NIM : 030986174
Jurusan : S1 Akuntansi
Tugas.1
kerjakan soal berikut :
1. Silahkan diskusikan dan jelaskan langkah-langkah penelitian sesuai dengan ragam
penelitian yang anda pilih.
2. Buatlah penelitian berdasarkan langkah-langkah tersebut dengan objek penelitian yang
ada disekitar anda
Jawab
1. Langkah-langkah penelitian :
Langkah 1 :Identifikasi, pemilihan, dan perumusan masalah
a. Identifikasi masalah :
Masalah yang harus dipecahkan atau dijawab melalui penelitian selalu tersedia dan
cukup banyak, tinggal peneliti mengidentifikasinya, memilihnya,dan
merumuskannya. Walaupun demikian, agar seorang ilmuwan mempunyai mata
yang jeli untuk menemukan masalah tersebut, dia harus cukup berlatih. Hal-hal
yang dapat menjadi sumber masalah, terutama adalah:
1. bacaan, terutama yang berisi laporan hasil penelitian;
2. seminar, diskusi, dan pertemuan-pertemuan ilmiah lainnya;
3. Pernyataan pemegang otoritas;
4. Pengamatan sepintas;
5. Pengalaman pribadi; dan
6. Perasaan intuitif.
b. Pemilihan Masalah :
Setelah masalah diidentifikasi, belum merupakan jaminan bahwa masalah tersebut
layak dan sesuai untuk diteliti. Biasanya, dalam usaha mengidentifikasi atau
menemukan masalah penelitian, ditemukan lebih dari satu masalah. Dari beberapa
masalah tersebut, perlu dipilih salah satu yang paling layak dan sesuai untuk
diteliti. Jika identifikasi masalah hanya menemukan satu masalah pun, masalah
tersebut tetap harus dipertimbangkan layak dan sesuai-tidaknya untuk diteliti.
Pertimbangan untuk menentukan apakah suatu masalah layak dan sesuai untuk
diteliti atau tidak, pada dasarnya dilakukan dari dua sisi, yaitu dari: sisi masalahnya
dan sisi calon peneliti .
c. Perumusan Masalah
Setelah masalah diidentifikasi, maka masalah itu perlu dirumuskan. Perumusan
masalah ini penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi masalah-masalah
selanjutnya. Tidak ada aturan umum dalam merumuskan masalah penelitian, tetapi
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: a. masalah hendaknya dirumuskan dalam
bentuk kalimat tanya; b. rumusan masalah hendaklah padat dan jelas; c. rumusan
itu hendaklah memberi petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu.
Langkah 2 : PENELAAHAN PUSTAKA ATAU PENYUSUNAN LANDASAN TEORI
Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori,
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya yang dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian yang
akan dilakukan. Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian yang akan dilakukan
memiliki dasar yang kokoh, dan bukan sekedar kegiatan coba-coba (trial and error).
Untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang disebutkan di atas, kita perlu
melakukan telaah pustaka. Hal ini tidak bisa dihindari, karena memang pada umumnya
lebih dari 50% kegiatan penelitian adalah membaca (melakukan telaah pustaka). Oleh
karena itu, sumber bacaan adalah bagian penunjang penelitian yang esensial. Secara
garis besar, sumber bacaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) sumber acuan
umum, dan (2) sumber acuan khusus. Teori-teori dan konsep-konsep pada umumnya
dapat ditemukan dalam sumber acuan umum, seperti: buku-buku teks, ensiklopedia,
monograph, dan semacamnya. Generalisasi-generalisasi dapat diperoleh dari laporan-
laporan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan maslah yang akan diteliti
Langkah 3 : PERUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang
kebenarannya masih harus diuji secara empirik. Dalam rangkaian langkah-langkah
penelitian, hipotesis merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritik yang
diperoleh dari penelaahan kepustakaan. Secara teknis hipotesis dapat didefinisikan
sebagai pernyataan mengenai populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data
yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik hipotesis merupakan pernyataan
mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sampel. Secara implisit,
hipotesis juga menyatakan prediksi
Langkah 4 : PERUMUSAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL– VARIABEL
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel yang
didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasi. Definisi operasional variabel yang
dapat diamati atau dapat diobservasi ini penting karena variabel yang dapat diamati itu
membuka kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal yang serupa, sehingga
apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain. Ada
beragam cara menyusun definisi operasional, namun secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) yang menekankan kegiatan
(operation) apa yang perlu dilakukan, 2) yang menekankan bagaimana kegiatan itu
dilakukan, dan 3) yang menekankan sifat-sifat statis variabel yang didefinisikan
Langkah 5 : PENYUSUNAN DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian ditentukan oleh variabel penelitian yang sudah diidentifikasi, dan
hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Dalam menentukan desain penelitian, perlu
selalu diingat bahwa seluruh komponen penelitian harus terjalin secara rapi dan tertib.
Pada umumnya, desain penelitian sekaligus juga merupakan desain analisis data.
Langkah 6 : PEMILIHAN dan PENGEMBANGAN ALAT PENGUMPUL DATA
Dalam suatu penelitian, alat pengumpul data atau instrumen menentukan kualitas data
yang dapat dikumpulkan, dan kualitas data menentukan kualitas penelitian. Karenanya,
alat pengumpul data harus digarap secara cermat. Berikut beberapa contoh penelitian
yang mutunya kurang memadai akibat alat pengumpul datanya kurang memadai: a.
Penelitian mengenai taraf kesabaran orang dengan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpul data. b. Penelitian terhadap petani mengenai program kerja bakti
dengan cara melakukan wawancara dengan Lurah dan pembantu-pembantunya.
Langkah 7 : PENENTUAN POPULASI dan SAMPEL PENELITIAN
penelitian kadang hanya dilakukan terhadap sampel, bukan terhadap seluruh populasi.
Meskipun demikian, hasil penelitian dapat dikenakan atau digeneralisasikan pada
populasi. Generalisasi dari sampel ke populasi mengandung risiko kekeliruan atau
ketidaktepatan, karena sampel tidak akan mencerminkan secara tepat keadaan
populasi. Makin tidak sama sampel dengan populasinya, makin besar kemungkinan
kekeliruan dalam generalisasi. Oleh karena itu, teknik penentuan sampel menjadi
sangat penting dalam kegiatan penelitian. Berbagai teknik penentuan sampel pada
dasarnya adalah cara-cara untuk memperkecil kekeliruan generalisasi dari sampel ke
populasi. Hal ini akan dapat dicapai jika diperoleh sampel yang representatif, yaitu
sampel yang benar-benar mencerminkan populasinya.
Langkah 8 : PENGUMPULAN DATA
kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengumpul datanya. Kalau alat pengumpul
datanya valid dan reliabel, maka data yang terkumpul juga akan valid dan reliabel.
Meskipun demikian, masih ada satu lagi faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu
kualifikasi pengumpul data. Beberapa alat pengumpul data menuntut persyaratan
kualifikasi pengumpul datanya secara ketat. Selain itu, prosedur yang dituntut oleh
setiap metode pengumpulan data yang digunakan juga harus dipenuhi secara tertib.
Akan lebih baik jika peneliti menyusun panduan pengumpulan data, sehingga jika
pengumpulan data dilakukan oleh orang lain maka peneliti dapat memperoleh
keyakinan bahwa data yang diperolehnya benar-benar telah dikumpulkan dengan
prosedur yang benar
Langkah 9 : PENGOLAHAN dan ANALISIS DATA
Data yang terkumpul kemudian harus diolah. Pertama-tama data harus diseleksi
berdasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya,
digugurkan dan data yang kurang lengkap diganti dengan data substitusi. Kemudian
data yang sudah diseleksi itu diatur dalam tabel, matriks, atau yang lainnya agar mudah
dianalis. Menganalisis data merupakan langkah yang sangat kritis dalam penelitian.
Peneliti harus memastikan teknik analisis mana yang akan dia gunakan, apakah analisis
statistik atau analisis non-statistik. Pemilihan jenis analisis tergantung pada jenis data
yang dikumpulkan. Analisis statistik digunakan jika data yang dikumpulkan berbentuk
kuantitas atau dapat dikuantifikasi, yaitu data yang berbentuk bilangan. Analisis non-
statistik cocok untuk data yang berbentuk deskripsi atau data textular. Data deskriptif
sering hanya dianalisis menurut isinya, yang karenanya sering juga disebut dengan
analisis isi (content analysis).
Langkah 10 : INTERPRETASI HASIL ANALISIS DATA
Hasil analisis data boleh dikatakan masih faktual, belum bermakna apaapa, sehingga
masih harus diberi arti oleh peneliti. Hasil penelitian bisa dibandingkan dengan hipotesis
penelitian, didiskusikan atau dibahas, dan akhirnya disimpulkan. Dalam setiap
penelitian, peneliti selalu mengharapkan hipotesisnya tahan uji, atau terbukti
kebenarannya. Jika hipotesisnya terbukti, maka peran pembahasan atau diskusi bisa
tidak menonjol. Tetapi jika hipotesis tidak terbukti, atau ditolak, maka peranan
pembahasan menjadi sangat penting karena peneliti harus dapat menjelaskan mengapa
hal itu bisa terjadi. Peneliti wajib mengeksplorasi segala sumber yang mungkin menjadi
sebab tidak terbuktinya hipotesis penelitian. Beberapa kemungkinan sebab hipotesis
tidak terbukti adalah faktor: landasan teori, sampel, alat pengumpul data, desain
penelitian, perhitungan-perhitungan, dan variabel-variabel luaran
Langkah 11 : PENYUSUNAN LAPORAN
Langkah terakhir dari seluruh rangkaian penelitian adalah penyusunan laporan. Laporan
penelitian ini merupakan langkah yang sangat penting karena dengan laporan itu syarat
keterbukaan ilmu pengetahuan dan penelitian dapat dipenuhi. Melalui laporan itu
ilmuwan dapat memahami, menilai, kalau perlu menguji kembali hasil-hasil penelitian
yang diperoleh. Dengan cara demikian pemecahan masalah akan memperoleh
pemantapan dan kemajuan
2. Buatlah penelitian berdasarkan langkah-langkah tersebut dengan objek penelitian yang
ada disekitar anda
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan hal yang paling cepat untuk dijadikan sebagai jalan pintas
dalam mencari kekayaan. Sedangkan, di negeri ini yang namanya korupsi sudah
dijadikan sebuah hobi. Bahkan tidak berlebihan, jikalau korupsi sudah menjamur dan
membudidaya, baik di tingkat daerah maupun pusat.
Menurut websait resmi KPK, kasus korupsi di Indonesia per 31 Oktober 2014,
sudah melakukan penyelidikan 73 perkara, penyidikan 49 perkara, penuntutan 37
perkara, inkracht 34 perkara, dan eksekusi 40 perkara. Dan dengan demikian, maka
total penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2014 adalah
penyelidikan 658 perkara, penyidikan 402 perkara, penuntutan 314 perkara, inkracht
277 perkara, dan eksekusi 287 perkara.
Hal ini secara tidak langsung, merupakan sebuah ancaman dan tantangan
bagi generasi penerus untuk memutus mata rantai korupsi. Dengan langkah awal
mengatasi indikator degradasi moral yang seringkali menyuguhi tontonan tidak
mendidik bagi seoarang anak. Maka dengan memutus mata rantai dan memperbaiki
moral seoarang anak dalam melakukan pendidikan sejak dini meruapakan salah satu
wujud dalam konsen mengatasi tindakan menyimpang tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Tamera Bryant (2002) bahwa: jika kita
meninggalkan pelajaran tentang nilai moral yang kebanyakan sudah berubah, kita,
sebagai suatu Negara, beresiko kehilangan sepotong kedamaian dari budaya kita.”.
Tentulah kedamaian dan ketentraman bangsa ini adalah sebuah landasan didalam
menciptakan masyarakat yang sejahtera, dengan salah satu usaha, yaitu,
menghapus korupsi yang memperkaya diri sendiri.
Budiningsih Asri (2004), mengatakan bahwa pembentukan moral bagi anak-
anak dan remaja. Diperlukan modifikasi unsur-unsur moral budaya dimana anak-
anak itu tinggal. Dengan mengedepankan situasi dan kondisi karakteristik siswa
tersebut berada.
Wacana di atas menunjukkan suatu hal yang menarik untuk ditindak lanjuti,
yaitu betapa pentingnya lembaga pendidikan untuk bisa mendesaigt perannya
sebagai benteng penyegahan terhadap degradasi moral terhadap seoarang anak.
Apalagi jikalau dihubung-hubungkan dengan fotomorgana kehidupan, seringkali
menyaksikan di banyak media elektronik dan cetak, fenomena tingkah laku amoral
anak-anak yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, seperti melakukan tindakan
kekerasan terhadap sesama, sampai pada seringkalinya membohongi orang tua.
Lebih jauh lagi, menurut Yulita TS (2010), mengibaratkan jika korupsi sama
gangren, maka akan lebih mudah mengobati yang masih sedikit (kecil) atau
mencegah sebelum terjadi. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa ada indikasi
keterkaitan terhadap pola pendidikan anak, peranan lembaga pendidikan sampai
dengan dampak yang ditimbulkan terhadap kenakalan, sehingga pendidikan dengan
menamkan nilai estetika, atau mengedapankan nilai reperentif terhadap suatu
hiburan, agaknya memang pendidikan yang pas dalam melakukan pencegahan pola
tingkah laku terhadap anak.
Dari gambaran diatas terlihat adanya singkronisasi yang tepat, apabila
pendidikan dengan menamkan nilai reperentif terhadap anak meruapakan pendidikan
yang mengedepankan nilai estetika, sehingga dapat lebih berkesan terhadap pikiran
anak untuk tidak melakukan tindakan menyimpang. Seperti yang dicontohkan yaitu,
menciptakan lagu, yang lebih bernilai dalam pencegahan korupsi.
Tujuan
1. Tujuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau wacana dalam
memberantas korupsi di negeri ini dengan menanamkan pendidikan moral
terhadap anak.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai solusi cemerlang untuk mencegah
terjadinya korupsi sejak dini, yaitu sejak usia anak-anak.
3. Masyarakat, khususnya lembaga pendidikan, melalui laporan penelitian ini bisa
memberikan sebuah lagu yang bernilai edukasi, dengan menankan tindakan anti
korupsi.
Manfaat
Masyarakat
Menambah wawasan terhadap berbagai elemen masyarakat tentang cara
mengoptimalkan pencegahan terhadap tindakan korupsi melalui penanaman moral
terhadap anak sejak masih dini, sehingga masyarakat semakin memahami bahwa
bentuk-bentuk daripada korupsi harus senantiasa dihindari sekecil mungkin.
Guru
Memberikan edukasi (pengajaran) yang menanamkan moralitas dengan
media hiburan, karya dan seni. sehingga anak didik lebih berkesan dalam
membentengi dirinya dari tindakan korupsi. Selain itu, supaya yang dilakukan oleh
seoarang guru terhadap anak didik dapat meningkatkan kesadaran yang lebih sentral
dalam menangani tindakan anti korupsi.
Lembaga pendidikan (Pemerintah)
Menambah gagasan wacana bahwa mencegah tindakan korupsi yang
dilakukan sejak dini lebih terlihat baik, ketimbang menghukum orang korupsi untuk
pencenggahan. Artinya, dimanapun dan kapanpun sebuah istilah mencegah lebih
baik dari pada menggobati berlauku di dalam penaman moralitas anak menggunakan
laguas (lagu anti korupsi). Harapannya, lagu ini bisa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan atau acuan di dalam hal pemberantasan korupsi dengan menamkan
nilai moralitas dasar kepadaseoarang anak sejak dini. Hingga mereka semua bisa
menghindari tindakan-tindakan yang dapat menjerumuskan terhadap korupsi.
C. Hasil Penelitian
Laporan hasil penelitian yang disampaikan antara lain terbagi dalam berbagai
sub judul yang terkait antara satu dengan lainnya, hal ini bertujuan erat dengan
mempermudah pemahaman dari apa yang dihasilkan dalam metode penelitian di
jalankan.
Landasan Pencetus Gagasan Pendidikan Karakter dan Moral pada Anak
Orang tua merupakan guru pertama bagi seorang anak dalam sebuah
keluarga. Peran orang tua sangatlah penting bagi tumbuh kembang anak, baik fisik
maupun mental. Maka kewajiban para orang tua mengajarkan anaknya hal-hal yang
bersifat baik, seperti harus jujur, patuh pada orang tua, menghormati orang tua dan
lain sebagainya.
Penanaman karakter dan etika yang baik sejak dini akan mempengaruhi
tumbuh kembang anak hingga ia dewasa. Jika sejak kecil anak-anak tersebut tidak
diberi asupan karakter dan etika yang baik oleh orang tuanya maka bisa jadi hal-hal
buruk akan dilakukan bila ia sudah dewasa nanti. Karena hal tersebutlah yang ia
peroleh dari orang tuanya ketika masih kecil. Seperti halnya dalam hal kejujuran, jika
orang tua tahu bahwa anaknya berbohong dan kemudian dibiarkan saja oleh orang
tuanya, maka anak tersebut akan terbiasa berbohong tanpa merasa bersalah.
Karakter buruk seperti itulah yang akan ia bawa hingga ia dewasa. Jika kita
hubungkan dengan perilaku para pejabat atau petinggi negara yang melakukan
korupsi, bisa jadi itu merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi yakni
rendahnya kesadaran para orang tua dalam memberikan bimbingan moral terhadap
anaknya sedini mungkin
Degradasi moral bagi anak didik, barangkali memang sekarang sedang
buming kita dengar dengan sangat miris beberapa tingkah laku anak-anak kini
sedang dijajah dengan berbagai unsur, yang katanya, terjadi karena dampak
globalisasi. Yang sehingga anak didikmengalami degradasi moral tersebut.
Survei membuktikan bahwa para pejabat bangsa ini, akibat kurang
memilikinya moral seringkali terlibat dengan tindakan korupsi, bahkan tidak sedikit
juga yang masuk penjara. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya
pedidikan moral yang mencangkup, penalaran moral, perasaan moral, dan prilaku
moral.
Karena keterbatasan waktu dan perbedaan kepentingan orang tua, seringkali
tanggung jawab terhadap pendidikan moral diteruskan pada dunia pendidikan, yang
pada ahirnya ketika terjadi kondisi yang menyimpan, pendidikanlah yang paling
dominan disalahkan dalam hal ini, karena biar bagaimanapun pendidikan
memilikikontribusi penting bagi kembang tumbuh seoarang anak.
Dari Kutipan di atas, ada suatu hal yang menarik untuk dibahas, yaitu peran
dunia pendidikan dalam mebentuk akrekter anak didik. Sebab, hal ini berhubungan
dengan keberlanjutan etika ketika anak didik sudah memasuki taraf dewasa, usia
yang berlanjut sebenarnya tergantung terhadap pendidikan di usia dini, bila sudah
dimasuki naiali-nilai postif barang tentu si anak akan lebih mengerti dan memahami
arti prilaku penyimpang (korupsi). Secara sepintas dalam menjadikan pola prilaku
anak agar lebih memehami dan mengerti sekaligus meresapi berbagai lasan
mengindari tingkah laku menyimpang, peran pendidikan harus lebih kreatif didalam
mendesaigt pembelajara tersebut.
Terlebih hasil survei Transparancy International pada tahun 2011
menunjukkan indeks persepsi korupsi Indonesia berada di peringkat 100 dari 183
negara. “Sekarang Indonesia sama dengan Djibouti (negara di Afrika Timur), dan di
ASEAN Indonesia kalah dari Malaysia, Singapura, dan Thailan dan kita setara dengan
Vietnam dan Timor Leste. Kondisi seperti ini perlu disikapi dengan melakukan
berbagai upaya untuk menanggulangi masalah korupsi yang sudah mengakar,
meluas, dan menggejala di Indonesia. Satu hal yang seharusnya dilakukan dalam
pencegahan hal tersebut, yaitu menanmkan pendidikan karekter terhadap seoarang
anak, dengan menggabungkan tiga unsure di dalam pengamalanya, yakni ; Unsur
kognitif, efektif dan psikomotorik.
Hal tersebut juga bias dicontohkan sebagai berikut: misalnya kita asumsikan
terhadap anak Taman Kanak-Kanak yang pemikiran masih sangat bersih dari hal-hal
penimpuan, kadangka saat itu orang tua masih juga menemani sang anak. Maka
seyogyanya pengajaran yang pas bukan bagaimana korupsi itu dilarang, tetapi,
melalau media hibuaran, seperti menyyanyi, yang memang secara psikologis mampu
diserap baik oleh seoarang anak dapat dilakukan, sehingga anak lebih mengerti dan
memahi pola tingkah laku menyimpang.
D. Kesimpulan Penelitian
Penelitan yang dituliskan ini adalah “LAGUASI (lagu anti korupsi): sebagai
media penanaman karakter dan moral anti korupsi pada anak”. Hal ini berkaiatan
dengan pendidikan karakter dasar sebagai lahan pembentuk kepribadian dan
benteng anti korupsi terhadap kepribadian anak, dengan cara yang referentif,
menghibur akan tetapi tidak menghilangi esensi arti daripada pencegahan korupsi.
Dengan demikian, hasil penelitian inidi atas sangat penting dan bermanfaat
bagi Negara ini dalam rangka memutus serta memberantas mafia korupsi sejak dini.
Sebab, selama ini peran daripada beberapa lembaga pendidikan dalam mencegah
korupsi sudah maksimal tetapi belum menemukan cara yang tepat dalam melakukan
pencegahan pada anak didik.