Tugas kali ini akan menyoroti fenomena tahun Politik dan Pertumbuhan Ekonomi dikaitkan dengan bisnis internasional. Penciptaan iklim investasi yang tetap kondusif akan menjadi salah satu barometer kesehatan perekonomina nasional. Indonesia akan menghadapi tantangan yang berat di tahun depan. Di dalam negeri merupakan tahun politik, dimana terjadinya pemillihan umum, sementara di duia internasional dihadapkan dengan banyaknya tantangan mulai dari kerjasama bilateral, regional dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Menurut anda akankah Indonesia dapat melalui 2019 dengan baik ? kebijakan apa yang sebaiknya di ambil oleh pemerintah untuk mengantisipasi kondisi tersebut? Terima kasih dan Selamat Mengerjakan!.. Jawab : Dilansir dari BBC, Rabu (16/10/2019), IMF menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia bakal hanya mencapai 3 persen pada tahun ini. Angka tersebut turun dibandingkan proyeksi pada Juli 2019 yang mencapai 3,2 persen dan penurunan tajam sejak dua tahun lalu. IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara di dunia. Lembaga tersebut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju melambat dari 2,3 persen pada 2018 menjadi cuma 1,7 persen pada tahun ini. Adapun IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) merosot dari 2,9 persen pada tahun lalu menjadi 2,4 persen pada tahun 2019. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Inggris diproyeksikan mencapai 1,2 persen pada tahun ini, merosot dibandingkan 1,4 persen pada 2018. IMF juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat dari 6,6 persen pada 2018 menjadi 6,1 persen pada tahun ini ( Kompas.com ) Banyak pakar ekonomi yang memprediksi tahun 2020 dunia mengalami resesi.Salah satu ekonom yang meramalkan akan terjadi krisis tahun 2020 adalah Dr Doom atau Nouriel Roubini. Prediksi tersebut terdapat pada kajian yang ia tulis bersama Brunello Rosa berjudul The Makings of a 2020 Recession and Financial Crisis (Pembentukan Resesi 2020 dan Krisis Keuangan). Dengan ancaman krisis ekonomi global ini banyak negara – negara di dunia melakukan proteksi perdagangan hal ini untuk mengurangi defisit neraca pembayaran dan melambatnya pertumbuhan ekonomi, salah satunya Amerika Serikat. Negara mitra dagang utama AS seperti Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang akan menjadi yang paling terpengaruh apabila AS melakukan proteksi perdagangan. Selanjutnya, tekanan yang dialami oleh tiga negara itu akan terpapar pula ke negara Asia lain yang menjadi mitra dagang ketiga negara itu, tidak terkecuali Indonesia.Berdasarkan data yang ada nilai ekspor Indonesia terbesar ke Tiongkok dan AS. nilai ekspor ke Tiongkok mencapai US$11,40 miliar dengan peran kontribusi terhadap total ekspor periode Januari-Juni 2019 sebesar 15,36%.Negara tujuan ekspor terbesar berikutnya adalah Amerika Serikat dengan nilai US$8,33 miliar atau memiliki peranan 11,23%. Sementara itu, Jepang menduduki peringkat ketiga dengan nilai ekspor sebesar US$6,69 miliar atau memiliki kontribusi 9,02%.Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu diharapkan Indonesia mampu mendongkrak ekspor dan mengurangi impor agar kondisi perdagangan lebih sehat. Pemerintah tengah berupaya untuk mencari negara tujuan dagang baru dan tetap menjaga pangsa pasar di negara-negara yang selama ini menjadi mitra dagang Indonesia. Dapat kita liat di televisi, Indonesia mulai menjajaki pasar Afrika dengan ditingkatkannya kerja sama bilateral dengan negara-negara di di benua tersebut. Kerja sama dibidang perdagangan dengan negara-negara ASEAN juga perlu ditingkatkan. Kekalahan Indonesia di WTO dengan Uni Eropa mengenai ekspor kelapa sawit negara tersebut sempat menurunkan nilai ekspor indonesia ke benua tersebut, belum lagi kekalahan indonesia dengan brasil di WTO juga. Bargaining Indonesia perlu lebih kuat lagi. Baru-baru ini pemerintah berencana melarang ekspor bijh nikel, hal ini menurut saya sangat positif. Seperti kita tahu bersama nikel merupakan bahan baku pembuatan baterai. Uni eropa sangat membutuhkan bijih nikel ini untuk kebutuhan baterai disana. Ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan bargainingnya, agar tidak diperlakukan semena-mena oleh uni eropa. Investasi merupakan salah satu variabel yang penting dalam sebuah perekonomian. Ada beberapa hal yang memengaruhi investasi, yaitu suku bunga, PDRB, utilitas, birokrasi, kualitas SDM, regulasi, stabilitas politik dan keamanan serta faktor sosial budaya. Hal ini menimbulkan implikasi kebijakan, yaitu penurunan suku bunga, kebijakan fiskal, perbaikan sarana dan prasarana, perbaikan birokrasi pemerintahan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pelonggaran regulasi, kebijakan untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan, penguatan budaya lokal. Pertama, investasi mendorong pertambahan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi) secara berlipat ganda lewat proses multiplier. Maksudnya jika ada investasi Rp. 100 trilyun – misalnya- maka pertambahan pendapatan nasional akan lebih besar dari Rp. 100 trilyun. Kedua, investasi juga akan mendorong penciptaan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja ini akan mengurangi pengangguran. Berkurangnya pengangguran akan mengurangi kemiskinan. Dan berkurangnya kemiskinan akan berdampak pada teratasinya masalah-masalah ikutan lain seperti gizi buruk, buta huruf,kejahatan dan lain- lain.Ketiga, investasi juga bisa dipakai sebagai alat untuk pemerataan baik pemerataan antar daerah, antar sektor dan antar perorangan. Investasi sebagai alat pemerataan ini tentu saja tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri atau dibiarkan berjalan menuruti mekanisme pasar tetapi harus ada intervensi pemerintah. Misalnya saja pemerintah bertujuan untuk memperkecil ketimpangan ekonomi antar dua daerah (daerah yang satu maju dan yang satu tertinggal). Maka ketimpangan itu bisa diatasi salah satunya dengan mengarahkan investasi ke daerah yang tertinggal. Caranya ada macam-macam, misalnya memberi insentif pembebasan pajak bagi investor yang bersedia berinvestasi di daerah yang tertinggal, mempermudah ijin investasi di daerah tertinggal agar investor tertarik menanamkan modalnya di sana, dan banyak kebijakan lain. Akhir tahun 2018 sampai dengan awal 2019 adalah tahun politik di indonsia. Ditahun politik biasanya menimbulkan gejolak di tengah masyarakat dan perpolitikan di Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan kepercayaan Investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia menurun. Stabilitas politik dan keamanan merupakan salah satu pertimbangan investor. Tahun politik ternyata tidak berpengaruh banyak terhadap penurunan kepercayaan investor ketimbang keadaan geopolitik global dan ekonomi dunia yang tidak menentu di kuartal III. Hal ini bisa dilihat dari kepercayaan investor berdasarkan hasil survey KICI. Hasil survei Katadata Investor Confidence Index (KICI) yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan, kepercayaan investor institusi di pasar finansial terhadap kondisi perekonomian dan pasar keuangan merosot tajam pada kuartal III 2019. Menurut survei tersebut, nilai indeks kepercayaan investor mencapai level terendahnya sejak kuartal IV 2018 yang berada pada angka 139,1. Pada kuartal III 2019, indeks KICI merosot menjadi 128,6 atau turun hingga 18,2 poin dari 146,8 pada kuartal II 2019. Penurunan tersebut dipicu oleh turunnya indeks situasi sekarang (ISS) dari 145,1 menjadi 118,8. Sedangkan indeks ekspektasi (IE) turun dari 147,9 menjadi 135,1 yang terutama dipicu oleh merosotnya kepercayaan investor terhadap kondisi ekonomi global dan perang dagang Tiongkok dan AS.