan Penelitian Tindakan Kelas

Untuk siklus II dalam penelitian tindakan ini direncanakan berdasarkan

hasil refleksi dari siklus I, sehingga masing-masing siklus saling keterkaitan.

Siklus II merupakan modifikasi dari siklus I. Hal ini dilakukan dengan tujuan

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik sehingga indikator keberhasilan yang

telah ditetapkan dapat tercapai. Dengan kata lain kekurangan atau kelemahan

yang ditemui pada siklus I dijadikan sebagai bahan perencanaan untuk

perbaikan pada siklus selanjutnya. Begitupula selanjutnya, apabila pada siklus

II masih terdapat kekurangan dan masih mungkin untuk dilakukan perbaikan

maka akan dilanjutkan pada siklus III.


Uraian tahapan tindakan setiap siklus, sebagai berikut:

1. Tahapan Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan

yang akan dilakukan untuk meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan

Agama Islam

2. Tahapan Tindakan (acting) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti

sebagai upaya meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

3. Tahapan Pengamatan (observing) adalah pengamatan terhadap siswa

selama pembelajaran berlangsung.

4. Tahapan Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan

mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat

dilakukan revisi terhadap proses pembelajaran selanjutnya.

D. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data penelitiannya ( Arikunto, 1999: 151). Lebih lanjut

dikatakan bahwa untuk memperoleh data-data yang diinginkan sesuai dengan

tujuan peneliti sebagai bagian dari langkah pengumpulan data merupakan

langkah yang sukar karena data yang salah akan menyebabkan kesimpulan

yang ditarik akan salah juga (Arikunto, 1999: 21).

Agar terhindar dari kesalahan ini, peneliti berupaya untuk mengkaji

secara mendalam terhadap berbagai persoalan yang berkaitan erat dengan

metode pengumpulan data. Pemilihan metode penelitian ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti: obyek penelitian, tujuan penelitian, sampel penelitian,


lokasi, sumber data, waktu dan dana yang tersedia, jumlah tenaga peneliti dan

teknik analisis data yang digunakan.

Adapun data dalam penelitian ini adalah data tentang :

1. Data tentang hasil prestasi belajar Pendidikan Agama Islam pokok

bahasan Hadits Kebersihan yang didapatkan dari hasil tugas setiap akhir

pembelajaran selesai (akhir siklus) dengan tujuan untuk mengetahui

efektifitas dari pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Data tentang penggunaan model pembelajaran, yaitu data tentang aktivitas

siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran yang nantinya diperoleh

melalui lembar observasi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian disusun bertujuan untuk pengumpulan data

selama pelaksanaan tindakan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah lembar observasi.Observasi merupakan teknik pengumpulan data

dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang

akan diteliti. Observasi dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data

mengenai aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran, sesuai

dengan indikator-indikator pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

F. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan

pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan


teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat

menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh

dengan tujuan untuk mengetahui hasil prestasi belajar Pendidikan Agama

Islam pokok Bahasan Hadits Kebersihan yang dicapai siswa juga untuk

memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas

siswa selama proses pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan

siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana

yaitu:

1. Untuk menilai hasil belajar bahasa Indonesia siswa

Dengan:

= Nilai rata-rata

X = Jumlah semua nilai siswa

N = Jumlah siswa

2. Untuk lembar observasi

a. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa

Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa

digunakan rumus sebagai berikut.


Perhitungan

Dengan:

= Nilai rata-rata Kategori

X = Jumlah Skor Pengamatan

N = Jumlah Item yang diamati

Anda mungkin juga menyukai